Keywords: Financial loss of countries, corruption, acquittal, policy, prosecutor

dokumen-dokumen yang mirip
PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan dengan asas-asas dan norma-normanya dan juga oleh

JURNAL KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI INFORMASI ATAU DOKUMEN ELEKTRONIK DALAM PERADILAN PERKARA PIDANA KORUPSI

DAFTAR PUSTAKA. Adami Chazawi, 2008, Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, Bandung, Alumni,

PENYUAPAN SEBAGAI BENTUK GRATIFIKASI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

PENERAPAN SISTEM PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

ANALISIS HUKUM PENYEBAB TERJADINYA TINDAK PIDANA KORUPSI DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANANYA

KONSEKUENSI HUKUM PENGINGKARAN ISI BERITA ACARA PEMERIKSAAN OLEH TERDAKWA DI PERSIDANGAN Oleh :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Lex Crimen Vol. IV/No. 5/Juli/2015

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan stabilitas politik suatu negara. 1 Korupsi juga dapat diindikasikan

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

BUKTI ELEKTRONIK CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) DALAM SISTEM PEMBUKTIAN PIDANA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

PERANAN HAKIM DALAM PENERAPAN PEMBALIKAN BEBAN PEMBUKTIAN DI PERSIDANGAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG. Oleh. I Gusti Ngurah Dhian Prismanatha

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

KENDALA JAKSA DALAM PENERAPAN PIDANA TAMBAHAN UANG PENGGANTI PADA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI

Oleh: I Made Adi Estu Nugrahan I Gusti Ketut Ariawan I Gusti Agung Ayu Dike Widhiyaastuti. Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

BAB IV PENUTUP. A. Simpulan

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Sebagaimana tertulis dalam rumusan masalah, akhirnya penulis

PEMBERLAKUAN ASAS RETROAKTIF DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

JURNAL IMPLEMENTASI SANKSI PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI

KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE PADA PROSES PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI ARTIKEL ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP KELALAIAN PENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR YANG MENYEBABKAN KEMATIAN DALAM KECELAKAAN DI JALAN RAYA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ARTIS SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA CYBERBULLYING PADA MEDIA SOSIAL INSTAGRAM DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan

BAB III PENUTUP. pada bab-bab sebelumnya maka dapat dijabarkan kesimpulan sebagai berikut:

S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : HUKUM PIDANA KHUSUS STATUS MATA KULIAH : LOKAL WAJIB KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

RINGKASAN SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI MASYARAKAT YANG BERPERAN SERTA DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

TINDAK PIDANA ASUSILA TERHADAP HEWAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN YANG TIDAK MENGETAHUI TELAH MEMBELI BAJU BEKAS

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

OPTIMALISASI PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

PENGECUALIAN LARANGAN ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN SEBAGAI JAMINAN HAK-HAK REPRODUKSI

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN IJAZAH

URGENSI PENERAPAN BEBAN PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM UPAYA MENANGGULANGI TINDAK PIDANA KORUPSI

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

I. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat

Jurnal Ilmu Hukum ISSN Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 9 Pages pp. 8-16

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) DI INDONESIA

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA EKSIBISIONISME DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

BAB IV PENUTUP. A. Simpulan

I. PENDAHULUAN. Sebagaimana telah diketahui bahwa penegakkan hukum merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

BAB I PENDAHULUAN. bertransformasi dalam bentuk-bentuk yang semakin canggih dan

Toddy Anggasakti dan Amanda Pati Kawa. Abstrak

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN STATUS TERSANGKA DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WHISTLE BLOWER DALAM PERSIDANGAN PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INFORMASI PRIBADI TERKAIT PRIVACY RIGHT

2 tersebut dilihat dengan adanya Peraturan Mahkamah agung terkait penentuan pidana penjara sebagai pengganti uang pengganti yang tidak dibayarkan terp

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HAMBATAN PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA OLEH KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU)

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai dimana-mana. Sejarah membuktikan bahwa hampir tiap Negara

PEMANFAATAN TELEKONFEREN SEBAGAI ALAT BANTU PEMBUKTIAN DALAM PERSIDANGAN PIDANA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN TERHADAP KERUSAKAN BARANG YANG DIANGKUT DALAM TRANSPORTASI LAUT

JURNAL KOORDINASI PENYIDIK POLRI DAN PENUNTUT UMUM DALAM PENGENDALIAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI KLATEN.

TINJAUAN YURIDIS INFORMED CONCENT BAGI PENANGANAN PASIEN GAWAT DARURAT

AKIBAT HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG MENJUAL MAKANAN KADALUWARSA

PEMBERLAKUAN ASAS RETROAKTIF DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

2014, No c. bahwa dalam praktiknya, apabila pengadilan menjatuhkan pidana tambahan pembayaran uang pengganti, sekaligus ditetapkan juga maksimu

Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA MENGENAI SIFAT MELAWAN HUKUM MATERIAL DALAM PERSPEKTIF TINDAK PIDANA KORUPSI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KOSNSTITUSI NOMOR :

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini penulis akan menguraikan mengenai 5 sub pokok bahasan

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG FAKULTAS HUKUM

Lex Administratum, Vol. III/No. 8/Okt/2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB I PENDAHULUAN. merugikan hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. masalah yang serius dan penegakannya tidak mudah.

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP SIKAP KEJAKSAAN ATAS PELIMPAHAN BERKAS PERKARA OLEH PENYIDIK

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

A. KESIMPULAN. Penggunaan instrumen..., Ronny Roy Hutasoit, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. menyimpang dirumuskan oleh Saparinah Sadli sebagai tingkah laku yang dinilai

KEABSAHAN PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA)

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan hukum dan penegakkan hukum yang sah. pembuatan aturan atau ketentuan dalam bentuk perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

FUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENERIMA PENINJAUAN KEMBALI SUATU PERKARA PIDANA 1 Oleh: Eunike Lumi 2

Transkripsi:

ANALISIS TERHADAP KATA DAPAT MERUGIKAN KEUANGAN NEGARA DALAM PASAL 2 DAN PASAL 3 UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 jo UNDANG- UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI I Made Wiharsa I Ketut Rai Setiabudhi I Gusti Agung Ayu Dike Widhiyaastuti Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract Analysis of words can be inflict a financial loss of the state in Article 2 and Article 3 of Law No. 31 of 1999 as amended by Act No. 20 of 2001 on Corruption Eradication. The purpose of this paper to examine the financial arrangements can be detrimental to the State and policy in addressing financial measures can be detrimental to the State concerned corruption. Tort could harm the state can be punished and not use the administrative law on state losses. This writing method normative legal research to discuss the issue. The conclusion can be detrimental to the State finances are the legal and policy action against the public prosecutor did not use legislation the State administration on indictment. Keywords: Financial loss of countries, corruption, acquittal, policy, prosecutor Abstrak Analisis terhadap kata dapat merugikan keuangan negara dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tujuan penulisan ini untuk mengetahui pengaturan dapat merugikan keuangan Negara dan kebijakan dalam menyikapi tindakan dapat merugikan keuangan Negara terkait tindak pidana korupsi. Perbuatan melawan hukum dapat merugikan keuangan negara dapat dipidana serta tidak menggunakan hukum administrasi negara mengenai kerugian negara. Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif untuk membahas permasalahan tersebut. Kesimpulan yang diperoleh dapat merugikan keuangan Negara merupakan unsur perbuatan melawan hukum dan kebijakan jaksa penuntut umum tidak menggunakan peraturan perundang-undangan administrasi Negara pada surat dakwaannya. Kata Kunci: Kerugian keuangan negara, korupsi, kebijakan, jaksa penuntut umum 1

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Korupsi merupakan suatu kejahatan yang melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat sebagai bagian dari hak asasi manusia. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001, yang selanjutnya akan disingkat dengan UU Tipikor menganut konsep kerugian negara dalam arti delik formil. Unsur dapat merugikan keuangan negara seharusnya diartikan merugikan negara dalam arti langsung maupun tidak langsung. Hal ini berarti, suatu tindakan atau perbuatan dapat dianggap merugikan keuangan negara apabila tindakan tersebut berpotensi menimbulkan kerugian negara. Dirumuskannya tindak pidana korupsi seperti yang terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) sebagai delik formil, maka adanya kerugian keuangan negara atau kerugian perekonomian negara tidak harus sudah terjadi. Berkaitan dengan kerugian keuangan negara, terdapat beberapa perkara tindak pidana korupsi yang diputus bebas oleh majelis hakim maupun yang dihentikan penuntutannya. Unsur dapat merugikan keuangan negara terhadap terdakwa tindak pidana korupsi tersebut tidak terbukti oleh majelis hakim dan perkara pidana tersebut diputus bebas. 1.2 Tujuan Tujuan dari penulisan ini untuk mengetahui pengertian kata dapat merugikan keuangan negara dalam hukum positif Indonesia serta kebijakan dalam menyikapi dapat merugikan keuangan negara terkait tindak pidana korupsi. II. ISI MAKALAH 2.1 Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Penelitian ini merupakan karya tulis ilmiah yang wajib dilaksanakan dengan menggunakan kaidah dan metode ilmiah dalam pengembangan ilmu hukum, terkait suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi 1. 1 Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Ed.I, Cet.6, Kencana Predana Media Group, Jakarta, h.35. 2 I.G.M. Nurdjana, Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi Perspektif Tegaknya 2

2.2 HASIL DAN PEMBAHASAN 2.2.1 Pengaturan Mengenai Dapat Merugikan Keuangan Negara dalam Hukum Positif di Indonesia Lubis dan Scott dalam pandangannya tentang korupsi disebutkan bahwa dalam arti hukum, korupsi adalah tingkah laku yang menguntungkan kepentingan diri sendiri dengan merugikan orang lain, oleh para pejabat pemerintah yang langsung melanggar batas-batas hukum atas tingkah laku tersebut, sedangkan menurut norma-norma pemerintah dapat dianggap korupsi apabila hukum dilanggar atau tidak dalam tindakan tersebut adalah tercela 2. Kerugian keuangan negara dalam tindak pidana korupsi dirumuskan dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor, dengan rumusan Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.... Adapun unsur-unsur tindak pidana korupsi tentang kerugian keuangan negara sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 ayat (1), yaitu Perbuatan memperkaya maksudnya berbuat apapun dengan maksud kekayaan menjadi bertambah, seperti mengambil, memindah bukukan, mendepositokan dengan mengambil bunga dan lain-lain 3, perbuatannya dilakukan secara melawan hukum, melawan hukum disini diartikan baik secara formil maupun materiil, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Kata dapat ini menunjukkan bahwa delik dalam Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor, merupakan delik formil artinya delik sudah dianggap selesai apabila telah terpenuhinya unsur-unsur perbuatan yang dirumuskan tanpa adanya akibat. Ketentuan Pasal 3 UU Tipikor merumuskan, Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara..., dengan unsur-unsur tindak pidana korupsi yang dapat 2 I.G.M. Nurdjana, Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi Perspektif Tegaknya Keadilan Melawan Mafia Hukum, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, h.16. 3 Marwan Effendy, 2005, Kejaksaan R.I. Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h. 81 3

merugikan negara keuangan negara atau perekonomian negara. Dengan adanya kata dapat sebelum kata-kata merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, menunjukkan bahwa kerugian keuangan negara atau perekonomian negara bukanlah merupakan hal yang essentialia artinya kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak merupakan unsur yang mutlak, sehingga tidak perlu dibuktikan secara objektif. 2.2.2 Kebijakan dalam Menyikapi Dapat Merugikan Keuangan Negara Terkait Tindak Pidana Korupsi Unsur melawan hukum tidak hanya melawan hukum peraturan perundang-undangan melainkan juga apabila perbuatan tersebut tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan itu dapat dipidana 4. Dakwaan penuntut umum terhadap tindak pidana korupsi tentang kerugian keuangan negara yang dilakukan terdakwa agar dapat terbukti maka penuntut umum harus membuktikan dakwaannya dengan minimal dua alat bukti. Sebaliknya terdakwa atau penasihat hukumnya akan berusaha untuk menyatakan dan membuktikan bahwa terdakwa tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan oleh penuntut umum 5. Kebijakan Jaksa Penuntut Umum dengan tidak menggunakan pasal-pasal tentang kerugian negara yang diatur oleh peraturan perundang-undangan dibidang hukum administrasi negara, disebabkan bahwa sanksi pidana mengenai kerugian negara hanya dapat dilaksanakan secara mutlak dari dalil-dalil Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor. Penuntut Umum dalam pelaksanaan pembuktian perkara korupsi, membuktikan unsur subyek dan perbuatan dengan menggunakan Pasal 2 dan 4 Adami Chazawi, 2008, Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi UU No.31 Tahun 1999 diubah dengan UU No.20 Tahun 2001, PT. Alumni, Bandung, h. 298 5 Lilik Mulyadi, 2011, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Normatif, Teoritis, Praktik dan Masalahnya, Cet.II, PT. Alumni, Bandung, h.213 4

Pasal 3 UU Tipikor, unsur dapat merugikan keuangan negara walaupun sebagai suatu akibat dari perbutan yang dilarang, merupakan delik formil dan delik materiil sebagai filosofis pemberantasan tindak pidana korupsi dalam UU Tipikor, yang harus diyakinkan oleh Jaksa Penuntut Umum untuk membentuk keyakinan hakim agar tidak menjatuhkan putusan bebas. III. KESIMPULAN Kata dapat merugikan keuangan negara, merupakan unsur perbuatan melawan hukum dalam UU Tipikor yang merupakan delik formal, dengan merumuskan perbuatan yang sudah dianggap selesai tanpa adanya akibat dengan membuktikan melalui delik materiil. Jaksa Penuntut Umum menjalankan kebijakannya untuk menghindari putusan bebas terhadap terdakwa Tipikor, dengan tidak menggunakan pasal-pasal kerugian negara, dari bidang hukum administrasi negara pada surat dakwaannya. DAFTAR PUSTAKA Adami Chazawi, 2008, Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi UU No.31 Tahun 1999 diubah dengan UU No.20 Tahun 2001, P.T. Alumni, Bandung. Lilik Mulyadi, 2011, Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Normatif, Teoritis, Praktik dan Masalahnya, Cet. 2, P.T Alumni, Bandung. Marwan Effendy, 2005, Kejaksaan R.I. Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum, P.T. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Nurdjana, I.G.M., 2010, Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi Perspektif Tegaknya Keadilan Melawan Mafia Hukum, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Ed.I, Cet.6, Kencana Predana Media Group, Jakarta. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-UndangNomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), penerbit Pustaka Mahardika, Cet. 1, 2010. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 5