Kata Kunci :Kulit, Daun, Mangrove (Rhizophoramucronata), Pewarna, Batik.

dokumen-dokumen yang mirip
LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN DAN APLIKASI ZAT WARNA ALAMI DARI BUAH MANGROVE JENIS Rhizophora stylosa

KEWIRAUSAHAAN (Kode : G-02)

PENGARUH FIKSASI TERHADAP KETUAAN WARNA DENGAN MENGGUNAKAN PEWARNA ALAMI BATIK DARI LIMBAH MANGROVE

Majalah INFO ISSN : Edisi XV, Nomor 1, Pebruari 2013

TEKNIK EKSPLORASI ZAT PEWARNA ALAM DARI TANAMAN DI SEKITAR KITA UNTUK PENCELUPAN BAHAN TEKSTIL Noor Fitrihana,ST Jurusan PKK FT UNY

PENGARUH JENIS FIKSATIF TERHADAP KETUAAN DAN KETAHANAN LUNTUR KAIN MORI BATIK HASIL PEWARNAAN LIMBAH TEH HIJAU

Bayu Wirawan D. S. 1, Hazbi As Siddiqi 2. Dosen Program Studi Teknik Batik, Politeknik Pusmanu

PENDAHULUAN Batik merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang saat ini telah berkembang pesat, baik lokasi penyebaran, teknologi maupun desainnya.

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Zat Warna Alami dari Buah Mangrove Spesies Rhizophora stylosa sebagai Pewarna Batik dalam Skala Pilot Plan

Pengaruh Konsentrasi dan Jenis Bahan Fiksasi dalam Pemanfaatan Daun Jati (Tectona grandis Linn.f ) sebagai Bahan Pewarna Alami Batik

Titiek Pujilestari dan Irfa ina Rohana Salma Balai Besar Kerajinan dan Batik, Jl. Kusumanegara No.7 Yogyakarta

Titiek Pujilestari Balai Besar Kerajinan dan Batik, Jl. Kusumanegara No.7 Yogyakarta

Dosen Program Studi Teknik Batik Politeknik Pusmanu Pekalongan 2) Program Studi D3 Teknik Batik Politeknik Pusmanu Pekalongan

APLIKASI PEWARNAAN BAHAN ALAM MANGROVE UNTUK BAHAN BATIK SEBAGAI DIVERSIFIKASI USAHA DI DESA BINAAN KABUPATEN SEMARANG

PENGARUH EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAM DAN FIKSASI TERHADAP KETAHANAN LUNTUR WARNA PADA KAIN BATIK KATUN

ALAT PENGERING BERKABUT UNTUK MENGHASILKAN ZAT WARNA ALAMI DARI KULIT KAYU MAHONI, JAMBAL, DAN TINGI GUNA MENGGANTIKAN SEBAGIAN WARNA SINTETIK BATIK

Dian Ramadhania, Kasmudjo, Panji Probo S. Bagian Teknologi Hasil Hutan,Fakultas Kehutanan, UGM Jl. Agro No : 1 Bulaksumur Yogyakarta.

PEMANFAATAN EKSTRAK WARNA DAUN ALPUKAT SEBAGAI ZAT PEWARNA ALAM (ZPA) TEKSTIL PADA KAIN SUTERA


PENGARUH EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAM DAN FIKSASI TERHADAP KETAHANAN LUNTUR WARNA PADA KAIN BATIK KATUN

BAB IV KAJIAN KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA TEKSTIL

PENGARUH FIKSATOR PADA EKSTRAK AKAR MENGKUDU TERHADAP PEWARNAAN JUMPUTAN

KUESIONER PENELITIAN. tanda silang (X) pada salah satu jawaban yang Bapak/Ibu/Saudara anggap benar.

SENI KERAJINAN BATIK TEKNIK/PROSES MEMBATIK. Oleh: ISMADI PEND. SENI KERAJINAN JUR. PEND. SENI RUPA FBS UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

SENI KERAJINAN BATIK. Oleh : Ismadi Pendidikan Seni Kerajinan Jur. Pend. Seni Rupa FBS UNY

PENGARUH BAHAN FIKSASI TERHADAP INTENSITAS WARNA DAN KETAHANAN LUNTUR PEWARNAAN KULIT CRUST IKAN PARI DENGAN PEWARNA SECANG (Caesalpinia sappan L)

PENGEMBANGAN PROPAGUL KERING TANAMAN BAKAU (Rhizophora spp.) SEBAGAI PEWARNA ALAM DENGAN TEKNIK CELUP RINTANG

Jurusan Teknologi Industri Pertanian-Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Jl. Veteran-Malang *

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Tinjauan Pustaka. Nama daerah :tahi kotok (Sunda), kenikir (Jawa)

PEMANFAATAN LIMBAH SERBUK KAYU MAHONI SEBAGAI PEWARNA ALAMI BATIK

Agus Haerudin, Dana Kurnia Syabana, Dwi Wiji Lestari Balai Besar Kerajinan dan Batik Jl. Kusumanegara No. 7 Yogyakarta

2014 EKSPERIMEN WARNA ALAM MANGGA ARUMANIS, MANGGA GEDONG GINCU DAN MANGGA SIMANALAGI SEBAGAI PEWARNA KAIN SUTERA

KUALITAS PEWARNAN BATIK YANG DIHASILKAN DARI PERBEDAAN KONSENTRASI dan BAHAN FIKASI BAHAN PEWARNA DAUN MANGGA ARUM MANIS (Mangifera Indica LINN)

ZAT WARNA BEJANA/INDHANTHREN UNTUK PEWARNAAN BATIK

PEMANFAATAN LIMBAH DAUN MANGGA SEBAGAI PEWARNA ALAM PADA KAIN KATUN DAN SUTERA

APLIKASI ZAT WARNA ALAM PADA TENUNAN SERAT DOYO UNTUK PRODUK KERAJINAN Application Natural Dyestuff On Woven Fibers Doyo For Handicraft Product

Emy Budiastuti dan Kapti Asiatun ( Dosen Jurusan Pendidikan Teknik Boga dan Busana FT UNY)

UJI COBA PENGGUNAAN DAUN SIRIH GADING SEBAGAI BAHAN PEWARNA ALAMI PADA KAIN KATUN

PENGEMBANGAN TEKNIK PEWARNAAN ALAMI PADA KERAJINAN SERAT ALAMI DI CV BHUMI CIPTA MANDIRI SENTOLO, KULON PROGO, YOGYAKARTA

Yudi Satria dan Dwi Suheryanto Balai Besar Kerajinan dan Batik, Jl. Kusumanegara no. 7, Indonesia,

Pemanfaatan buah cengkeh untuk pewarna kain PEMANFAATAN BUAH CENGKEH UNTUK PEWARNA KAIN

BAB I PENDAHULUAN. Warna memiliki peranan dan fungsi penting dalam kehidupan yang dapat

Dwi Wiji Lestari dan Yudi Satria Balai Besar Kerajinan dan Batik

BAB II METODE PERANCANGAN. A. Analisis Permasalahan. diperlukan analisis pada permasalahan tersebut ; analisa yang pertama diperoleh

PEMANFAATAN DAUN INDIGOFERA SEBAGAI PEWARNA ALAMI BATIK

BAB II METODE PERANCANGAN

Ahmad Kamil 1), Arfan Bakhtiar 2), Sriyanto 3)

BAB II METODE PERANCANGAN. A. Analisis Permasalahan. harus diselesaikan dalam proyek perancangan karya tekstil dengan eksplorasi eco

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adalah salah satu tekstil tradisi yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi

LAPORAN TUGAS AKHIR. PENGAMBILAN ZAT WARNA ALAMI DARI KULIT KAYU POHON MANGGA (Mangifera indica L.)

PENGARUH BAHAN FIKSASI TERHADAP KETAHANAN LUNTUR DAN INTENSITAS WARNA KAIN MORI BATIK HASIL PEWARNAAN DAUN ALPUKAT (PERSEA AMERICANA MILL

e-journal. Volume 03 Nomor 02 Tahun 2014, Edisi Yudisium Periode Mei 2014, Hal 65-70

LAPORAN KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI LIMBAH ALUMUNIUM FOIL

PERBANDINGAN ZAT PEWARNA EKSTRAK DAUN DAN SERASAH TENGKAWANG

ANALISIS CITRA PEWARNA ALAMI DARI EKSTRAK KULIT BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus)

Uji Coba Pewarna Alami Campuran Buah Secang dan Daun Mangga pada Kain Katun Prima

BAB VI REAKSI KIMIA. Reaksi Kimia. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas IX 67

NO HARI PERTEMUAN WAKTU PELAJARAN MATERI CATATAN

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia (Sunu, 2001). seperti Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat,

PENGARUH FREKUENSI CELUPAN TERHADAP HASIL JADI PEWARNAAN BATIK DENGAN DAUN LAMTORO PADA KAIN KATUN

LAPORAN TUGAS AKHIR. Disusun Oleh : 1. Lita Indriyani (I ) 2. Widak Asrianing (I )

Pengaruh Bahan Fiksasi Terhadap Ketahanan Luntur dan Intensitas Warna Kain Mori Batik Hasil Pewarnaan Daun Alpukat (Persea americana Mill.

MODUL X FOTOSINTESIS

MATERI-10 Evaluasi Kesuburan Tanah

MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

Ekstraksi Zat Warna dari Kulit Kayu Galam (Melaleuca leucadendron Linn) dan Evaluasi dalam Pewarnaan Kain Satin

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

PENGOLAHAN UMBI GANYONG

Kata kunci: Kulit buah siwalan, Zat warna alam, Pre-mordating, Kain katun. ISBN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. di segala sektor, salah satunya di sektor industri. Pembangunan di sektor

PENGGUNAAN MANGROVE UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN EKONOMI RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pemanfaatan Potensi Alam Sebagai Bahan Produk di Kelurahan Ciptomulyo Kota Malang

KAJIAN KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA TEKSTIL SKRIPSI

Pengendalian Laju Korosi pada Baja API 5L Grade B N Menggunakan Ekstrak Daun Gambir (Uncaria gambir Roxb)

PENGARUH KONSENTRASI TAWAS TERHADAP PEWARNAAN KAIN MENGGUNAKAN EKSTRAK KULIT BAWANG MERAH

Ekstraksi Tannin dari Daun Sirsak (Annona muricata L.) sebagai Pewarna Alami Tekstil

Pemanfaatan Bagian Cabang dan Pucuk Cabang Dalbergia latifolia sebagai Pewarna Alami Kain Batik

LATIHAN SOAL ULANGAN HARIAN

FIKSASI GARAM SCARLET R PADA PEWARNAAN KAIN SONGKET PALEMBANG BERBASIS ZAT WARNA ALAM DAUN HENNA

DESAIN EKSPERIMEN PEWARNA ALAM BATIK PROPAGUL MANGROVE DENGAN TINGKAT KETAHANAN LUNTUR WARNA YANG BAIK DENGAN BANTUAN ZAT FIKSATIF TAWAS

Diterima: 19 Oktober 2016, revisi akhir: 8 Desember 2016 dan disetujui untuk diterbitkan: 10 Desember 2016

ABSTRAK PEMANFAATAN LIMBAH KULIT PISANG SEBAGAI BAHAN OLAHAN KRIPIK DAN KUE DONAT DI DESA BATU MERAH KOTA AMBON

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari - Februari 2014 bertempat di

BAB III METODE PENELITIAN

BATIK DARI INDONESIA

PENCELUPAN PADA KAIN SUTERA MENGGUNAKAN ZAT WARNA URANG ARING (ECLIPTA ALBA) DENGAN FIKSATOR TAWAS, TUNJUNG DAN KAPUR TOHOR

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah

Titiek Pujilestari, Farida, Endang Pristiwati, Vivin Atika, Agus Haerudin Balai Besar Kerajinan dan Batik

POTENSI DAUN KETAPANG, DAUN MAHONI DAN BUNGA KECOMBRANG SEBAGAI ALTERNATIF PEWARNAAN KAIN BATIK YANG RAMAH LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

TEKNIK PENGOLAHAN ZAT WARNA ALAM (ZPA) UNTUK PEWARNAAN BATIK

LAPORAN TUGAS AKHIR PENGAMBILAN ZAT WARNA ALAMI DARI KULIT KAYU TINGI (Ceriops candolleana)

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin tinggi dan peningkatan jumlah industri di Indonesia.

PENGARUH GARAM TERHADAP HASIL PENCELUPAN BAHAN SUTERA DENGAN EKSTRAK KULIT POHON MAHONI DERISA

IMPLEMENTASI EKO-EFISIENSI PADA INDUSTRI BATIK CAP YANG MELAKUKAN PROSES PENCELUPAN PADDING

BAB III METODE PENELITIAN. Berdasarkan prosedur analisa besi, baik secara kualitatif maupun. kuantitatif, maka yang menjadi kerangka konsep adalah:

I. PENDAHULUAN. Telur merupakan sumber protein hewani yang baik, murah dan mudah

Transkripsi:

PEMANFAATAN LIMBAH DAUN DAN KULIT MANGROVE (Rhizophora mucronata) SEBAGAI BAHAN PEWARNA ALAMI PADA KAIN BATIK DI PESISIR SEMARANG Utilization Leaf and Mangrove Bark (Rhizophora mucronata) For Natural Dye on Batik Arini Hidayati D.P 1)*, Delianis Pringgenies 2), Dian Wijayanto 3) 1. Magister Manajemen Sumberdaya Pantai, Universitas Diponegoro, Semarang. 2. Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, Semarang 50275. 3. Pemanfaatan Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro. *Email: arinidiahpratiwi@gmail.com ABSTRAK Daun dan kulit mangrove mengandung senyawa tanin yang berpotensi sebagai bahan pewarna alam. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tingkat kesukaan konsumen danpersepsihargapantaskain batik yang menggunakan pewarna alami dari daun dan kulit pohon mangrove. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kain batik yang dihasilkan dari daun mangrove dengan bahan fiksasi kapur (DY) mempunyai nilai tertinggi untuk tingkat kesukaan konsumen sebanyak 46,67%, sedangkan untuk tingkat konsumen sangat suka sebanyak 23,33%. Sampel KX (Kulit dengan fiksasi tawas) sebanyak 40% tingkat kesukaan konsumen, sedangkan sebanyak 23,33% tingkat konsumen sangat suka. Pada sampel DZ (Daun dengan fiksasi tunjung) menunjukkan ada sebanyak 40% tingkat kesukaan konsumen, sedangkan untuk tingkat konsumen sangat suka sebanyak 16,67%. Sampel KY (kulit dengan fiksasi kapur) menunjukkan ada sebanyak 33,33% tingkat kesukaan konsumen, sedangkan untuk tingkat konsumen sangat suka sebanyak 20%. Sampel KZ (Kulit dengan fiksasi tunjung) menunjukkan ada sebanyak 40% tingkat kesukaan konsumen, sedangkan untuk tingkat konsumen sangat suka sebanyak 16,67%. Sampel KY (kulit untuk tingkat konsumen sangat suka sebanyak 16,67%. Sampel KY (kulit dengan fiksasi kapur) menunjukkan ad asebanyak 33,33% tingkat kesukaan konsumen, sedangkan untuk tingkat konsumen sangat suka sebanyak 20%. Sampel KZ (Kulit dengan fiksasi tunjung) ad asebanyak 30% menunjukkan tingkat kesukaan konsumen, sedangkan sebanyak 16,67% menunjukkan tingkat konsumen sangat suka. Sampel yang terahir yaitu DX (Daun dengan fiksasi tawas) menunjukkan bahwa tingkat kesukaan konsumen sebanyak 40%, sedangkan sebanyak 10% menunjukkan konsumen sangat suka. Sementara dari persepsi harga menunjukkan bahwa harga pantas untuk kain batik dengan pewarna alami dari limbah mangrove sebesar Rp. 250.000,- per 2 x 1,1 m penentuan harga ini didasarkan pada produk competitor dengan kualitas warna kain batik yang dihasilkan hamper sama. Kata Kunci :Kulit, Daun, Mangrove (Rhizophoramucronata), Pewarna, Batik. PENDAHULUAN Mangrove (Rhizophora mucronata) selain mempunyai nilai ekologis juga mempunyai nilai ekonomis, pemanfaatan bagian tumbuhan seperti daun, buah, kulit, batang mangrove

telah banyak dikembangkan diantaranya seperti obat dalam kasus hematuria (pendarahan pada air seni), sirup dan keripik dari buah mangrove, minyak essensial dari daun sebagai penangkal nyamuk malaria (Yogananth, 2015) dan ekstrak bagian tumbuhan mangrove sebagai zat pewarna alami (Punrattanasin et al. 2013). Senyawa tannin yang terkandung pada mangrove berpotensi sebagai pewarna alami pada kain batik (Delianis dkk, 2012). Pewarna alami sangat berpotensi dikembangkan, karena sifatnya biodegradable, kandungan toksin dan zat yang dapat menyebabkan alergi rendah, ramah lingkungan (Mongkholrattanasit et al. 2010) serta tidak bersifat karsinogenik sebagaimana senyawa sintetis. Penggunaan pewarna alami sangat luas pemanfaatannya pada bidang industri, seperti industri batik di Indonesia. Batik merupakan salah satu produk unggulan Indonesia yang mempunyai nilai etnis yang tinggi. Berkembangnya industri batik di Indonesia selain mempunyai sisi positif dari segi ekonomi, juga mempunyai sisi negatif yaitu limbah zat pewarna kain batik yang menyebabkan pencemaran lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penggunaan pewarna alami dari ekstrak pigmen kulit dan daun mangrove terhadap tingkat penerimaan konsumen dan persepsi harga dari kain batik yang dihasilkan. Diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan manfaat yang luas seperti peningkatan kualitas lingkungan karena kulit dan daun mangrove yang digunakan yang terjatuh dari pohonnya, penggunaan pewarna alami yang mempunyai sifat biodegradable dari limbah yang dihasilkan serta peningkatan ekonomi masyarakat atau stakeholder kain batik. BAHAN DANMETODE Materi Bahan yang digunakan sebagai pewarna diekstrak dari kulit dan daun mangrove yang terjatuh dan masing-masing dipotong menjadi ukuran ±2 cm. Pembuatan Ekstrak Pewarna Alami Proses pembuatan ekstrak pewarna alami mengacu pada Delianis dkk (2012) dan telah dilakukan modifikasi. Sebanyak 1 kg hasil potongan direbus dengan air dengan perbandingan bahan : air (1:5), rebus hingga volume menjadi setengahnya. Hasil rebusan disaring dengan alat penyaring. Larutan ekstrak hasil penyaringan disebut larutan zat warna alami yang selanjutnya dapat diaplikasikan pada pembuatan batik. Pembuatan Batik Proses pembuatan batik tulis meliputi pembuatan pola, melukis dengan malam atau lilin menggunakan canting dengan mengikuti pola yang telah dibuat diawal, mencelupkan

batik yang telah dilukis ke dalam larutan zat warna alam yang berasal dari daun (D) dan kulit (K) selama 5 menit kemudian dikeringkan tidak boleh terkena langsung sinar matahari, diulang sampai ± 14 kali sampai didapatkan kain dengan warna yang diinginkan. Setelah direndam dalam larutan zat warna alami kemudian batik dimasukkan ke dalam larutan fixer yang terdiri dari tawas (Al 2 (SO 4 ) 3 ) (X), kapur (CaCO 3 ) (Y), dan tunjung (FeSO4) (Z) selama 5 menit kemudian kain dijemur dengan dikeringkan dan dianginkan. Kain yang telah difiksasi tersebut direbus dengan air panas dengan suhu 90 0 C selama 5 menit, proses ini disebut penglorotan dengan tujuan untuk menghilangkan malam atau lilin. Proses terakhir yaitu pencucian dengan air bersih dan dikeringanginkan selama ±2 Jam. Pembuatan Larutan Fixer Bahan yang terdiri dari (Al2(SO4)3) (X), kapur (CaCO3) (Y), dan tunjung (FeSO4) (Z) sebanyak 50 g dilarutkan dalam 1 L air, biarkan mengendap dan ambil larutan beningnya. Analisa Tingkat Penerimaan Konsumen Kain batik yang telah dihasilkan kemudian diujicobakan kepada 30 orang responden sebagai konsumen batik dengan cara snowball sampling menggunakan kuesioner. Analisa tingkat penerimaan konsumen dimaksudkan untuk memperoleh kualitas warna kain baik dan persepsi harga yang pantas dari kain batik yang dihasilkan. Data yang dihasilkan dianalisa secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat PenerimaanKonsumen Kualitas warna kain batik yang dihasilkan disajikan pada Tabel 1. Masing-masing kain batik yang dihasilkan mempunyai penilaian yang berbeda, hal ini disebabkan karena kandungan zat warna alami yang dihasilkan dari daun dan kulit mempunyai komposisi pigmen yang berbeda-beda. Disamping itu bahan pengunci (fixer) juga mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Hasil penilaian pada sampel DX menunjukkan bahwa sebanyak 40% responden netral dan suka terhadap kain batik yang dihasilkan. Karakteristik kain yang dihasilkan pada daun yang difiksasi dengan tawas berwarna coklat sedikit pucat. Sampel DY, sebanyak 46,67% responden menyukai warna kain batik yang dihasilkan. Karakteristik warna sampel DY yaitu daun yang difiksasi dengan kapur menghasilkan warna coklat yang terangdan tidak terlalu pucat. Sedangkan pada sampel DZ yaitu daun yang difiksasi dengan tunjung sebanyak 40% responden menyukai warna kain yang dihasilkan dengan karakteristik warna coklat tua atau pekat dan lebih gelap jika dibandingkan dengan DX dan DY. Perbedaan warna yangdihasilkan dipengaruhi oleh komponen zat warna alami

pada daun mangrove dan jenis larutan penguncinya (fixer). Sampel yang difiksasi dengan tawas (DX) dan kapur (DY) menunjukkan warna yang lebih cerah jika dibandingkan dengan sampel yang difiksasi dengan tunjung (DZ), hal ini disebabkan karena reaksi antara tannin dengan logam Fe 2+ menghasilkan garam kompleks (ferro tanat) membentuk warna coklat tua. Hasil penelitian Kristijanto dan Soetjipto (2013), kain mori yang difiksasi dengan tunjung memberikan warna yang paling tua yaitu coklat kehijauan jika dibandingkan dengan kain mori yang difiksasi dengan tawas dan kapur. No Tabel 1. Penilaian Responden terhadap Warna Kain Batik Yang Dihasilkan Sampel 1 (Sangat tidak suka) Penilaian (%) 2 3 (Tidak (Netral) suka) 4 (Suka) 5 (Sangat Suka) 1. DX 3,33 % 6,67 % 40 % 40 % 10 % 2. DY 3,33 % 13,33 % 13,33 % 46,67 % 23,33 % 3. DZ 6,67 % 10 % 26.67 % 40 % 16,67 %

4. KX 6,67 % 13,33 % 16,67 % 40 % 23,33 % 5 KY 16,67 % 23,33 % 6,67 % 33,33 % 20 % 6. KZ 10 % 23,33 % 20 % 30 % 16,67% Keterangan: Nilai berdasarkan hasil penilaian dari 30 responden. Selanjutnya kain batik yang dihasilkan dari pewarnaan kulit dan beberapa zat fixer menunjukkan hasil yang berbeda. Sampel KX, KY dan KZ berturut-turut disukai sebanyak 40%, 33,33% dan 30% responden. Dengan karakteristik warna kain yang dihasilkan warna terlihat pudar untuk KX; warna sedikit terang (coklat muda) untuk KY dan warna coklat lebih gelap (KZ) jika dibandingkan dengan sampel KX dan KY. Perbedan warna kain yang dihasilkan dipengaruhi oleh banyak sedikitnya kandungan zat warna alami (tannin) yang dihasilkan dari daun dan kulit pohon mangrove. Selain itu adanya zat fixer juga mempengaruhi kualitas warna kain yang dihasilkan.penggunaan tawas dan kapur sebagai fixer menghasilkan warna yang lebih terang cenderung tidak gelap jika dibandingkan dengan tunjung sebagai fixer nya, hal ini disebabkan karena kalium kompleks dan aluminium sulfat yang tebentuk dari reaksi tannin dengan fixer cenderung menghasilkan

warna yang cukup kuat akan tetapi tidak dengan serat kain, sehingga memblokir pewarna dan mengurangi interaksi pewarna dengan serat kain (Punrattanasin et al. 2013). Warna kain yang dihasilkan dari zat fixer dengan tunjung menunjukkan hasil yang lebih gelap jika dibandingkan dengan tawas dan kapur. Vankar (2007), perubahan besi sulfat menjadi bentuk ferri yang bereaksi dengan oksigen di udara menjadikan warna lebih gelap. Persepsi Harga Kain Batik Objek penelitian ini adalah konsumen di wilayah Semarang, konsumen yang dijadikan responden sebanyak 30 orang. Gambaran umum tentang objek penelitian diuraikan seperti di bawah ini : Tabel 2. Jenis Kelamin Responden No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase 1 Pria 11 36,7 % 2 Wanita 19 63,3 % Tabel 3. Umur Responden No Golongan Umur Frekuensi Persentase 1 < 20 tahun 0 0 % 2 21 30 tahun 3 10 % 3 31 40 tahun 10 33,3 % 4 41 50 tahun 11 36,7 % 5 > 50 tahun 6 20 % Tabel 4. Pendidikan Terakhir Responden No Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase 1 SD 0 0 % 2 SMP 0 0 % 3 SMA 5 16,7 % 4 Diploma / Sarjana 17 56,7 % 5 Magister / Doktor 8 26,7 % Tabel 5. Pekerjaan Responden No Pekerjaan Frekuensi Persentase 1 Pelajar / mahasiswa 0 0 % 2 Pegawai negeri / swasta 15 50% 3 Ibu rumah tangga 8 26,7 % 4 Wiraswasta 6 20 % 5 Lainnya 1 3,3 %

Tabel 6. Pendapatan per bulan responden No Tingkat pendapatan Frekuensi Persentase 1 < Rp. 2.000.000,- 2 6,7 % 2 Rp. 2.001.000,- s/d Rp. 3.000.000,- 7 23,3 % 3 Rp. 3.001.000,- s/d Rp. 4.000.000,- 12 40 % 4 Rp. 5.001.000,- s/d Rp. 6.000.000,- 5 16,7 % 5 >Rp. 6.000.000,- 4 13,3 % Tabel 7. Persepsi harga kain batik yang dihasilkan per 2.1x1 m Harga Harga Harga Pantas No Sampel Terendah Tertinggi Produk 1. Daun Tawas (DX) 130.000 230.000 200.000 2. Daun Kapur (DY) 200.000 300.000 250.000 3. Daun Tunjung (DZ) 150.000 250.000 220.000 4. Kulit Tawas (KX) 200.000 300.000 250.000 5. Kulit Kapur (KY) 170.000 270.000 230.000 6. Kulit Tunjung (KZ) 150.000 250.000 220.000 Keterangan : Nilai berdasarkan dari rata-rata 30 responden Hasil persepsi harga dari kain batik yang dihasilkan menunjukkan bahwa harga tertinggi sebesar Rp. 300.000,- untuk sampel DY dan KX kemudian Rp. 270.000,- untuk KZ dan Rp. 250.000 untuk DZ. Sementara dari hasil penentuan harga yang pantas kain batik yang dihasilkan oleh responden menunjukkan bahwa rata-rata harga pantas kain batik per 2,1 1 m adalah Rp. 200.000,- s/d Rp. 250.000,-. Penentuan harga pantas oleh konsumen didasarkan pada pengalaman dan pengetahuan konsumen membeli kain batik lainnya yang ada di pasar dengan kualitas warna kain batik yang dihasilkan hampir sama.pewarna alam pada kain batik lebih banyak diminati oleh konsumen dari mancanegara karena tidak akan menimbulkan alergi.seperti yag dikatakan oleh (Lestari dkk, 2001 ) bahwa penggunaan warna alam lebih dikaitkan unsur seni sehingga sasarannya adalah untuk dikonsumsi oleh golongan menengah ke atas dan luar negeri, oleh sebab itu, harga jualnya lebih tinggi. KESIMPULAN Penggunaan zat pewarna alami dari daun dan kulit mangrove Rhizophora mucronata dapat dikembangkan sebagai zat pewarna alami pada industri batik. Kain batik yang dihasilkan dari pewarna alami daun dan kulit mangrove Rhizophora mucronata disukai oleh konsumen (46,67 %) diperoleh pada kain batik dari pewarna daun dengan zat fixer kapur (DY) dengan harga pantas sebesar Rp. 250.000,- per 2,1 1 m kain.

DAFTAR PUSTAKA Delianis Pringgenies, Endang Supriyantini, Ria Azizah, Retno Hartati, Irwani dan Ocky Karna Radjasa. 2012. Aplikasi Pewarnaan Bahan Alam Mangrove Untuk Bahan Batik Sebagai Diversifikasi Usaha Di Desa Binaan Kabupaten Semarang. Jurusan Ilmu Kelautan & MSDP, FPIK UNDIP. SEMARANG. Kristijanto. A. Ign., Soetjipto. H. 2013. Pengaruh Jenis Fiksatif Terhadap Ketuaan dan Ketahanan Luntur Kain Mori Batik Hasil Pewarnaan Limbah Teh Hijau. ProsidingSeminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VII. Vol (4) No 1. 386 391. Lestari. K. W., F. Wijiati., Hartono., Sumardi. (2001). Laporan Penelitian Pemanfaatan Tumbuh-tumbuhan sebagai zat warna alam. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri. Kerjasama dengan Batik Yogyakarta. Mongkholrattanasit. R., Krystufek. J., Wiener. J. 2010. Dyeing and fastness properties of natural dye extracted from eucalyptus leaves using padding techniques. FibersPolym. (11) 346 350. Punrattanasin. N., Nakpathom. M., Somboon. B., Narumol. N., Rungruangkitkrai. N., Mongkholrattanasit. R. 2013. Silk fabric dyeing with natural dye from mangrove bark (Rhizophora apiculata Blume) extract. Industrial Crops and Products. Vol (49).122 129. Vankar. P.S. 2007. Handbook on Natural Dyes for Industrial Applications. National Institute of Industrial Research. Delhi India. Yogananth, N. Anuradha V, Syed Ali MY, Muthezhilan R, Chanthuru A, and Prabu MM. 2015. Chemical properties of essential oil from Rhizophora mucronata mangroveleaf against malarial mosquito Anopheles stephensi and filarial mosquito Culex quinquefasciatus. Asian Pacific Journal of Tropical Disease. Suppl 1 : S67- S72.