BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iva Sucianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No 20 tahun 2003 pasal 1 menegaskan bahwa pendidikan. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kualifikasi guru, penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku dan alat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA TULANG NAPIER DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PERKALIAN BILANGAN CACAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

penekanannya pada penataan nalar dan pembentukan sikap siswa serta keterampilan dalam penerapan matematika. Namun, sampai saat ini masih banyak

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-I Jurusan Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh :

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perwujudan warga negara Indonesia menjadi manusia yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. meringankan kerja manusia. Matematika diberikan kepada siswa sebagai bekal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

Lamp 1. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PROSES UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

I. PENDAHULUAN. sepanjang hayat (long life education). Hal ini sesuai dengan prinsip

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting bagi setiap manusia, karena dengan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan manusia atau lazim

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sekolah sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam

BAB I PENDAHULUAN. bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ine Riani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah suatu proses membantu manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan umum pembelajaran matematika yang dirumuskan dalam. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, adalah agar siswa

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada

tanya jawab, pemberian tugas, atau diskusi kelompok) dan kemudian siswa merespon/memberi tanggapan terhadap stimulus tersebut. Pembelajaran harus

PENELITIAN TINDAKAN KELAS

BAB I PENDAHULUAN. diprioritaskan adalah sektor pendidikan. Menyadari betapa pentingnya. tentang pendidikan harus selalu ditingkatkan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkatkan kualitas pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas

BAB I PENDAHULUAN. tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 19 ayat (1) tentang Standar Proses, pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebaiknya

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika. Disusun oleh: BIVIKA PURNAMI A

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. (KTSP) tahun 2006 lalu, pendidik tidak bisa lagi menggunakan paradigma lama

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Hal semacam itulah yang

I. PENDAHULUAN. berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah proses penemuan

BAB I PENDAHULUAN. depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional bab I pasal (1), disebutkan bahwa :

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (KTSP) memasukkan keterampilan-keterampilan berpikir yang harus dikuasai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dina Herlina, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. 5 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Rini Apriliani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. sebelumnya. UU nomor 20 tahun 2003 pasal 3 menjelaskan bahwa fungsi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Aminudin 1. SDN Sukorejo 01, Kota Blitar 1

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia secara global dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Matematika merupakan ilmu universal yang berguna bagi kehidupan

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan pada dasarnya merupakan suatu usaha dalam

P N E D N A D H A U H L U U L A U N

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

sendiri dari hasil pengalaman belajarnya.

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MENGENAL TEKNOLOGI PRODUKSI MELALUI METODE KARYAWISATA PADA SISWA KELAS IV SDN 3 BEJI KABUPATEN TULUNGAGUNG

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran matematika wajib diberikan kepada semua peserta didik mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inquiri ilmiah (Scientific

I. PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang

I. PENDAHULUAN. cerdas, terbuka dan demokratis. Pendidikan memegang peran dalam. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan pembaharuan pendidikan di Indonesia dewasa ini mengalami

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENGURANGAN BILANGAN CACAH MENGGUNAKAN ALAT PERAGA MANIK-MANIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Guru memiliki peran yang sangat besar terhadap keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kerangka berpikir. Tatakerja pendekatan sistem menelaah masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Guru memiliki peran yang sangat besar terhadap keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pendidikan adalah sistem yang digunakan untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. menjelaskan ayat sebagai berikut: 1

Skripsi Diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Oleh: AMBAR SUSILOWATI A

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut kurikulum KTSP SD/MI tahun 2006 Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan Matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Dalam rangka pembaruan sistem pendidikan nasional telah ditetapkan visi, misi, dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Visi pendidikan nasional adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Untuk itu ditetapkan serangkaian prinsip penyelenggaraan pendidikan untuk dijadikan landasan dalam pelaksanaan reformasi pendidikan. Salah satu prinsip tersebut adalah pendidikan diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sepanjang hayat. Implikasi dari proses ini adalah pergeseran paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Mengingat kebhinekaan budaya, keragaman latar belakang dan karakteristik peserta didik, serta tuntutan untuk menghasilkan lulusan yang bermutu, proses pembelajaran untuk setiap mata pelajaran harus fleksibel, bervariasi dan memenuhi standar. Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik, serta psikologis peserta didik. Upaya peningkatan mutu pendidikan perlu dilakukan secara menyeluruh meliputi aspek pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai-nilai. Pengembangan aspek-aspek tersebut dilakukan untuk meningkatkan dan mengembangkan kecakapan hidup melalui seperangkat 1

kompetensi agar siswa dapat bertahan hidup, melestarikan diri, dan berhasil di masa yang akan datang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah, cepat dan mudah dari berbagai sumber dan tempat di dunia. Selain perkembangan yang pesat, perubahan juga terjadi dengan cepat. Karenanya diperlukan kemampuan untuk memperoleh, mengelola dan memanfaatkan informasi untuk bertahan pada keadaan yang selalu berubah dan kompetitif. Kemampuan ini membutuhkan pemikiran, antara berpikir sistematis, logis, kritis yang dapat dikembangkan melalui pembelajaran matematika (Permendiknas RI Nomor 41 Tahun 2007). Pada masa lampau, orientasi pendidikan di Indonesia lebih berorientasi pada pendidik (Muh Ilyas Ismail, 2008 : 29). Pola pendidikan yang berorientasi ke pendidik becirikan antara lain: cenderung memperlakukan peserta didik berstatus sebagai objek atau klien, guru berfungsi sebagai pemegang otoritas tertinggi di kelas. Penerapan pola pendidikan semacam ini menyebabkan praktek pendidikan yang terjadi menjadi mengisolasi diri dari kehidupan nyata yang ada di luar sekolah, kurang relevan antara apa yang diajarkan dan kebutuhan dalam pekerjaan, terlalu terkonsentrasi pada pengembangan individu sebagai satu kesatuan yang utuh dan berkepribadian. Proses belajar mengajar didominasi dengan tuntunan untuk menghafalkan dan menguasai pelajaran sebanyak mungkin guna menghadapi ujian atau tes, dimana pada kesempatan tersebut anak didik harus mengeluarkan apa yang telah dihafalkan. Menurut Muh Ilyas Ismail (2008: 29) bahwa metode pendidikan yang menekankan pada sekedar hafalan dan ketepatan menjawab sesuai dengan petunjuk jawaban yang ada jelas tidak mendukung pendidikan ke arah kemandirian. Cara semacam ini tidak merangsang siswa untuk berfikir sendiri dan tidak mempersiapkan mereka untuk membangun pendapat pribadi secara rasional dan bertanggung jawab. Bagaimana pun pada akhirnya orang harus diajar untuk memberikan jawaban dan membuat keputusan sendiri, tidak melalui perintah dan petunjuk guru. Berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika telah banyak dilakukan, baik oleh pemerintah maupun oleh berbagai pihak yang peduli terhadap pembelajaran matematika sekolah, antara lain dalam bentuk: (1) penataran guru, (2) kualifikasi pendidikan guru, (3) pembaharuan kurikulum, (4) implementasi model atau metode pembelajaran baru, (5) penelitian tentang kesulitan dan kesalahan siswa dalam belajar matematika. Tapi berbagai upaya tersebut belum mencapai hasil yang optimal, karena 2

berbagai kendala di lapangan. Oleh sebab itu pembelajaran Matematika (dalam Depdiknas, 2003: 4) hendaknya diawali dengan hal-hal yang konkrit ke hal-hal yang abstrak, dari hal sederhana ke yang kompleks dan dari yang mudah ke sulit, dengan menggunakan berbagai sumber belajar. Jenning, dkk (dalam Suharta, 2004: 1), menyatakan bahwa kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika ke dalam situasi kehidupan real. Faktor lain yang menyebabkan sulitnya matematika bagi siswa adalah karena pembelajaran matematika kurang bermakna. Agar pembelajaran menjadi bermakna (meaningful) maka dalam pembelajaran di kelas perlu mengaitkan pengalaman kehidupan nyata anak dengan ide-ide Matematika. Menurut Sardiman (2003: 22) menyatakan: Belajar merupakan suatu proses interaksi antara diri manusia dengan lingkungannya yang mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep ataupun teori. Umumnya guru dalam pembelajarannya di kelas tidak mengaitkan dengan skema yang telah dimiliki oleh siswa dan siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi sendiri ide-ide Matematika. Sedangkan menurut Hamalik (2001: 171) bahwa pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas seluas-luasnya kepada siswa untuk belajar. Uraian di atas menggambarkan bahwa dalam pembelajaran Matematika di kelas perlu ditekankan pada keterkaitan antara konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari yang akan mempermudah siswa dalam memahami konsep tersebut. Menurut Piaget (dalam Hawa, 2006: 185), siswa SD berada pada fase perkembangan operasional konkret dan kepada siswa sebaiknya diberikan pelajaran yang bersifat konkret dengan contohcontoh yang mudah dipahami olehnya. Hal ini akan membuat siswa lebih tertarik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Sehingga siswa akan terlibat aktif dalam pembelajaran dan mampu menemukan konsep yang sedang dipelajari secara mandiri. Menurut Nur (2008), praktek pembelajaran yang terjadi di sebagian besar sekolah selama ini cenderung pada pembelajaran berpusat pada guru (teacher oriented). Guru menyampaikan materi pelajaran dengan menggunakan pembelajaran konvensional dengan metode ceramah dan tidak sedikit siswa yang tidak terlibat aktif dalam pembelajaran yaitu melakukan aktivitas yang tidak relevan dengan pembelajaran. Hal ini berdampak pada rendahnya pemahaman konsep matematis siswa. Oleh karena itu perlu dikembangkan dan 3

diterapkan suatu pembelajaran Matematika yang tidak hanya mentransfer pengetahuan guru kepada siswa, tapi juga mengaitkan antara konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari. Sehingga pemahaman konsep matematika meningkat, dan akan berdampak pula pada peningkatan hasil belajar siswa. Kondisi yang demikian juga terjadi pada siswa kelas 2 SD Negeri 2 Sidoharjo Kecamatan Sruweng Kabupaten Kebumen Tahun Pelajaran 2012/2013, apalagi di kelas ini ada siswa yang memiliki kemampuan dibawah rata-rata kelas. Rendahnya hasil belajar siswa dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 1 Pencapaian Kriteria Ketuntas Minimal Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 2 SD Negeri 2 Sidoharjo Kecamatan Sruweng Kabupaten Kebumen Tahun Pelajaran 2012/2013 NO Pencapaian KKM JUMLAH PERSEN 1 Tuntas 8 32% 2 Belum Tuntas 17 68% JUMLAH 25 100% NILAI TERTINGGI 86 NILAI TERENDAH 30 NILAI RATA-RATA 58,5 KKM MATEMATIKA SD N 2 SIDOHARJO 65 Dari data tabel 1 dapat dilihat siswa yang tuntas dalam pembelajaran Matematika hanya 32% dan siswa yang belum tuntas sebanyak 68%. Nilai tertinggi adalah 86 nilai terendah 30. Rata-rata perolehan nilai adalah 58,5. Nilai Kriteria Ketuntasan Minimal yang harus dicapai siswa adalah 65. Jadi sebagian besar siswa kelas 2 SD Negeri 2 Sidoharjo masih belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal yang ditentukan sekolah. Dan dapat disimpulkan hasil belajar pada mata pelajaran matematika rendah. Pemilihan metode mengajar pada pembelajaran Matematika adalah hal yang penting dalam proses pembelajaran. Salah satu metode yang digunakan dalam meningkatkan hasil 4

belajar siswa adalah melalui penerapan Pembelajaran Matematika Realistik. Pembelajaran Matematika dengan penerapan Pembelajaran Matematika Realistik artinya, guru dan siswa telah memiliki pengalaman dan kemampuan untuk melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan penerapan pembelajaran ini dalam pembelajaran matematika. Pembelajaran Matematika Realistik digunakan karena pembelajaran ini adalah suatu penerapan pembelajaran yang mengarahkan siswa pada pembelajaran secara bermakna, sesuai dengan kemampuan berpikir siswa serta berkaitan dengan kehidupan siswa seharihari. Keterkaitan dengan kehidupan sehari-hari ini akan mengarahkan siswa pada pengertian bahwa Matematika bukan hanya ilmu simbolik belaka tetapi dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari untuk membantu dan mempermudah pekerjaan manusia dalam menyelesaikan permasalahan hidupnya. Pemberian pembelajaran Matematika yang bermakna kepada siswa dan tidak memisahkan belajar Matematika dengan pengalaman siswa sehari-hari, siswa akan dapat mengaplikasikan Matematika dalam kehidupan sehari-hari dan tidak cepat lupa. Pembelajaran Matematika Realistik Memberi kesempatan pada anak untuk saling bekerja sama saling berinteraksi dan bertukar pikiran, serta dapat saling berpendapat. Pembelajaran Matematika Realistik ini mengajak siswa untuk lebih dapat menyukai Matematika karena selama ini Matematika dianggap mata pelajaran yang paling sulit, yang kemudian menyebabkan siswa malas belajar dan tidak menyukai Matematika. Jerome Brunner (dalam Hudoyo, 1988: 56) berpendapat bahwa belajar Matematika adalah belajar tentang konsep-konsep dari struktur Matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep dan struktur Matematika itu. Menurut Brunner di dalam belajar hampir selalu dimulai dengan manipulasi material. Oleh karena itu dalam belajar peserta didik haruslah terlihat aktif mentalnya yang dapat diperhatikan dengan keaktifan fisiknya. Brunner (Hudoyo, 1988: 61) juga menuliskan anak-anak berkembang melalui 3 tahap perkembangan mental yaitu : a. Enactive Dalam tahap enactive ini anak-anak di dalam belajarnya menggunakan atau memanipulasi objek-objek secara langsung dan masih menggunakan konsep yang 5

sangat realistik dalam artian objek yang digunakan dapat diamati atau dapat dipikirkan dan dimengerti oleh siswa, jadi bentuk objek dapat dilihat atau dibayangkan dan siswa mengerti tentang objek yang digunakan. b. Econic Tahap ini menyatakan bahwa kegiatan anak-anak mulai menyangkut mental yang merupakan gambaran dari obyek-obyek. Dalam tahap ini anak sudah dapat memanipulasi dengan menggunakan gambaran dari obyek. c. Simbolic Tahap terakhir ini menurut Brunner merupakan tahap memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak lagi ada kaitannya dengan obyek-obyek. Dalam Pembelajaran Matematika Realistik kelas matematika bukan tempat memindahkan Matematika dari guru kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan kembali ide dan konsep Matematika melalui ekspolrasi masalah-masalah nyata. Matematika dalam Pembelajaran Matematika Realistik dianggap sebagai kegiatan manusia yang bermula dari pemecahan masalah (Dolk, 2006). Karena itu, siswa tidak dipandang sebagai penerima pasif tetapi harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep Matematika di bawah bimbingan guru. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan dan didukung oleh faktor-faktor yang relevan, penulis mencoba mengadakan penelitian dalam bentuk penelitian tindakan kelas dengan judul Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Penerapan Pembelajaran Matematika Realistik pada Siswa Kelas 2 SDN 2 Sidoharjo Kecamatan Sruweng Kabupaten Kebumen Semester II Tahun Pelajaran 2012/2013 1.2. Permasalahan Penelitian Berdasarkan uraian yang dikemukakan dalam latar belakang masalah tersebut diatas, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut: a. Penggunaan metode pembelajaran Matematika belum sesuai. Proses pembelajaran yang diterapkan di SD masih cenderung bersifat konvensional dengan hanya mendengar ceramah, tanya jawab, pemberian tugas dan pembelajarannya didominasi oleh guru dan sedikit melibatkan siswa. b. Siswa sering melakukan kesalahan pada waktu membagikan bilangan dua angka. 6

c. Siswa mendapatkan pemahaman pembagian tidak secara konseptual tetapi secara prosedural. Siswa hanya bisa menyatakan pembagian bilangan satu angka, dan merasa kesulitan untuk membagi bilangan dua angka. Siswa hanya bisa menyebutkan fakta pembagian tetapi tidak bisa menjelaskan alasan atau memberi contoh. d. Siswa terlihat malas dalam mengikuti pembelajaran. e. Siswa banyak yang asyik bermain sendiri. f. Siswa menganggap bahwa pelajaran matematika adalah pelajaran yang sulit dipahami. g. Hasil belajar Matematika siswa kelas 2 SD Negeri 2 Sidoharjo semester II tahun 2012/2013 masih rendah. 1.3. Cara Pemecahan Masalah Salah satu langkah awal yang perlu dipersiapkan dalam usaha memecahkan masalah pembelajaran Matematika ini adalah dengan menentukan strategi pembelajaran yang tepat dengan cara menentukan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Pembelajaran yang sesuai adalah dengan penerapan Pembelajaran Matematika Realistik. Pada Pembelajaran Matematika Realistik ini mempunyai karakteristik menggunakan konteks dunia nyata, model-model, produksi dan konstruksi siswa, interaktif, dan adanya keterkaitan dengan permasalahan dalam dunia nyata. Masalah peningkatan hasil belajar Matematika siswa Kelas 2 SD Negeri Sidoharjo Kecamatan Sruweng Kabupaten Kebumen Semester II Tahun Pelajaran 2012/2013 perlu diselesaikan dengan penelitian tindakan kelas, yang menggunakan model Kemmis dan Taggart yang terdiri dari tiga siklus, masing-masing siklus meliputi perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan dan observasi, serta refleksi. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan penerapan Pembelajaran Matematika Realistik yang diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Pembelajaran Matematika Realistik ini menggunakan konteks yang nyata bagi siswa sebagai titik awal pembelajaran, Menggunakan contoh atau model sebagai jembatan antara nyata dan abstrak, sehingga dapat membantu siswa belajar pada tingkatan abstraksi yang berbeda. Pembelajaran Matematika Realistik menggunakan hasil dan konstruksi siswa sendiri, yaitu siswa diberi kesempatan untuk menemukan konsep-konsep matematika, dibawah bimbingan guru siswa dibawa dari tingkat informal ke tingkat formal. Terjadi interaksi yang baik antara guru dengan siswa, dan 7

siswa dengan siswa, meskipun pembelajaran terfokus pada siswa. Memiliki hubungan dengan hal-hal yang berkaitan dengan disiplin ilmu lain dan soal-soal yang bermakna dalam dunia nyata. Melalui penerapan Pembelajaran Matematika Realistik ini diharapkan hasil belajar matematika kelas 2 SD Negeri 2 Sidoharjo Kecamatan Sruweng Kabupaten Kebumen Semester II Tahun Pelajaran 2012/2013 dapat ditingkatkan. 1.4. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang kondisi hasil belajar Matematika pada siswa kelas 2 SD Negeri 2 Sidoharjo yang masih rendah dan semua faktor serta alasan yang sudah dipaparkan, maka permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah apakah penerapan pembelajaran matematika realistik dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas 2 SD Negeri 2 Sidoharjo Kecamatan Sruweng Kabupaten Kebumen pada semester II Tahun Pelajaran 2012/2013? 1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian pada penelitian tindakan kelas yang dilakukan ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas 2 SD Negeri 2 Sidoharjo Kecamatan Sruweng Kabupaten Kebumen Semester II Tahun Pelajaran 2012/2013 pada mata pelajaran Matematika melalui penerapan Pembelajaran Matematika Realistik. 1.5.2. Manfaat Penelitian Hasil penelitian tentang penerapan Pembelajaran Matematika Realistik untuk meningkatkan hasil belajar Matematika di kelas 2 SD Negeri 2 Sidoharjo Kecamatan Sruweng Kapubaten Kebumen Tahun Pelajaran 2012/2013 ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: 1.5.2.1. Manfaat Teoritis Melalui penelitian ini dapat diperoleh pengetahuan tentang peningkatan hasil belajar Matematika siswa kelas 2 SD Negeri 2 Sidoharjo Kecamatan Sruweng Kabupaten Kebumen Semester II Tahun Pelajaran 2012/2013 dan dapat digunakan sebagai dasar penelitian selanjutnya. 8

1.5.2.2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa Diharapkan dapat: menumbuhkan minat dan ketertarikan siswa dalam proses pembelajaran matematika pada siswa Kelas 2 SD Negeri 2 Sidoharjo; mendorong siswa untuk kreatif dan aktif dalam pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar matematika; mengembangkan kegiatan belajarnya, sehingga memperoleh pengalaman-pengalaman belajarnya sendiri secara langsung sehingga berimbas pula pada peningkatan kompetensi belajarnya; karena dalam proses Pembelajaran Matematika Realistik menggunakan konteks dunia nyata dan siswa mengalami sendiri akan menjadikan konsep yang dipahami lebih kuat dalam ingatan siswa. b. Bagi Guru Diharapkan dapat memberikan manfaat dalam mencari solusi atau alternative pembelajaran dalam rangka memperbaiki kinerjanya. Dengan melakukan PTK diharapkan dapat membantu guru untuk meningkatkan kualitas pembelajarannya. c. Bagi Sekolah Diharapkan dapat: melalui peningkatan kualitas pembelajaran dan kompetensi belajar siswa akan berimbas pada peningkatan citra sekolah dan lulusannya; memberikan bahan pertimbangan bagi sekolah untuk memperbaiki pembelajaran Matematika khususnya dengan melalui penerapan Pembelajaran Matematika Realistik. d. Bagi Peneliti Lain Diharapkan dapat memberikan bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian yang sejenis. 9