BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taufik Akbar Firdaus, 2013

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Definisi Pendidikan Jasmani (Penjas) menurut Harold M. Barrow dalam

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP

GUMELAR ABDULLAH RIZAL,

BAB I PENDAHULUAN. Dijelaskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 dalam (Haryanto 2012) disebutkan bahwa :

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SURVEY TENTANG MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI BERBASIS PEMBERIAN MASALAH GERAK DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA KOTA BANDUNG

Dijelaskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 dalam (Haryanto 2012) disebutkan bahwa :

GALIH PERMANA, 2015 PENGARUH PENGGUNAAN ALAT BANTU MODIFIED SMARTER SPOTTER TERHADAP HASIL BELAJAR KETERAMPILAN SIKAP KAYANG

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses pembinaan manusia yang berlangsung

SURVEY TENTANG MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI BERBASIS PEMBERIAN MASALAH GERAK DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. ini berarti bahwa pembangunan itu tidak hanya mengejar lahiriah seperti

BAB I PENDAHULUAN. semakin diperkaya sumber dan media pembelajaran. 1

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI TERHADAP KREATIVITAS SISWA

BAB I PENDAHULUAN. menuansakan pada pengalaman dan kebiasaan berolahraga siswa. Namun

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. mengharuskan mampu melahirkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Defri Mulyana, 2013

I. Pendahuluan. berlangsung seumur hidup. Berdasarkan undang-undang No.20 tahun. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dea Wulantika Utami, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ervan Kastrena, 2014

terhadap kepribadian pelakunya. Kegiatan yang untuk menggunakan tubuh secara menyeluruh dalam bentuk permainan atau pertandingan/ perlombaan

Mahendra (2009:10) juga memaparkan bahwa secara sederhana, pendidikan jasmani memberikan kesempatan kepada siswa untuk:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2015 KESULITAN-KESULITAN MENGAJAR YANG DIALAMI GURU PENJAS DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF DI SEKOLAH LUAR BIASA SE-KABUPATEN CIREBON

MAKNA PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA

BAB I PENDAHULUAN. manusia dari berbagai bidang. Pendidikan menjadi sebuah tujuan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. perbaikan sikap manusia. Proses pendidikan dilakukan oleh siapapun, dimanapun,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Asep Saputra, 2014 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Donny Suhartono, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (Penjasorkes) meliputi permainan

BAB I PENDAHULUAN. antara guru dan peserta didik, tujuan dari pembelajaran tersebut meliputi tiga

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER OLEH MAHASISWA CALON GURU FISIKA

I. PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani merupakan suatu proses pendidikan gerak insani (human movement)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ahmad Fajar, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ridwan Firdaus, 2014

BAB I PENDAHULUAN. jasmani dan rohani yang sehat, sehingga mampu melaksanakan tugas untuk. kepentingan sendiri maupun bagi kepentingan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, agar menjadi manusia dewasa dan bertanggung jawab. Pendidikan jasmani

BAB I PENDAHULUAN. dari pendidikan, karena pendidikan memiliki peran penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani adalah fase dari program pendidikan keseluruhan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bahwa untuk mengikuti kegiatan ini tidak memerlukan kecerdasan, bahkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Purnama Sidiq Nugraha, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan memang memiliki peranan penting dalam kehidupan umat manusia.

BAB I PENDAHULUAN. membawa nama bangsa ke dunia internasional menjadi baik. Mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan pada Pasal 3, disebutkan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Satryandi Ahmad Fauzi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. harus dapat memberi dan memfasilitasi bagi tumbuh dan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nuraeni Septiawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

I. PENDAHULUAN. Jasmani adalah proses interaksi sistematik anatara anak didik dan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam undang-undang sistem pendidikan nasional No.20 Tahun 2003, disebutkan bahwa pendidikan adalah :

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu unsur penting dan sangat berpengaruh bagi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. cukup digemari dan diminati serta seringkali dipertandingkan antar kelas maupun

BAB I PENDAHULUAN. yang terpenting dalam meningkatkan kualitas maupun kompetensi manusia, agar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Hakikat Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan di Sekolah Dasar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini dunia pendidikan dihadapkan pada tantangan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya harus memiliki pendidikan yang baik. Sebagaimana tujuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Royan Rizalul Fiqri, 2013

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Pengertian penjasorkes telah didefinisikan secara bervariasi oleh beberapa

BAB I PENDAHULUAN. akan mendapatkan pengembangan dalam kepribadian maupun pengetahuan. maupun di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PEER TEACHING DANMODEL INKUIRI TERHADAP HASIL BELAJAR SENAM PADA SISWI DI SMP NEGERI 5 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks penelitian. Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan pada dasarnya merupakan

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN. Hilman Latief,2014 PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

dapat terwujud. Pendidikan jasmani di sekolah merupakan bagian integral aktivitas jasmani dipakai sebagai wahana atau pengalaman belajar, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan jasmani adalah sejumlah aktivitas jasmani manusiawi yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani, agar tercipta kondisi dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencerdaskan kehidupan bangsa berdasarkan (UUD 1945). Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. fokus perhatian dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sangat penting bagi manusia untuk menunjang dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempelajari pengetahuan berdasarkan fakta, fenomena alam, hasil pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraannya, pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. dan bermakna. Menurut Morse (1964) dalam Suherman (2000: 5) membedakan

BAB I PENDAHULUAN. menyeluruh. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS,

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh:

2016 IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN PERMAINAN EFTOKTON TERHADAP JUMLAH WAKTU AKTIF BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN PERMAINAN BULUTANGKIS

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan jasmani dapat didefinisikan sebagai suatu proses pendidikan yang ditujukan untuk mencapai tujuan pendidikan melalui aktifitas fisik. Hal ini sejalan dengan pengertian pendidikan jasmani menurut Harold M.Barrow dalam Bambang Abduljabar (2010:4), yang menyatakan bahwa: Pendidikan jasmani dapat didefinisikan sebagai pendidikan tentang dan melalui gerak insani, ketika tujuan pendidikan dicapai melalui media aktivitas otot-otot, termasuk: olahraga (sport), permainan, senam, dan latihan (exercise). Hasil yang ingin dicapai individu yang terdidik secara fisik. Nilai ini menjadi salah satu bagian nilai individu yang terdidik, dan bermakna hanya ketika berhubungan dengan sisi kehidupan individu. Pendidikan jasmani adalah satu-satunya bidang studi yang memiliki kelengkapan sebagai pendidikan yang utuh yang melibatkan tiga domain penting tujuan pendidikan yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Pendidikan Jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan, sehingga pendidikan jasmani memiliki arti yang cukup representatif dalam mengembangkan manusia dalam persiapannya menuju manusia yang seutuhnya. Hetherington dalam Bambang Abduljabar (2010 : vii), mendeklarasikan 4 tujuan pendidkan jasmani yaitu: 1. Tujuan perkembangan organik: sebagai contoh kebugaran, kesehatan, kekuatan, dayatahan, power, tahan terhadap derita, dan mudah bergerak. 2. Tujuan perkembangan kognitif yaitu tujuan pengetahuan, sebagai contoh pemahaman, kebebasan, kemerdekaan, wawasan, dan pernyataan. 3. Tujuan perkembangan psikomotor, yaitu: keterampilan, bergerak efektif, kompetens, bebas mengekspresikan, partisipasi (dalam budaya olahraga, senam) dan kreativitas. 4. Tujuan perkembangan afektif: sebagai contoh perkembangan karakter, apresiasi, makna, keriangan, dan kesenangan. 1

2 Dengan demikian maka peran menentukan dalam pencapaian tujuan akhir olahraga dan pendidikan jasmani terletak dalam peranannya sebagai wadah unik penyempurnaan watak, dan sebagai wahana untuk memiliki dan membentuk kepribadian yang kuat, watak yang baik dan sifat yang mulia. Pendidikan jasmani adalah disiplin ilmu yang berorientasi tubuh, di samping berorientasi pada disiplin mental dan sosial. Guru pendidikan jasmani karenanya harus memiliki penguasaan yang kokoh terhadap fungsi fisikal dari tubuh untuk memahami secara lebih baik pemanfaatannya dalam kegiatan pendidikan jasmani. Khususnya dalam masa modern dewasa ini, ketika pendidikan gerak dipandang teramat penting, pengetahuan tentang bagaimana tubuh manusia berfungsi dipandang amat krusial agar bisa melaksanakan tugas pengajaran dengan baik. Uhamisastra dan Yusup Hidayat (2006:40) dalam Jurnal Pendidikan Jasmani Indonesia mengungkapkan : Secara umum, pengajaran dapat diartikan sebagai proses interaksi antara guru dengan siswa dan atau siswa dengan siswa dalam pencapaian tujuan yang telah digariskan. Ketika siswa tidak mengalami proses ajar, maka gurulah yang harus bertanggungjawab. Pengajaran bukan suatu ilmu pasti, karena itu guru perlu merancang dan merancang ulang pengalaman belajar siswa berlandaskan kaidah pedagogis, pengetahuan siswa, materi belajar, dan proses belajar mengajar itu sendiri. Pengajaran dapat diartikan pula sebagai bentuk upaya professional seorang guru dalam menjalankan tugasnya. Guru perlu merancang pengajaran, menjelaskan, mengajukan pertanyaan, mengelola perilaku siswa, dan mendapatkan umpan balik. Semua itu dilakukan dalam upaya membantu para siswa belajar dan tumbuh berkembang. Namun demikian, dalam kenyataannya masih sering ditemukan adanya gejala ketidakpuasan akan hasil pembelajaran pendidikan jasmani. Ada kecenderungan pendidikan jasmani semakin nampak tidak memberikan kontribusi pentingnya, terutama dari aspek afektifnya. Sebagian guru nampak kurang

3 memberikan treatment pembelajaran untuk memanusiakan siswa sebagai manusia. Pengajarannya tidak mampu membangkitkan proses belajar. Keterkaitan dengan pemaparan di atas adalah kurang maksimalnya pembelajaran pendidikan jasmani, akhir-akhir ini muncul beberapa model pembelajaran yang dianggap kontemporer dalam bidang pendidikan jasmani, salah satunya pendekatan pembelajaran yang disebut Problem Based-Learning. Dalam konteks pendidikan jasmani dikenal dengan sebutan Movement Problem- Based Learning. Pendekatan atau model ini dianggap sebagai sebuah paradigma baru yang mengajarkan kepada setiap individu untuk berpartisipasi dalam budaya gerak. Pendidikan jasmani dan olahraga dalam hal ini merupakan suatu usaha untuk mendapatkan kualitas hidup yang lebih sejahtera baik fisik maupun rohani. Movement problem based learning adalah sebuah model pembelajaran yang didadasi oleh teori belajar sosial. Belajar dipandang sebagai bentuk konstektual dari hubungan individu dengan lingkungannya yang menekankan pada keaktifan peserta didik untuk mengkonstruksi pengetahuan daripada pesera didik yang pasif menerima informasi dari gurunya. Selain itu, belajar dianggap pula sebagai sesuatu yang terus berkembang, termasuk cara siswa belajar, tumbuh, matang dan berpengalaman sesuai dengan perubahan atau perkembangan lingkungan. Dalam model ini peserta didik diajar untuk bergerak dan untuk memecahkan masalah-masalah gerak. Tubuh dipandang sebagai subyek atau pelaku gerak yang berpartisipasi dalam pendidikan jasmani dan atau dalam cakrawala gerak. Gerak yang dimaksud adalah gerak insani dalam bentuk dialogis antara manusia yang bergerak itu dengan lingkungan. Tubuh diundang untuk berkomunikasi dengan alam semesta dalam bentuk gerak. Dalam kaitan ini ada bentuk keberupayaan peserta didik untuk berdialog dengan lingkungan. Pendidikan jasmani merupakan pengantar peserta didik kedalam cakrawala dunia gerak. Ini berarti membuat situasi gerak menjadi terbiasa tertanam dalam diri peserta didik. Dengan demikian, pendidikan jasmani merupakan media kedalam budaya gerak. Dalam penyelenggaraanya itu, budaya gerak adalah bentuk reaksi peserta didik untuk dapat memahami dan mengenali serta sekaligus ber-satu-tubuh

4 dalam kegiatan hidup sehari-hari, dan karena itu pula, partisipasi dalam budaya gerak berkontribusi pada kualitas hidup peserta didik. Movement problem based learning adalah salah satu jenis pendekatan pembelajaran dimana siswa diajarkan untuk bergerak dan memecahkan masalahmasalah gerak. Dalam penerapannya, tantangan dan permasalahan gerak (movement problems) disajikan dalam bentuk-bentuk tugas gerak yang selalu memperhitungkan keterlibatan faktor kognitif, afektif, sosial, serta teknik-teknik atau keterampilan untuk dipecahkan oleh anak dan penyajian bentuk masalah gerak berupa permainan. Permainan ini dilakukan dengan beberapa tahapan, masing-masing tahapan terdapat beberapa peningkatan yang dicapai oleh siswa. Crum (2003) dalam Bambang Abduljabar (2010:176) menyatakan tentang tugastugas gerak pada pendekatan pembelajaran berbasis masalah gerak, yaitu Tugastugas gerak disini bukan berupa tugas gerak baku atau standar dari cabang-cabang olahraga formal, melainkan dapat berupa gerak modifikasi, yang menyajikan tantangan baru kepada anak untuk dipecahkan. Sehingga dalam kegiatan belajar, siswa diharapkan mampu memecahkan masalah gerak yang dialaminya. Pembelajaran berbasis masalah (Problem based Learning) adalah metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru (Suradijono, 2004) atau menurut Panen (1991) dalam Rusmono (2004:74) mengatakan dalam strategi pembelajaran dengan Problem based Learning, yaitu siswa diharapkan untuk terlibat dalam proses penelitian yang mengharuskannya untuk mengidentifikasi permasalahan, mengumpulkan data, dan menggunakan data tersebut untuk pemecahan masalah. Dengan adanya masalah tentu saja siswa secara tidak langsung akan menjadi aktif untuk bergerak dan mempelajari hal tersebut. Keaktifan yang dilakukan oleh siswa tersebut akan menjadi nilai yang baik bagi setiap pembelajaran pendidikan jasmani, sehingga dapat tercapai tujuan pembelajaran pendidikan jasmani itu sendiri. Sehubungan dengan hal di atas, hasil dari pengamatan dilapangan, pembelajaran Pendidikan Jasmani secara umum masih menggunakan pembelajaran langsung, pemahaman siswa tentang fakta-fakta pendidikan jasmani

5 diperoleh dari penjelasan guru dan metode yang digunakan berupa ceramah, tanya jawab, latihan (drill) dan pemantapan. Dalam pembelajaran langsung, guru cenderung memegang kendali proses pembelajaran secara aktif, sementara siswa hanya menerima dan mengikuti apa yang disajikan oleh guru. Sehingga mengakibatkan ruang gerak siswa untuk mengembangkan potensi dirinya menjadi terbatas karena semua informasi diperoleh dari guru. Banyak siswa tidak dapat memberikan alasan secara efektif dan tidak mampu memberikan tanggung jawab atas pendidikan yang mereka alami. Berdasarkan permasalahan dan pemaparan diatas peneliti berkeinginnan untuk meneliti bagaimana keterlaksanaan movement problem based learning di SMA se-kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat melalui sebuah penelitian yang berjudul Implementasi Movement Problem Based Learning di SMA se-kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat. B. Rumusan Masalah Berdasarkan hasil observasi penulis mengenai pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Jasmani di SMA se-kecamatan Padalarang, penulis menemukan bahwa pembelajaran Pendidikan Jasmani masih terpusat pada guru. Sementara siswa hanya sebagai penerima materi atau informasi yang disampaikan oleh guru. Akibat yang timbul dari pelaksanaan di atas menurut penulis adalah kurangnya aktivitas gerak siswa, kemampuan siswa untuk mengembangkan intelektualnya menjadi terhambat dan akan terjadi kejenuhan dalam pembelajaran. Dari beberapa rumusan yang disampaikan maka penulis membuat rumusan masalah ; bagaimana implementasi movement problem based learning di SMA se- Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat?

6 C. Tujuan Penelitian Dalam setiap penelitian tentunya memiliki tujuan penelitian, adapun tujuan dari penelitian ini yang hendak dicapai adalah ; ingin mengetahui bagaimana implementasi movement problem based learning di SMA se-kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat. D. Manfaat Penelitian Adapun penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis dengan uraian sebagai berikut : 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk memperkaya khasanah ilmu pendidikan. 2. Menambah masukan tentang alternatif pembelajaran sehingga dapat memberikan sumbangan nyata bagi peningkatan profesional guru dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran. 3. Diharapakan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan model pembelajaran pada waktu-waktu yang akan datang. 4. Bagi penulis sendiri bermanfaat dalam menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman yang sangat berguna saat mengajar nanti. E. Penjelasana Istilah Agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam penafsiran suatu istilah, maka peneliti akan memberikan definisi dari istilah-istilah sebagai berikut: 1. Implementasi adalah proses penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindak praktis sehingga memberikan dampak baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan, maupun nilai dan sikap (Mulyasa:2011).

7 2. Movement Problem Based Learning (MPBL) adalah sebuah model pembelajaran yang didasari oleh teori belajar sosial. Belajar dipandang sebagai bentuk kontekstual dari hubungan individu dengan lingkungannya yang menekankan pada keaktifan peserta didik untuk mengkonstruksi pengetahuan. Menganggap belajar adalah proses yang terus berkembang, tumbuh, matang sesuai dengan perubahan lingkungan. (Uhamisastra, 2009:2)