SISTEM PENYADAPAN TANAMAN KARET

dokumen-dokumen yang mirip
Sistem Penyadapan Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Tulung Gelam Estate, Sumatera Selatan. Robianto, Supijatno *

TINJAUAN PUSTAKA. Euphorbiaceae, Genus: Hevea, Spesies: Hevea brassiliensismuell.arg.

PENYADAPAN TANAMAN KARET

Jurnal Rekayasa Teknologi Industri Hijau ISSN

POLA DASAR SADAPAN POLA DASAR SADAPAN

BAB I PENDAHULUAN. ton pada tahun 2011 menjadi juta ton pada tahun 2012 (Ditjenbun, 2012).

Tanaman karet akan mengeluarkan getah atau lebih dikenal dengan sebutan lateks. Lateks keluar pada saat dilakukan penyadapan pada tanaman karet.

Penyadapan Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) di Kebun Sumber Tengah, Jember, Jawa Timur

Pengaruh Konsentrasi Stimulan dan Intensitas Sadap pada Produksi Lateks Tanaman Karet Seedling (Hevea brasiliensis Muell. Arg.)

SISTEM PENYADAPAN KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) DI TULUNG GELAM ESTATE, PT PP LONDON SUMATERA INDONESIA, Tbk. SUMATERA SELATAN ROBIANTO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Manajemen Penyadapan Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Perkebunan Karet di Simalungun, Sumatera, Utara

TINJAUAN PUSTAKA. juga produksi kayu yang tinggi. Penelitian untuk menghasilkan klon-klon karet

TINJAUAN PUSTAKA. euphorbiaceae, genus hevea dan spesies Hevea brasiliensis.

Subdivisi : Angiospermae, Kelas :Monocotyledoneae, Ordo : Euphorbiales, Famili: Euphorbiaceae, Genus: Hevea, Spesies : Hevea brassiliensis Muell. Arg.

Okulasi Cokelat Pada Tanaman Karet

PEMBERIAN STIMULAN ETEFON DENGAN TEKNIK BARK APPLICATION PADA PRODUKSI LATEKS TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis Muell Arg.)

SISTEM EKSPLOITASI OPTIMAL DAN BERKELANJUTAN TANAMAN KARET

PENDAHULUAN. Karet (Heveabrasiliensis) berasal dari benua Amerika dan saat ini. dari USD 1 menjadi USD 1,25 (Palembang Tribun News, 2016) dan Balai

BAB I PENDAHULUAN. petani, sehingga Indonesia dikenal sebagai negara agraris.

PENGARUH PEMBERIAN STIMULAN POLYETHYLENE GLYCOL (PEG) TERHADAP HASIL LATEKS TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis Muell Arg) KLON PB 260 ARTIKEL ILMIAH

Buletin Anatomi dan Fisiologi Volume XXII, Nomor 2, Oktober 2014

TAP INSPEKSI PENDAHULUAN

PEMBERIAN STIMULAN ETEFON DENGAN TEKNIK GROOVE APPLICATION PADA PRODUKSI LATEKS TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis Muell Arg.)

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Karet

PENYAKIT BIDANG SADAP

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGAMATAN PERKEMBANGAN BENIH KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg) KLON PB 260 DENGAN INTERVAL PENGENDALIAN GULMA YANG BERBEDA

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor karet Indonesia selama

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman karet memiliki system perakaran tunggang dan perakaran. tumbuh menyebar secara horizontal yang cukup dalam (Ali, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Sektor Pertanian mampu

VI PEREMAJAAN OPTIMUM KARET RAKYAT

II. TINJAUAN TEORITIS. Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) merupakan tanaman asli dari

PENGGUNAAN STIMULAN SEJAK AWAL PENYADAPAN UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI KLON IRR 39

I. TINJAUAN PUSTAKA. memudahkan dalam identifikasi ilmiah, tanaman karet diklasifikasikan sebagai. : Spermathopyta (tumbuhan berbiji)

BEBERAPA ASPEK PENTING PADA PENYADAPAN PANEL ATAS TANAMAN KARET

KARYA ILMIAH BUDIDAYA KARET

Penyadapan Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Mull-Arg.) di Perkebunan Karet Gurach Batu Estate, Asahan, Sumatera Utara

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Masalah Karet, Peremajaan dan Penanaman Baru Perbanyakan Bahan Tanam melalui Okulasi

Pemupukan Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Menghasilkan di Kebun Sembawa, Sumatera Selatan

II. TINJAUAN PUSTAKA

AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

PENGEMBANGAN DAN APLIKASI TEKNOLOGI PENGENDALIAN PENYAKIT KERING ALUR SADAP (KAS) PADA TANAMAN KARET DI PROPINSI SUMATERA SELATAN

MANAJEMEN PENYADAPAN KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) DI DOLOK MERANGIR ESTATE, PT BRIDGESTONE SUMATRA RUBBER ESTATE, SIMALUNGUN, SUMATERA UTARA

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH KONDISI BATANG BAWAH, KLON BATANG ATAS, DAN WAKTU PELAKSANAAN TERHADAP KEBERHASILAN OKULASI DAN PERTUMBUHAN BIBIT KARET

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pada 2009 (BPS Indonesia, 2009). Volume produksi karet pada 2009 sebesar 2,8

Seleksi Biji untuk Batang Bawah Tanaman Karet Oleh : Elly Sarnis Pukesmawati, SP., MP Widyaiswara Muda Balai Pelatihan Pertanian (BPP) Jambi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang No.12 tahun 1992, pasal 1 ayat 4, benih tanaman yang

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan devisa. PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) adalah satu Badan

UJI PENDAHULUAN PENYADAPAN DENGAN SIRKEL CUTTING SYSTEM MENGGUNAKAN STIMULAN GAS

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PELUANG BISNIS KEBUN KARET

Latar Belakang. meluasnya deforestasi. Di samping itu, lahan juga dapat menjadi kritis karena

JAP PADA TANAMAN KARET

Pengaruh Lama Penyimpanan dan Diameter Stum Mata Tidur terhadap Pertumbuhan Bibit Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.)

PENENTUAN WAKTU PENYADAPAN PADA HASIL LATEKS TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis) Oleh HAMZANWADI NIM

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA FIKIR. Ikatan Geografi Indonesia (IGI) dalam Nursid Sumaatmadja, 1997:11).

Respon Produksi Lateks Dalam Berbagai Waktu aplikasi Pada Klon Karet MetabolismeTinggi Terhadap Pemberian Stimulan Etilen Ekstrak Kulit Pisang

BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan peremajaan, dan penanaman ulang. Namun, petani lebih tertarik BAB II TUJUAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Charloq 1) Hot Setiado 2)

Pengelolaan Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) di Sumatera Utara dengan Aspek Khusus Pembibitan

Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No Vol.5.No.1, Januari 2017 (28):

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH STIMULANSIA ETHREL 10 PA TERHADAP PRODUKSI LATEKS TANAMAN KARET ( Hevea brasilliensis ) PADA KLON RRIC 100 DI PERKEBUNAN KALISANEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. B. Tujuan Penulisan

Representasi teks makro *teks dasar* Ria mahardika

REVISI PROPOSISI MIKRO DAN PROPOSISI MAKRO TEKS DASAR

TINJAUAN PUSTAKA. sebagai berikut : Divisio : Spermatophyta; Subdivisio : Angiospermae; Class :

TEHNIK PENYADAPAN TRADISIONAL PADA TANAMAN KARET DI TAPANULI SELATAN

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. perkebunan, khususnya pada sektor tanaman karet. Penduduk di Desa Negeri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

STUDI KARAKTER FISIOLOGIS DAN SIFAT ALIRAN LATEKS KLON KARET (Hevea brasiliensis Muell Arg.) IRR SERI 300

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sedikitnya telah seabad tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.)

REVISI DAN PROPOSISI MIKRO TEKS DASAR

BAB I PENDAHULUAN. unggul yang telah dihasilkan dibagi menjadi empat generasi, yaitu: Generasi-1 ( ) : Seedling selected

Karya Ilmiah tentang Penanaman Pohon Karet

Penyiapan Bahan Tanam Tanaman Karet

Respon Produksi Lateks Dalam Berbagai Waktu Aplikasi Pada Beberapa Klon Tanaman Karet Terhadap Pemberian Berbagai Sumber Hormon Etilen

PENGHALUSAN TEKS DASAR

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Pokok Bahasan 10: Pengamatan Panen. Tujuan Intruksional Khusus:

POTENSI MODAL PETANI DALAM MELAKUKAN PEREMAJAAN KARET DI KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA SELATAN

SELEKSI GENOTIPE TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis Muell Arg.) DARI HASIL PERSILANGAN TAHUN SEBAGAI PENGHASIL LATEKS DAN KAYU SKRIPSI

KORELASI BOBOT BENIH DENGAN KEJAGURAN BIBIT BATANG BAWAH KARET (Hevea brasilliensis Muell.-Arg.)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

percobaan pemupukan, berdasarkan jumlah dan macam unsur hara yang diangkut hasil panen, berdasarkan ketersediaan unsur hara dalam tanah (analisis

Transkripsi:

SISTEM PENYADAPAN TANAMAN KARET DI SUSUN OLEH: ROBIANTO, SP Latar Belakang Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan yang mempunyai peran cukup penting dalam kegiatan perekonomian Indonesia. Karet juga salah satu komoditi ekspor Indonesia yang cukup penting sebagai penghasil devisa negara di luar minyak dan gas. Permasalahan utama perkaretan Indonesia saat ini adalah masih rendahnya tingkat produktivitas karet rata-rata indonesia jika dibandingkan dengan negara pesaing utama, seperti Malaysia dan Thailand. Pada awal dekade 1990-an produktivitas karet rata-rata Indonesia hanya berkisar 500 kg/ha/tahun, jauh dibawah produktivitas karet Malaysia dengan 1 000 kg/ha/tahun dan Thailand 750 kg/ha/tahun (Setiawan dan Andoko 2008), sedangkan pada tahun 2010 tingkat produktivitas karet Indonesia sebesar 986 kg/ha/tahun, Malaysia 1 100 kg/ha/tahun, dan Thailand 1 600 kg/ha/tahun (Boerhendhy dan Amypalupy 2010). Salah satu faktor penting yang menyebabkan rendahnya produktivitas karet Indonesia adalah masih rendahnya mutu penyadapan, terutama penerapan teknik penyadapan yang tidak sesuai dengan aturan-aturan tertentu dan prinsip-prinsip yang benar. Misalnya : kedalaman sadapan yang tidak sesuai anjuran, terlalu dangkal dan terlalu dalam hingga melukai kambium, konsumsi kulit sadapan yang terlalu boros (lebih dari 2 mm), dan waktu penyadapan yang terlalu siang, serta efek penggunaan stimulansia berlebihan yang disertai penyadapan yang terlalu tinggi sehingga memicu terjadi penyakit kekeringan alur sadap (KAS) pada tanaman karet. Teknik penyadapan menjadi penting karena sangat berkaitan dengan umur ekonomis tanaman, produktivitas, produksi dan kualitas lateks yang dihasilkan (Setiawan dan Andoko 2008) Dalam upaya menggali potensi dan meningkatkan produksi, pelaksanaan eksploitasi produksi (penyadapan) merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan. Penyadapan karet merupakan sistem pengambilan lateks yang mengikuti aturan-aturan tertentu dengan tujuan untuk memperoleh produksi yang tinggi, secara ekonomis menguntungkan dan berkesinambungan dengan memperhatikan kesehatan tanaman sehingga kesalahan-kesalahan dalam penyadapan harus dihindari agar diperoleh produktivitas dan produksi karet yang optimal (Setyamidjaja 1993). Produktivitas berkesinambungan dapat dicapai apabila sistem penyadapan yang dilakukan mengikuti aturan-aturan tertentu dan prinsip-prinsip yang benar. Misalnya: waktu penyadapan harus dilakukan sepagi mungkin (05.00-08.00) saat tekanan turgor masih tinggi, kedalaman irisan sadapan yang sesuai dengan anjuran, yakni 1-1.5 dari lapisan kambium, konsumsi kulit sadapan 1.5-2 mm, dan penggunaaan stimulansia yang sesuai dengan dosis anjuran 0.5-1 g/pohon (Setiawan dan Andoko 2008). Karena itu, penerapan sistem sadap memerlukan suatu mekanisme panen dimana faktor frekuensi, panjang alur sadap, arah sadapan, kedalaman sadap, aplikasi stimulan atau perubahan-perubahannya diformulasikan sehingga dapat diterapkan secermat mungkin di lapangan serta dilakukan pengawasan sadapan yang bertujuan menghindari terjadinya kesalahan penyadapan.

Sistem Penyadapan Tanaman Karet Menurut Setiawan dan Andoko penyadapan adalah kegiatan pemutusan atau pelukaan lateks di kulit pohon, sehingga dari luka tersebut akan keluar lateks. Pembuluh lateks yang terputus atau terluka tersebut akan pulih kembali seiring dengan berjalannya waktu, sehingga jika dilakukan penyadapan untuk kedua kalinya tetap akan mengeluarkan lateks. Sedangkan TPSS (2011) menyatakan penyadapan merupakan sistem pengambilan lateks yang mengikuti aturan-aturan tertentu dengan tujuan untuk memperoleh produksi yang tinggi secara ekonomis menguntungkan dan berkesinambungan dengan tetap memperhatikan kesehatan tanaman. Kesiapan atau kematangan pohon karet yang akan disadap harus diketahui sebelum dilakukan penyadapan. Cara menentukan kesiapan atau kematangannya adalah dengan melihat umur dan lilit batangnya. Kebun karet memiliki tingkat pertumbuhan normal siap disadap pada umur lima tahun dengan masa produksi selama 25-35 tahun. Kriteria umur belum cukup untuk menentukan kematangan sadap pada tanaman karet. Hal ini disebabkan di lingkungan dan kecepatan pertumbuhan yang tidak sama, tanaman karet mungkin belum siap disadap. Pengukuran lilit batang merupakan cara yang dianggap paling tepat untuk menentukan matang sadap pada tanaman karet. Pohon karet siap disadap adalah ketika lilit batang sudah mencapai 45 cm diukur 100 cm dari pertautan okulasi. Tanaman dengan dengan lilit batang 45 cm biasanya telah memiliki kulit batang dengan ketebalan 7 mm (Setiawan dan Andoko 2008). Prinsip-Prinsip Penyadapan Menurut Setiawan dan Andoko (2008) pada dasarnya penyadapan adalah kegiatan pemutusan atau pelukaan pembuluh lateks di kulit pohon, sehingga dari luka tersebut akan keluar lateks. Pembuluh lateks yang terputus atau terluka tersebut akan pulih kembali seiring dengan berjalannya waktu, sehingga jika dilakukan penyadapan untuk kedua kalinya tetap akan mengeluarkan lateks. Menurut Balai Penelitian Perkebunan Sembawa (1982) penyadapan yang salah menyebabkan pembentukan kulit akan terganggu, batang benjolbenjol, dan cadangan kulit habis. Dalam penyadapan juga harus memperhatikan komposisi umur tanaman yang tepat agar dihasilkan produksi karet yang optimal Waktu Penyadapan Penyadapan harus dilakukan sepagi mungkin. Hal ini dimaksudkan agar diperoleh hasil lateks yang tinggi karena bila penyadapan dilakukan pag-pagi, turgor pembuluh lateks masih tinggi dan keluarnya lateks dari pembuluh yang terpotong berlangsung dengan aliran yang kuat. Dalam keadaan normal waktu penyadapan berlangsung dari jam 05.30/06.30 sampai sekitar pukul 09.00/10.00 (Setyamidjaja 1993). Frekuensi Penyadapan Frekuensi penyadapan adalah selisih waktu penyadapan yang dinyatakan dalam satuan waktu hari (d = day), minggu (w = week), bulan (m= month), dan tahun (y = year). Kegiatan penyadapan yang dilakukan setiap hari dinyatakan dengan d/1, dua hari sekali dinyatakan dengan d/2, tiga hari sekali dengan d/3 (Setiawan dan Andoko 2008).

Konsumsi Kulit Sadapan Konsumsi kulit merupakan tebalnya kulit tanaman karet yang diiris pada kegiatan penyadapan. Pengirisan kulit tidak perlu tebal karena pemborosan dalam pengirisan kulit berarti akan mempercepat habisnya kulit batang karet yang produktif sehingga masa produksinya menjadi singkat. Ketebalan irisan yang dianjurkan adalah 1,5-2 mm. Konsumsi kulit per bulan atau per tahun ditentukan oleh rumus sadap yang digunakan. Contoh rumus sadap : S/2, d/2/, 100%. Maksudnya adalah penyadapan pada setengah lingkaran batang dua hari sekali dengan intensitas 100 %. Dengan rumus tersebut berarti setiap bulan kulit yang tersadap adalah 2.5 cm, 10 cm/4 bulan, atau 30 cm/tahun (Setiawan dan Andoko 2008). Kedalaman Sadapan Kedalaman sadap berpengaruh pada banyaknya kulit yang dikonsumsi pada saat penyadapan dan berpengaruh pada jumlah berkas pembuluh lateks yang terpotong. Semakin dalam irisannya, semakin banyak berkas pembuluh lateks yang terpotong. Ketebalan kulit hingga 7 mm dari lapisan kambium memiliki pembuluh lateks terbanyak. Oleh sebab itu, sebaiknya penyadapan dilakukan sedalam mungkin, tetapi jangan sampai menyentuh lapisan kambiumnya. Kedalaman irisan yang dianjurkan adalah 1-1,5 mm dari lapisan kambium. Bagian ini harus disisakan untuk menutupi lapisan kambium. Jika dalam penyadapan lapisan kambium tersentuh maka kulit pulihan akan rusak dan nantinya berpengaruh pada produksi lateks (Penebar Swadaya 2011). Kedalaman sadap yang tidak sesuai (lebih dalam) dari yang dianjurkan menyebabkan semakin tipisnya kulit yang tersisa dan semakin besar resiko luka kayu yang akan mengakibatkan semakin tipisnya kulit pulihan yang terbentuk sehingga menyulitkan dalam kegiatan penyadapan selanjutnya (Kiswara 2007). Kekeringan Alur Sadap (KAS) Gangguan kering alur sadap ini merupakan salah satu penyebab yang dapat mengurangi tingkat produksi karet. Kering alur sadap (KAS) merupakan penyakit fisiologis yang relatif terselubung karena kulit/batang tanaman karet yang disadap tidak mengeluarkan lateks secara normal ketika disadap. Menurut Sumarmadji (2001) KAS disebabkan karena karena tanaman disadap dengan intensitas tinggi (over eksploitasi) ataupun pemberian stimulansia yang berlebihan tanpa disertai pemupukan. Tanaman yang berumur lebih tua sering dilaporkan mengalam KAS lebih tinggi dikarenakan adanya interaksi dengan tingkat eksploitasi yang lebih tinggi. Tenaga Kerja Sadap Menurut Siregar (1995) dalam penyadapan tanaman karet, faktor pengelolaan tenaga kerja dinilai tidak kalah penting dengan aspek teknis lainnya. Karena itu, penyadapan tanaman karet sering juga diidentifikasi sebagai suatu kebijaksanaan panen yang merupakan perpaduan antara aspek teknis agronomi dan pengelolaan tenaga. Kesinambungan produksi misalnya, sangat dipengaruhi oleh perilaku penyadap terhadap hancanya. Turun-naiknya produksi juga ditentukan oleh baik tidaknya penyadap dalam melakukan tugas, misalnya penyadapan dilakukan di luar sistem yang telah ditetapkan. Menurut Harahap (2001) terdapat banyak hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan hasil (produktivitas) lateks yang diperoleh. Di samping tenaga kerja dan pengorganisasian karyawan yang tepat, teknik dan cara penyadapan yang benar juga akan sangat mempengaruhi hasil yang diperoleh.

Menurut Asim (2012) menyatakan bahwa pada kemandoran II terdapat perbedaan nyata hasil uji t-student pada taraf 5%, penyadap yang berusia < 30 tahun menghasilkan produksi lebih tinggi dari pada penyadap yang berusia 30 tahun. Usia penyadap mempengaruhi produksi yang dihasilkan oleh penyadap pada kemandoran II. Kemudian penyadap yang mempunyai pengalaman 7 tahun lebih tinggi hasil produksinya dibandingkan penyadap yang mempunyai pengalaman < 7 tahun. Berdasarkan data yang diperoleh pada kemandoran II dapat disimpulkan bahwa pengalaman mempengaruhi produksi lateks yang dihasilkan penyadap. Kelas penyadap juga mempengaruhi hasil lateks yang dihasilkan oleh penyadap. Ratarata produksi lateks kelas sadap B adalah 21.56 liter/hari sedangakan rata-rata kelas sadap C adalah 14.00 liter/hari. Perbedaaan hasil lateks yang diperoleh kelas penyadap B dan kelas penyadap C disebabkan oleh perbedaan pengalaman dan keterampilan penyadap (Ismail 2012). Penggunaan Stimulansia Stimulansia merupakan zat pengatur tumbuh yang digunakan untuk merangsang keluarnya lateks pada tanaman karet dan biasanya berbahan aktif ethepon. Menurut Karyudi dan Lukman (1985) ethepon sangat efektif sebagai stimulan karena memiliki peranan dalam meningkatkan tekanan turgor dan elastisitas dinding sel serta dapat menunda terjadinya penyumbatan pembuluh lateks sehingga dapat memperpanjang masa aliran lateks.cara kerja ethepon yaitu ethepon melepaskan gas etilen ke dalam jaringan kulit tanaman yang berfungsi sebagai agen anti penyumbatan pembuluh lateks, menstabilkan lutoid, dengan jalan meningkatkan permeabilitas membrannya, memperpanjang waktu pengaliran lateks dengan menunda terbentuknya sumbat pada pembuluh-pembuluh lateks dan memperluas drainase lateks. Menurut Setiawan dan Andoko (2008) produksi lateks tanaman karet dapat ditingkatkan dengan menggunakan stimulan atau zat perangsang tertentu. Pemberian stimulan tanpa menurunkan intensitas sadapan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, terutama tanaman yang masih muda. Oleh karena itu, tanaman karet hanya bisa ditingkatkan produksinya dengan stimulan jika telah berumur lebih dari 15 tahun atau 10 tahun jika disadap dengan intensitas rendah (s/2, 4/4, 50 % atau s/2, d/3, 67%). Bahan perangsang yang biasa dipakai untuk perangsangan dengan cara oles adalah stimulan berbahan aktif ethepon dengan merek dagang Ethrel, ELS, dan Cepha.

DAFTAR PUSTAKA Balai Penelitian Perkebunan Sembawa. 1982. Penyadapan Tanaman Karet. Departemen Pertanian. Palembang (ID) : Tirta Yasa. Boerhendhy, I dan K. Amypalupy. 2010. Optimalisasi Produktivitas Karet Melalui Penggunaan Bahan Tanam, Pemeliharaan, Siitem Eksploitasi, dan Peremajaan Tanaman. http//www.pustaka.litbang.deptan.go.id. [12 Januari 2013]. Harahap. I. H. 2001. Pengelolaan Tanaman Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) Dengan Aspek Khusus Penyadapan Di Kebun Kedaton PT PN VII Persero Lampung Selatan Lampung [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Ismail, M. 2012. Penyadapan Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Di Kebun Sumber Tengah PT Perkebunan Nusantara X11, Jember, Jawa Timur [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Karyudi, T. H.S. Siregar dan Lukman. 1985. Evaluasi penggunaan stimulan ethepon di perkebunan karet. Warta Perkaretan. 13:25-30. Setiawan, D.H. dan A. Andoko. 2008. Petunjuk Lengkap Budi Daya Karet. Edisi ke-8. Jakarta : PT Agromedia Pustaka. Setyamidjaja, D. 1993. Karet : Budi Daya dan Pengolahan. Jakarta : CV Yasaguna. Siregar, T. H. S. 1995. Teknik Penyadapan Karet. Jakarta (ID) : Kanisius Sumarmadji. 2001. Pengendalian kering alur sadap dan nekrosis pada kulit tanaman karet. Warta Pusat Penelitian karet. 20 (1-3): hal 76-78. Kiswara, A.P. 2007. Sistem Produksi Tanaman Karet Berdasarkan Komposisi Umur Tanaman di PT. Sentosa Mulia Bahagia, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan [skripsi]. Bogor [ID] : Institut Pertanian Bogor. TPPS. 2011. Panduan Lengkap Karet. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya.