BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, makin banyak pula ditemukan penyakit-penyakit baru sehingga

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. depan. Keberhasilan penduduk pada kelompok umur dewasa sangat. tergantung pada masa remajanya (BKKBN, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB I PENDAHULUAN. Remaja diidentifikasikan sebagai masa peralihan antara anak-anak ke masa

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja tertinggi berada pada kawasan Asia Pasifik dengan 432 juta (12-17 tahun)

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan

BAB I PENDAHULUAN. paling sulit dikendalikan, apalagi di tengah dunia yang makin bebas

BAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Menular Seksual adalah penyakit yang penularannya terutama

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemahaman masyarakat tentang seksualitas sampai saat ini masihlah kurang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan secara fisik, kematangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut tidak sesuai lagi dan diubah menjadi sexual transmitted disease. (STD) atau penyakit menular seksual (Fahmi dkk, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Oleh karena itu, orang dewasa merupakan individu yang. bersama dengan orang dewasa lainnya (Hurlock, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. Pola penyakit yang masih banyak diderita oleh masyarakat adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seksual yang memuaskan dan aman bagi dirinya, juga mampu. berapa sering untuk memiliki keturunan (Kusmiran, 2012 : 94).

BAB 1 PENDAHULUAN. Veneral Disease ini adalah Sifilis, Gonore, Ulkus Mole, Limfogranuloma Venerum

BAB 1 PENDAHULUAN. menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan karakteristik..., Sarah Dessy Oktavia, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia berkualitas untuk mewujudkan bangsa yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. kelompok umur tahun dengan total jiwa, jenis kelamin

BAB I PENDAHULUAN. remaja. Kelompok usia remaja menurut WHO (World Health Organization) adalah kelompok umur tahun (Sarwono, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Tri Lestari Octavianti,2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS BEBAS DI SMA NEGERI 1 KADIPATEN KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya remaja. Berdasarkan laporan dari World Health

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB I PENDAHULUAN. setiap individu yaitu merupakan periode transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. tahun dan untuk laki-laki adalah 19 tahun. Namun data susenas 2006

BAB I PENDAHULUAN. seks mendorong remaja untuk memenuhi kebutuhan seksnya, mereka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya dengan yang negatif remaja dengan mudah terbawa ke hal yang

BAB I PENDAHULUAN. penduduk dunia merupakan remaja berumur tahun dan sekitar 900

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

BAB I PENDAHULUAN. sistem imun dan menghancurkannya (Kurniawati, 2007). Acquired

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan IMS yang dilaksanakan di banyak negara, nampaknya belum

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN SIKAP REMAJA TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas. Hal ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,

BAB I PENDAHULAN. Kasus kenakalan remaja semakin menunjukkan trend yang sangat. kelompok, tawuran pelajar, mabuk-mabukan, pemerasan, pencurian,

BAB I PENDAHULUAN. dari masalah-masalah kehidupan. Tanpa berpikir panjang mereka melakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikatakan masa yang paling menyenangkan dan

Media Informasi Cenderung Meningkatkan perilaku seks Pada Remaja SMP di Jakarta Selatan

BAB I PENDAHULUAN. (Soetjiningsih, 2004). Masa remaja merupakan suatu masa yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Unwanted pregnancy atau dikenal sebagai kehamilan yang tidak

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP REMAJA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) DI SMA N 1 GEYER KABUPATEN GROBOGAN

BAB I PENDAHULUAN. norma-norrma yang berlaku di masyarakat (Shochib, 2000, hlm.15).

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang potensial adalah generasi mudanya. Tarigan (2006:1)

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan seksual pranikah umumnya berawal dari masa pacaran atau masa penjajakan.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN. saat usia remaja terjadi peningkatan hormon-hormon seksual. Peristiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. yang rata-rata masih usia sekolah telah melakukan hubungan seksual tanpa merasa

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan International Conference on Population and

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan modal awal seseorang untuk dapat beraktifitas dan

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan remaja di perkotaan. Dimana wanita dengan pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

PERNYATAAN UNTUK MENGUKUR PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS BEBAS

ABSTRACT DESCRIPTION OF SENIOR HIGH SCHOOL STUDENTS KNOWLEDGE, ATTITUDE, AND BEHAVIOR TOWARDS FREE SEX YEAR 2008.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seks bebas atau dalam bahasa populernya disebut extra-marital intercouse

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan era global saat ini membawa remaja pada fenomena maraknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. lagi dan diubah menjadi PMS (penyakit menular seksual) karena seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Pada

EFEKTIFITAS MODEL PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA DI KELURAHAN MARGOMULYO NGAWI

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual atau Penyakit Kelamin (venereal diseases) telah lama dikenal dan beberapa di antaranya sangat populer di Indonesia, yaitu sifilis dan kencing nanah, dengan semakin majunya peradaban dan ilmu pengetahuan, makin banyak pula ditemukan penyakit-penyakit baru sehingga istilah venereal diseases berubah menjadi sexually transmitted diseases (STD) atau Infeksi Menular Seksual (IMS). Penyakit kelamin telah lama dikenal dibeberapa Negara, terutama yang paling popular diantaranya adalah Sifilis dan Gonorhea. Dengan semakin majunya ilmu pengetahuan, semakin banyak pula ditemukan jenis-jenis penyakit baru, sehingga istilah penyakit kelamin yang dulu banyak disebut sudah dianggap tidak sesuai lagi dan diubah menjadi Sexually Transmitted Disease atau IMS ( Setyawan, 2006 ). Penyakit menular seksual menjadi pembicaraan yang begitu penting setelah muncul kasus penyakit AIDS yang menelan banyak korban meninggal dunia dan sampai sekarang. Infeksi menular seksual atau IMS adalah berbagai infeksi yang dapat menular dari satu orang ke orang yang lain melalui kontak seksual. Menurut The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) terdapat lebih dari 15 juta kasus IMS dilaporkan per tahun. Kelompok remaja dan dewasa muda (15-24 tahun) adalah kelompok umur yang 1

memiliki risiko paling tinggi untuk tertular IMS, 3 juta kasus baru tiap tahun adalah dari kelompok ini. Angka IMS saat ini cenderung meningkat di Indonesia. Penyebarannya sulit ditelusuri sumbernya, sebab tidak pernah dilakukan registrasi terhadap penderita yang ditemukan. Jumlah penderita yang sempat terdata hanya sebagian kecil dari jumlah penderita sesungguhnya. Di Medan, penyakit sifilis meningkat terutama pada kelompok wanita pekerja seksual. Angka kejadian penyakit ini tiap tahun terus meningkat. Peningkatan penyakit ini terbukti sejak 2003 sebesar 15,4 %. Sedangkan 2004 terus menujukkan peningkatan menjadi 18,9 %. Sementara 2005 menjadi 22,1%. IMS ini menunjukkan peningkatan setiap tahunnya 3 hingga 4 %. Pada umumnya kasus terbanyak dialami wanita pekerja seks dengan katagori usia 20 hingga 29 tahun. Di Kota Bandung, dari bulan Mei hingga Agustus 2004 ini, tercatat 120 kunjungan baru (pasien), dan 80 kunjungan ulang, dari jumlah kunjungan tersebut 90% di antaranya positif terinfeksi. Data yang cukup signifikan juga ditunjukkan dengan jumlah pasien yang datang umumnya wanita (90%) dan 10% sisanya laki-laki. Jumlah pekerja seks sampai 1994/1995 tercatat 71.281. Tidak termasuk yang di luar pagar lokalisasi (BKKBN, 2004) Fakta utama kesehatan reproduksi remaja menurut (LDFE-UI, 1999) sangat mencemaskan. Persentase remaja laki-laki yang punya teman laki-laki yang pernah melakukan hubungan seksual adalah 34,9%, sedangkan yang mempunyai teman perempuan yang pernah melakukan hubungan seksual

sebelum menikah sebesar 24%. Remaja perempuan yang punya teman lakilaki yang pernah melakukan hubungan seksual sebelum menikah adalah 14,4% dan yang menyatakan punya teman perempuan yang pernah melakukan hubungan seksual sebelum menikah adalah 31,2%. Penelitian yang dilakukan sejak Juli 1999 hingga Juli 2002 terhadap 1660 responden mahasiswa dari 16 Perguruan tinggi di Yogyakarta diperoleh hasil bahwa 97,5 % mahasiswa perempuan sudah pernah melakukan hubungan seks pranikah (Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan, 2002) Penelitian serupa pada perguruan tinggi di Surabaya, ternyata 40% mahasiswa pria telah melakukan hubungan seks pranikah, 70%nya melakukan dengan pasangan tidak tetap dan 2,5 % diantaranya pernah tertular IMS. Adapun mahasiswa perempuan terdapat 7% yang telah melakukan hubungan seks pra nikah. 10% diantaranya pernah tertular IMS (Winarso, 2002) Penelitian lain mengungkapkan bahwa 65% informasi tentang seks didapat dari kawan, 35% dari film porno dan ironisnya hanya 5% dari orangtua. Sebanyak 40% responden mengaku sudah pernah mempunyai pengalaman seks dari usia 16-18 tahun, sementara 16% mengaku punya pengalaman seks antara usia 13-15 tahun, selain itu rumah menjadi tempat favorit (40%) untuk melakukan hubungan seks. Sisanya mereka memilih hubungan seks di kos (20%) dan Hotel 25%, sedangkan tingkat pengetahuan tentang IMS tedapat 95% tahu tentang AIDS dan 34% tahu sifilis (Synovate Research, 2005).

Menurut catatan UNAIDS, 2004 saat ini di dunia terjadi peningkatan jumlah penderita HIV/AIDS dari 36,6 juta orang pada tahun 2002 menjadi 39,4 juta orang pada tahun 2004, sedangkan di Asia diperkirakan mencapai 8,2 juta orang dengan HIV/AIDS. Penderita IMS di Jawa Tengah terdapat 1454 jiwa pada tahun 2003 dan mengalami peningkatan pada tahun 2004 menjadi 2329 jiwa, untuk semua jenis kasus IMS dan semua jenis golongan umur (DinKes Jateng 2004). IMS terjadi pada umur 12-20 tahun pada tahun 2003 sebanyak 163 kasus terdiri dari 70 kasus pada pria dan 93 kasus pada wanita di Semarang (DinKes Kab. Semarang, 2004). Pada tahun 2000 PILAR-PKBI Jawa Tengah bekerja sama dengan Tim Embrio 2000 melakukan baseline survey tentang Perilaku Seksual Mahasiswa di Semarang dengan mengambil 127 responden (64 laki-laki dan 63 perempuan) dari berbagai perguruan tinggi di Semarang. Hasil survey ini terungkap bahwa aktivitas yang dilakukan saat pacaran tidak hanya ngobrol, memeluk, atau mencium bibir, tapi sudah lebih jauh yaitu meraba daerah sensitive (48%), melakukan petting (28%) bahkan 20% di antaranya melakukan intercourse atau hubungan seksual sampai tahap penetrasi. (Guntoro Utamadi PKBI Pusat, 2009). Fenomena di program studi D-III Kebidanan Semarang adalah terdapat beberapa kasus pada mahasiswa yang berkaitan dengan perilaku seks pranikah dan penulis tertarik untuk meneliti di tempat ini karena belum ada

yang meneliti mengenai pengetahuan tentang penyakit menular seksual dengan perilaku seks pranikah sebelumnya. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk meneliti adakah hubungan antara tingkat pengetahuan tentang IMS dengan perilaku seks pra nikah mahasiswa di program studi D-III kebidanan Semarang. Penulis membatasi ruang lingkup infeksi menular seksual yang terdiri dari : Gonore, Klamidiasis, Herpes kelamin, Sifilis, Hepatitis B, Trikomonasis dan HIV/AIDS. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Adakah hubungan antara tingkat pengetahuan tentang infeksi menular seksual dengan perilaku seks pranikah mahasiswa di program studi D-III kebidanan Semarang?. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan tentang infeksi menular seksual dengan perilaku seks pranikah mahasiswa di program studi D-III Kebidanan Semarang.

2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan tentang IMS pada mahasiswa di Program Studi D-III Kebidanan Semarang. b. Untuk mengetahui perilaku seks pranikah mahasiswa di Program Studi D-III Kebidanan Semarang. c. Untuk menganalisis hubungan pengetahuan tentang IMS dengan perilaku seks pranikah mahasiswa di Program Studi DIII Kebidanan Semarang. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Penulis Dapat mengetahui apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan tentang IMS dengan perilaku seks pranikah mahasiswa di program studi D-III Kebidanan Semarang. 2. Bagi Institusi Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan a. Menambah referensi yang menunjang pengembangan ilmu pengetahuan. b. Penelitian ini semoga dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut. 3. Bagi Tenaga Kesehatan Sebagai masukan informasi kepada petugas pelayanan kesehatan tentang pentingnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi pada remaja.

4. Bagi Orang Tua / Masyarakat Agar lebih memperhatikan perkembangan dan lingkungan pergaulan putra-putrinya baik di lingkungan rumah maupun di masyarakat.