BAB II LANDASAN TEORI. Soemitro, SH (Mardiasmo, 2006) adalah iuran rakyat kepada negara yang dapat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

PERPAJAKAN II. Penyajian Laporan Keuangan dan Pengaruhnya terhadap Perpajakan

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal

BAB II LANDASAN TEORI. adalah sebagai berikut, iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang

BAB II TELAAH PUSTAKA Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak. Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue)

BAB II LANDASAN TEORI

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang

RUGI LABA BIAYA FISKAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BIAYA YG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO WP DALAM NEGERI WP BUT PASAL 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

BAB II LANDASAN TEORI. pembangunan adalah penerimaan yang berasal dari dalam negeri yaitu dari sektor pajak.

BAB II LANDASAN TEORI. Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahun

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

BAB II LANDASAN TEORI. (2006), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Laporan Keuangan

BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Rochmat Soemitro (Mardiasmo 2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM ) bebas yang menyeluruh (global). Negara Indonesia berusaha segiat-giatnya

PAJAK PENGHASILAN (PPh)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

1. Pengertian Penghasilan Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan. Pengertian penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PAJAK PENGHASILAN UMUM. Amanita Novi Yushita, M.Si

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Joanna Junaedi (2010) dengan judul Analisis Rekonsiliasi Fiskal Atas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam Siti Resmi (2009:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara

BAB II LANDASAN TEORI

Repositori STIE Ekuitas

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. rakyat ke kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

bambang kesit, 2010 halaman 1 dari 10 perpajakan, prodi akuntansi-feuii MODUL : TEKNIK REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PPh Badan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Pengertian Pajak Penghasilan. 2) Subjek Pajak Penghasilan. Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu.

BAB II LANDASAN TEORI. a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik

BAB II LANDASAN TEORI. iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

BAB II LANDASAN TEORI

APLIKASI UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 2000 DAN PENGARUHNYA TERHADAP LAPORAN KEUANGAN Oleh : Evi Ekawati. Abstrak

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laporan keuangan merupakan produk yang dihasilkan dari akuntansi yang harus

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep Penghasilan Untuk Keperluan Perpajakan. diperoleh Wajib Pajak, baik berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi secara

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada Negara

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak dapat diartikan sebagai iuran wajib yang dipungut oleh Negara dari wajib pajak

BAB II LANDASAN TEORI. Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang "Pajak" yang dikemukakan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. kriteria untuk menentukan apakah suatu pengeluaran, biaya atau kerugian dapat dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Mardiasmo ( 2006 ) mendefinisikan, Pajak adalah iuran rakyat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rochmat Soemitro yang dikutip oleh Mardiasmo, (2003:1) :

BAB II TELAAH PUSTAKA. Terdapat berbagai macam definisi mengenai pajak di antaranya. menurut Rochmat Soemitro adalah sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak, diantaranya pengertian pajak menurut Santoso (1991)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak yang dikemukakan oleh Mardiasmo (2011). Pajak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN.

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki tujuan dan inti yang sama yaitu merumuskan pengertian pajak sehingga

BAB II LANDASAN TEORI. dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 57/PUU-XII/2014 Penghitungan Pajak Penghasilan

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI II.1. Dasar Perpajakan II.1.1. Definisi dan Fungsi Pajak Definisi atau pengertian pajak yang mengacu pada pendapat Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH (Mardiasmo, 2006) adalah iuran rakyat kepada negara yang dapat dipaksakan (karena sesuai undang-undang) dengan tidak mendapat imbalan langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Maka pajak dapat disimpulkan memiliki unsur-unsur : 1. iuran rakyat kepada negara, maksudnya yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang). Dan iuran tersebut digunakan untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah dan bermanfaat bagi masyarakat luas. 2. berdasarkan undang-undang, maksudnya pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaanya. Dan dapat juga dipaksakan. 3. tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari negara secara langsung dapat ditunjuk. 4. digunakan untuk membiayai rumahtangga negara yaitu pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. (h.1)

