PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

KEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999)

Keputusan Presiden No. 114 Tahun 1999 Tentang : Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak- Cianjur

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR RINGKASAN PERUBAHAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN ORGANISASI TAHUN ANGGARAN 2015

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114 TAHUN 1999 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR-PUNCAK-CIANJUR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BUPATI TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS PAJAK DAERAH PADA BADAN PENGELOLAAN PENDAPATAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR : 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK

BAB 5 RTRW KABUPATEN

RENCANA TATA RUANG WI LAYAH KABUPATEN MAGELANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 21 TAHUN 2001 SERI D.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG

L E M B A R A N D A E R A H

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)

BUPATI PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PEMALANG TAHUN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114 TAHUN 1999 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR-PUNCAK-CIANJUR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

ANALISIS SITUASI DAN KONDISI KABUPATEN BOGOR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 1985 TENTANG PENETAPAN RENCANA UMUM TATA RUANG KAWASAN PUNCAK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SIDOARJO

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK,TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

V. KARAKTERISTIK DAN KEMAMPUAN DAYA BELI MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN BOGOR. Tabel. 22 Dasar Perwilayahan di Kabupaten Bogor

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL.

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 1 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SOLOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SOLOK,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MAGELANG

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN

SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN

PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 29 TAHUN 2002 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KARAWANG TAHUN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Sekapur Sirih. Jakarta, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Ahmad Koswara, MA

TABEL 1 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Konstan Tahun

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

PEMERINTAH KABUPATEN BENER MERIAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : TAHUN : SERI : PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMAYU NOMOR : 1 TAHUN 1996 T E N T A N G

Transkripsi:

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR TAHUN 2006 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BOGOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan dengan memanfaatkan ruang secara berdaya guna dan berhasil guna dalam rangka mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan pembangunan antar daerah serta keserasian antar sektor, perlu diatur Rencana Tata Ruang Wilayah; Mengingat b. bahwa berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2004 tentang Pembentukan Kecamatan, wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Bogor menjadi 40 (empat puluh) kecamatan; c. bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor sebagaimana diatur dengan Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2000 dipandang tidak dapat mewujudkan kondisi sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b sehingga perlu dilakukan peninjauan dan penyesuaian; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b dan c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor; : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 8); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokokpokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043); 3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan Benda-benda yang ada diatasnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1961 Nomor 288, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2324); 4. Undang-Undang...

- 2-4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2931); 5. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 7. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3317); 8. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 9. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3437); 10. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3469); 11. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3470); 12. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478); 13. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3479); 14. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480); 15. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3481); 16. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3495); 17. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3501); 18. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 19. Undang-Undang...

- 3-19. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881); 20. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); 21. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152); 22. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 23. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4327); 24. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 25. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 26. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4411); 27. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); 28. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 132); 29. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Petunjuk Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuanketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2831) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 141, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4154); 30. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1982 tentang Pemindahan Ibukota Kabupaten daerah Tingkat II Bogor dari Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor ke Kecamatan Cibinong di Wilayah Daerah Tingkat II Bogor (Lembarann Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 10); 31. Peraturan...

- 4-31. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3249); 32. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3395) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4469); 33. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1990 tentang Jalan Tol (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3405); 34. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3409); 35. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445); 36. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3529); 37. Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1996 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3658); 38. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3660); 39. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak Guna Usaha (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3643); 40. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1997 tentang Tanah Terlantar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3708); 41. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3721); 42. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3745); 43. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3776); 44. Peraturan...

- 5-44. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838); 45. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3934); 46. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952); 47. Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2001 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4156); 48. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan, dan Penggunaan Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4206); 49. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385); 50. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; 51. Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1990 tentang Penggunaan Tanah Bagi Kawasan Industri; 52. Keputusan Presiden Nomor 114 Tahun 1999 tentang Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur (BOPUNJUR); 53. Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan; 54. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai; 55. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Propinsi Jawa Barat Tahun 2003 Nomor 2 Seri E); 56. Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 9 Tahun 1986 tentang Penunjukan dan Pengangkatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang Melakukan Penyidikan Terhadap Pelanggaran Peraturan Daerah yang Memuat Ketentuan Pidana; 57. Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 3 Tahun 2004 tentang Pembentukan Kecamatan (Lembaran Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2004 Nomor 127); Dengan...

- 6 - Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BOGOR dan BUPATI BOGOR MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BOGOR. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Bogor. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Bogor. 3. Bupati adalah Bupati Bogor. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, selanjutnya dapat disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bogor. 5. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup lainnya yang melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. 6. Tata Ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak. 7. Penataan Ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. 8. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang. 9. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. 10. Rencana Tata Ruang Wilayah, selanjutnya dapat disingkat RTRW adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor. 11. Hak Atas Ruang adalah hak-hak yang diberikan atas pemanfaatan ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara. 12. Pemanfaatan Ruang adalah rangkaian program dan kegiatan pelaksanaan pembangunan yang memanfaatkan ruang menurut jangka waktu yang ditetapkan dalam rencana tata ruang untuk membentuk ruang. 13. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah kegiatan pengawasan dan penertiban pemanfaatan ruang dengan fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang untuk mengambil tindakan agar pemanfaatan ruang yang direncanakan dapat terwujud. 14. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung dan budidaya. 15. Kawasan...

- 7-15. Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan. 16. Kawasan Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah instrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah. 17. Kawasan Suaka Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu baik darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. 18. Kawasan Pelestarian Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu baik di daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. 19. Kawasan Resapan Air adalah daerah yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (aquifer) yang berguna sebagai sumber air. 20. Kawasan sekitar Danau/Situ adalah adalah kawasan tertentu di sekeliling danau/situ yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi danau/situ. 21. Kawasan Suaka Margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragamanan dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya. 22. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan adalah kawasan yang merupakan lokasi bangunan hasil budaya manusia yang bernilai tinggi maupun bentukan geologi alami yang khas. 23. Kawasan Budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan. 24. Kawasan Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. 25. Kawasan Rawan Bencana adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana alam. 26. Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. 27. Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. 28. Kawasan Pertambangan dan Energi adalah kawasan yang secara teknis dapat digunakan untuk pemusatan kegiatan penambangan dan energi serta tidak mengganggu pelestarian fungsi lingkungan hidup. 29. Kawasan...

- 8-29. Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi prasarana, sarana/fasilitas penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri yang telah memiliki izin usaha kawasan industri. 30. Kawasan Peruntukan Industri adalah bentangan lahan yang diperuntukan bagi kegiatan industri berdasarkan rencana tata ruang wilayah yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah. 31. Kawasan Perkebunan adalah kawasan yang berdasarkan potensi dan kondisi ditetapkan dengan fungsi utama untuk budidaya perkebunan. 32. Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat. 33. Kawasan khusus adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi khusus untuk kepentingan tertentu. 34. Kawasan tertentu adalah kawasan yang ditetapkan secara nasional mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan. 35. Kawasan Pariwisata adalah kawasan yang secara teknis dapat digunakan untuk kegiatan pariwisata, serta tidak mengganggu kelestarian budaya, keindahan alam dan lingkungan. 36. Kawasan Cagar Alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. 37. Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. 38. Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli dan atau bukan asli yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. 39. Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam dengan tujuan utama untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata/rekreasi alam. 40. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tingal atau lingkungan tempat tinggal kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. 41. Ruang Terbuka Hijau, selanjutnya dapat disingkat RTH adalah ruang yang diperuntukan sebagai daerah penanaman di kota/wilayah/halaman yang berfungsi untuk kepentingan ekologis, sosial, ekonomi, maupun estetika. 42. Perkotaan adalah daerah permukiman yang meliputi kota induk dan daerah pengaruh di luar batas administrasinya, yang berupa daerah pinggiran sekitarnya (daerah sub-urban). 43. Sempadan...

- 9-43. Sempadan Sungai adalah kawasan sepanjang kanan kiri sungai termasuk buatan/kanal/saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. 44. Sistem adalah Gabungan beberapa komponen/objek yang saling berkaitan. 45. Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian. 46. Jaringan Irigasi adalah saluran dan bangunan yang merupakan satu kesatuan dan diperlukan untuk pengaturan air irigasi mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagi, pemberian dan penggunaannya. 47. Daerah Irigasi adalah kesatuan wilayah yang mendapat air dari satu jaringan irigasi. 48. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, jalan kabel. 49. Masyarakat adalah orang, kelompok orang, termasuk masyarakat hukum adat atau badan hukum. 50. Peran Masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat yang berminat dan bergerak dalam penyelenggaraan penataan ruang, yang dalam peraturan daerah ini adalah dalam proses perencanaan tata ruang. 51. Jasa Lingkungan adalah sebagai bentuk usaha yang memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya. 52. Desa Pusat Pertumbuhan selanjutnya dapat disebut DPP adalah desadesa yang menjadi simpul jasa dan distribusi dari desa-desa disekitarnya. BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 Ruang lingkup pemanfaatan ruang meliputi : a. struktur pemanfaatan ruang; b. pola pemanfaatan ruang; 1. pemanfaatan kawasan lindung; 2. pemanfaatan kawasan budidaya; 3. pemanfaatan kawasan tertentu; c. rencana pemanfaatan ruang wilayah; dan d. pedoman pengendalian pemanfaatan ruang wilayah. BAB III...

RTRW disusun berasaskan : - 10 - BAB III ASAS DAN TUJUAN Bagian Kesatu Asas Pasal 3 a. pemanfaatan ruang secara terpadu, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan; dan b. keterbukaan, persamaan, keadilan, dan perlindungan hukum. Tujuan RTRW sebagai berikut : Bagian Kedua Tujuan Pasal 4 a. terselenggaranya pemanfaatan ruang wilayah yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan sesuai dengan kemampuan daya dukung dan lingkungan hidup serta kebijaksanaan pembangunan nasional dan daerah; b. terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung, kawasan budidaya dan kawasan tertentu; c. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan dengan memperhatikan sumberdaya manusia; d. tersusunnya suatu rencana tindak yang mencerminkan keseimbangan fungsi dan intensitas penggunaan ruang kawasan, dengan menampilkan arah, struktur dan pola ruang wilayah berupa sistem hirarki kota, pusat pelayanan kota, sistem dan fungsi infrastruktur berdasarkan karakteristik wilayah; dan e. tersusunnya suatu rencana tata ruang yang dapat mengarahkan pembangunan wilayah yang lebih tegas dalam rangka upaya pengendalian, pengawasan dan pelaksanaan pembangunan fisik untuk masing-masing peruntukan. BAB IV STRUKTUR RUANG WILAYAH Bagian Kesatu Umum Pasal 5 Struktur ruang wilayah diwujudkan dalam : a. sistem permukiman; b. sistem transportasi; c. sistem sarana dan prasarana; dan d. sistem kota-kota. Bagian...

- 11 - Bagian Kedua Sistem Permukiman Pasal 6 (1) Arah pengembangan sistem permukiman dilakukan melalui pengembangan pusat-pusat permukiman sebagai pusat pelayanan ekonomi, pusat pelayanan pemerintahan, dan pusat pelayanan jasa, baik kawasan permukiman maupun daerah sekitarnya. (2) Pusat-pusat permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi pusat-pusat permukiman perdesaan dan pusat-pusat permukiman perkotaan. Paragraf 1 Permukiman Perdesaan Pasal 7 (1) Pusat-pusat permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) ditentukan dari wilayah desa yang memiliki potensi cepat berkembang dan dapat mendorong pengembangan desa sekitarnya. (2) Pusat-pusat permukiman perdesaan di wilayah daerah merupakan desadesa pusat pertumbuhan yang lokasinya tersebar. Paragraf 2 Permukiman Perkotaan Pasal 8 (1) Pusat-pusat permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dikembangkan saling terkait dengan tingkatan fungsi kota sebagai Pusat Kegiatan Nasional, Pusat Kegiatan Wilayah, dan Pusat Kegiatan Lokal. (2) Pusat-pusat permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk melayani perkembangan berbagai usaha dan/atau kegiatan dan permukiman masyarakat dalam wilayahnya dan wilayah sekitarnya. Bagian Ketiga Sistem Transportasi Pasal 9 (1) Pembangunan sistem transportasi ditujukan untuk menunjang kegiatan sosial, ekonomi, pertahanan dan keamanan, serta menggerakan dinamika pembangunan. (2) Pembangunan sistem transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menghubungkan antar pusat-pusat permukiman, kawasan produksi dan simpul-simpul jasa distribusi, sehingga terbentuk satu kesatuan sistem transportasi. (3) Sistem transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi jaringan transportasi darat dan jaringan transportasi udara. Pasal 10...

- 12 - Pasal 10 (1) Jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) meliputi jaringan jalan darat, jaringan jalur kereta api, terminal, dan stasiun. (2) struktur jaringan jalan darat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari jaringan arteri primer, kolektor primer, dan jalan tol. (3) Jaringan jalan arteri primer sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikembangkan untuk menghubungkan kota-kota antar Pusat Kegiatan Wilayah dan/atau Pusat Kegiatan Nasional. (4) Jaringan kolektor primer sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikembangkan untuk melayani dan menghubungkan kota-kota antar Pusat Kegiatan Wilayah, antar Pusat Kegiatan Wilayah dengan Pusat Kegiatan Lokal dan/atau kawasan berskala kecil. (5) Jalan tol sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikembangkan untuk meningkatkan efisiensi pelayanan jasa transportasi serta memacu perkembangan wilayah. Pasal 11 Jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3), berupa bandar udara untuk kepentingan pertahanan dan keamanan serta kepentingan komersial terbatas. Bagian Keempat Sistem Sarana dan Prasarana Pasal 12 Kegiatan pembangunan sistem sarana prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c meliputi pengembangan jaringan drainase, irigasi, air baku, air bersih, listrik, telekomunikasi, dan gas. Bagian Kelima Sistem Kota-kota Pasal 13 Kegiatan pembangunan sistem kota-kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d, berfungsi sebagai pusat pelayanan dan terkait dengan sistem kota lainnya, meliputi : a. Kota Hirarki I adalah Kota Cibinong, sebagai pusat pemerintahan, sosial, ekonomi, budaya dan jasa distribusi, meliputi : 1. Kecamatan Cibinong; 2. sebagian Kecamatan Citeureup; 3. sebagian Kecamatan Bojong Gede; 4. sebagian Kecamatan Sukaraja; 5. sebagian Kecamatan Tajurhalang; dan 6. sebagian Kecamatan Babakan Madang. b. Kota Hirarki II...

- 13 - b. Kota Hirarki II, sebagai pusat jasa koleksi dengan jangkauan pelayanan beberapa wilayah kecamatan, meliputi : 1. Kota Kecamatan Cariu; 2. Kota Kecamatan Cileungsi; 3. Kota Kecamatan Jasinga; 4. Kota Kecamatan Leuwiliang; 5. Kota Kecamatan Babakan Madang; 6. Kota Kecamatan Cigombong; 7. Kota Kecamatan Parung Panjang; dan 8. Kota Kecamatan Parung; c. Kota Hirarki III, dengan jangkauan pelayanan sosial ekonomi dan budaya lokal, meliputi : 1. Kota Kecamatan Bojonggede; 2. Kota Kecamatan Cigudeg; 3. Kota Kecamatan Cisarua; 4. Kota Kecamatan Ciampea; 5. Kota Kecamatan Cibungbulang; 6. Kota Kecamatan Caringin; 7. Kota Kecamatan Ciawi; 8. Kota Kecamatan Citeureup; 9. Kota Kecamatan Ciomas; 10. Kota Kecamatan Ciseeng; 11. Kota Kecamatan Dramaga; 12. Kota Kecamatan Gunung Putri; 13. Kota Kecamatan Gunung Sindur; 14. Kota Kecamatan Jonggol; 15. Kota Kecamatan Klapanunggal; 16. Kota Kecamatan Megamendung; 17. Kota Kecamatan Pamijahan; 18. Kota Kecamatan Rumpin; 19. Kota Kecamatan Sukaraja; dan 20. Kota Kecamatan Tenjo; d. Kota Hirarki IV, yang berfungsi sebagai pelayanan pemerintahan kecamatan, meliputi : 1. Kota Kecamatan Cijeruk; 2. Kota Kecamatan Kemang; 3. Kota Kecamatan Leuwisadeng; 4. Kota Kecamatan Nanggung; 5. Kota Kecamatan Rancabungur; 6. Kota Kecamatan Sukajaya; 7. Kota Kecamatan Tenjolaya...

- 14-7. Kota Kecamatan Tenjolaya; 8. Kota Kecamatan Sukamakmur; 9. Kecamatan Tamansari; 10. Kecamatan Tajurhalang; dan 11. Kecamatan Tanjungsari; e. Kota Hirarki V, sebagai Desa Pusat Pertumbuhan (DPP) dengan skala pelayanan beberapa desa tertentu, meliputi : 1. Desa Batok dan Desa Tapos Kecamatan Tenjo; 2. Desa Sukamulih Kecamatan Sukajaya; 3. Desa Banyuasih Kecamatan Cigudeg; 4. Desa Pabangbon dan Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang; 5. Desa Ciasmara Kecamatan Pamijahan; 6. Desa Ciampea Udik Kecamatan Ciampea; 7. Desa Cidokom Kecamatan Rumpin; 8. Desa Parigimekar Kecamatan Ciseeng; 9. Desa Tajurhalang Kecamatan Tajurhalang; 10. Desa Cisalada Kecamatan Cigombong; 11. Desa Ciderum Kecamatan Caringin; 12. Desa Cibeduk Kecamatan Ciawi; 13. Desa Cipayung Girang Kecamatan Megamendung; 14. Desa Gunung Geulis Kecamatan Sukaraja; 15. Desa Sirnajaya Kecamatan Sukamakmur; 16. Desa Sirnagalih Kecamatan Jonggol; 17. Desa Selawangi, Desa Tanjungrasa, Desa Sirnarasa, dan Desa Pasirtanjung Kecamatan Tanjungsari; dan 18. Desa Cikahuripan Kecamatan Klapanunggal. BAB V POLA PENGELOLAAN RUANG Bagian Kesatu Umum Pasal 14 Pola pengelolaan ruang, meliputi : a. pengelolaan kawasan lindung; b. pengelolaan kawasan budidaya; c. pengelolaan sarana dan prasarana; dan d. pengelolaan sistem jaringan. Bagian Kedua...

- 15 - Bagian Kedua Pengelolaan Kawasan Lindung Pasal 15 (1) Pengelolaan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a bertujuan untuk membatasi kegiatan di luar fungsi kawasan serta mencegah timbulnya kerusakan fungsi lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan, nilai sejarah, serta budaya bangsa. (2) Sasaran pengelolaan kawasan lindung yaitu untuk meningkatkan fungsi lindung terhadap tanah, air, iklim, tumbuhan dan satwa, serta nilai sejarah budaya bangsa. Pasal 16 Kawasan lindung terdiri dari : a. kawasan perlindungan kawasan bawahannya; b. kawasan perlindungan setempat; c. kawasan suaka alam; d. kawasan pelestarian alam; e. kawasan cagar budaya; dan f. kawasan rawan bencana. Paragraf 1 Kawasan Perlindungan Kawasan Bawahannya Pasal 17 Kawasan perlindungan kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a, meliputi : a. kawasan hutan lindung; dan b. kawasan resapan air. Pasal 18 Pengelolaan kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, dilakukan dengan sasaran: 1. meningkatkan fungsi lindung terhadap tanah, air, iklim, tumbuhan dan satwa, serta nilai budaya; dan 2. mempertahankan keanekaragaman hayati, satwa, ekosistem, dan keunikan alam; Pasal 19 Pengelolaan kawasan resapan air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf b, dilakukan melalui peningkatan fungsi lindung terhadap tanah dan air dengan mempertahankan vegetasi/tumbuhan. Paragraf 2...

- 16 - Paragraf 2 Kawasan Perlindungan Setempat Pasal 20 Pengelolaan kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b, meliputi : a. perlindungan terhadap kawasan sekitar mata air, dengan mengendalikan : 1. pemanfaatan kawasan sekitar mata air dari penggunaan yang dapat mengganggu ekosistem; dan 2. fungsi mata air sebagai sumber air baku rumah tangga dan pertanian secara berkelanjutan; b. perlindungan kawasan sempadan sungai sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sungai, dengan mengendalikan pemanfaatan sepanjang kanan-kiri sungai dari kegiatan yang dapat menurunkan kualitas sungai; c. pengelolaan kawasan situ, meliputi : 1. pengelolaan kawasan situ lebih ditujukan terhadap pelestarian fungsi situ sebagai media penampung air dan pengendali banjir; 2. perlindungan kawasan situ sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari situ, dengan mengendalikan pemanfaatan kawasan sempadan situ; dan 3. pengembangan kawasan situ sebagai upaya pengendaliaan situ melalui pembangunan sarana dan prasarana wisata air. Paragraf 3 Kawasan Suaka Alam Pasal 21 Kawasan suaka alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf c, yaitu kawasan dengan ciri khas tertentu baik darat maupun perairan yang mempunyai fungsi utama sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, meliputi : a. cagar alam; dan b. suaka margasatwa. Paragraf 4 Kawasan Pelestarian Alam Pasal 22 Kawasan pelestarian alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf d, yaitu kawasan yang memiliki keadaan alam asli yang secara luasan menjamin kelangsungan ekosistem, meliputi : a. taman nasional; dan b. hutan wisata alam. Paragraf 5...

- 17 - Paragraf 5 Kawasan Cagar Budaya Pasal 23 Kawasan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf e, yaitu kawasan yang terdapat lokasi bangunan hasil budaya manusia yang bernilai tinggi maupun bentukan geologi alami yang khas. Paragraf 6 Kawasan Rawan Bencana Pasal 24 (1) Kawasan rawan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf f, yaitu kawasan yang dikenal sering dan berpotensi tinggi mengalami bencana alam, antara lain tanah longsor/gerakan tanah, banjir, gunung berapi, dan gempa bumi yang dapat menyebabkan terancamnya aktifitas budidaya. (2) Pengelolaan kawasan rawan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui pembatasan kegiatan budidaya. Bagian Ketiga Pengelolaan Kawasan Budidaya Paragraf 1 Umum Pasal 25 Pengelolaan kawasan budidaya ditujukan kepada pengembangan kawasan baik secara kualitas maupun kuantitas, meliputi : a. kawasan perdesaan; b. kawasan perkotaan; c. kawasan kegiatan industri; d. tata ruang udara; e. intensitas pemanfaatan ruang; dan f. kawasan kegiatan khusus. Paragraf 2 Kawasan Perdesaan Pasal 26 (1) Pengelolaan kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a diselenggarakan dengan prioritas kegiatan yang memberikan keuntungan terbesar bagi masyarakat, meliputi : a. kawasan budidaya pertanian; b. kawasan hutan produksi; c. kawasan pariwisata; d. kawasan pertambangan; dan e. kawasan permukiman perdesaan. (2) Kegiatan...

- 18 - (2) Kegiatan pembangunan sistem kawasan perdesaan diarahkan untuk mendorong pertumbuhan desa-desa di sekitar Desa Pusat Pertumbuhan (DPP). Pasal 27 Pengelolaan kawasan budidaya pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf a, meliputi : a. kawasan pertanian lahan basah; b. kawasan pertanian lahan kering; c. kawasan perkebunan/tanaman tahunan; d. kawasan hutan produksi; e. peternakan; dan f. perikanan. Pasal 28 (1) Pengelolaan pertanian lahan basah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a ditujukan untuk mempertahankan luas kawasan lahan basah beririgasi guna kelangsungan produksi dan meningkatkan ketahanan pangan, serta menjamin ketersediaan sarana dan prasarana pertanian untuk kelanjutan usaha produksi, panen, dan pasca panen. (2) Upaya untuk mempertahankan kawasan lahan basah dilakukan dengan menjamin tersedianya kebutuhan air pertanian yang berkelanjutan. (3) Pengembangan dan peningkatan budidaya lahan basah dilakukan melalui usaha intensifikasi, ekstensifikasi, dan/atau diversifikasi pada kawasan yang tersedia sumber air pertanian. Pasal 29 (1) Pengelolaan pertanian lahan kering sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf b, ditujukan untuk : a. mengembangkan dan meningkatkan budidaya lahan kering, dilakukan melalui intensifikasi, ekstensifikasi, dan diversifikasi dengan komoditas tanaman yang bernilai ekonomi tinggi; b. pengembangan agribisnis dan terwujudnya kegiatan agroindustri untuk memperkuat budidaya pertanian sebagai basis perekonomian masyarakat dan mewujudkan kawasan agropolitan; c. konversi lahan ke non pertanian, dengan tujuan untuk menunjang peningkatan perekonomian masyarakat diprioritaskan pada lahan yang secara teknis, ekonomis, dan fisik kurang produktif; dan d. penggunaan untuk kepentingan umum maupun kegiatan lain yang dinilai secara ekonomi dapat memberikan manfaat terhadap perekonomian masyarakat. (2) Komoditas tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, antara lain meliputi budidaya tanaman palawija, hortikultura, dan padi gogo. (3) Pengembangan...

- 19 - (3) Pengembangan agribisnis dan terwujudnya kegiatan agroindustri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilakukan melalui pembangunan infrastruktur dan penyediaan sarana produksi pertanian (saprotan). (4) Penggunaan untuk kepentingan umum maupun kegiatan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dilakukan dengan tetap memperhatikan asas koservasi dan tidak berdampak pada kerusakan lingkungan. Pasal 30 (1) Pengelolaan kawasan perkebunan/tanaman tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf c, meliputi pengembangan budidaya tanaman perkebunan/tanaman tahunan yang memiliki nilai ekonomi tinggi pada perkebunan rakyat dan/atau perkebunan besar/swasta, yang dapat mendorong terbentuknya kegiatan industri pengolahan yang mampu menyerap tenaga kerja dan penciptaan lapangan usaha dan lapangan kerja baru. (2) Dalam hal pengelolaan perkebunan besar/swasta dilakukan di atas tanah yang berstatus Hak Guna Usaha (HGU), maka diversifikasi lahan dilakukan guna memberikan nilai lebih pada kesejahteraan masyarakat sepanjang pemanfaatannya sesuai dan menunjang terhadap fungsi kawasan. (3) Pemanfaatan atau diversifikasi lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui kegiatan budidaya peternakan, perikanan dan pemanfaatan jasa lingkungan dengan tetap memperhatikan asas konservasi tanah dan air serta tidak menurunkan fungsi kawasan. Pasal 31 (1) Pengelolaan kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf d, meliputi pengelolaan budidaya hutan dan hasil hutan, yang ditujukan untuk kesinambungan produksi dengan memperhatikan kualitas lingkungan melalui pencegahan kerusakan tanah, penurunan kesuburan tanah, dan menjaga ketersediaan air. (2) Dalam hal kawasan pengelolaan kawasan hutan produksi ditujukan untuk meningkatkan kesejateraan dan perekonomian masyarakat sekitar hutan, maka dapat dikembangkan kegiatan budidaya hutan yang dapat mendorong terwujudnya kegiatan industri pengolahan hasil hutan, dengan pengembangan jenis tanaman hutan industri melalui pola kemitraan/hutan kemasyarakatan. (3) Pengelolaan kawasan hutan produksi di luar budidaya hutan dan hasil hutan yang penggunaannya untuk kepentingan umum dan bersifat strategis, dapat dilakukan dengan memperhatikan asas konservasi air dan tanah. Pasal 32 (1) Pengelolaan kawasan peternakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf e, meliputi pengembangan budidaya ternak besar, ternak kecil dan unggas pada lokasi/kawasan yang secara teknis dan lingkungan layak untuk budidaya ternak. (2) Pembangunan...

- 20 - (2) Pembangunan Rumah Pemotongan Hewan (RPH), karantina hewan/rumah kesehatan hewan, dan industri hasil ternak pada sentra produksi peternakan, dapat dilakukan dengan melakukan upaya pencegahan pencemaran lingkungan. (3) Pengembangan zona/kawasan peternakan dapat dilakukan dengan tujuan untuk menjamin kelangsungan usaha serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pasal 33 (1) Pengelolaan kawasan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf f, meliputi pengembangan budidaya ikan air tawar dan ikan hias, dengan memanfaatkan potensi sumberdaya yang tersedia dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (2) Pengelolaan kawasan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan melalui pembangunan sarana dan prasarana produksi serta distribusi ikan air tawar dan ikan hias. Pasal 34 (1) Pengelolaan kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf c, meliputi penataan fasilitas dan utilitas pada setiap obyek wisata yang telah ada dan pengembangan obyek wisata baru berdasarkan minat kunjungan dengan tetap memperhatikan kelestarian budaya, keindahan alam, dan lingkungan. (2) Pengelolaan kawasan pariwisata dapat dilakukan melalui peningkatan dan pengembangan usaha Objek Dan Tujuan Wisata (ODTW), usaha sarana, dan usaha jasa pariwisata, serta sarana/prasarana pendukungnya. (3) Kegiatan operasional pariwisata diarahkan untuk menciptakan peluang dan kesempatan kerja bagi masyarakat dengan tetap memperhatikan kelestarian budaya, keindahan alam, dan lingkungan. (4) Pengelolaan kawasan wisata dapat dilakukan dengan memanfaatkan kawasan budidaya perkotaan dan pedesaan. Pasal 35 (1) Pengelolaan kawasan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf d, meliputi eksplorasi dalam rangka mendapatkan informasi dan data potensi sumberdaya mineral dan energi. (2) Kegiatan eksploitasi dapat dilakukan dalam rangka pemanfaatan sumberdaya mineral dengan memperhatikan asas konservasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (3) Untuk meminimalkan dampak negatif terhadap pengelolaan kawasan pertambangan, dilakukan pengelolaan lingkungan hidup. (4) Untuk mengembalikan fungsi lahan ke peruntukan semula dan/atau digunakan keperuntukan lain, wajib dilakukan reklamasi pada lahan selesai tambang dan pasca tambang. Pasal 36

- 21 - Pasal 36 (1) Pengelolaan kawasan permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf e ditujukan untuk : a. mendukung kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat; dan b. pengembangan sebagai lingkungan permukiman sederhana dan/atau perumahan sehingga dapat membentuk suatu kesatuan lingkungan/kawasan yang utuh. (2) Pengembangan permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilakukan dengan mempertimbangkan kemungkinan penggabungan dan pemanfaatan prasarana lingkungan, utilitas umum, dan fasilitas sosial kawasan yang telah ada, tanpa mengurangi kualitas pelayanan kawasan secara menyeluruh. Paragraf 3 Kawasan Perkotaan Pasal 37 Pengelolaan kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b, diselenggarakan melalui kegiatan perkotaan dengan mempertimbangkan aspek fisik, ekonomi, sosial, dan budaya, meliputi : a. kawasan pusat kota sebagai pusat pelayanan jasa distribusi dan pusat ekonomi kota/wilayah; b. kawasan permukiman perkotaan yang dapat mendukung kegiatan jasa perkotaan; dan c. ruang terbuka hijau. Pasal 38 Pengelolaan kawasan pusat kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf a, meliputi : a. pemanfaatan ruang kota untuk meningkatkan fungsi pelayanan sebagai pusat koleksi jasa distribusi, pusat lapangan kerja dari wilayah ekonomis kota; b. pengembangan dan pembangunan zona komersial skala kota maupun regional dan pusat hunian, serta infrastruktur sesuai fungsi dan hirarki kotanya; dan c. penyusunan rencana terperinci dan rencana teknis kawasan sebagai arahan dalam pemanfaatan dan pengendalian rencana pembangunan pusat kota. Pasal 39 (1) Pengelolaan kawasan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf b, meliputi : a. integrasi sistem permukiman dengan sarana dan prasarana serta kegiatan jasa skala kota, antara lain industri, jasa, dan perdagangan; dan b. pengembangan...

- 22 - b. pengembangan permukiman yang mendorong penggunaan tanah yang lebih efisien melalui pembangunan perumahan secara vertikal pada wilayah yang berkembang pesat/perkotaan dan kawasan industri. (2) Pengembangan kegiatan jasa skala kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dan/atau kegiatan jasa skala regional dilakukan untu menampung lapangan kerja bagi penduduk kota. (3) Pengembangan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, diprioritaskan kepada pengembangan perumahan/hunian yang terintegrasi dengan sistem angkutan massal. (4) Pembangunan perumahan secara vertikal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, antara lain melapui pembangunan rumah susun sebagai upaya peremajaan permukiman kumuh di atas tanah negara yang dilengkapi prasarana dan fasilitas lainnya sesuai dengan rencana tata ruang kota yang bersangkutan. Pasal 40 (1) Pengelolaan ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf c, meliputi pengelolaan ruang terbuka hijau dalam kota sebagai kawasan/lokasi lindung dalam kota. (2) Pengelolaan ruang terbuka hijau ditujukan dilakukan untuk mengurangi tingkat polusi wilayah perkotaan, estetika, serta keharmonisan ekosistem kota sebagai resapan air. (3) Pengembangan ruang terbuka hijau dapat dilakukan untuk meningkatkan fungsi ruang sebagai penempatan utilitas umum kota. Paragraf 4 Kawasan Kegiatan Industri Pasal 41 (1) Pengelolaan kawasan kegiatan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf c, meliputi : a. pengembangan industri pengolahan dan industri non polutif pada kawasan yang dinyatakan layak secara teknis dan lingkungan hidup; b. pengembangan industri berbasis pertanian, peternakan, perikanan, dan kerajinan, guna mendukung terhadap terwujudnya agropolitan; c. pengembangan kegiatan pada lingkungan industri kecil/kerajinan (LIK), melalui pembangunan lingkungan permukiman industri; dan d. pengembangan industri pada daerah perbatasan di luar kawasan perkotaan yang berbasis bahan baku dan penyerapan tenaga kerja di daerah. (2) Dalam hal pengembangan industri di luar lahan peruntukan industri yang memerlukan dukungan industri untuk menyerap tenaga kerja dan bahan baku setempat, maka dapat dibangun lingkungan industri yang terintegrasi dengan kawasan yang didukungnya. (3) Pengelolaan...

- 23 - (3) Pengelolaan kawasan peruntukan industri dilakukan untuk membatasi wilayah kota Kecamatan Cibinong, Kecamatan Citeureup, Kecamatan Gunung Putri, Kecamatan Cileungsi, dan Kecamatan Klapanunggal dari kegiatan industri polutif dan industri yang menggunakan air dalam jumlah banyak. Paragraf 5 Tata Ruang Udara Pasal 42 Pengelolaan tata ruang udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf d, meliputi : a. pengelolaan ruang udara untuk atmosfir kehidupan; b. pengelolaan ruang udara untuk transportasi, telekomunikasi, dan transmisi listrik; c. pengelolaan ruang udara untuk bangunan tinggi, bangunan atas tanah, bangunan atas air, dan ruang pandang. Paragraf 6 Intensitas Pemanfaatan Ruang Pasal 43 (1) Tujuan pengelolaan lahan untuk bangunan dengan intensitas pemanfaatan ruang dengan rasio antara lahan terbangun dan tertutup yang tinggi yaitu untuk optimalisasi lahan perkotaan. (2) Tujuan pengelolaan lahan untuk bangunan dengan intensitas pemanfaatan dengan rasio antara ruang terbangun dan tertutup yang rendah, yaitu untuk meningkatkan kemampuan menampung sumber daya dan meningkatkan perekonomian sekitarnya. Paragraf 7 Kawasan Kegiatan Khusus Pasal 44 Pengelolaan kawasan kegiatan khusus sebagaimana dimaksud Pasal 25 huruf f, dilakukan dalam rangka mengoptimalkan pamanfaatan ruang dan meminimalkan konflik pemanfaatan ruang, meliputi : a. pembatasan pemanfaatan lahan pada kawasan yang berfungsi hidrologis dengan tidak mengijinkan adanya kegiatan di luar sistem fungsi kawasan; b. pengembangan kawasan yang dinilai strategis dan berdampak penting, dengan tidak menimbulkan dampak sosial maupun lingkungan; dan c. pengendalian pemanfaatan dan penguasaan lahan pada kawasan khusus sebagaimana tercantum dalam rencana tata ruang. Bagian Keempat...

- 24 - Bagian Keempat Pengelolaan Sarana dan Prasarana Paragraf 1 Umum Pasal 45 Pengelolaan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c, meliputi : a. sarana dan prasarana pemerintahan; b. sarana dan prasarana sosial; c. sarana dan prasarana perdagangan; dan d. sarana dan prasarana budaya. Paragraf 2 Sarana dan Prasarana Pemerintahan Pasal 46 Pengelolaan sarana dan prasarana pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 huruf a, dilakukan melalui peningkatan kualitas serta kuantitas sarana dan prasarana pemerintahan guna percepatan dan pemerataan pelayanan kepada masyarakat. Paragraf 3 Sarana dan Prasarana Sosial Pasal 47 Pengelolaan sarana dan prasarana sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 huruf b, meliputi : a. sarana dan prasarana kesehatan; b. sarana dan prasarana pendidikan; c. sarana dan prasarana peribadatan; d. sarana dan prasarana olah raga; dan e. sarana dan prasarana Tempat Pemakaman Umum (TPU) dan Tempat Pemakaman Bukan Umum; Pasal 48 Pengelolaan sarana dan prasarana kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 huruf a, dilakukan melalui : a. peningkatan pelayanan kesehatan melalui pembangunan sarana kesehatan dan peningkatan pelayanan rumah sakit, serta membangun rumah sakit pada kawasan perkotaan dan industri; b. peningkatan dan optimalisasi peranan Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat; c. pengembangan rumah sakit pada Kota Hierarki I dan Hierarki II, serta pada beberapa Kota Hierarki III yang strategis; dan d. membatasi...

- 25 - d. membatasi kegiatan pada kawasan yang berpotensi menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) berbasis lingkungan. Pasal 49 Pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 huruf b, meliputi : a. pembangunan sarana pendidikan, mulai tingkat dasar sampai dengan tingkat menengah pada pusat permukiman; b. pengembangan zona pendidikan pada kawasan tertentu/perkotaan; dan c. pengembangan pelayanan pendidikan setingkat perguruan tinggi pada Kota Hirarki I atau Hirarki II. Pasal 50 Pengelolaan sarana dan prasarana peribadatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 huruf c dilakukan untuk memenuhi kebutuhan keagamaan masyarakat dengan memperhatikan keharmonisan kehidupan keagamaan dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Pasal 51 Pengelolaan sarana dan prasarana olah raga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 huruf d, meliputi : a. pengembangan dan peningkatan fungsi fasilitas olahraga yang mampu mendukung kegiatan olah raga skala regional, nasional, maupun internasional; dan b. penumbuhkembangan kegiatan olah raga di masyarakat dengan memanfaatkan fasilitas di lingkungan. Pasal 52 Pengelolaan Taman Pemakaman Umum (TPU) dan Taman Pemakaman Bukan Umum (TPBU) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 huruf e, dilakukan melalui : a. pengelolaan area TPU yang diarahkan pada pemanfaatan lahan cadangan tanah pemakaman dan terintegrasi dengan tanah pemakaman masyarakat yang tersebar di setiap kecamatan; dan b. pengelolaan area TPBU yang diarahkan pada kawasan yang dinyatakan memungkinkan secara teknis dan fisik lingkungan, serta tidak berdampak sosial pada lingkungan sekitarnya. Paragraf 4 Sarana dan Prasarana Perdagangan Pasal 53 Pengelolaan sarana dan prasarana perdagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 huruf c, meliputi : a. pembangunan zona komersial dan revitalisasi ruang pada pusat kegiatan ekonomi perkotaan; dan b. penataan...