BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat ini penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian

BAB 2 KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. yang disebut arteri karotid kanan. Arteri karotid kanan merupakan cabang dari

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat ke-3 penyebab kematian setelah stroke dan hipertensi.

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Bawang putih (Allium sativum) adalah nama tanaman dari genus Allium

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sel trombosit berbentuk discus dan beredar dalam sirkulasi darah tepi dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi. klinis dari penyakit jantung iskemik.

BAB I PENDAHULUAN. pilihan bagi masyarakat moderen karena lebih praktis dan bergengsi.

BAB 1 PENDAHULUAN. Data WHO (1995) mencatat bahwa di seluruh dunia terdapat 50 juta kematian tiap

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Aterosklerosis koroner adalah kondisi patologis arteri koroner yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab. kematian terbesar diseluruh dunia terutama yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh

SKRIPSI. Diajukan oleh : Enny Suryanti J

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian

BAB 5 PEMBAHASAN. dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan yang semakin meningkat di dunia (Renjith dan Jayakumari, perkembangan ekonomi (Renjith dan Jayakumari, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dua puluh empat subyek penelitian ini dilakukan secara consecutive

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penderita DM di dunia diperkirakan berjumlah > 150 juta dan dalam 25

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak

Peran Sistem Komplemen pada Patogenesis Aterosklerosis

BAB I PENDAHULUAN. lama kelamaan plak kolesterol tersebut akan menyebabkan penyempitan

ABSTRAK... 1 ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Pasien dengan penyakit ginjal kronik (PGK)mempunyai risiko lebih besar

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit dengan angka kematian terbesar

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia

dari inti yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang

BAB I PENDAHULUAN. negara karena serangan Jantung. Salah satu penyakit yang menyebabkan kematian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. angka morbiditas penderitanya. Deteksi dini masih merupakan masalah yang susah

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan salah satu penyebab. morbiditas dan mortalitas utama di seluruh dunia (Ross,1999a).

BAB I PENDAHULUAN. individu maupun masyarakat. Identifikasi awal faktor risiko yang. meningkatkan angka kejadian stroke, akan memberikan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. utama pada sebagian besar negara-negara maju maupun berkembang di seluruh

BAB 1 PENDAHULUAN. atau gabungan keduanya (Majid, 2007). Penyakit jantung dan pembuluh darah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh

BAB I PENDAHULUAN. Kelebihan kolesterol berpotensi menimbulkan plak dipembuluh darah, lama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PEMBAHASAN. 1.1 Hubungan Hiperurisemia Dengan Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kecamatan Pauh Kota Padang tahun 2016

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah aterosklerosis berasal dari bahasa Yunani, athere berarti

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang masih menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia penyakit jantung dan pembuluh darah terus meningkat dan

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB I PENDAHULUAN. menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun (Riskesdas, 2013). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama kematian di dunia. Menurut organisasi kesehatan dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. glukosa darah tinggi (hiperglikemia) yang diakibatkan adanya gangguan pada sekresi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. selain kelainan vaskular ( Junaidi, 2011). Terdapat dua macam stroke,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) adalah keadaaan dimana terjadi

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan proses ruptur plak aterosklerosis dan trombosis pada arteri koroner

BAB I PENDAHULUAN. maupun organ) karena suatu organisme harus menukarkan materi dan energi

BAB 2 TIJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. World Health. Organization (WHO) melaporkan bahwa pada tahun 2000 jumlah

HUBUNGAN RASIO LINGKAR PINGGANG PINGGUL DENGAN PROFIL LIPID PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)

BAB I PENDAHULUAN orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. 2 Hal ini diperkuat oleh hasil

I. Pendahuluan. suatu gejala yang sebagian besar dipicu oleh adanya Coronary Heart. arteri koroner yang merupakan produk dari coronary artery disease

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian berasal dari PTM dengan perbandingan satu dari dua orang. dewasa mempunyai satu jenis PTM, sedangkan di Indonesia PTM

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Buah Pinang (Areca catechu) adalah semacam tumbuhan palem

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan problem kesehatan utama yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Pendahuluan. Harmas Yazid Yusuf & Nani Murniati 1

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga pada 1972, di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

BAB I PENDAHULUAN. mellitus tipe 2 di dunia sekitar 171 juta jiwa dan diprediksi akan. mencapai 366 juta jiwa tahun Di Asia Tenggara terdapat 46

BAB I PENDAHULUAN. utama lipoprotein plasma adalah low density lipoprotein (LDL). 1 LDL berfungsi

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama. Hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. di negara-negara barat. Penyakit jantung koroner akan menyebabkan angka

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Dewasa ini perilaku pengendalian PJK belum dapat dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Jantung Koroner Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang timbul akibat penyumbatan sebagian atau total dari satu atau lebih arteri koroner dan atau cabang-cabangnya, sehingga aliran darah pada arteri koroner menjadi tidak adekuat, akibatnya dinding otot jantung mengalami iskemia dan dapat sampai infark, karena oksigenasi otot jantung sangat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme sel otot jantung. 20 PJK bermakna didefinisikan sebagai adanya stenosis 50 % pada arteri koroner utama yang dibuktikan dari pemeriksaan angiografi 4, 21 2.2 Aterosklerosis dan Inflamasi Aterosklerosis adalah perubahan dinding arteri yang ditandai adanya akumulasi lipid ekstra sel, rekrutmen dan migrasi miosit, pembentukan sel busa dan deposit matrik ekstraseluler, akibat pemicuan multifaktor berbagai patogenesis yang bersifat kronik progresif, fokal atau difus, bermanifestasi akut maupun kronis, serta menimbulkan penebalan dan kekakuan arteri. Inflamasi merupakan mekanisme pertahanan yang kompleks sebagai reaksi terhadap masuknya agen yang merugikan ke dalam sel ataupun organ dalam rangka melenyapkan atau setidaknya melemahkan agen tersebut, memperbaiki kerusakan sel atau jaringan dan memulihkan homeostasis. Aterosklerosis dapat menyebabkan iskemia dan infark jantung, stroke, hipertensi renovaskular dan penyakit oklusi tungkai bawah tergantung pembuluh darah yang terkena. 6,7,22 Aterosklerosis merupakan dasar penyebab utama terjadinya PJK. Merupakan proses multifaktorial dengan mekanisme yang saling terkait. Proses aterosklerosis awalnya ditandai dengan adanya kelainan dini pada lapisan endotel, pembentukan foam cell (sel busa) dan fatty streaks (kerak lemak), pembentukan fibrous cap (lesi jaringan ikat) dan proses ruptur plak aterosklerotik yang tidak stabil. 6-8

6 Aterosklerosis merupakan suatu proses inflamasi kronis. Inflamasi memainkan peranan penting dalam setiap tahapan aterosklerosis mulai dari perkembangan plak sampai terjadinya ruptur plak yang dapat menyebabkan trombosis. Akhir-akhir ini telah banyak penelitian yang membuktikan bahwa inflamasi memainkan peranan penting di dalam setiap tahapan proses aterosklerosis. Mulai dari fase inisiasi sampai proses lanjut hingga terjadinya rupture plak yang menimbulkan komplikasi penyakit kardiovaskular. 6-8 Aterosklerosis dianggap sebagai suatu penyakit inflamasi sebab sel yang berperan berupa makrofag yang berasal dari monosit dan limfosit ini merupakan hasil proses inflamasi. 6-9 Patogenesis aterosklerosis (aterogenesis) dimulai ketika terjadi jejas (akibat berbagai faktor risiko dalam berbagai intensitas dan lama paparan yang berbeda) pada endotel arteri, sehingga mengaktivasi atau menimbulkan disfungsi endotel. Paparan jejas pada endotel, memicu berbagai mekanisme yang menginduksi dan mempromosi lesi aterosklerotik. Disfungsi endotel merupakan awal terjadinya aterosklerosis. Disfungsi endotel ini disebabkan oleh faktor-faktor risiko tradisional seperti dislipidemia, hipertensi, DM, obesitas dan merokok dan faktor-faktor risiko lain misalnya homosistein dan kelainan hemostatik. 6,8,9 Pembentukan aterosklerosis terdiri dari beberapa fase yang saling berhubungan. Fase awal terjadi akumulasi dan modifikasi lipid (oksidasi, agregasi dan proteolisis) dalam dinding arteri yang selanjutnya mengakibatkan aktivasi inflamasi endotel. Pada fase selanjutnya terjadi rekrutmen elemen - elemen inflamasi seperti monosit ke dalam tunika intima. Awalnya monosit menempel pada endotel, penempelan endotel ini diperantarai oleh beberapa molekul adhesi pada permukaan sel endotel, yaitu Inter Cellular Adhesion Molecule -1 (ICAM-1), Vascular Cell Adhesion Molecule -1 (VCAM-1) dan Selectin. Molekul adhesi ini diatur oleh sejumlah faktor yaitu produk bakteri lipopolisakarida, prostaglandin dan sitokin. Setelah berikatan dengan endotel kemudian monosit berpenetrasi ke lapisan lebih dalam dibawah lapisan intima. Monosit-monosit yang telah memasuki dinding arteri ini akan berubah menjadi makrofag dan "memakan" LDL yang telah dioksidasi melalui reseptor scavenger. Hasil fagositosis ini akan membentuk sel busa atau "foam cell" dan selanjutnya akan menjadi fatty

7 streaks. Aktivasi ini menghasilkan sitokin dan faktor-faktor pertumbuhan yang akan merangsang proliferasi dan migrasi sel-sel otot polos dari tunika media ke tunika intima dan penumpukan molekul matriks ekstraselular seperti elastin dan kolagen, yang mengakibatkan pembesaran plak dan terbentuk fibrous cap. Pada tahap ini proses aterosklerosis sudah sampai pada tahap lanjut dan disebut sebagai plak aterosklerotik. Pembentukan plak aterosklerotik akan menyebabkan penyempitan lumen arteri, akibatnya terjadi berkurangnya aliran darah. Trombosis sering terjadi setelah rupturnya plak aterosklerosis, terjadi pengaktifan platelet dan jalur koagulasi. Apabila plak pecah, robek atau terjadi perdarahan subendotel, mulailah proses trombogenik, yang menyumbat sebagian atau keseluruhan suatu arteri koroner. Pada saat inilah muncul berbagai presentasi klinik seperti angina atau infark miokard. Proses aterosklerosis ini dapat stabil, tetapi dapat juga tidak stabil atau progresif. Konsekuensi yang dapat menyebabkan kematian adalah proses aterosklerosis yang bersifat tidak stabil/progresif yang dikenal juga dengan sindroma koroner akut. 6-9,22,26 Sumber: Peter Libby. 2004 (9) Gambar 2.2.1 Patogenesis inflamasi pada aterosklerosis S

8 2.3 CRP dan hs-crp CRP pertama kali didiskripsikan oleh William Tillet dan Thomas Francis di Institut Rockefeller pada tahun 1930. Mereka mengekstraksi protein dari serum pasien yang menderita Pneumonia pneumococcus yang akan membentuk presipitasi dengan C Polisakarida dari dinding sel Pneumococcus. Karena reaksi antara protein dan polisakarida menyebabkan presipitasi maka protein ini diberi nama C-Reactive Protein. 9,22 Sumber: J.P. Casas. 2008 (11) Gambar 2.3.1 Struktur C-Reactive Protein CRP adalah protein fase akut, merupakan marker inflamasi sistemik non spesifik. Kadarnya meningkat sebagai respon terhadap infeksi, inflamasi maupun kerusakan jaringan. CRP secara normal ditemukan dalam serum manusia tetapi dalam jumlah yang sangat sedikit dan kadarnya berbeda pada setiap individu. Pada individu sehat tanpa inflamasi, biasanya kadar CRP < 1 mg/l dengan median 0.8 mg/l. Ketika terjadi reaksi inflamasi, infeksi maupun kerusakan jaringan, CRP disintesis dan disekresi oleh hati sebagai respons terhadap sitokin terutama interleukin-6 (IL-6), interleukin-1 (IL-1), dan Tumor Necrosis Factor (TNF) yang dihasilkan oleh makrofag. 23 Nilai CRP stabil untuk jangka waktu yang lama, tidak dipengaruhi oleh intake makanan, usia, jenis kelamin dan tidak ada variasi sirkadian. Bilamana terdapat stimulus yang bersifat akut, dapat terjadi peningkatan hingga 10.000 kali dari nilai normalnya. Untuk penyebab infeksi bakteri/virus, trauma, pembedahan, luka bakar, penyakit keganasan, kerusakan jaringan maupun penyakit auto immun, kadar CRP biasanya mencapai > 10 mg/l. Kadar CRP juga meningkat

9 pada penyakit hipertensi, diabetes, dislipidemia, merokok maupun adanya riwayat penyakit jantung. Dalam kurun waktu yang relatif singkat (6-8 jam) setelah terjadinya reaksi inflamasi, infeksi maupun kerusakan jaringan, kadar CRP meningkat dengan tajam, mempunyai waktu paruh 19 jam dan hanya dalam waktu 24-48 jam telah mencapai nilai puncaknya. Kadar CRP akan kembali ke kadar asalnya dalam waktu 2 minggu setelah proses inflamasi, infeksi maupun kerusakan jaringan tersebut hilang. Oleh karena keuntungan itu, CRP sangat berguna untuk menegakkan diagnostik inflamasi maupun penyakit infeksi. Sedangkan hs-crp merupakan pemeriksaan yang dapat mengukur konsentrasi CRP yang sangat sedikit sehingga bersifat lebih sensitif dengan range pengukuran antara 0,1 20 mg/l. Baik untuk memeriksa adanya suatu inflamasi derajat rendah (low level inflammation). Pemeriksaan hs-crp yang sangat sensitif ini dapat digunakan untuk memperkirakan risiko PJK dimana proses aterosklerosis sebagai penyebab utama PJK terjadi proses inflamasi derajat rendah dan tidak menyebabkan kadar CRP yang tinggi. Pada dasarnya, tes ini dianjurkan pada orang-orang yang memiliki tingkat resiko tinggi terhadap penyakit jantung, yakni pernah mengalami serangan jantung, memiliki keluarga dengan riwayat penyakit jantung, dislipidemia, diabetes, hipertensi, wanita menopause, perokok dan obesitas serta kurang melakukan aktivitas fisik. 23-26 Sumber: Goran K Hansson. 2005 (6) Gambar 2.3.2 Mekanisme CRP sebagai marker inflamasi pada aterosklerosis

