PENENTUAN KAPASITAS OPTIMAL JALUR PELAYARAN KAPAL DI SUNGAI MUSI MENGGUNAKAN MODEL SIMULASI

dokumen-dokumen yang mirip
Penentuan Kapasitas Optimal Jalur Pelayaran Kapal di Sungai Musi Menggunakan Model Simulasi. Zakariya Amirudin Al Aziz

STUDI PENGURANGAN DWELLING TIME PETIKEMAS IMPOR DENGAN PENDEKATAN SIMULASI (STUDI KASUS : TERMINAL PETIKEMAS SURABAYA)

BUPATI MUSI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN BUPATI MUSI BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG

Analisis Dampak Pendalaman Alur Pada Biaya Transportasi (Studi Kasus : Sungai Musi)

RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN

LATAR BELAKANG TUJUAN PERUMUSAN MASALAH. Fadila Putra K Distribusi menurun hingga 60% (2007) Kebutuhan Pupuk

2016, No kepelabuhanan, perlu dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan L

Sungai Musi mempunyai panjang ± 750 km

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Bab

Studi Perbandingan Metode Bongkar Muat untuk Pelayaran Rakyat: Studi Kasus Manual vs Mekanisasi

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L

Siti Nurul Intan Sari.D ABSTRACT

K : DIMAS CRISNALDI ERNAND DIMAS

BAB 4 ANALISIS PELAKSANAAN PERENCANAAN ALUR PELAYARAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MODEL PENGAMBILAN KEPUTUSAN PERENCANAAN SANDARAN KAPAL INTEGRASI DENGAN LAYANAN KERETA API BARANG. (STUDI KASUS: PT.TERMINAL TELUK LAMONG SURABAYA)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. perairan dua per tiga dari luas wilayah Indonesia. Sebagai negara

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 69 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN REMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 84 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN LINAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Laporan Akhir Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK)di Bidang Pelayaran KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan jasa angkutan laut semakin lama semakin meningkat, baik

Badan Litbang Perhubungan telah menyusun kegiatan penelitian yang dibiayai dari anggaran pembangunan tahun 2010 sebagai berikut.

STUDI PENGEMBANGAN DERMAGA MUARAJATI PELABUHAN CIREBON

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

2015, No ruang wilayah Kabupaten Manggarai Barat sebagaimana yang direkomedasikan oleh Bupati Manggarai Barat melalui surat Nomor BU.005/74/IV

UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN [LN 2008/64, TLN 4846]

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

ARAHAN PENATAAN RUANG AKTIVITAS DI PELABUHAN TANJUNG TEMBAGA DI PROBOLINGGO TUGAS AKHIR

OPTIMALISASI DERMAGA PELABUHAN BAJOE KABUPATEN BONE

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Rp ,- (Edisi Indonesia) / Rp ,- (Edisi Inggris) US$ 750 Harga Luar Negeri

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2015 TENTANG

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

7 STRATEGI PENGEMBANGAN PELABUHAN TANJUNG PRIOK SEBAGAI INTERNATIONAL HUB PORT. Pendahuluan

KAJIAN ASPEK TEKNIS DAN ASPEK EKONOMIS PROYEK PACKING PLANT PT. SEMEN INDONESIA DI BANJARMASIN

Studi Perancangan Sistem Kendali Lalu Lintas Kapal di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya Berdasarkan Aplikasi Sistem Pakar

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Tabel : Kegiatan Arus Barang di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya/ Activity Flow of Goods at Tanjung Perak Harbour Surabaya 2011( Ton )

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2720); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lemb

PEMODELAN DAN SIMULASI SISTEM INVENTORI UNTUK MENDAPATKAN ALTERNATIF DESAIN PERGUDANGAN (STUDI KASUS DI PT. PETROKIMIA GRESIK)

Septyan Adi Nugroho

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung MP3EI Koridor Sulawesi KATA PENGANTAR. Final Report

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON

PEMODELAN SEBARAN TUMPAHAN MINYAK DI ALUR PELAYARAN BARAT SURABAYA

MODEL PENENTUAN UKURAN KAPAL OPTIMUM KORIDOR PENDULUM NUSANTARA

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah akan memicu peningkatan ekonomi serta mengembangkan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 52 TAHUN 2012 TENTANG ALUR-PELAYARAN SUNGAI DAN DANAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi.

2 2. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara

Kegiatan Arus Barang di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya/ Activity Flow of Goods at Tanjung Perak Harbour Surabaya 2010( Ton )

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan rute perdagangan

PERENCANAAN LAYOUT DAN TIPE DERMAGA PELABUHAN PETI KEMAS TANJUNG SAUH, BATAM

BAB I. Pendahuluan. Indonesia terletak di wilayah Jawa Tengah, yaitu Pelabuhan Tanjung Emas

Gambar 3.1 Tampilan Layar Monitor VTS

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN LAMONGAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN

BAB I PENDAHULUAN. maksimum termanfaatkan bila tanpa disertai dengan pola operasi yang sesuai.

ANALISIS KINERJA PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA

Tinjauan Terhadap Tarif Angkutan Kapal Cepat KM. Expres Bahari Lintas Palembang-Muntok di Pelabuhan Boom Baru Palembang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG KENAVIGASIAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PELABUHAN PENGUMPAN LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Waktu yang dihabiskan kapal selama berada di pelabuhan akan sangat berpengaruh terhadap pengoperasian kapal tersebut. Semakin lama kapal berada di

2 Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian (Lemb

RANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAUT PENETAPAN KRITERIA DAERAH PELAYARAN KAPAL PELAYARAN RAKYAT

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB II PEMUTAKHIRAN PETA LAUT

PENDAHULUAN Latar Belakang

IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN PELABUHAN TANGLOK GUNA MENDUKUNG PENGEMBANGAN SEKTOR EKONOMI DI KABUPATEN SAMPANG TUGAS AKHIR (TKP 481)

B A B 1 P E N D A H U L U A N. bernama Pelabuhan Panjang yang merupakan salah satu Pelabuhan Laut kelas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

Analisis Dampak Pengerukan Alur Pelayaran pada Daya Saing Pelabuhan. Studi Kasus : Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya

Yukki Nugrahawan Hanafi Ketua Umum DPP ALFI/ILFA

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan

Pembuatan Alur Pelayaran dalam Rencana Pelabuhan Marina Pantai Boom, Banyuwangi

PRODUKTIVITAS BONGKAR MUAT KAPAL RO-RO PT ASDP INDONESIA FERRY

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Pesawat Polonia

Analisis Model Pembiayaan Investasi Pengembangan Alur Pelayaran Berbasis Public Private Partnership (Studi Kasus: Sungai Kapuas)

STATUS REKOMENDASI KESELAMATAN SUB KOMITE INVESTIGASI KECELAKAAN PELAYARAN KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI. Penerima Receiver.

Model Pengangkutan Crude Palm Oil

Transkripsi:

PENENTUAN KAPASITAS OPTIMAL JALUR PELAYARAN KAPAL DI SUNGAI MUSI MENGGUNAKAN MODEL SIMULASI Zakariya Amirudin Al Aziz, I Ketut Gunarta Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 111 amirudin.al.aziz@gmail.com, ik.gunarta@gmail.com Abstrak Sepanjang tahun secara rutin berbagai jenis kapal melakukan aktivitas pelayaran di sepanjang Sungai Musi khususnya di Palembang. Aktivitas pelayaran berupa kegiatan sandar kapal untuk bongkar muat di Pelabuhan Palembang pun mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun bergantung pada permintaan kebutuhan pokok masyarakat, bahan tambang, komoditas utama, dan produksi industri sekitar. Jika peningkatan volume distribusi barang terus naik akan berpengaruh pada frekuensi kedatangan kapal pengangkut barang sehingga kepadatan lalu lintas kapal harus mulai diperhatikan. Kepadatan lalu lintas kapal di sungai mempunyai toleransi lebih ketat dikarenakan membutuhkan radius lebih jauh mengenai jarak aman antar kapal dan juga adanya beberapa jalur sempit yang tidak memperbolehkan kapal berpapasan maupun menyalip. Hal itu untuk menghindari kecelakaan antar kapal yang nantinya akan mengganggu aktivitas pelayaran. Aktivitas bongkar muat yang meningkat disertai adanya regulasi yang berlaku membuat sistem lalu lintas kapal di Perairan Wajib Pandu Kelas I Pelabuhan Palembang suatu saat akan mengalami kepadatan maksimum. Penelitian ini bertujuan untuk membangun model terkait sistem lalu lintas pada kondisi sebenarnya menggunakan pendekatan simulasi. Hasil simulasi sistem lalu lintas kapal di Sungai Musi menunjukkan bahwa kepadatan jalur pelayaran Palembang tertinggi diprediksikan pada rentang bulan Juli hingga September tahun 14 dengan jumlah kapal 167 unit kapal/hari. Kata kunci : aktivitas pelayaran, kepadatan lalu lintas, regulasi, simulasi Abstract Over the years various types of ships routinely carried out voyage activities along the Musi River, especially in Palembang. Voyage activities such as loading and unloading ships at the Port of Palembang also fluctuate from year to year depending on the demand for primary goods, mining, commodities, and industrial production around Palembang. If an increase in the volume of distribution of goods continue to rise, it will affect the frequency of ships arrival so that the density of ship traffic should be considered. While tolerance of ship traffic density in the river due to the tighter radius requires more about the safe distance between the ship and also a few narrow paths that do not allow passing or overtaking ship. It aims to avoid the collision between the ship that would interfere the voyage activity. The increase in loading and unloading activities along with the regulation applied would cause the traffic system at its maximum density at the certain period. This research aims to build the model of the traffic system in real conditions using simulation approach. A results found out by the traffic system simulation that the highest density of the voyage activities at Palembang Port on Musi River are forecasted in the ranges for July to September 14 with a total of 167 units ships/day. Keywords : voyage activity, traffic density, regulation, simulation 1. Pendahuluan Pelayaran diselenggarakan dengan tujuan memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang dalam rangka memperlancar kegiatan perekonomian nasional serta menciptakan daya saing dengan mengembangkan industri angkutan perairan nasional (UU 17, 08). Arus perpindahan barang dari laut ke darat tidak lepas dari aktivitas bongkar muat di pelabuhan. Aktivitas bongkar muat di wilayah Sungai Musi khususnya Perairan Wajib Pandu Kelas I Pelabuhan Palembang tersebar di Pelabuhan Boom Baru, Pelabuhan Kertapati, Pelabuhan PUSRI, Pelabuhan Plaju, Pelabuhan Sungai Gerong, Pelabuhan Sungai Lais dan Pelabuhan SAP dengan prosentase muatan batubara 28% dan sisanya berupa kontainer 22%, minyak 16%, komoditi 14%, pupuk 11%, infrastruktur 8%, dan kebutuhan pokok hanya 1% (IPC, 12). Salah satu yang memicu peningkatan aktivitas bongkar muat karena di sekitar pelabuhan tersebut terdapat kawasan industri besar, seperti industri 1

pupuk PUSRI, kilang pengolahan minyak PERTAMINA, pabrik pengolahan karet, industri minyak goreng SAP dan lain-lain (Setiawan, 10). Berikut pada Gambar 1.1 menunjukkan grafik mengenai bongkar muat di Pelabuhan Palembang selama lima tahun. Bongkar muat yang disajikan dalam satuan curah (tonase) dan juga satuan peti kemas (TEU s). Dari grafik tersebut yang mendominasi yaitu aktivitas muat berupa batubara, minyak dan pupuk, serta komoditi. 4,709,095 3,970,178 6,999,196 8,564,435 1,107,643 1,086,5 1,307,177 1,497,211 1,715,345 Gambar 1.1 Kegiatan Bongkar Muat di Pelabuhan Palembang 9,761,487 08 09 10 11 12 37,139 27,983 Curah dan Bag (Ton) Bongkar 41,539 41,285,6 38,302 Muat Peti Kemas (TEU's) Bongkar Muat 53,361 53,912 51,305 52,5 08 09 10 11 12 Sistem Perairan Wajib Pandu Kelas I Pelabuhan Palembang membentang sepanjang 111,12 km (68,97 miles) dengan lebar dasar alur 1 meter dan kedalaman mencapai 25 meter (Sugeng, 10). Berdasarkan Keputusan Kepala Kantor Administrator Pelabuhan Palembang bahwa Perairan Ambang Luar, Tikungan Kramat, Tikungan Sudimara, Selat Jaran, Aer Kumbang, Pulau Salah Nama, Perairan Bandar ditetapkan sebagai jalur sempit. Sehingga pada lokasi tersebut diterapkan jalur satu arah dan dilarang menyalip serta adanya prioritas lewat ketika berada di jalur sempit berdasarkan muatan yang diangkut membuat kondisi sistem menjadi kompleks. Sebuah kapal yang melintasi jalur pelayaran sempit sebaiknya tetap mengambil sisi kanan agar aman dan praktis. Ketika berada di jalur sempit, kapal dengan ukuran kurang dari meter termasuk kapal pemancing ikan tidak akan menghambat perjalanan kapal lain untuk bernavigasi. Kapal tidak diperkenankan menyeberang di jalur sempit jika menghalangi kapal lain yang bernavigasi secara aman di jalur sempit. Jika berniat untuk menyalip, kapal harus membunyikan sinyal sebagai tanda akan menyalip dengan aman dan adanya larangan berlabuh di jalur sempit. (Maritime and Coastguard Agency, 03). Konflik di atas dapat dimodelkan dengan pendekatan simulasi. Dengan simulasi nantinya dapat mengidentifikasi kepadatan lalu lintas kapal pada kondisi eksisting dan mampu membuat skenario untuk mengetahui kapasitas optimal yang mampu dilayani jalur pelayaran Palembang untuk memastikan keselamatan dan kelancaran lalu lintas kapal yang menjadi tanggung jawab penuh pihak Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas II Palembang. 2. Deskripsi Model Penelitian Pada penelitian ini dilakukan simulasi terhadap kepadatan jalur pelayaran Perairan Wajib Pandu Kelas I Pelabuhan Palembang. Data input yang dimasukkan merupakan data gerakan kapal, data bongkar muat tonase dan GT kapal, serta jarak tempuh di setiap titik jalur pelayaran seperti jalur sempit atau pelabuhan. Pada posisi jalur sempit digunakan kontrol yang berfungsi untuk mengatur prioritas kapal yang lewat jalur sempit karena hanya diterapkan jalur satu arah. Simulasi adalah tiruan dari sebuah sistem dengan menggunakan model komputer untuk melakukan evaluasi dan meningkatkan kinerja sistem. Diartikan pula sebagai suatu aktivitas dimana peneliti dapat menarik kesimpulan mengenai perilaku dari suatu sistem, melalui penelaahan perilaku model yang selaras dimana hubungan sebab-akibat sama dengan atau seperti yang ada pada sistem yang sebenarnya (Arifin, 09). Pelayaran adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, serta perlindungan lingkungan maritim. Alur dan perlintasan dibagi menjadi alur pelayaran laut dan alur pelayaran sungai dan danau (UU 17, 08). Hal yang perlu diperhatikan dalam 2

karakteristik sungai yaitu berupa panjang, lebar, kedalaman air, radius tikungan, ruang bebas horizontal dan vertikal terhadap rencana alur pelayaran sungai, kecepatan arus, kecepatan angin, tingkat sedimentasi, dan curah hujan (PM 52, 12). Sedangkan bidang kegiatan pelayaran dapat dibedakan menjadi dua yaitu pelayaran niaga dan bukan niaga. Pelayaran niaga adalah usaha pengangkutan barang, terutama barang dagangan, melalui laut antar tempat/pelabuhan. Pelayaran bukan niaga meliputi pelayaran kapal patroli, survei kelautan, dan sebagainya (Triatmojo, 08). Pada posisi Pos Ambang Luar dipersiapkan sejumlah pemandu untuk melayani kapal yang akan masuk dan dipersiapkan juga pemandu di Pos Boom Baru untuk melayani kapal keluar Perairan Wajib Pandu Kelas I Pelabuhan Palembang. Saat melakukan aktivitas gerakan kapal, distribusi data yang sudah diolah akan menjadi input termasuk distribusi waktu lama sandar kapal di pelabuhan. Kedatangan kapal dibuat dari arah Ambang Luar yang dibedakan jenisnya sesuai data histori diantaranya vessel, kapal motor, tanker, dan tongkang. Proporsi kedatangan kapal di setiap pelabuhan diolah guna menjadi input untuk model simulasi. Skenario yang dibuat adalah mengubah proporsi kedatangan kapal di setiap pelabuhan untuk mengetahui kepadatan setiap tahun. 3. Model Penelitian Model didefinisikan sebagai proses penggambaran operasi sistem nyata untuk menjelaskan atau menunjukkan relasi-relasi penting yang terlibat (Arifin, 09). Agar model yang dibuat sesuai dengan yang diinginkan pemodel, maka model harus memiliki empat karakteristik dasar sebagai berikut : 1. Model harus mempunyai tingkat generalisasi yang tinggi. Semakin tinggi generalisasi suatu model maka semakin baik model tersebut, sebab kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan semakin tinggi. 2. Model harus mempunyai mekanisme yang transparan. Suatu model yang baik adalah model yang mampu menjelaskan kembali mekanisme pemecahan masalah yang dilakukan tanpa ada yang disembunyikan. 3. Model harus mempunyai potensi untuk dikembangkan (pengembangan model). Model yang baik harus membuka kemungkinan peneliti lainnya untuk mengembangkan menjadi model yang kompleks dan berdaya guna untuk menjawab permasalahan sistem nyatanya. 4. Model harus memiliki kepekaan terhadap perubahan asumsi. Model yang baik selalu memberi celah bagi para peneliti lainnya untuk membangkitkan asumsi lainnya. Adapun tujuan pembuatan model adalah dapat merepresentasikan setiap kejadian atau situasi-situasi yang terjadi dalam kenyataannya, dapat menjelaskan perilaku dari objek atau elemen-elemen sistem yang diamati, dapat digunakan untuk membantu atau mempermudah proses pemecahan masalah pengambilan keputusan dan media pembelajaran yang lebih mudah bila dibandingkan harus mempelajari real system nya. Perhitungan total kapal yang mampu dilayani perairan wajib pandu dalam kondisi ideal (aman) per hari terdiri dari jumlah kapal yang berada di jalur satu arah, ditambah jumlah kapal yang berada di jalur dua arah, dan jumlah tongkang yang dihitung 2 unit kapal karena ditarik tugboat. Tentunya ada kapasitas optimal jumlah kapal yang boleh melintas sepanjang jalur pelayaran dan juga terdapat jarak antar kapal yang beriringan (convoy) sejauh 8 cable (1,4824 km) (Kose et al., 03). Keputusan tersebut sebagai upaya pencegahan agar tidak terjadi kecelakaan berupa kapal tenggelam, kapal terbakar, kapal tubrukan, dan kapal kandas (UU 17, 08). Berikut disajikan perhitungan jumlah kapal yang mampu dilayani oleh jalur pelayaran dalam kondisi ideal. a. Perhitungan Jalur Satu Arah Panjang total 6 jalur sempit = 4,971+4,055+4,155+4,186+4,432+1,754 = 23,553 km Kapasitas sungai = (23,553/1,4824) x 1 (jalur satu arah) = 16 unit kapal b. Perhitungan Jalur Dua Arah (jalur sempit) Panjang jalur pelayaran = 111,12 23,553 = 87,567 km Kapasitas sungai = (87,567/1,4824) x 2 (jalur dua arah) = 119 unit kapal c. Perhitungan Unit Tongkang Karena tongkang ditarik dengan tugboat, maka tongkang dihitung 2 unit kapal. Tetapi sebelumnya harus mengetahui prosentase kapal vessel, kapal motor, tanker, tongkang adalah 14%, 14%, 35%, dan 37%. Sehingga perhitungannya sebagai berikut : Total unit kapal satu dan dua arah = 16 + 119 = 135 unit kapal Prosentase tongkang dari total unit = 135 x 37% = 50 unit kapal Maka 50 unit kapal tersebut sebagai jumlah tugboat sehingga total unit kapal yang mampu dilayani : Total unit kapal satu arah dan dua arah + jumlah tugboat = 135 + 50 = 185 unit kapal 3

Jadi, total kapal yang berada di sepanjang jalur dalam sehari pada kondisi ideal maksimum berjumlah 185 kapal/hari agar lalu lintas kapal di sungai menjadi aman dan lancar. 4. Hasil dan Diskusi Pengujian model simulasi yang telah dikembangkan mempertimbangkan proyeksi fluktuasi tiap tahun mengenai aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Palembang. Dengan begitu tiap tahun akan dapat dilihat karakter kepadatan dengan skenario yang berbeda. 4.1 Skenario Kepadatan Eksisting Tahun 12 Skenario tahun 12 menghasilkan output 4.235 unit dengan kepadatan pada Gambar 4.1. Gambar 4.3 Output Skenario Kepadatan 14 4.4 Skenario Kepadatan Tahun 15 Skenario tahun 15 menghasilkan output 4.530 unit dengan kepadatan pada Gambar 4.4. Kepadatan Jalur Pelayaran Tahun 15 Gambar 4.4 Output Skenario Kepadatan 15 1 Kepadatan Jalur Pelayaran Tahun 12 4.5 Skenario Kepadatan Tahun 16 Skenario tahun 16 menghasilkan output 4.565 unit dengan kepadatan pada Gambar 4.5. Kepadatan Jalur Pelayaran Tahun 16 Gambar 4.1 Output Skenario Kepadatan 12 4.2 Skenario Kepadatan Tahun 13 Skenario tahun 13 menghasilkan output 4.657 unit dengan kepadatan pada Gambar 4.2. Kepadatan Jalur Pelayaran Tahun 13 Gambar 4.2 Output Skenario Kepadatan 13 4.3 Skenario Kepadatan Tahun 14 Skenario tahun 14 menghasilkan output 4.8 unit dengan kepadatan pada Gambar 4.3. 0 150 50 Kepadatan Jalur Pelayaran Tahun 14 Gambar 4.5 Output Skenario Kepadatan 16 Dari skenario yang telah dibuat, pada tahun 12 kepadatan puncak terjadi pada bulan Juni mencapai 96 unit kapal/hari. Sedangkan pada tahun 13 terjadi peningkatan kedatangan kapal sejumlah 422 unit kapal namun kepadatan tertinggi hanya mencapai 85 unit kapal. Hal tersebut dikarenakan persebaran kepadatan lebih merata sepanjang tahun 13, dengan peningkatan kedatangan di setiap pelabuhan yang cukup merata. Pada tahun 14, kepadatan puncak jauh melebihi tahun sebelumnya dengan pencapaian 167 unit kapal/hari walaupun adanya penurunan kedatangan kapal sebanyak 49 unit. Hal ini dapat terjadi karena dalam rentang waktu 3 bulan di pertengahan 14, aktivitas gerakan kapal tongkang di jalur pemanduan meningkat. Di tahun 15, kepadatan kembali menurun hanya mencapai angka puncak 87 unit kapal/hari disertai penurunan kedatangan kapal sebanyak 78 unit kapal. Jika melihat kedatangan kapal di setiap pelabuhan, hampir di semua pelabuhan mengalami penurunan akan tetapi yang cukup drastis adalah Pelabuhan Plaju dan Sungai Gerong. 4

Kedatangan kapal pada tahun 16 hanya meningkat sebanyak 35 unit kapal. Begitu juga kepadatan kapal mencapai puncak 93 unit kapal/hari, hanyak selisih 6 unit dari tahun sebelumnya. Kontribusi kenaikan kapal tahun 16 berasal dari kedatangan kapal di Pelabuhan Kertapati, artinya aktivitas kapal tongkang kembali meningkat. 5. Kesimpulan Berikut merupakan kesimpulan yang didapat dari penelitian ini. 1. Dominasi kapal tanker dan tongkang yang membuat kepadatan jalur pelayaran Wajib Pandu Kelas I Pelabuhan Palembang meningkat. Kapal tanker bermuatan minyak dan CPO sedangkan tongkang bermuatan komoditi lokal juga termasuk CPO namun yang paling utama yaitu batubara. 2. Skenario yang dibuat dari model simulasi mulai tahun 12 hingga tahun 16 menunjukkan bahwa kepadatan tertinggi terjadi pada rentang bulan Juli sampai September tahun 14 mencapai angka 171 unit kapal/hari. Hal tersebut masih dalam batas toleransi kepadatan maksimum kondisi aman yaitu 185 unit kapal/hari. Maka diprediksikan dalam beberapa tahun mendatang kepadatan jalur pelayaran Palembang masih dalam batas ideal. 3. Bagi pihak yang bertanggung jawab atas Palembang PT. PELINDO II (Persero) Cabang Palembang tetap harus mengantisipasi kepadatan dengan mempersiapkan tenaga kepanduan. PM 52. (12). Peraturan Menteri No 52 Tahun 12 tentang Alur Pelayaran Sungai dan Danau. Jakarta: Menteri Perhubungan Republik Indonesia. Setiawan, D. (10). Studi Komunitas Makrozoobenthos di Perairan Sungai Musi Sekitar Kawasan Industri Bagian Hilir Kota Palembang. Palembang: Prosiding Seminar Nasional Limnologi V Tahun 10. Sugeng, S. (10). Dampak Pelayaran Kapal Laut di Alur Sungai Musi. Semarang: Gema Teknologi Vol. 16 No.1. Triatmojo, B. (08). Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset. UU 17. (08). Undang-Undang Nomor 17 Tahun 08 tentang Pelayaran. Jakarta: Sekretaris Negara RI. UCAPAN TERIMA KASIH Pada penelitian ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing dan seluruh pihak yang telah memberi pengarahan dan dukungan demi kelancaran penyelesaian penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Arifin, M. (09). Simulasi Sistem Industri. Yogyakarta: Graha Ilmu. IPC. (12). Data Bulanan Operasional Rendal. Palembang: Divisi Rendal. Kose et al. (03). Simulation of Marine Traffic in Istanbul Strait. Simulation Modelling Practice and Theory, 598. Maritime and Coastguard Agency. (03). The Merchant Shipping (Distress Signals and Prevention of Collisions) Regulation 1996. Merchant Shipping Notice, (pp. 8-11). 5