Fungsi pajak meliputi : 1. fungsi budgeter yaitu pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah. 2. fungsi regulerend yaitu pajak sebagi alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Contoh : - pajak yang tinggi untuk barang-barang mewah agar mengurangi gaya hidup konsumtif. - Pajak yang tinggi bagi minuman keras agar mengurangi konsumsi minuman keras. - Tarif pajak ekspor sebesar 0% agar mendorong ekspor produksi barang Indonesia di pasaran dunia. II.1.2. Asas dan Sistem Pemungutan Pajak Asas pemungutan pajak: a. asas domisili (asas tempat tinggal) yaitu negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri. Dan Indonesia menggunakan asas ini dalam pemungutan pajak. Contohnya : Wajib Pajak A yang bertempat tinggal di Indonesia bekerja pada Perusahaan B yang berada di Indonesia juga dan mempunyai bisnis makanan di Singapura maka negara akan mengenakan pajak atas penghasilan yang didapatnya dari pekerjaanya di perusahaan B dan penghasilan dari bisnis makanan yang berada di luar negeri.

b. asas sumber negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak. Indonesia juga menganut sistem ini dalam pemungutan pajak. Contohnya : X adalah warga negara asing yang mempunyai pekerjaan di sebuah perusahaan Indonesia maka penghasilan yang dia dapat selama bekerja di Indonesia akan dikenakan pajak. c. asas kebangsaan pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak luar negeri. Di Indonesia tidak menggunakan asas ini dalam pemungutan pajak. Sistem pemungutan pajak ialah cara yang dilakukan oleh suatu negara untuk melakukan pemungutan pajak dalam menentukan besarnya pajak terutang Wajib Pajak. Sistem Pemungutan pajak terdiri dari : a. self asssesment system ( semua dilakukan sendiri) adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya : - wajib pajak mempunyai wewenang sendiri untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. - Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri besarnya pajak terutang. - Fiskus hanya mengawasi dan tidak ikut campur.

Indonesia menggunakan sistem ini dalam melakukan pemungutan pajak. Sistem ini juga mempunyai arti bahwa penentuan pendapatan besarnya pajak dipercayakan kepada Wajib Pajak sendiri dalam melaporkan pajak yang terutang dan yang telah dibayar sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Perundang-undangan Perpajakan. Sehingga melalui sistem ini administrasi perpajakan diharapkan akan berjalan dengan rapi, terkendali, dan mudah dipahami oleh Wajib Pajak. b. official assesment system adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada Pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Karena utang pajak timbul setelah dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus. Ciricirinya : - fiskus yang mempunyai wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang - wajib pajak bersifat pasif - utang pajak akan muncul setelah dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus c. witholding system ( pajak dipotong oleh pihak lain) adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya : - wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.

II.1.3. Tarif pajak Tarif pajak terdiri dari : a. tarif sebanding tarif berupa presentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proposional terhadap besarnya nilai yang dikenakan pajak. Contoh : Dalam penyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%. b. tarif tetap tarif berupa jumlah yang tetap terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap. Contoh : Besar tarif Bea Meterai untuk cek dan bilyet giro dengan nilai nominal berapapun adalah Rp. 1.000,00 c. tarif progresif persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. Contoh : Lapisan Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Badan dan BUT adalah : - sampai dengan Rp. 50.000.000,00 10% - diatas Rp. 50.000.000,00 sampai dengan Rp. 100.000.000,00 15% - diatas Rp. 100.000.000,00 30%

Menurut kenaikan persentase tarifnya, tarif progersif dibagi : 1. tarif progersif progresif : kenaikan persentase semakin besar 2. tarif progresif tetap : kenaikan persentase tetap 3. tarif progresif degresif : kenaikan pesentase semakin kecil oleh karena itu, tarif pajak menurut pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan tersebut diatas termasuk tarif progesif progesif. d. tarif degresif persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. II.2. Pajak Penghasilan Pajak penghasilan diatur dalam Undang-undang Nomor 17 tahun 2000 yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 2001. Undang-undang pajak penghasilan ini mengatur pajak atas penghasilan (pendapatan dan laba) yang diperoleh baik oleh perorangan maupun badan. II.2.1. Subjek dan Objek Pajak Penghasilan Pajak penghasilan dikenakan tehadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak. Subjek pajak penghasilan itu terdiri dari : 1. orang pribadi atau warisan yang belum terbagi sebagi satu kesatuan. 2. badan, terdiri dari peseroan terbatas, CV, perseroan lainya, BUMN/BUMD dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau orgnisasi yang sejenis, lembaga, dan bentuk badan usaha lainnya.

3. Bentuk Usaha Tetap (BUT). Bentuk usaha dengan tempat usaha yang bersifat permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dari orang pribadi yang bertempat tinggal. Subjek pajak dapat dibedakan menjadi 2 yaitu subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Subjek pajak dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan, subjek pajak luar negeri menjadi Wajib Pajak sehubungan dengan penghasilan yang diterima dari sumber penghasilan di Indonesia atau diperoleh dalam bentuk BUT di indonesia. Subjek pajak dalam negeri berdasarkan Undang-undang No. 17 tahun 2000 pasal 2 ayat (3) yang dimaksud Subjek Pajak dalam negeri : 1. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia; 2. badan yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia; 3. warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak. Subjek pajak luar negeri bedasarkan Undang-undang No. 17 Tahun 2000 Pasal 2 ayat (4) yaitu : a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan yang menjalankan usaha melalui BUT di Indonesia dan dapat menerima penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha melalui BUT di Indonesia;

b. Badan yang tidak didirikan atau berkedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha melalui BUT di Indonesia dan dapat menerima atau memperoleh penghasilan di Indonesia bukan dari menjalankan usaha melalui BUT di Indonesia. Sesuai dengan Undang-undang No. 17 Tahun 2000 Pasal 4 ayat (1) yang menjadi objek pajak penghasilan adalah penghasilan. Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib pajak, baik berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Yang termasuk dalam pengertian penghasilan adalah : a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, honorium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam undang-undang. b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan. c. Laba usaha. d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta. e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan kepada biaya. f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian hutang.

g. Dividen, dengan nama dalam bentuk apapun termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. h. Royalti. i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala. k. Keuntungan karena pembebasan hutang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. l. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing. m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva. n. Premi asuransi. o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggota yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. p. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan belum dikenakan pajak. II.2.2. Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Untuk dapat menghitung Pajak Penghasilan terlebih dahulu harus diketahui dasar pengenaan pajaknya. Untuk Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang menjadi dasar pengenaan pajaknya adalah Penghasilan Kena Pajak. Sedangkan untuk Wajib Pajak Luar Negeri yang menjadi dasar pengenaan pajaknya dalah penghasilan bruto. Besarnya Penghasilan Kena Pajak untuk Wajib Pajak Badan dihitung sebesar penghasilan netto, sedangkan untuk Wajib Pajak orang pribadi dihitung sebesar penghasilan netto dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

II.2.3. Tarif Pajak Penghasilan Menurut Undang-undang No. 17 tahun 2000 pasal 17, tentang tarif pajak yang ditetapkan atas Pengasilan Kena Pajak untuk Wajib Pajak Badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap adalah sebagai berikut : Lapisan penghasilan kena pajak tarif pajak sampai dengan Rp. 50.000.000 10% Diatas Rp. 50.000.000-100.000.000 15% Diatas Rp. 100.000.000 30% II.3. Pengertian penghasilan menurut Undang-undang Pajak Penghasilan dan Standar Akuntansi Keuangan II.3.1. Penghasilan menurut Undang-undang Pajak Penghasilan Pengertian penghasilan menurut Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 17 Tahun 2000 terdapat dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1) yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah beban kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Pengertian penghasilan dalam undang-undang pajak penghasilan tidak memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis yang diterima Wajib Pajak yang berguna untuk kegiatan rutin dan pembangunan Pemerintah. Dilihat dari mengalirnya tambahan ekonomis kepada Wajib Pajak penghasilan dapat dikelompokkan menjadi : 1. penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas, seperti gaji, honorium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, penghasilan dari praktek dokter, notaris, akuntan, pengacara dan sebagainya;

2. penghasilan dari usaha kegiatan; 3. penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak, tak gerak, seperti bunga, deviden, royalti, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha dan lain sebagainya; 4. penghasilan lain-lain seperti pembebasan hutang, hadiah dari undian, dll. Penghasilan ini adalah yang dikenakan pajak yang sifatnya secara final. Yang dimaksud final adalah : - pajak dipungut oleh pemungut pajak pada saat penghasilan diterima; - pajak yang dibayar oleh pemungut pajak pada saat penghasilan diterima; - PPh Final selalu dikenakan pada penghasilan bruto (nilai penjualan) dengan mempertimbangkan profit margin rata-rata sektor usaha itu tanpa ada pengurang atas penghasilan bruto. II.3.2. Penghasilan menurut Standar Akuntansi Keuangan Penghasilan didefinisikan dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan sebagai peningkatan manfaat ekonomis pada suatu periode akuntansi tertentu, dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Penghasilan dalam akuntansi keuangan meliputi berupa pendapatan dan keuntungan. Pendapatan adalah penghasilan yang diperoleh dari aktivitas perusahaan selama satu periode tertentu, seperti penjualan, penggunaan jasa, bunga deviden, royalti dan sewa.

Berdasarkan PSAK NO.13 (1999:23:3) didefinisikan bahwa : pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama satu periode, bilamana arus masuk itu mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal Menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK), pendapatan dapat timbul dari transaksi dan peristiwa ekonomi sebagai berikut : 1. penjualan barang 2. penjualan jasa 3. penggunaan aktiva perusahaan oleh pihak-pihak lain yang menghasilkan bunga, royalti dan deviden. II.4. Pengertian Biaya menurut Akuntansi Keuangan dan menurut Undangundang Pajak Penghasilan II.4.1. Biaya menurut Akuntansi Keuangan Dalam arti luas biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang dapat diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Sedangkan menurut PSAK no. 46 definisi biaya mencakup baik kerugian maupun biaya yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa. Beban yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan meliputi, misalnya beban pokok penjualan, gaji, dan penyusutan. Beban tersebut biasanya berbentuk arus kas keluar, atau berkurangnya aset seperti kas, persediaan dan aset tetap. Kerugian dapat timbul misalnya dari bencana kebakaran, banjir seperti juga yang timbul dari pelepasan aset tidak lancar. Definisi beban atau biaya juga mencakup kerugian yang belum direalisasi misalnya kerugian yang timbul dari kenaikan kurs valuta asing dalam hubungannya dengan pinjaman perusahaan dalam mata uang tersebut. Kalau kerugian diakui dalam

laporan laba rugi, biasanya disajikan secara terpisah karena pengetahuan mengenai pos tersebut berguna untuk tujuan pengambilan keputusan ekonomi. Kerugian sering kali dilaporkan dalam jumlah bersih setelah dikurangi dengan penghasilan yang bersangkutan.(h.14) Ada empat unsur pokok dalam definisi biaya tersebut : 1. biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi. 2. diukur dalam satuan ruang. 3. yang telah terjadi secara potensial akan terjadi. 4. pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu. Penggolongan biaya menurut hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai, dapat dikelompokkan menjadi 2 golongan : a. biaya langsung adalah biaya yang terjadi, yang penyebab satu-satunya adalah karena ada sesuatu yang dibiayai. b. biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadi bukan hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai, tetapi biaya tidak langsung dalam hubungannya dengan produk, dengan istilah lainnya biaya produksi tidak langsung. II.4.2. Biaya menurut Undang-undang Pajak Penghasilan Dalam Undang-undang Pajak Penghasilan No. 17 tahun 2000 pasal 6, definisi atau pengertian dari biaya sangat berbeda, hal ini dijelaskan melalui Undang-undang Pajak Penghasilan yang menjelaskan bahwa biaya dibedakan menjadi biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto dan tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Dengan penjelasan sebagai berikut :

1. pengeluaran atau biaya yang boleh dikurangkan Dalam membebankan biaya, Undang-undang Pajak Penghasilan menganut konsep match and link (pertalian). Maksudnya ialah beban yang dapat dikurangkan sebagai biaya adalah pengeluaran yang ada hubungan langsung untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak. Beban-beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu biaya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun, Beban yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 tahun merupakan biaya pada tahun yang bersangkutan. Sedangkan pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun, pembebanannya dilakukan melalui amortisasi. Pengeluaran atau biaya yang boleh dikurangkan sesuai dengan Pasal 6 undangundang pajak penghasilan yaitu : a. biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah gaji, honorarium, bonus, grafikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali pajak penghasilan. b. penyusutan atau amortisasi; penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amotisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun. c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan boleh dibebankan sebagai biaya, sedangkan iuran

yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya tidak atau belum disahkan oleh Menteri Keuangan tidak boleh dibebankan sebagai biaya. d. kerugian penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan. e. kerugian dari kurs mata uang asing. f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia. g. biaya beasiswa, magang dan pelatihan. h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat tertagih. 2. pengeluaran atau biaya yang tidak boleh dikurangkan. Seperti sudah dibahas sebelumnya pada prinsipnya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah pengeluaran yang ada hubungan langsung untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak. Sedangkan pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto meliputi pengeluaran yang sifatnya adalah pemakai penghasilan atau yang jumlahnya diatas kewajaran. Yang termasuk dalam pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan sesuai dengan Undang-undang Pajak Penghasilan Pasal 9 yaitu : a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti deviden, termasuk deviden yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil koperasi. b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota.

c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan. d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, asuransi beasiswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan. e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diterapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan. g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a dan b, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam atau Wajib Pajak Badan yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada Badan amil zakat yang dibentuk dan disahkan oleh Pemerintah. h. Pajak Penghasilan. i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak.

j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham. k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan. II.5. Laba menurut Akuntansi dan Perpajakan Laba adalah selisih lebih dari pendapatan atas biaya-biaya yang terjadi sehubungan dengan kegiatan usaha. Laba yang diperoleh perusahaan adalah objek pajak penghasilan. Terdapat perbedaan antara laba komersial (berdasarkan akuntansi) dengan laba fiskal (berdasarkan perhitungan pajak) yaitu jika laba komersial adalah laba yang dihitung dengan menggunakan konsep menurut Standar Akuntansi Keuangan, sedangkan laba fiskal adalah laba yang dihitung dengan menggunakan konsep, cara pengukuran dan pengakuan menurut ketentuan Undang-undang Perpajakan. II.6. Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal KETERANGAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL LAPORAN KEUANGAN FISKAL Dasar penyusunan Standar Akuntansi Keuangan Standar Akuntansi Keuangan disesuaikan dengan Undang-undang Konsep 1. dasar akrual 1. akrual stelsel 2. mempertemukan beban 2. mempertemukan antara dengan pendapatan yang biaya untuk mendapat, paling tepat menagih dan memelihara 3. konservatif, yaitu konsep penghasilan dan hati-hati. Dengan membentuk penyisihan pada akhir tahun atau membuat adjusment. 4. materialitas digunakan oleh Auditor untuk menyatakan penghasilan yang merupakan objek PPh 3. Konservatif tidak digunakan 4. materialitas tidak digunakan oleh Auditor

Tujuan Akibat penyimpangan wajar/tidak wajar dalam penilaian Laporan Keuangan Komersil. - menghitung laba bersih - mengukur kinerja -mengukur keadaan posisi keuangan -mengukur keadaan kekayaan -laporannya untuk pihak ketiga dan manajemen -pengambilan keputusan yang tidak tepat oleh manajemen -opini yang buruk terhadap laporan keuangan yang berhubungan langsung dengan kreditor, Investor, pemilik perusahaan. untuk menyatakan wajar/tidak wajar dalam penilaian Laporan Keuangan Komersil tidak digunakan (selain bank & SGU dengan hak opsi, hanya diperkenankan dengan metode langsung). -menghitung besarnya pajak terhutang -laporannya untuk pihak fiskus Sanksi di bidang perpajakan : -sanksi administrasi berupa denda, bunga atau kenaikan -sanksi pidana berupa kurungan atau penjara. II.7. Rekonsiliasi Laporan Keuangan Komersial dengan Laporan Fiskal Laporan keuangan komersial dapat diubah menjadi laporan keuangan fiskal dengan melakukan koreksi seperlunya atau penyesuaian dengan peraturan perpajakan. Adanya perbedaan tersebut menyebabkan dilakukannya rekonsiliasi. Perbedaan tersebut terjadi karena perbedaan pengakuan, penghasilan dan biaya, perbedaan tersebut ialah (Gustian Djuanda,SE, MM & Irwanyah Lubis, SE, 2006) : a. Beda Tetap atau permanen. Maksudnya ialah perbedaan pengakuan penghasilan atau biaya berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan dengan prinsip akuntansi yang sifatnya permanen. Dalam arti

suatu penghasilan tidak akan diakui selamanya dalam rangka menghitung penghasilan kena pajak. Hal hal yang termasuk dalam beda tetap : 1. beda tetap penghasilan adalah : - penerimaan menurut standar akuntansi keuangan merupakan penghasilan tetapi undang-undang pajak penghasilan bukan penghasilan. - penerimaan yang menurut standar akuntansi keuangan bukan penghasilan tapi menurut undang-undang pajak penghasilan merupakan penghasilan. - penghasilan yang dikenakan pemungutan pajak bersifat final. 2. beda tetap biaya adalah : - pengeluaran yang menurut standar akuntasi keuangan merupakan beban tetapi menurut undang-undang pajak penghasilan tidak boleh dikurangi penghasilan bruto. 3. beda tetap murni adalah : - biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan objek pajak. - biaya untuk mendapat, menagih, memelihara penghasilan yang dikenakan PPh Final. - penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan kecuali di daerah tertentu. - bantuan atau sumbangan. - sanksi administrasi perpajakan. - kerugian usaha dari luar negeri.

- kerugian karena penjualan atau pengalihan aktiva dan atau hak yang dimiliki yang tidak dipergunakan dalam kegiatan usaha dalam rangka menagih, mendapatkan dan memelihara penghasilan. - PPh pasal 21 dan 26 yang ditanggung oleh pemberi penghasilan kecuali dalam menghitungnya menggunakan metode gross up. Beda Tetap yang disebabkan tidak dipenuhi syarat-syarat khusus : 1. biaya perjalanan (biaya perjalanan yang dapat dikurangkan dengan penghasilan bruto adalah biaya perjalanan pegawai perusahaan untuk kepentingan perusahaan yang dilengkapi dengan bukti yang sah, misal : tiket, kuitansi hotel. Uang saku dalam perjalanan dinas merupakan objek PPh 21 dan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto). 2. biaya promosi ( biaya promosi yang dapat dikurangkan dengan penghasilan bruto adalah biaya promosi yang didukung bukti pemasangan iklan, pembuatan barang-barang promosi harus dibedakan dengan sumbangan). 3. biaya entertaiment (biaya entertaiment yang dapat dikurangkan dengan penghasilan bruto adalah yang dikeluarkan karena ada hubungannya dengan kegiatan usaha Wajib Pajak dan dibuatkan daftar normatif). 4. biaya penelitian dan pengembangan (biaya penelitian dan pengembangan yang dapat dikurangkan dengan penghasilan bruto adalah hanya dilakukan di Indonesia). 5. kerugian Piutang Biaya Penelitian dan Pengembangan dilakukan di Indonesia (selain Bank dan Sewa Guna Usaha, piutang yang dapat dihapuskan adalah piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dan dibuatkan daftar normatif).

Beda Tetap yang disebabkan praktek akuntasi yang tidak sehat : 1. keperluan pribadi pemilik dan keluarga yang dibayar perusahaan dan dibukukan sebagai beban usaha. 2. keperluan pribadi pegawai perusahaan yang dibayar perusahaan dan dibukukan sebagai beban usaha. b. Beda Waktu. Beda Waktu merupakan perbedaan biaya tiap tahun atau tahun buku karena perbedaan metode digunakan atau perbedaan penilaian persediaan yang digunakan tetapi secara keseluruhan jumlah yang dibebankan sebagai biaya adalah sama. Merupakan perbedaan pembebanan biaya tiap tahun pajak, tahun buku karena perbedaan metode yang digunakan tetapi secara keseluruhan jumlah yang dibebankan sebagai biaya adalah sama. Contoh : - penyusutan atau amortisasi; - penilaian persediaaan; - rugi laba selisih kurs; - rugi laba atas penilaian efek; - rugi laba atas penyertaan saham.(h.15-17)