BAB I PENDAHULUAN. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, maka ikut berkembang pula

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. ini. Udara berfungsi juga sebagai pendingin benda-benda yang panas, penghantar bunyi-bunyian,

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. petani, sehingga Indonesia dikenal sebagai negara agraris.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi dan industri berdampak pula pada kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. bahaya tersebut diantaranya bahaya faktor kimia (debu, uap logam, uap),

BAB I PENDAHULUAN. kerjanya. Potensi bahaya menunjukkan sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumokoniosis merupakan penyakit paru yang disebabkan oleh debu yang masuk ke dalam saluran pernafasan

BAB I PENDAHULUAN. mengimpor dari luar negeri. Hal ini berujung pada upaya-upaya peningkatan

BAB 1 : PENDAHULUAN. upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat diperlukan. Salah satunya dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dari tahun ke tahun. Peningkatan dan perkembangan ini

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas sehingga jumlah tenaga kerja yang berkiprah disektor

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan suatu bangsa dan negara tentunya tidak bisa lepas dari peranan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan pekerja dan akhirnya menurunkan produktivitas. tempat kerja harus dikendalikan sehingga memenuhi batas standard aman,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada era globalisasi telah terjadi perkembangan di berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan terhadap keselamatan dan kesehatan para pekerja di tempat

PREVALENSI GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA BATU PADAS DI SILAKARANG GIANYAR BALI

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat lebih mudah memenuhi kebutuhan hidupnya. Keadaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. seperti faktor modal, alam, dan tenaga kerja. Ketiga faktor tersebut merupakan hal yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menyebabkan penyakit paru (Suma mur, 2011). Penurunan fungsi paru

BAB I PENDAHULUAN. maupun mahluk hidup lainnya. Tanpa makan manusia bisa hidup untuk beberapa. udara kita hanya dapat hidup untuk beberapa menit saja.

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari-hari pekerjaan

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari - hari pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. kesadaran dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. lagi dengan diberlakukannya perdagangan bebas yang berarti semua produkproduk

BAB I PENDAHULUAN. yang bekerja mengalami peningkatan sebanyak 5,4 juta orang dibanding keadaan

BAB 1 PENDAHULUAN. pekerja seperti yang tercantum dalam UU No.13 Tahun 2003 pasal 86 ayat 1

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penyakit saluran nafas banyak ditemukan secara luas dan berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan kerja merupakan salah satu faktor penunjang untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan mesin, mulai dari mesin yang sangat sederhana sampai dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era persaingan pasar bebas saat ini, produk suatu industri

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya manusia yang dimiliki perusahaan. Faktor-faktor produksi dalam

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penyakit paru kronik (Kurniawidjaja,2010).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bensin diperoleh dari penyulingan minyak bumi. Produk minyak bumi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. landasan kerja dan lingkungan kerja serta cara-cara melakukan pekerjaan dan proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebiasaan lain, perubahan-perubahan pada umumnya menimbulkan beberapa

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah-masalah baru yang harus bisa segera diatasi apabila perusahaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan akibat lingkungan kerja. Lingkungan kerja dikaitkan dengan segala. dibebankan padanya (Suma mur, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. besar. Salah satu industri yang banyak berkembang yakni industri informal. di bidang kayu atau mebel (Depkes RI, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan kerjanya. Resiko yang dihadapi oleh tenaga kerja adalah bahaya

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kulit akibat kerja (occupational dermatoses) adalah suatu peradangan

I. PENDAHULUAN. adalah perokok pasif. Bila tidak ditindaklanjuti, angka mortalitas dan morbiditas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak

No. kuesioner. I. Identitas Responden 1. Nama : 2. Umur : 3. Pendidikan : 4. Lama Bekerja : 5. Sumber Informasi :

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja terdapat berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah pulau sebanyak buah yang dikelilingi oleh garis pantai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indian di Amerika untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad

BAB I PENDAHULUAN. dalam segi pertanian dan juga maupun dari segala industri yang lainya. Julukan

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001).

