DINAS KEHUTANAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

dokumen-dokumen yang mirip
UPAYA PEMERINTAH MELESTARIKAN KEBERADAAN SATWA LANGKA YANG DILINDUNGI DARI KEPUNAHAN DI INDONESIA

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BAB I PENDAHULUAN. daya alam non hayati/abiotik. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN TUMBUHAN DAN SATWA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

BAB I PENDAHULUAN. ( 17/8/ % Spesies Primata Terancam Punah)

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial)

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PERBURUAN BURUNG, IKAN DAN SATWA LIAR LAINNYA

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. benua dan dua samudera mendorong terciptanya kekayaan alam yang luar biasa

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN

BAB I PENDAHULUAN. daratan Asia, tepatnya di sepanjang pegunungan Himalaya. Sudah hidup

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

Berikut beberapa penyebab kepunahan hewan dan tumbuhan: 1. Bencana Alam

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

MENGENAL BEBERAPA PRIMATA DI PROPINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM. Edy Hendras Wahyono

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau

TINJAUAN PUSTAKA. tinggi yang tersebar di ekosistem hutan dataran rendah Dipterocarpaceae sampai hutan

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistemnya. Pasal 21 Ayat (2). Republik Indonesia. 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman jenis satwa,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Hutan dan Penguasaan Hasil Hutan. olehberbagai jenis tumbuh-tumbuhan, di antaranya tumbuhan yanh lebat dan

BAB I. Pendahuluan. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

BAB 1 PENDAHULUAN. alam, dewasa ini lebih banyak dituangkan dalam program kerja kegiatan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

BAB I PENDAHULUAN. dan menjadi habitat lebih dari 1539 jenis burung. Sebanyak 45% ikan di dunia,

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

BAB I. PENDAHULUAN. beragam dari gunung hingga pantai, hutan sampai sabana, dan lainnya,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada usia dini anak mengalami masa keemasan yang merupakan masa dimana

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1994 TENTANG PERBURUAN SATWA BURU PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. sudah dinyatakan punah pada tahun 1996 dalam rapat Convention on

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

BAB I PENDAHULUAN. dan satwa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Menurut rilis terakhir dari

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

Mengenal Satwa Liar dan Teknik Perlindungannya

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 8 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

PELESTARIAN HUTAN DAN KONSERFASI ALAM

SMP NEGERI 3 MENGGALA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam hayati merupakan unsur unsur alam yang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. dan fauna yang tersebar diberbagai wilayah di DIY. Banyak tempat tempat

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA SARANA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 12 TAHUN 2002 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN PENGUSAHAAN OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA

PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 06 TAHUN 2004

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhamad Adnan Rivaldi, 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RETRIBUSI MASUK OBYEK WISATA

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. 4

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Hubert Forestier dan Truman Simanjuntak (1998, Hlm. 77), Indonesia

PELESTARIAN BAB. Tujuan Pembelajaran:

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya

C. Model-model Konseptual

Lex Crimen Vol. IV/No. 3/Mei/2015. Kata kunci: Perlindungan hukum, hewan lindung.

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati dianggap sangat penting untuk kehidupan

Transkripsi:

UPAYA PELESTARIAN MENTILIN (TARSIUS BANCANUS) SEBAGAI SALAH SATU SATWA LANGKA YANG DILINDUNGI DARI KEPUNAHAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Oleh HENDRI UTAMA.SH NIP. 19800330 199903 1 003 POLISI KEHUTANAN MUDA DINAS KEHUTANAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TAHUN 2017

KATA PENGANTAR Rasa syukur yang dalam saya sampaikan ke hadiran Allah SWT berkat kemurahan- NYA atas selesainya makalah yang berjudul Upaya pelestarian Mentilin (Tarsius Bancanus) sebagai salah satu satwa langka yang dilindungi dari kepunahan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan pendukung bagi Jabatan Fungsional Tertentu dalam pemenuhan angka kridit. Dalam rangka proses pendalaman materi ini, tentunya diharapkan arahan, koreksi, dan saran, untuk itu rasa terima kasih disampaikan kepada : 1. Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung; 2. Koordinator Dinas Kehutanan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Wilayah Bangka; 3. Kepala Bidang Perlindungan dan KSDAE Dinas Kehutanan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung; 4. Rekan-rekan Dinas Kehutanan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung; 5. Rekan-rekan Dinas Kehutanan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Wilayah Bangka serta ; 6. Rekan-rekan KPHP Sigambir Kotawaringin dan KPHP Bubus Panca. Penulis menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini. Penulis HENDRI UTAMA.SH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu fungsi dari hutan adalah rumah berbagai macam satwa liar dan langka yang merupakan bagian dari sumber daya alam hayati. Hutan merupakan satu kesatuan sistem ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam pesekutuan alam lingkungannya yang satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan. Provinsi Bangka Belitung yang secara geografis terletak pada 104 50 sampai 109 30Bujur Timur dan 0 50 sampai 4 10 Lintang Selatan,dengan batas batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah barat berbatasan dengan Selat Bangka, - Sebelah timur berbatasan dengan selat Karimata, - Sebelah utara berbatasan dengan laut Natuna, - Sebelah selatan berbatasan dengan laut Jawa. Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terbagi menjadi wilayah daratan dan wilayah laut dengan total luas wilayah mencapai 81,725,14 Km². Luas daratan lebih kurang 16.424.14 Km² atau 20,10 persen dari total wilayah dan luas laut kurang lebih 65.301 Km² atau 79,90 persen dari total wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kepulauan Bangka Belitung memilki iklim tropis yang dipengaruhi angin musim yang mengalami bulan basah selama tujuh bulan sepanjang tahun dan bulan kering selama limabulan terus menerus. Keadaan alam Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebagian besar merupakan dataran rendah,lembah dan sebagian kecil pegunungan dan perbukitan. Ketinggian dataran rendah rata-rata sekitar 50 meter diatas permukaan laut dan ketinggian daerah pegunungan antara lain untuk Gunung Maras mencapai 699 meter, Gunung Tajam kaki ketinggiannya kurang lebih 500 meter di atas permukaan laut. Sedangkan untuk daerah perbukitan seperti bukit Manumbing ketinggiannya mencapai kurang lebih 445 meter dan bukit Mangkol dengan ketinggian sekitar 395 meter diatas permukaan laut. Dengan kondisi alam yang

sedemikian rupa Mentilin sangat cocok hidup di seluruh areal wilayah kepulauan Bangka Belitung. Mentilin atau Tarsius bancanus merupakan satwa identitas Bangka Belitung. Salah satu spesies Tarsius yang merupakan endemik Sumatera dan Kalimantan ini ditetapkan sebagai fauna identitas provinsi Bangka Belitung yang juga merupakan Hewan langka yang harus dilestarikan. Hewan langka adalah species hewan yang populasinya semakin sedikit dan memiliki resiko punah lebih tinggi. Di Indonesia maupun di dunia, daftar hewan langka terus meningkat dari tahun ke tahun. Perusakan lingkungan hidup yang dilakukan manusia terhadap satwa dengan cara merusak habitat alami,perburuan atau menangkap, dan perdangangan ilegal semakin menyudutkan keberdaan satwa tak terkecuali satwa langka Mentilin sebagai satwa endemik yang langka di wilayah kepulauan Bangka Belitung dan keberadaanya terancam punah. Hal ini sudah barang tentu bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya khususnya dalam Bab V tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa,dimana Pasal 21 ayat (2) huruf (a)dan (b) menyebutkan bahwa setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup dan menyimpan, memiliki,memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati. Maraknya perdagangan yang dilakukan secara ilegal terhadapsatwa disebabkan oleh tingginya permintaan pasar akan ketersediaan satwa diantaranya sebagai bahan sebagai hewan peliharaan dan lain-lain, sebab satwa langka memiliki potensi ekonomis dan nilai jual yang tinggi. Jika kondisi ini dibiarkan terus berlanjut maka kelangkaan dan kepunahan Mentilin sebagai satwa langka dilindungi tidak dapat terelakkan sehingga keberagaman satwa di di wilayah kepulauan Bangka Belitung hanya akan menjadi cerita bagi anak cucu kita serta menggangu ekosistem alami yang nantinya berdampak negatif bagi kehidupan manusia. B. Rumusan Masalah Langkah hukum dan konservasi terhadap satwa langka sebagai upaya pemerintah dalam melindungi satwa langka Mentilin (Tarsius bancanus).

C. Tujuan Mengetahui upaya yang dilakukan pemerintah untuk melindungi keberadaan satwa langka yang dilindungi di wilayah Indonesia dari ancaman kepunahan serta sanksi bagi pelaku yang melakukan perdagangan illegal terhadap satwa langka. D. Manfaat Sebagai acuan salah satu upaya pelestarian Mentilin (Tarsius bancanus) di wilayah kepulauan Bangka Belitung.

BAB II. ISI A. Deskripsi Mentilin (Tarsius bancanus). Mentilin atau Tarsius bancanus merupakan satwa identitas Bangka Belitung. Salah satu spesies Tarsius yang merupakan endemik Sumatera dan Kalimantan ini ditetapkan sebagai fauna identitas provinsi Bangka Belitung yang juga merupakan Hewan langka yang harus dilestarikan. Mentilin yang dalam bahasa ilmiah (latin) dikenal sebagai dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Horsfield s Tarsier atau Western Tarsier Mentilin atau Horsfield s Tarsier mempunyai ciri-ciri dan perilaku seperti jenisjenis tarsius lainnya. Tubuh primata ini relatif mungil dengan panjang tubuhnya berkisar antara 12-15 cm dengan berat tubuh sekitar 128 gram (jantan) dan 117 gram (betina). Bulu tubuh mentilin berwarna coklat kemerahan hingga abu-abu kecoklatan. Terdapat 4 subspesies Horsfield s Tarsier, yaitu Tarsius bancanus bancanus, Tarsius bancanus borneanus, Tarsius bancanus natunensis, dan Tarsius bancanus saltator. oleh pememrintah Indonesia, Mentilin dan semua jenis tarsius dilindungi berdasarkan PP. No. 7 Tahun 1999. Mentilin (Tarsius bancanus) merupakan binatang karnivora. Makanannya terutama adalah serangga seperti belalang, kumbang, kupu-kupu, belalang sembah, semut, dan jangkrik, tetapi fauna identitas provinsi Bangka Belitung ini juga memakan berbagai vertebrata kecil lainnya seperti kelelawar dan ular. Mentilin tergolong binatang nokturnal yang banyak berisitirahat pada siang hari pada dahan-dahan kecil dengan ketinggian 3 hingga 5 meter dari permukaan tanah dan baru bangun untuk beraktifitas saat menjelang malam tiba. Rakyat Bangka Belitung, terutama yang berdomisili di perdesaan tentu mengenal hewan langka jenis Mentilin. Hewan itu bernama latin Tarsius Bancanus Saltator atau Horsfield s Tarsier. Primata ini hanya tersebar di Pulau Bangka dan Pulau Belitung. Monyet purba ini dipanggil mentilin oleh masyarakat Bangka, sedangkan di Belitung dipanggil dengan nama pelilean.

Sejatinya, Tarsius termasuk dalam primata yang dilindungi di dunia karena populasinya yang sedikit dan terancam punah, dari survey IUCN Species Survival Commission bekerja sama dengan International Primatologi Society (IPS) dan Conservation International (CI) edisi 2008-2010, populasi Tarsius ini kurang dari 1.000 ekor. Daerah teritorial Tarsius jantan sampai 1 hektar hutan sedangkan Tarsius betina sampai 2 hektar.yang menarik dari primata ini, Tarsius bisa memutar kepalanya sampai 360 derajat. Tarsius juga memiliki selaput pada jari-jarinya yang bisa membuat primata ini bisa menempel berjam-jam bahkan berhari-hari di pohon. Selain itu, Tarsius Bancanus ini tergolong primata yang setia pada pasangannya. Cara berkomunikasi primata ini juga tergolong unik. Tarsius berkomunikasi menggunakan gelombang ultrasonik karena ia merupakan primata yang total tidak mempunyai suara. Tarsius tergolong Insectivora atau pemakan serangga. Cara berburu hewan ini adalah dengan melompat dari pohon ke pohon lain, kemudian menggigit mangsanya (serangga) yang sedang tidur karena Tarsius beraktifitas di malam hari saat serangga sedang tidur. Kita bisa menemukan primata ini tersebar di hutan Pulau Belitung, namun polulasi terbanyaknya ada di Hutan Batu Mentas Belitung B. Metode Dalam penulisan makalah ini mengambil dari bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan dan bahan hukum sekunder yang berupa buku, artikel dan lain sebagainya. Jenis pendekatan yang digunakan dalam makalah ini adalah pendekatan peraturan perundang-undangan. C. Hasil dan Pembahasan 1. Upaya Pemerintah Melindungi Satwa yang dilindungi Suatu jenis satwa dapat digolongkan sebagai satwa yang dilindungi apabila telah memenuhi tiga kriteria yaitu pertama memenuhi populasi yang kecil, kedua adanya penurunan yang tajam pada jumlah individu di alam dan ketiga daerah penyebarannya terbatas (endemik) hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah No 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis tumbuhan dan Satwa. Hal ini penting untuk diketahui

untuk mempermudah dalam menentukan jenis satwa langka dilindungi, Kepunahan satwa langka ini dat dicegah dengan ditetapkan perlindungan Hukum dan konservasi terhadap satwa langka. Secara hukum upaya pemerintah dalam melindungi satwa langka dari ancaman kepunahan dilakukan dengan dikeluarkannya peraturan perundang-undangan, yaitu : 1. Undang-Undang No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya alam Hayati dan ekosistemnya, 2. Peraturan Pemerintah No 13 tahun 1994 tentang Perburuan Satwa Buru, 3. Peraturan Pemerintah No 18 tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, 4. Peraturan Pemerintah RI No 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka alam dan Kawasan Pelestarian Alam, 5. Peraturan Pemerintah No 7 tahun 1999 tentang Pengawetan jenis Tumbuhan dan Satwa, serta; 6. Peraturan Pemerintah No 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Dengan adanya aturan yang jelas penegakan hukum dapat berjalan lebih efektif untuk melindungi satwa khususnya satwa langka. Sedangkan untuk melestaraikan satwa langka maka dilakukan upaya konservasi, berdasarkan Undang-Undang No.5 tahun 1999 tentang Konservasi Sumber Daya alam Hayati dan ekosistemnya, pasal 1 ayat (2) menyebutkan bahwa Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediannya dengan tetap memlihara dan meningkatkan kualiatas keanekaragaman dan nilainya. Konservasi ini dilakukan melalui tiga kegiatan yaitu : 1. Perlindungan system penyangga kehidupan, 2. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosisitemnya, dan 3. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam Hayati dan ekosistemnya (Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber daya alam Hayati dan ekosistemnya). Untuk mendukung upaya pemerintah ini diharapakan kesadaran masyarakat untuk melindungi dan melestarikan satwa langka serta habitat alaminya sehingga kepunahan satwa langka tidak terjadi.

Perusakan lingkungan hidup yang dilakukan manusia terhadap satwa dengan cara merusak habitat alami, pertambangan illegal, perambahan hutan, perburuan atau menangkap, dan perdagangan illegal semakin menyudutkan keberadaan satwa tak terkecuali Mentilin. Berdasarkan ketentuan pasal 1 ayat (16) Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan orang yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia dan atau hayati lingkungan hidup sehinggga melampaui keriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Pengrusakan habitat atau lingkungan hidup ini sudah barang tentu bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan ekosistemnya khususnya dalam Bab V tentang Pengawetan Jenis tumbuhan dan Satwa, dimana Pasal 21 ayat (2) huruf (a) dan (b) menyebutkan bahwa setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup dan menyimpan, memilki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati. Maraknya perdagangan yang dilakukan secara illegal terhadap Mentilin disebabkan oleh tingginya permintaan pasar serta untuk hewan peliharaan dan lain-lain, sebab Mentilin memiliki potensi ekonomis dan nilai jual yang sangat tinggi. Setiap tahunnya keberadaan Mentilin tersebut semakin menurun jumlah populasinya dan sulit ditemui di habitat aslinya. Jika kondisi ini dibiarkan terus berlanjut maka Mentilin hanya akan menjadi cerita bagi anak cucu kita serta menganggu ekosistem yang nantinya berdampak negatif bagi kehidupan manusia. Kondisi Tarsius Sekarang kita bicarakan bagaimana kondisi Mentilin di pulau Bangka dan Belitung. Menurut IUCN Tarsius bacanus masuk dalam nominasi hidup dengan resiko rendah (2008). Apalagi perambahan dan penebangan hutan kian marak, bisa dipastikan habitat Tarsius di pulau Bangka dan Belitung semakin sempit dan tentunya akan berdampak pada jumlah hewan endemik ini. Pemerintah Provinsi Bangka Belitung ;. 2. Sanksi Bagi Pelaku yang Melakukan Perdagangan Illegal terhadap Satwa Langka

Penerapan sanksi terhadap seseorang tidak bisa dilakukan begitu begitu saja, melainkan apabila terjadi pelanggaran terhadap kaidah hukum barulah sanksi dapat diterapakan. Terkait permasalahan yang dijelaskan diatas beradasarkan ketentuan Pasal 21 ayat (2) huruf a dan b Undang-Undang No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, di dalamnya telah menyebutkan bahwa, setiap orang dilarang untuk : 1. Menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memilki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadan hidup; dan 2. Menyimpan, memilki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati. Lebih lanjut bagi pelaku yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan di atas akan dikenakan sanksi pidana dengan pidana penjara paling ama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (Seratus juta rupiah) sesuai dengan ketentuan Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

BAB. III PENUTUP A. Kesimpulan Upaya pemerintah dalam melindungi satwa langka di wilayah Indonesia dengan telah dikeluarkannya peraturan perundang-undangan dimana peraturan tersebut mengatur semua jenis satwa langka yang dilindungi oleh Negara dan upaya pelestarian dengan konservasi satwa langka. Bagi pelaku yang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memilki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa dilindungi baik itu hidup, maupun mati akan dikenakan sanksi pidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paing banyak Rp 100.000.000,00 ( seratus juta rupiah). B. Saran 1. Diharapkan peraturan yang dikeluarkan pemerintah tersebut dapat diketahui dan dipahami masyarakat sehingga memberikan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan melestarikan satwa langka khususnya Mentilin (Tarsius bancanus). 2. Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diharapkan lebih berupaya melestarikan fauna khas Belitung Tarsius yang hampir punah melalui membangun kembali kawasan hutan yang menjadi habitat spesies hewan langka itu untuk hidup dan berkembang biak.

DAFTAR PUSTAKA 1. Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentng Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. 2. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 3. Undang-Undang No, 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 4. Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. 5. Rakyat Pos.com/primata khas babel yang hampir punah 2017

GAMBAR Mentilin (Tarsius bancanus)