10 AHA / CDC 11 merekomendasikan hs-crp dengan alasan: hs-crp adalah indikator global kejadian kardiovaskular di masa depan pada orang dewasa tanpa riwayat penyakit kardiovaskuler sebelumnya hs-crp meningkatkan penilaian risiko dan hasil terapi dalam pencegahan penyakit kardiovaskular hs-crp bermanfaat sebagai marker independen untuk mengevaluasi kemungkinan kejadian kardiovaskular berulang, seperti infark miokard atau restenosis, setelah intervensi koroner perkutan AHA/CDC membagi nilai cut off kadar hs-crp berdasarkan resiko kejadian kardiovaskular seperti pada tabel 2.3.1 yaitu : hs-crp < 1,0 mg/l risiko terkena PJK rendah (low risk) hs-crp 1,0-3,0 mg/l risiko terkena PJK sedang (intermediate risk) hs-crp > 3,0 mg/l (< 10 mg/l) risiko terkena PJK tinggi (high risk) Tabel 2.3.1 Nilai cut off hs-crp berdasarkan resiko kejadian kardiovaskular Hs-CRP (mg/l) < 1,0 1,0 3,0 3,1 10,0 Resiko relatif kardiovaskuar Rendah Sedang Tinggi Sumber: Thomas A. Pearson (12) 2.4 Angiografi Koroner Angiografi merupakan suatu prosedur invasif yang paling sering dilakukan untuk melihat gambaran anatomi arteri koroner serta penyempitan lumen yang telah terjadi pada penderita PJK. Sering dilakukan untuk menilai luasnya stenosis dan dapat menggambarkan tingkat keparahan arteri koroner. Walaupun merupakan pemeriksaan gold standar, angiografi hanya memberikan informasi tentang keadaan lumen arteri dan tidak dapat memberikan secara langsung komposisi plak serta perobahan plak dalam dinding arteri. Inflamasi erat hubungannya dengan kejadian ruptur plak dan trombosis dibandingkan dengan adanya atau beratnya aterosklerosis dari hasil angiografi, sehingga derajat stenosis

11 arteri koroner tidak berkaitan dengan resiko ruptur. Derajat stenosis pada arteri koroner biasanya diukur dengan evaluasi visual dari persentasi pengurangan diameter relatif terhadap segmen normal yang berdekatan. 5,15 2.5 Efek statin pada kadar hs-crp sebagai marker inflamasi aterosklerosis Statin merupakan agen penurun kolesterol plasma, yang diketahui memiliki efek pleiotropik (cholesterol-independent effects) yang menguntungkan dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular baik pada preventif primer maupun sekunder. Selama dekade terakhir banyak studi in vitro dan in vivo yang menunjukkan efek pleiotropik statin berperan dalam menurunkan inflamasi (immunomodulator), menurunkan kadar hs-crp dan selanjutnya menurunkan kejadian kardiovaskular. Terdapat bukti yang mendukung statin dapat memodulasi respon imun. Mencakup efek recruitment, diferensiasi, proliferasi dan aktivitas sekresi sejumlah sel-sel imun pada intima, terutama monosit / makrofag dan sel T. 27 The FDA's Endocrinologic and Metabolic Drugs Advisory Committee Amerika pada Desember 2009 telah menyetujui pemberian rosuvastatin untuk mengurangi risiko stroke, infark miokard dan prosedur revaskularisasi, pada pasien yang memiliki kadar kolesterol LDL normal dan tidak memiliki PJK, namun memiliki peningkatan risiko berdasarkan usia, kadar hs-crp dan sekurang-kurangnya memiliki satu faktor risiko penyakit jantung. Keputusan FDA in didasarkan pada hasil penelitian Justification for the Use of Statins in Primary Prevention: an Intervention Trial Evaluating Rosuvastatin (JUPITER). 28 Guideline terbaru yang diterbitkan oleh Canadian Cardiovascular Society (CCS) pada tahun 2009 di Kanada, kadar hs-crp < 2 mg/l merupakan target sekunder untuk pemberian terapi statin. 29