BAB I PENDAHULUAN. Prostat berkembang sesuai dengan bertambahnya usia pada pria. Dimulai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Ketegangan dalam kehidupan yang dapat menimbulkan ansietas diantaranya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bayu Brahmantia, Titih Huriah. Program Studi Magister Keperawatan Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. membuka dinding perut dan dinding uterus (Sarwono, 2005). Sectio caesarea

PENGARUH SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE

BAB I PENDAHULUAN. pembunuh diam diam karena penderita hipertensi sering tidak. menampakan gejala ( Brunner dan Suddarth, 2002 ).

Kata Kunci : Spiritual, Emotional, Nyeri, Fraktur, Femur

Pernyataan Etika Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. jika seringkali pasien dan keluarganya menunjukkan sikap yang agak

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SMAN 1 Kasihan memiliki jumlah siswa yang cukup banyak sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hiperplasia prostat merupakan salah satu keluhan atau penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Sejumlah prilaku seperti mengkonsumsi makanan-makanan siap saji yang

BAB I PENDAHULUAN. penjahitan luka (Sustyowati, dkk, 2010). Potter & Perry (2005) menyebutkan bahwa menghadapi pembedahan pasien akan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat kompleks. Hirarki kebutuhan dasar manusia menurut Maslow adalah

BAB I PENDAHULUAN. psikologik, dan sosial-ekonomi, serta spiritual (Nugroho, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan pada bayi merupakan suatu proses yang hakiki, unik, dinamik,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan data World Health Organization (2010) setiap

SKRIPSI. Diajukan Oleh : PARYANTO J

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan merupakan kejadian fisiologi yang normal dialami oleh

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan suatu bangsa seringkali dinilai dari umur harapan hidup penduduknya

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

SKRIPSI SULASTRI J

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan menurut Wahyuningsih (2005), terapi Intravena adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. penuaan (Madjid dan Suharyanto, 2009). tindakan untuk mengatasi BPH yang paling sering yaitu Transurethral

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan quasi eksperimental design dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. siswa kelas 2 dengan jumlah siswa 157. Pada saat pre-test 8 siswa tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia (Ruggenenti dkk, 2001). Penyakit gagal ginjal kronis

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan penyumbatan uretra pars prostatika (Muttaqin, 2011). dapat menimbulkan komplikasi apabila dibiarkan tanpa

SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Gelar S 1 Keperawatan. Oleh: WAHYUNI J

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Teknik Relaksasi...,Bayu Purnomo Aji,Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,2017

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian kontrol ini didesain menggunakan quasi-eksperimen dengan tipe

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari 24 jam tanpa komplikasi baik bagi ibu maupun bagi janin (Prawirohardjo,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan quasi eksperimental design dengan

BAB I PENDAHULUAN. didalam tindakan operasi atau pembedahan untuk menghilangkan rasa

PENGARUH AROMATERAPI TERHADAP NYERI PADA PASIEN POST OPERASI SECTIO CAESAREA DI RSUD KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi alam dan masyarakat yang sangat kompleks, menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

GAMBARAN TINGKAT NYERI PASIEN DI INSTALASI GAWAT DARURAT RS PKU MUHAMMADIYAH BANTUL. Karya Tulis Ilmiah

BAB I PENDAHULUAN. Hiperplasia (BPH) dilaporkan terus meningkat yang banyak dijumpai pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kecemasan merupakan perasaan yang timbul akibat ketakutan, raguragu,

ABSTRAK Terapi Spiritual Emotional Freedom Tehnique (SEFT) Untuk Meningkatkan Kualitas Tidur Pasien Pasca Operasi di Rumah sakit.

ARTIKEL EFEKTIVITAS PENGGUNAAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG CEMPAKA RSUD UNGARAN

BAB I PENDAHULUAN. Kata kanker merupakan kata yang paling menakutkan di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah (Supartini, 2004). Hospitalisasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Katarak adalah keadaan terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa di

BAB I PENDAHULUAN. bayi yang dilakukan dengan cara insisi pada dinding abdomen ibu (WHO,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan penyakit penyebab kecacatan nomor satu di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Insiden kecelakaan merupakan penyebab utama orang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. menstruasinya semakin mendekat. Keadaan ini tidak selalu terjadi pada setiap

BAB I PANDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan yang dinamis dalam

BAB I PENDAHULUAN. suplai darah dan oksigen ke otak (Smeltzer et al, 2002). Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. Pijat telah digunakan untuk pengobatan dan menjadi bagian rutin

EFEKTIVITAS TERAPI GERAK TERHADAP PERUBAHAN TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Aloei Saboe Kelurahan Wongkaditi, Kecamatan Kota Utara, Kota

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan

BAB I PENDAHULUAN. penyebab kematian. Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. fisik yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur. Kebanyakan fraktur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. keluar kandung kemih melalui kateter urin secara terus menerus. kemih yang disebut dengan bladder training.

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terpotongnya suplai oksigen dan nutrisi yang mengakibatkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau adolescence. Menurut WHO (2007) masa remaja terjadi pada usia antara 10 24

BAB I PENDAHULUAN. Hiperplasia prostat atau BPH (Benign Prostate Hiperplasia) adalah

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan penduduk serta meningkatkan umur harapan hidup manusia.

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. pemeriksaan tekanan darah dengan menggunakan sphygmomanometer

BAB I PENDAHULUAN. produksi zat prostaglandin (Andriyani, 2013). Disminore diklasifikasikan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan untuk dapatbertahan hidup. (Nugroho,2008). struktur dan jumlah penduduk lanjut usia setelah RRC, India, dan Amerika

BAB I PENDAHULUAN. global yang harus segera ditangani, karena mengabaikan masalah mata dan

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian ini menggunakan rancangan eksperimen semu(quasi

BAB V PEMBAHASAN. perineum pada ibu postpartum di RSUD Surakarta. A. Tingkat Nyeri Jahitan Perineum Sebelum Diberi Aromaterapi Lavender

Jurnal Care Vol. 3, No. 3, Tahun 2015 PENGARUH TERAPI SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE (SEFT) TERHADAP INTENSITAS MEROKOK PADA SISWA

Kata kunci : Tekanan darah, Terapi rendam kaki air hangat, Lansia.

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode Quasy

PENGARUH TERAPI MUSIK JAWA TERHADAP PENURUNAN TINGKAT INSOMNIA PADA LANSIA DI UPT PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA MAGETAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. operasi/pembedahan (misalnya takut sakit waktu operasi, takut terjadi

BAB I. tahun dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2000, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. kelenjar/jaringan fibromuskular yang menyebabkan penyumbatan uretra pars

PENGARUH TERAPI MUSIK KLASIK TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI DI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG

BAB III METODE PENELITIAN. adalah Non-equivalent Control Group Design. Kelompok Eksperimen. Kelompok Kontrol

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2009 menyebutkan bahwa pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan

HUBUNGAN PENGGUNAAN MEKANISME KOPING DENGAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI FRAKTUR FEMUR DI UNIT ORTHOPEDI RSU ISLAM KUSTATI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. anestesi untuk pengelolaan nyeri, tanda vital, juga dalam pengelolaan

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN PRE OPERASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI HERNIA DI RSUD KUDUS ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. [CDC], 2013). Data dari Riset Kesehatan Dasar ( 2013), prevalensi. gangguan mental emosional (gejala -gejala depresi

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI TERHADAP PENURUNAN SKALA NYERI POST OPERASI DI RUMAH SAKIT Dr.OEN SURAKARTA

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan dengan memberikan pretest (sebelum perlakuan) dan. penelitian kuasi eksperimental dengan metode non-randomized

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan dengan desain penelitian pretest posttest with control group

HUBUNGAN PENGGUNAAN TEKHNIK BIRTHBALL DENGAN TINGKAT NYERI PADA IBU BERSALIN KALA I DI BPM UMU HANI YOGYAKARTA TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya. dan bertambah cenderung lebih cepat (Nugroho, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. konsep diri, pola koping dan perilaku sosial (Hidayat, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. biasanya progresif dan berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prostat berkembang sesuai dengan bertambahnya usia pada pria. Dimulai dari ukuran kecil ketika masih anak-anak terus berkembang mencapai 20 gram pada usia 30 tahun. Ukuran prostat akan menetap sampai usia ±50 tahun. Prostat akan berkembang lagi mencapai berat 35 gram pada usia 80 tahun. Salah satu gangguan prostat yang sering terjadi ialah Benign Prostate Hyperplasia (BPH) atau pertumbuhan berlebihan dari sel-sel prostat yang tidak ganas. Maka, munculah gangguan saluran perkemihan, terutama pada laki-laki paruh baya yang mengalami gangguan sering miksi, merasa kencing tidak tuntas, dan harus menunggu ketika akan berkemih semakin sering terjadi. Gejala urinarius tersebut diatas ditimbulkan akibat masalah pembesaran pada prostat. Pembesaran prostat ini merupakan proses alamiah yang terjadi pada lakilaki sesuai pertambahan usia akibat bertambahnya sel kelenjar prostat. Berdasarkan penelitian WHO (2007), jika pria berumur lebih dari 50 tahun, kemungkinan akan mengalami pembesaran prostat adalah 50% dan ketika berusia 80-85 tahun, risiko menderita Benigna Prostat Hiperplasia akan meningkat menjadi 90%. Benigna Prostatic Hyperplasia (BPH) dalam bahasa umumnya dinyatakan sebagai pembesaran prostat jinak (PPJ). Didunia diperkirakan terjadi 30 juta kasus BPH, dan BPH hanya terjadi pada pria karena wanita tidak memiliki kelenjar prostat. Insidensi BPH secara

2 epidemiologi di dunia, pada usia 40-an, kemungkinan seseorang itu menderita penyakit Benigne Prostat Hyperplasia adalah sebesar 40%, dan setelah meningkatnya usia, yakni dalam rentang usia 60 hingga 70 tahun, persentasenya meningkat menjadi 50% dan diatas 70 tahun persentase kejadiannya hingga 90% (Abbas, 2005). Menurut WHO (2008), di Indonesia untuk tahun 2008, insidensi terjadinya kanker prostat adalah sebesar 12 orang setiap 100000 orang, menduduki peringkat keempat setelah kanker saluran napas atas, saluran pencernaan dan hati. Berdasarkan penelitian Istikomah (2010) angka kejadian BPH di Indonesia, khususnya di dua Rumah Sakit besar di Jakarta yaitu RSCM dan Sumberwaras (1994 1999) sampai sekarang terdapat 1040 kasus. Penanganan utama pada kasus BPH yaitu dengan tindakan operasi, salah satunya adalah dengan teknik transurethra resection prostate (TURP). Nyeri, kecemasan, peradangan, ketegangan emosi dan imobilisasi yang terjadi pasca bedah TURP dapat menimbulkan suatu lingkaran abnormalitas ketidaknyamanan. Rasa sakit, kecemasan, peradangan, ketegangan emosi dan imobilisasi akan menimbulkan reflex muscle contraction. Reflex muscle contraction menimbulkan restricted movement (RM), yang akan mengakibatkan circulatory stasis dimana akan terjadi ischaemic jaringan dan terhambatnya proses metabolisme. Circulatory stasis akan meningkatkan rasa sakit dan akan mengakibatkan spasme pada otot. Abnormalitas kenyamanan ini bila tidak diputus akan membuat otot kehilangan sifat kelenturannya (Kisner dan Colby dalam Jay 2009).

3 Sebuah otot atau jaringan jika dibuat sayatan luka atau dibiarkan pada posisi memendek hanya selama 5 hingga 7 hari akan memperlihatkan pemendekan parut otot akibat kontraksi dari serat kolagen dan penurunan jumlah sarcomere serat otot. Faktor pendukung lain seperti edema, pendarahan, nyeri, dan cedera pada jaringan lunak bercampur menjadi satu yang akan meningkatkan pembentukan kontraktur (Garriso n dalam Craig, 2009). Menurut Lee (2008) menyatakan bahwa pemberian electro acupuncture, EFT, TENS, dan stimulasi lain (termasuk pijatan) pada titik akupunktur tertentu dapat mengurangi nyeri dan kecemasan pada pasien pasca pembedahan. Pasien pasca bedah transurethral resection prostate merupakan pasien yang dapat mengalami nyeri dan kecemasan pasca pembedahan. Keadaan ini di alami oleh 50% pria yang berusia rata-rata 60 tahun dan kurang dari 80% pria yang berusia 80 tahun menjalani pembedahan prostat (Nursalam, 2006). Hasil riset di China menunjukkan bahwa laki-laki di daerah pedesaan sangat rendah terkena benigna prostat hyperplasia dibandingkan dengan laki-laki yang hidup di daerah perkotaan. Hal ini terkait dengan gaya hidup seseorang, mulai dari pola makan, olahraga, perilaku merokok serta aktivitas lainnya yang dapat mempercepat pembesaran prostat (Suharyanto, 2009). Pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih atau vesika, sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh. Dalam sebuah studi tahun 2009 oleh Tugcu, 64 pasien menjalani TURP bersamaan dengan operasi batu kemih atau vesicolithotomy. Kelemahan utama prosedur

4 ini adalah nyeri pasca pembedahan. Prevalensi nyeri pasca pembedahan dalam sampel 1490 pasien rawat inap bedah, didapatkan hasil nyeri sedang atau berat dilaporkan oleh 41% klien pada hari 0, 30% pada hari 1 dan 19%, 16%, 14% pada hari 2, 3, dan 4. Prevalensi nyeri sedang atau berat pada kelompok pembedahan bagian abdomen dan perkemihan adalah tinggi pada hari pertama dan hari kedua pasca pembedahan (30-55%) (Eur, 2008). Hasanudin (2007), menyatakan dari 35 responden pasien pasca bedah transurethral resection prostate pada penelitiannya didapatkan tingkat kecemasan tertinggi berada pada tingkat kecemasan sedang sebanyak 46%, cemas ringan 29%, cemas berat 20% dan panic sebanyak 5%. Kecemasan adalah ketegangan rasa tidak aman dan khawatir yang timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan berasal dari dalam (Depkes RI, 1998). Yustinus (2006) mengatakan faktor predisposisi yang dapat menimbulkan kecemasan antara lain faktor psikologis, terutama tentang peraturan prosedur pembedahan yang harus dipatuhi pasien, peralatan yang dipasang pada pasien, dan sikap tenaga kesehatan dalam pengobatan pasien. Perawat sebagai bagian dari profesi kesehatan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Praktik perawat dalam lingkup pelayanan keperawatan dalam bentuk pendidikan kesehatan, kunjungan rumah, dapat menerapkan tindakan keperawatan komplementer sebagai upaya promotif, preventif, kuratif, rehabilitative, maupun resosiasif. Modalitas penyembuhan merupakan metode

5 pendamping yang digunakan bersama dengan pengobatan berbasis obat dan tindakan pembedahan sebagai upaya pemenuhan pelayanan holistik. Tindakan komplementer tersebut bukanlah satu-satunya terapi untuk menangani penyakit yang diderita oleh pasien. Konsep tersebut dapat didefinisikan bahwa tindakan komplementer berfungsi sebagai pelengkap dari tindakan medik konvensional (Purwanto, 2013). Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh perawat untuk mengatasi masalah nyeri dan kecemasan pada pasien pasca bedah transurethral resection prostate adalah dengan menggunakan terapi medikasi dan nonmedikasi. Terapi medikasi dapat mengakibatkan gangguan fisik tubuh yang lain dan jika terlalu lama digunakan dapat menyebabkan ketergantungan (Potter, 2009). Salah satu terapi non medikatif yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan Terapi Spiritual Emosional Freedom Tehnique (SEFT). Dalam penelitian Mudatsyir (2012 ) dijelaskan terapi SEFT dapat mengurangi nyeri pada pasien pasca bedah fracture femur, stimulasi ketukanketukan (tapping) SEFT mampu merangsang serabut saraf A-beta, diteruskan ke nucleus kolumna dorsalis dan impuls saraf diteruskan melalui lemnikus medialis melalui jalur kolateral terhubung dengan periaqueductal grey area (PAG). Perangsangan PAG ini menghasilkan enkepalin, sejenis opium dalam tubuh sehingga nyeri berkurang. Terapi SEFT juga mampu menurunkan kecemasan pada pasien pasca bedah percutaneus coronary diseases. SEFT mengatasi masalah kecemasan berdasarkan akar permasalahan utamanya melalui proses set up yang akan dilakukan serta dapat mempengaruhi alam

6 bawah sadar manusia dengan cara menyugesti diri sendiri, serta terdapat unsur teknik eye movement desentizitation repatterning (EMDR) melalui nine gamut procedure (gerakan mata) untuk mengendalikan emosi kecemasan dan merangsang keseimbangan otak kiri dan otak kanan (Zainuddin, 2013). Berdasarkan hasil studi pendahuluan peneliti terhadap pasien pasca bedah transurethral resection prostate, 4 orang pasien dengan skala nyeri sedang dan mengalami cemas dilakukan intervensi SEFT, setelah intervensi SEFT mengalami penurunan nyeri serta kecemasan. Terapi SEFT bekerja dengan prinsip yang kurang lebih sama dengan akupuntur dan akupresur. Perbedaannya, SEFT menggunakan teknik yang lebih aman, mudah, cepat dan sederhana, bahkan tanpa resiko karena tidak menggunakan jarum ataupun alat lainnya, namun mengutamakan keahlian dalam aplikasinya. Selain itu, dalam prosesnya SEFT melibatkan Tuhan sehingga inti masalah yang dapat diatasi juga lebih luas, yaitu meliputi masalah fisik dan emosi. Terapi SEFT merupakan suatu teknik penggabungan dari sistem energi tubuh ( energy medicine) dan terapi spiritualitas dengan menggunakan metode tapping (ketukan) di beberapa titik tertentu pada tubuh. Banyak manfaat yang dihasilkan dengan terapi SEFT yang telah terbukti membantu mengatasi berbagai masalah fisik maupun emosi (Faiz, 2008). B. Masalah Penelitian Masalah penelitian ini adalah Bagaimanakah pengaruh SEFT terhadap penurunan nyeri dan kecemasan pada pasien pasca bedah transurethral resection prostate di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya?

7 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh SEFT terhadap penurunan nyeri dan kecemasan pada pasien pasca bedah transurethral resection prostate di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya. 2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah: a. Mengidentifikasi usia pasien pasca bedah TURP di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya. b. Menganalisis skala nyeri pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebelum dilakukan intervensi SEFT pada pasien pasca bedah TURP di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya c. Menganalisis skala nyeri pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol setelah dilakukan intervensi SEFT pada pasien pasca bedah TURP di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya. d. Menganalisis skala kecemasan pada kelompok intervensi dengan kelompok kontrol sebelum dilakukan intervensi SEFT pada pasien pasca bedah TURP di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya. e. Menganalisis skala kecemasan pada kelompok intervensi dengan kelompok kontrol setelah dilakukan intervensi SEFT pada pasien pasca bedah TURP di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya.

8 D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pasien Pasca Bedah TURP Pasien pasca bedah TURP diharapkan mendapatkan intervensi secara holistik, yaitu terapi farmakologi dan terapi nonfarmakologi. Terapi SEFT diharapkan dapat melengkapi terapi-terapi pasca bedah TURP dalam menurunkan nyeri dan menurunkan kecemasan pasca pembedahan. 2. Bagi Institusi Pendidikan. Penelitian ini diharapkan dapat menjadikan inspirasi staf akademik dan peserta didik keperawatan dalam memajukan bidang ilmu keperawatan, khususnya pengembangan terapi komplementer, terapi modalitas, dan terapi non farmakologi sebagai upaya SEFT dapat dimasukkan ke dalam muatan lokal kurikulum keperawatan. 3. Bagi Ilmu Keperawatan Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu keperawatan, yaitu diakuinya terapi SEFT sebagai intervensi mandiri keperawatan. 4. Bagi Penelitian Selanjutnya Sebagai landasan penelitian Terapi SEFT selanjutnya terhadap masalahmasalah kesehatan, terutama pada respon pasien yang mengalami gangguan kesehatan yang mengalami masalah fisik dan emosi, serta sebagai pengembangan penelitian terapi komplementer, terapi modalitas, serta terapi nonfarmakologi lebih lanjut.

9 E. Penelitian Terkait. 1. Sri Yuniarsih (2011), melakukan penelitian perbandingan intervensi spiritual dan terapi SEFT terhadap penurunan intensitas nyeri dan kecemasan ibu bersalin kala 1 di PKM poned Kota Pekalongan.. Manajemen nyeri dan kecemasan dilakukan untuk kelancaran proses persalinan. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh intervensi spiritual dan Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) terhadap penurunan intensitas nyeri kala I dan kecemasan ibu bersalin. Desain penelitian yang digunakan adalah quasi experiment pre post test design with control group dengan tehnik consecutive sampling. Subyek yang terlibat sebanyak 36 ibu bersalin di Puskesmas PONED Kota Pekalongan yang dibagi menjadi dua yaitu kelompok intervensi SEFT dan intervensi spiritual sebagai kelompok kontrol. Instrumen yang digunakan adalah numeric rating scale. Data dianalisis menggunakan Mann Whitney Test dan Independent t Test dengan taraf signifikansi 5%. Hasil penelitian menunjukkan rerata nyeri dan kecemasan sebelum intervensi adalah 8,50 (SD: 1,339) dan 5,17 (SD: 1,383) pada kelompok intervensi, sedangkan pada kelompok kontrol 7,72 (SD: 1,447) dan 4,89 (SD: 2,026). Rerata nyeri dan kecemasan setelah intervensi adalah 6,00 (SD: 0,686) dan 1,89 (SD: 1,278) pada kelompok intervensi sedangkan kelompok kontrol sebesar 6,22 (SD: 0,943) dan 4,89 (SD: 2,026). Terdapat perbedaan yang signifikan rerata penurunan nyeri (p<0,05) dan kecemasan (p<0,05) antara kelompok intervensi dan kontrol. Intervensi SEFT terbukti dapat

10 menurunkan intensitas nyeri kala I dan kecemasan ibu bersalin. Intervensi ini hendaknya diaplikasikan oleh perawat agar dapat bekerjasama interdisiplin untuk membantu mengatasi permasalahan tersebut. 2. Zainul Anwar (2011), melakukan penelitian model terapi SEFT untuk mengatasi gangguan fobia spesifik. Desain penelitian ini menggunakan desain ABA. Subyek dalam penelitian ini adalah seorang perempuan berusia 19 tahun dengan gejala-gejala fobia spesifik, yaitu ketakutan yang irasional atau berlebihan terhadap peniti. Penelitian dilakukan mulai praterapi, terapi, dan pasca-terapi selama 5 minggu dan sebulan untuk memantau kondisi subyek setelah dihentikannya terapi. SEFT diberikan sebanyak 8 putaran selama 3 kali pertemuan terapi. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan alat ukur Subjective Units Disturbance Scale (SUDS). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa SEFT mampu menurunkan ketakutan yang berlebihan secara signifikan pada penderita gangguan fobia spesifik. Penurunan level kecemasan atau ketakutan berdasarkan SUDS (Subjective Units Disturbance Scale) selama pemberian terapi sangat signifikan dan terdapat perubahan reaksi fisiologis dan respon pada perilaku subyek. 3. Weni Widya Sari (2014), melakukan penelitian tentang emotional freedom technique dan tingkat kecemasan pasien yang akan menjalani percutaneus coronary intervention. Peneliti menggunakan metode quasi experimental dengan rancangan one group pretest dan postest. Jumlah sampel 30 orang dibagi menjadi kelompok intervensi dan kontrol dengan menggunakan

11 teknik concecutive sampling. Kelompok intervensi diberikan EFT selama 15 menit. Sebelum dan sesudah intervensi diukur tingkat kecemasannya dengan menggunakan kuesioner stat trait anxiety inventory (STAI-S). Data dianalisis dengan uji t. Hasil menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna antara tingkat kecemasan sebelum dan sesudah intervensi EFT (p<0.05) dan terdapat perbedaan yang bermakna intensitas kecemasan sesudah intervensi antara kelompok intervensi dan kontrol ( p<0.05). Kesimpulan penelitian yaitu EFT dapat menurunkan tingkat kecemasan pada pasien yang akan menjalani PCI. 4. Ulfah Dwi Yuliani (2013), penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi SEFT Terhadap penurunan kecemasan pada wanita menopause. Desain penelitian quasi eksperiment dengan teknik quota sampling, sebanyak 32 orang. Instrument penelitian menggunakan kuesioner HARS. Hasil uji Wilcoxon test didapatkan p value 0,001 < 0,05 yang berarti ada pengaruh signifikan antara sebelum dan sesudah terapi SEFT terhadap kecemasan pada pasien menopause. 5. Muthmainnah Zakiyyah (2008), melakukan penelitian pengaruh SEFT terhadap penanganan nyeri dismenore. Desain penelitian quasi eksperimen-one group pretest posttest. Populasi dalam penelitian ini yaitu semua remaja putri usia 12-15 tahun yang mengalami dismenorea berjumlah 90 orang. Sampel terdiri dari sebagian remaja putri usia 12-15 tahun yang mengalami dismenorea secara rutin berjumlah 74 orang. Sampling dilakukan dengan cara simple random sampling berdasarkan

12 kriteria inklusi. Instrumen menggunakan lembar checklist dan skala nyeri smethzer. Hasil Paired T-test penelitian didapatkan p value 0,001 < 0,05 menunjukkan bahwa terapi SEFT mempengaruhi terhadap penurunan nyeri dismenore. 6. Mudatsyir (2012), melakukan penelitian pengaruh terapi SEFT terhadap nyeri pasien pasca operasi fraktur femur. Desain penelitian eksperimental menggunakan rancangan two group pre test-post test design dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh Spiritual Emotional Freedom Technique pada pasien pasca operasi fraktur femur. Populasi dalam penelitian ini terbagi dalam dua kelompok yaitu kelompok I sejumlah 20 responden dan kelompok II sejumlah 20 responden yaitu pada semua pasien pasca operasi fraktur femur yang menjalani operasi di RSUI Kustati pada bulan Agustus dan September tahun 2010. Uji statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah Wilcoxon test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian penguluran pasif dapat mengurangi nyeri pada pasien pasca operasi fraktur femur, pemberian penguluran pasif + SEFT dapat mengurangi nyeri pada pasien pasca operasi fraktur femur, pemberian penguluran pasif + SEFT lebih baik dari pada pemberian penguluran pasif saja terhadap pengurangan nyeri pada pasien pasca operasi fraktur femur 7. Fajar Wijayanti (2010), melakukan penelitian pengaruh SEFT terhadap penurunan nyeri pada pasien pasca operasi section caesaria. Desain penelitian quasi eksperiment dengan rancangan control time series design. Penelitian dilakukan di RSUD Tugurejo sebagai kelompok perlakuan dan

13 di RSUD Kota Semarang sebagai kelompok kontrol. Sampel masingmasing kelompok 18 pasien pasca-operasi SC dengan purposive sampling berdasarkan kriteria inklusi. Terapi SEFT menekankan unsur spiritualitas dan do a serta 14 teknik terapi yang mendukung efektivitas terapi SEFT. Terapi SEFT dilakukan sejak pasien pasca-operasi SC hari pertama (setelah melewati 24 jam pasca-operasi), dilakukan satu kali dalam sehari selama tiga hari. Setiap kali terapi hanya melakukan satu putaran SEFT dan membutuhkan waktu 5 menit. Segera setelah terapi, intensitas nyeri dinilai dengan menggunakan skala numerik 1-10. Hasil penelitian diperoleh bahwa mean rank nyeri sebelum intervensi pada kelompok kontrol 20,78 dan pada kelompok perlakuan 16,22. Pada uji Mann-Whitney nilai p value kedua kelompok sebelum intervensi yaitu 0,178 (p>0,05) sehingga tidak terdapat perbedaan bermakna intensitas nyeri sebelum intervensi. Mean rank nyeri setelah intervensi pada kelompok kontrol 27,06 dan pada kelompok perlakuan 9,94 sehingga tidak terdapat perbedaan bermakna antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol setelah intervensi (p=0,000). Terapi SEFT efektif mengurangi nyeri ibu paska-operasi SC. Penelitian ini merekomendasikan bahwa terapi SEFT dapat digunakan sebagai intervensi mandiri keperawatan untuk mengurangi nyeri.