BAB I PENDAHULUAN. Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia terutama masalah lingkungan, Pencemaran udara yang paling

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan bahwa upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi. pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

Pengertian Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia yang memiliki sifat reaktif dan atau sensitif terhadap


BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia baik dampak positif maupun dampak negatif. Dampak

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan kerja merupakan tempat yang potensial mempengaruhi kesehatan pekerja.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor lingkungan kerja merupakan salah satu penyebab timbulnya penyakit

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja Didalam Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan

PELATIHAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA Oleh : Agus Yulianto

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

KONSEP DASAR KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

Kesehatan Lingkungan Kerja

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan pekerja di suatu perusahaan penting karena menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. dicapai melalui pembangunan kesehatan dengan tujuan meningkatkan kualitas

BAB 1 : PENDAHULUAN. adanya peningkatan kulitas tenaga kerja yang maksimal dan didasari oleh perlindungan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. bahan kimia dan biologis, juga bahaya fisik di tempat kerja (Ikhsan dkk, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak pabrik yang mengolah bahan mentah. menjadi bahan yang siap digunakan oleh konsumen. Banyaknya pabrik ini

BAB I PENDAHULUAN. dukung bagi mahluk hidup untuk hidup secara optimal (Depkes, 2010). Seiring

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

Keselamatan & Kesehatan Kerja PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai daerah penghasilan furniture dari bahan baku kayu. Loebis dan

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1993 TENTANG PENYAKIT YANG TIMBUL KARENA HUBUNGAN KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. Merokok telah menjadi kebiasaan masyarakat dunia sejak ratusan tahun

BAB I PENDAHULUAN. maupun di luar rumah, baik secara biologis, fisik, maupun kimia. Partikel

BAB 1 PENDAHULUAN. A World Health Organization Expert Committee (WHO) menyatakan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia berusaha mengambil manfaat materi yang tersedia. depan dan perubahan dalam arti pembaharuan.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia akan protein hewani, ini ditandai dengan peningkatan produksi daging

Tujuan Pembelajaran Taufiqur Rachman 1

BAB II LANDASAN TEORI. dan proses produksi (Tarwaka, 2008: 4). 1. Mencegah dan Mengurangi kecelakaan.

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia telah mendorong lahirnya era industrialisasi. Dalam

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja. subkontraktor, serta safety professionals.

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membuat dunia industri

BAB 1 : PENDAHULUAN. lainnya baik dalam bidang ekonomi, politik dan sosial. (1)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karet alam merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting, baik untuk lingkup internasional dan teristimewa bagi Indonesia. Di Indonesia karet merupakan salah satu hasil pertanian terkemuka karena banyak menunjang perekonomian negara. Sejak pertama kali ditemukan sebagai tanaman yang tumbuh secara liar sampai dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, maka ikut berkembang pula industri yang mengolah getah karet menjadi bahan yang berguna untuk kehidupan manusia. (1) Penemuan-penemuan baru terutama yang menyangkut pengetahuan kimia yang pada akhirnya berkelanjut keperkembangan industri dengan bahan baku karet. Tenaga kerja merupakan tulang punggung di bidang industri yang sangat menentukan berhasil atau tidaknya suatu usaha untuk mempertinggi produksi, produktivitas, dan efisiensi kerja, sekalipun faktor modal cukup, material baik mutunya, mesin-mesin serba sempurna tersebut tidak dapat dijalankan oleh tenaga kerja dengan derajat kesehatan yang rendah dan tidak memuaskan. Menurut UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 86 ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. Dengan memperhatikan peranan kesehatan, diperlukan upaya kesehatan secara menyeluruh dan terpadu. Upaya kesehatan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 10 Undang-undang Kesehatan No.23 Tahun 1992 salah satunya adalah Kegiatan

Kesehatan Kerja. Kesehatan kerja merupakan upaya kelima dan lima belas upaya kesehatan yang tercantum dalam UU No. 23 Tahun 1992 dan dalam pasal 23 dinyatakan bahwa kesehatan kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal, agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja. (2) Di Amerika Serikat diperkirakan ada 125.000 sampai 350.000 kasus pertahun penyakit akibat kerja yang baru dan terjadi 5,3 juta kecelakaan kerja pertahun. Biaya yang dikeluarkan lebih dari dari 60 triliun dolar pertahun. (3) Ratusan tenaga kerja di seluruh dunia saat bekerja pada kondisi yang tidak nyaman dan dapat mengalami gangguan kesehatan. Menurut International Labour Organization (2000) setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan penyakit atau disebabkan oleh pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah kematian karena penyakit akibat kerja dimana diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat kerja akibat hubungan kerja baru setiap tahunnya. (2) Di Negara Cina setiap tahunnya menderita kerugian langsung sebesar 100 miliar yuan (US$ 12,5 miliar) akibat penyakit akibat kerja terutama penyakit paru. Menurut Wakil Menteri Kesehatan, Chen Xiaohong, usia pekerja yang menderita penyakit pneumoconiosis makin lama makin muda, dengan rata-rata usia 40 tahun dan yang termuda berusia 20 tahun pada 2005. Periode terkena penyakit yang paling

cepat adalah tiga bulan, dihitung dari saat pertama kontak dengan debu. Sebagian besar pasien penyakit akibat kerja, termasuk penderita pneumoconiosis adalah pekerja pedesaan dan buruh, perusahaan-perusahaan di kota kecil serta pekerja di lingkungan perusahaan yang mengandung racun dan berbahaya. (4) Menurut data ILO (2000), penyebab kematian akibat pekerjaan terbesar adalah kanker, kecelakaan, dan gangguan saluran pernapasan. Gangguan saluran pernapasan biasanya identik dengan gangguan paru. Penyakit paru akibat kerja merupakan contoh penyakit-penyakit yang mempunyai dampak luas di masyarakat, misalnya asbestosis, silicosis, bissinosis, pneumocinosis, kanker paru dan asma kerja. Kanker paru sendiri merupakan jenis kanker yang biasanya lebih banyak menyerang pria (61%) di daerah industri di negara berkembang dibanding wanita (39%), kebiasaan merokok merupakan faktor resiko utama kanker paru serta dapat meningkatkan resiko kanker paru 4-14 kali dibanding pekerja yang tidak merokok. (3) Suma mur menyatakan ada 5 faktor lingkungan kerja yang mempengaruhi keselamatan dan kesehatan pekerja, salah satunya adalah faktor kimia yaitu gas, uap, debu, kabut, asap, awan cairan dan benda padat. (5) Penyakit paru akibat kerja adalah semua kelainan/penyakit paru yang disebabkan oleh partikel uap, gas debu atau kabut berbahaya yang dapat menyebabkan kerusakan paru jika terinhalasi selama bekerja adalah penyakit paru yang disebabkan oleh penyakit paru akibat kerja. (2) Industri perkaretan yang memproduksi lateks merupakan salah satu lingkungan kerja yang berbahaya bagi kesehatan paru. Pekerja di bagian produksi lateks sangat rentan terhadap penyakit paru disebabkan oleh pajanan bahan-bahan

kimia yang bersifat korosif yang tersuspensi di udara, seperti amoniak yang digunakan dalam proses produksi lateks. Amoniak merupakan zat yang berfungsi mencegah pra koagulasi (pembekuan pendahuluan) agar lateks tetap segar. Amoniak sudah mulai digunakan pada waktu penyadapan lateks di perkebunan begitu juga ketika di pabrik masih diperlukan agar tidak terjadi gumpalan-gumpalan sebelum waktunya. (1) Amoniak merupakan bahan kimia beracun korosif yang bersifat iritan terhadap manusia. Pekerja yang berhubungan dengan lateks akan selalu terpapar dengan zat amoniak tersebut. Efek amoniak terhadap manusia meliputi saluran pernapasan, mata, kulit dan saluran cerna. Cairan amoniak dapat terurai menjadi gas amoniak yang merupakan gas beracun yang bersifat iritan. Jika terhirup gas amoniak ini akan mengakibatkan saluran bagian atas teriritasi, oedem paru maupun infeksi paru. (6) American Association of Center 'National Poison Control Poison Data System (2007) melaporkan 2 kematian akibat paparan ammonia. Menurut de la Hoz et al (1996) menyatakan telah terjadi 94 kasus akibat amoniak di industri, yang terdiri dari 20 kasus mengakibatkan kematian dan hanya 35 kasus yang tertangani secara klinis. (7) Menurut Ballal, dkk (1988) pada pekerja laki-laki didua pabrik di Saudi Arabia menunjukkan adanya hubungan antara pemaparan gas amoniak dengan gejala gangguan pernapasan termasuk asma broncial. Pekerja pada pabrik pertama terpapar pada kadar 2,82-183,86ppm / 2-130,4 mg/m 3 memiliki gangguan pernapasan yang

lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja di pabrik kedua terpapar pada kadar 0,03-9,87 ppm 0,02 7 mg/m 3. (8) Administrasi Keselamatan dan Kesehatan Pekerja Amerika Serikat memberikan batas 15 menit bagi kontak dengan amoniak dalam gas berkonsentrasi 35 ppm volum, atau 8 jam untuk 25 ppm volum. Kontak dengan gas amoniak berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dan bahkan kematian. (9) Berdasarkan hasil pengamatan pada survei pendahuluan yang telah dilakukan di PT Socfindo Kebun Aek Pamienke Kabupaten labuhan Batu Utara, penulis mendapatkan bahwa PT Socfindo Aek Pamienke belum pernah melakukan pemeriksaan kadar amoniak di udara dan pemeriksaan spirometri pada pekerja, padahal terlihat bahwa pekerja di bagian produksi lateks mulai dari pencairan amoniak gas, pemberian amoniak pada tangki lateks, sampai pada proses pengolahan lateks di pabrik, dapat mempunyai potensi mengalami gangguan fungsi paru karena pajanan amoniak di udara. Pencairan amoniak gas larutan 2,5% terlebih dahulu dilakukan, sebelum dilakukan proses pemberian amoniak pada tangki lateks. Setiap pagi tangki lateks yang akan dibawa untuk mengangkut produksi dari lapangan diberikan amoniak gas larutan 2,5% dengan dosis 500 cc per 100 liter lateks. Setelah proses pemberian amoniak pada tangki selanjutnya dilakukan proses pengambilan lateks ke lapangan, lalu lateks dibawa kembali ke pabrik untuk diolah. Pekerja pada proses produksi tidak menggunakan alat pelindung diri pernapasan dalam melakukan pekerjaannya, padahal

mereka mempunyai resiko untuk terkena gangguan fungsi paru dikarenakan gas amoniak yang mudah terhirup. Dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian, bagaimana fungsi paru pekerja di bagian produksi PT Socfindo Kebun Aek Pamienke Kabupaten Labuhan Batu Utara. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran fungsi paru pekerja bagian produksi lateks yang terpajan amoniak di PT Socfindo Kebun Aek Pamienke di Kabupaten Labuhan Batu Utara Tahun 2010. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui gangguan fungsi paru pekerja bagian produksi lateks yang terpajan amoniak di PT Socfindo Kebun Aek Pamienke Kabupaten Labuhan Batu Utara Tahun 2010. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui fungsi paru berdasarkan umur pekerja. 2. Untuk mengetahui fungsi paru berdasarkan massa kerja pekerja. 3. Untuk mengetahui fungsi paru berdasarkan riwayat merokok pekerja. 4. Untuk mengetahui fungsi paru berdasarkan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pernapasa

1.4. Manfaat Penelitian 1. Sebagai masukan bagi PT Socfindo Kebun Aek Pamienke untuk memperhatikan faktor resiko dan bahaya lingkungan kerja 2. Sebagai masukan bagi pekerja sendiri mengetahui bahaya gangguan fungsi paru sehingga terdorong untuk menggunakan alat pelindung diri pernapasan 3. Sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya.