BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memiliki mata yang sehat merupakan salah satu karunia Tuhan

dokumen-dokumen yang mirip
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1981 TENTANG

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN [LN 1992/100, TLN 3495]

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

INFORMED CONSENT ANTARA DOKTER DENGAN PASIEN DALAM MELAKUKAN TINDAKAN MEDIS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN. umum Campur tangan pemerintah secara nyata dapat dilihat dalam

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN KLAIM DALAM ASURANSI JIWA PADA PT. ASURANSI WANA ARTHA LIFE SURAKARTA

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

SKRIPSI KEDUDUKAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN DAN PENCABUTAN TESTAMENT (SURAT WASIAT)

JURNAL TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH MENURUT UNDANG-UNDANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. sehat dengan umur yang panjang adalah harapan bagi setiap orang. Tidak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB 1 PENDAHULUAN. yang biasa disebut dengaan istilah mengugurkan kandungan. Aborsi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 8TAHUN 2010 TANGGAL : 6 SEPTEMBER 2010 TENTANG : TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP MALPRAKTEK UPAYA MEDIS TRANSPLANTASI ORGAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN IMBAL JASA LINGKUNGAN HIDUP

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 18 TAHUN 2002

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1980 TENTANG TINDAK PIDANA SUAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. (On-line), (29 Oktober 2016). 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB XX KETENTUAN PIDANA

Transplantasi Organ di Pandang dari Kode Etika, Agama dan Segi Hukum di Indonesia

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1995 TENTANG PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063]

III. METODE PENELITIAN. penelitian guna mendapatkan, mengolah, dan menyimpulkan data yang dapat

I. PENDAHULUAN. bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Salah satu hikmah

BAB IV TANGGUNG JAWAB PENGURUS KOPERASI TERHADAP PENGALIHAN BENDA JAMINAN MILIK ANGGOTA DAN TINDAKAN HUKUM YANG

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG LARANGAN PENYALAHGUNAAN FUNGSI LEM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANGKA TENGAH

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PONDOKAN

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERIAN IJIN PRAKTEK TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SEWAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA KARYAWAN MENURUT UNDANG-UNDANG N0. 13 TAHUN 2003 DI PT. BATIK DANAR HADI SOLO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR TAHUN TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA RUMAH KOS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 12 TAHUN 2007 SERI E.7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on The Elimination of all Forms of

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB I PENDAHULUAN. dan meninggal dunia di dalam masyarakat. Dalam hidup bermasyarakat yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN KENDAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN TEMPAT USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

BAB I PENDAHULUAN. melindungi segenap Bangsa Indonesia, berdasarkan Pancasila dan Undangundang

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 29 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 22 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 29 TAHUN 2001 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN TENTANG RETRIBUSI TANDA DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA OPTIKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memiliki mata yang sehat merupakan salah satu karunia Tuhan yang paling berharga. Dengan terangnya pandangan mata, manusia memiliki kebahagiaan tersendiri. Menikmati dunia yang indah, menikmati aksesori alami dan kultur hasil rekayasa manusia maupun ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Alangkah tidak beruntungnya apabila seseorang manusia tidak memiliki dan tidak bisa menikmati sehatnya pandangan mata. Ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang manusia mengalami penurunan ketajaman penglihatan yang pada akhirnya menyebabkan kebutaan. Misalnya, faktor kecelakaan dan penyakit mata yang tidak mendapatkan pengobatan yang tepat. Kebutaan yang dialami seseorang ada yang dapat dipulihkan ada yang tidak dapat dipulihkan. Apabila kebutaan seseorang terjadi karena ganguan retina atau selaput dan kelainan syaraf penglihatan mata, tidak mungkin memperbaikinya untuk mendapatkan penglihatan normal kembali. Jenis kebutaan yang dapat dipulihkan kembali penglihatannya ialah seperti buta katarak atau kerusakan selaput bening mata dengan jalan operasi,. Pemulihan penglihatan pada penderita dengan kerusakan selaput bening mata dapat dilakukan dengan jalan Transplantasi atau pencangkokkan kornea mata. Transplantasi menurut Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1981 tentang

bedah mayat klinis dan bedah mayat anatomi serta transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia Pasal 1 ayat (5) Rangkaian tindakan kedokteran untuk pemindahan alat atau tubuh dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh sendiri atau tubuh orang lain dalam rangka pengobatan untuk menggantikan alat dan atau jaringan tubuh yang tak berfungsi dengan baik. 1 Sedangkan menurut Undang undang No. 2 Tahun 1992 tentang kesehatan Transplantasi adalah Rangkaian tindakan medis untuk memindahkan organ dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk menggantikan organ-organ dan atau jaringan yang tidak berfungsi dengan baik. 2 Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa mengenai Transplantasi telah diatur dalam hukum positif nasional, namun perlu juga diketahui bahwa operasi Transplantasi bukanlah suatu perbuatan yang dilarang agama. Bahkan agama islam telah memberikan pandangannya untuk meyakinkan masyarakat lewat fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 13 Juni 1978 Seseorang yang semasa hidupnya berwasiat akan menghibahkan Kornea Matanya sesudah wafat dengan diketahui dan disetujui oleh ahli warisnya maka hal tersebut dapat dilaksanakan dan harus dilakukan oleh ahli bedah. Dalam usaha melakukan operasi Transplantasi atau pencangkokkan kornea diperlukan suatu kornea mata orang lain, yang mana dengan tulus 1 Peraturan pemerintah No. 18 tahun 1981 tentang bedah mayat klinis dan bedah mayat anatomi serta Transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia. 2 Undang-undang No. 2 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

ikhlas, tanpa imbalan apapun bersedia menyumbangkan Kornea Matanya apabila ia meninggal kelak. Orang ini sering kita kenal dengan istilah pendonor mata. Perlu diketahui bahwa yang diambil dari calon Pendonor Mata yang akan dioperasi bukan bola matanya, tetapi hanya kornea matanya saja, kornea tidak hidup dari darah tetapi dari air yang ada di mata, karena orang yang telah meninggal dunia kornea matanya dapat dimanfaatkan untuk dicangkokan kepada tuna netra dalam waktu paling lama 6 jam. 3 Cara untuk menjadi donor mata adalah dengan cara mengisi surat pernyataan sebagai calon donor mata. Setelah calon donor mata menandatangani surat pernyataan tersebut kemudian diperkuat oleh ahli waris dan dua orang saksi. Kemudian setelah diproses secara administratif, lalu kepada calon pendonor akan diberikan kartu anggota donor mata oleh Bank Mata, Bank Mata inilah yang akan mengurus dan menangani sampai terlaksananya pengambilan dan pencangkokkan kornea mata dari pendonor mata kedalam tuna netra sebagai Resepian, juga mengirim surat kepada lembaga-lembaga yang memerlukan kornea Mata 4. Masalah pengambilan dan pencangkokkan organ tubuh manusia khususnya pengambilan dan pencangkokkan mata sekarang bukanlah masalah yang asing lagi, karena berkat kemajuan dibidang teknologi dan ilmu pengetahuan yang berkembang pesat sehingga secara langsung pula akan berpengaruh pada masyarakat yang kompleks dengan perkembangan 3 Dr. H. Rahman, DSM, DSKP, Media teknis donor mata Media kornea No. 10/11 Tahun 8, edisi Oktober/November, hal 12. 4 Drs. Sri Raharjo, wawancara sekretaris Bank Mata ( Surakarta, 1-3-2006 )

jaman. Untuk menuntaskan usaha dalam membantu memulihkan penglihatan tunanetra salah satunya upayanya yakni menghimpun calon donor mata sebanyak-banyaknya, tetapi hasil yang didapat masih jauh dengan apa yang kita harapkan. Permasalahannya masih sedikit dari masyarakat yang Belum tahu dan takut untuk menjadi donor mata dan resipien. Hal ini disebabkan karena : 1. Masyarakat indonesia masih belum tahu bahwa menjadi donor mata tidak bertentangan dengan ajaran agama 2. Masyarakat takut menjadi donor maupun resipien mata, karena mengira akan mengalami dampak negatifnya, misalnya arwah donor bergentayangan mencari dan mengganggu resipien untuk mengambil kembali matanya. 3. Keluarga atau ahli waris takut membayangkan operasi pengangkatan kornea pada jenazah calon donor mata. 4. Masyarakat belum tahu kornea mata yang diberikan kepada resipien secara cuma-cuma. 5. Masyarakat takut ada efek camping dari operasi pencangkokkan kornea. 6. Masyarakat belum tahu bagaimana dan kemana melaporkan kenginan menjadi pendonor mata. Pelaksanaan operasi pengambilan kornea untuk kepentingan Transplantasi dilakukan oleh tenaga ahli yaitu para dokter ahli mata dari pihak Bank Mata. Pelaksanaan ini dilakukan oleh tenaga ahli, karena

mengenai hal tersebut diatur dalam pasal 81 ayat (1) Undang-undang RI nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, yang menyatakan bahwa barang siapa yang tanpa keahliannya dan kewenangan dengan melakukan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh, dapat dikenai sangsi pidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atas pidana denda paling banyak Rp. 140.000.000,- (seratus empat puluh juta rupiah) 5. Diatas telah diutarakan bahwa untuk dapat diambil dan didonorkan matanya seseorang harus menjadi anggota donor mata lebih dahulu sebagai calon donor mata pada Bank Mata cabang Surakarta, kemudian untuk terlaksananya proses dari pengambilan mata sampai dengan pencangkokkan atau Transplantasi mata, maka seseorang pendonor mata harus mengadakan perjanjian dalam suatu surat yang isinya mengatakan bahwa seseorang pendonor mata memberikan kuasanya kepada Bank Mata cabang Surakarta melalui pengurusnya untuk melaksanakan pengambilan dan pencangkokkan matanya setelah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dan setelah pendonor mata meninggal dunia. Tentu saja perjanjian ini dibuat semasa calon pendonor masih hidup. Adanya pengaturan tentang Transplantasi kornea mata dimadsudkan agar jika suatu saat terjadi hal-hal menghambat yang berkaitan dengan Transplantasi tersebut maka telah ada perjanjian yang mengaturnya agar mendapatkan perlindungan hukum serta kepastian hukum baik bagi pendonor maupun Bank Mata. Dengan harapan pelaksanaan Transplantasi 5 Undang-undang No. 2. Tahun. 1992. Tentang kesehatan.

dapat dilakukan sesuai dengan aturan yang ada dan diketahui oleh keluarga pendonor mata serta menghindari penjualan Kornea mata secara ilegal oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Dalam hal perjanjian yang dilakukan antara calon pendonor dengan Bank Mata ini termasuk dalam perjanjian pemberi kuasa, karena dalam perjanjian Transplantasi kornea mata, calon pendonor memberikan kuasanya kepada Bank Mata untuk melakukan pengambilan kornea matanya dan Bank Mata menjalankan perbuatan yang dikuasakannya tersebut atas nama pendonor. Perjanjian pemberi kuasa menurut pasal 1792 KUHP Perdata adalah suatu perjanjian dengan nama seseorang dengan memberikan kekuasannya atau wewenangnya kepada orang lain, yang menerima untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan. Pada asasnya bentuk suatu perjanjian itu bebas, perjanjian tidak mengikat pada bentuk tertentu, dapat tertulis maupun tidak tertulis 6. Dengan demikian jelaslah bahwa diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja atau tentang apa saja selama tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan serta ketertiban umum. Karena di setiap perjanjian harus ada dua belah pihak atau bahkan lebih yang saling berhadapan maka dalam perjanjian Transplantasi kornea mata dapat disebut antara lain : 1. Pihak pertama, yaitu Bank Mata Cabang Surakarata sebagai yang diberi kuasa dalam hal ini bisa diwakili oleh ketua atau sekretarisnya. 6 R. Subekti. Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Jakarta, 1990.

2. Pihak kedua, yaitu calon pendonor mata sebagai pihak pemberi kuasa. 3. Pihak ketiga, dalam hal ini adalah para saksi. Para saksi dimaksud biasanya keluarga dekat yang masih mempunyai hubungan darah atau Ahli Waris dari calon Pendonor Mata. Berdasarkan uraian diatas jelaslah bahwa hubungan hukum pendonor mata dengan Bank Mata merupakan masalah penting dan menarik untuk dibahas karena proses terjadinya perjanjian Transplantasi, bentuk perjanjian, pelaksanaan prestasinya sebagai isi dari perjanjian, hak dan kewajiban dari pihak-pihak yang mengikatkan diri serta hambatanhambatan yang timbul dalam perjanjian mempunyai aspek-aspek hukum faktualis yang dapat dibandingkan dengan aspek-aspek hukum normatif. sehingga penulis tertarik untuk meneliti permasalahan tersebut dengan judul PELAKSANAAN PERJANJIAN TRANSPLANTASI KORNEA MATA ANTARA PENDONOR MATA DENGAN BANK MATA (STUDI KASUS DI BANK MATA CABANG SURAKARTA) B. PERUMUSAN MASALAH Oleh karena ruang lingkup perjanjian sangat luas, sedangkan kemampuan berpikir, sarana serta waktu yang terbatas juga agar penelitian

ini menjadi lebih terarah dan sekaligus untuk menghindarkan kemungkinan pembahasan yang menyimpang dari pokok permasalahan yang hendak diteliti maka perlu adanya disusun perumusan masalah yang didasarkan pada uraian latar belakang masalah, dimana perumusan masalahnya sebagai berikut : 1. Bagaimanakah proses perjanjian Transplantasi kornea mata antara Pendonor Mata dengan Bank Mata cabang Surakarta. 2. Bagaimana hak dan kewajiban antara Pendonor Mata dengan Bank Mata Cabang Surakarta. 3. Bagaimana tanggung jawab dan kapan berakhirnya perjanjian Transplantasi kornea mata antara Pendonor Mata dengan Bank Mata Cabang Surakarta. B. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk : 1. Mengetahui proses perjanjian Transplantasi antara pendonor mata dengan Bank Mata Cabang Surakarta. 2. Mengetahui hak dan kewajiban pendonor mata dan Bank Mata Cabang Surakarta. 3. Mengetahui kapan berakhirnya perjanjian Transplantasi antara pendonor mata dengan Bank Mata Cabang Surakarta dan tanggung jawab kedua belah pihak.

C. MANFAAT PENELITIAN Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Bagi penulis Untuk menambah wawasan dan pengetahuan khususnya, Hukum Perdata tentang pelaksanaan perjanjian transplantasi kornea antara pendonor dengan Bank Mata. 2. Bagi ilmu pengetahuan Diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap ilmu hukum perdata dalam proses pelaksanaan perjanjian transplantasi kornea antara pendonor dengan Bank Mata. 3. Bagi masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran sehingga dapat menjadi bahan masukan bagi masyarakat yang ingin menjadi pendonor mata ataupun resepian, serta diharapkan pelaksanaan perjanjian pemberi kuasa dapat berjalan baik dan sesuai dengan hukum yang berlaku. D. METODE PENELITIAN Dengan suatu metode penelitian diharapkan mampu untuk menemukan, merumuskan, menganalisis, maupun memecahkan masalah dalam suatu penelitian dan agar data yang diperoleh lengkap, relevan,

akurat, dan realible, diperlukan metode yang tepat yang dapat diandalkan (depenable) dalam penlitian ini penulis menggunakan metode sebagai berikut : 1. Metode Pendekatan Pada penelitian ini metode yang digunakan disini adalah pendekatan yang bersifat normatif, yaitu merupakan suatu pendekatan yang mempergunakan aspek-aspek atau norma-norma hukum, dalam perjanjian transplantasi kornea mata antara pendonor dengan Bank Mata, sehingga dapat diketahui legalitas dalam perjanjian transplantasi kornea mata tersebut diatas. 2. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif. Dengan menggunakan jenis penelitian ini penulis ingin memberikan gambaran seteliti mungkin secara sistimatis dan menyeluruh tentang pelaksanaan perjanjian transplantasi kornea antara pendonor dengan Bank Mata. 3. Bahan Hukum Penelitian a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Merupakan penelitian teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mempelajari dan menganalisis bahan-bahan hukum. Dalam penelitian kepustakaan di kelompokkan menjadi 3 yaitu : a.1. Bahan Hukum Primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat terdiri dari : a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata b. Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan c. Peraturan Pemerintah No.18 tahun 1992 tentang bedah mayat klinis dan bedah mayat anatomi serta transplantasi alat dan atau jaringan tubuh. a.2. Bahan Hukum Sekunder Bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum terdiri dari buku-buku karangan ilmiah yang membahas tentang Perjanjian Transplantasi Kornea Mata antara Pendonor Mata dengan Bank Mata. a.3. Bahan Hukum Tersier Bahan-bahan Hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. b. Penelitian lapangan b.1 Lokasi Penelitian : Bank Mata cabang Surakarta

b.2 Subjek Penelitian : 1.Pendonor kornea Mata 2.Pengurus Bank Mata Cabang Surakarta. 4. Metode Pengumpulan data a. Studi Kepustakaan Merupakan data-data sekunder yang diperoleh melalui Bahanbahan hukum yang ada seperti bahan hukum Primer, Sekunder, Tersier. b. Penelitian lapangan Merupakan data yang merupakan kenyataan-kenyataan yang berlaku dan diperoleh dalam praktek di lapangan. Data-data tersebut diperoleh melalui: 1. Observasi (pengamatan) Yaitu melakukan pengamatan langsung pada obyeknya. Dalam hal ini yang akan dijadikan sebagai obyek pengamatan dalam penelitian ini adalah aktifitas kesekretariatan Bank Mata cabang Surakarta juga calon pendonor mata. 2. Interview Merupakan suatu bentuk tanya jawab lisan bertujuan untuk memperoleh informasi secara langsung dari yang menjadi objek penelitian. 3. Kuisoner

Yaitu dengan menggunakan daftar pertanyaan untuk mendapatkan data dari populasi yang terdiri dari beraneka macam golongan atau kelompok yang tersebar. 4. Teknik Pengambilan sample Untuk menentukan sample, disini penulis menggunakan teknik non random sampling secara purposif, yaitu proses pengambilan sampling dengan pembatasan sample hanya pada individu tertentu yang memenuhi kriteria tertentu. Adapun kriterianya sebagai berikut : 1. Orang yang pernah menjadi pendonor mata. 2. Pendonor Mata yang melakukan donor mata di Bank Mata Cabang Surakarta. Jadi tidak semua individu diambil sebagai simple hanya terbatas pada individu yang memenuhi kriteria yang telah ditentukan. 5. Analisis data Mengingat jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif maka data yang dihasilkan adalah data deskriptif analistis, yaitu data data yang dihasilkan dari penelitian kepustakaan yang dilakukan dengan cara menganalisis dan mempelajari bahan-bahan hukum yang ada. Kemudian dibandingkan dengan data-data yang dinyatakan oleh responden berupa tulisan maupun secara lisan serta perilaku responden di

lapangan. Data tersebut dianalisis secara kualitatif artinya hasil analisis diberikan dalam bentuk uraian mengenai gambaran pelaksanaan perjanjian transplantasi kornea mata antara pendonor mata dengan Bank Mata cabang Surakarta. E. SISTIMATIKA SKRIPSI Dalam penelitian ini akan diuraikan tentang sitematika penulisan sebagai gambaran tentang penulisan ilmiah ini secara keseluruhan, artinya pada sub bab ini akan diuraikan seara sistmatis keseluruhan isi yang terkandung dalam skripsi ini. Adapun sistimatika penulisan sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Masalah b. Perumusan Masalah c. Tujuan Penelitian d. Manfaat Penelitian e. Metode Penelitian f. Sistimatika Skripsi BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pihak-pihak, objek dan hubungannya dalam perjanjian 1. Pengertian Kornea Mata 2. Pengertian Pendonor Mata 3. Pengertian Bank Mata 4. Pengertian Transplantasi Kornea Mata 5. Hubungan Pendonor mata dengan Bank Mata dalam Perjanjian Transplantasi Kornea Mata 6. Pengertian Perjanjian Transplantasi antara pendonor dengan Bank Mata 7. Hak dan Kewajiban pendonor mata dan Bank Mata 8. Tanggung Jawab dan kapan berakhirnya perjanjian Transplantasi Kornea antara Pendonor mata dengan Bank Mata Cabang Surakarta BAB III PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian 1. Proses perjanjian pemberi kuasa transplantasi kornea mata 2. Hak dan kewajiban antara pendonor mata dengan Bank Mata cabang Surakarta 3. Tanggung jawab dan berakhirnya perjanjian pemberi kuasa transplantasi kornea antara pendonor dengan Bank Mata cabang Surakarta. B. Pembahasan

1. Proses perjanjian pemberi kuasa transplantasi kornea mata 2. Hak dan kewajiban antara pendonor mata dengan Bank Mata cabang Surakarta 3. Tanggung jawab dan berakhirnya perjanjian pemberi kuasa transplantasi kornea antara pendonor dengan Bank Mata cabang Surakarta. BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran