digilib.uns.ac.id BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Surat Setoran Pajak (SSP) Surat Setoran Pajak (SSP) adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang telah di tunjuk oleh mentri keuangan. (pasal 1 angka 14 UU, KUP) SSP dapat berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah di sahkan oleh pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan validasi dengan menggunakan cap register (Muljono, 2010). Salah satu kewajiban wajib pajak adalah melakukan penyetoran atau pembayaran pajak. Di dalam perpajakan, harus dibedakan pengertian pada waktu mengisi formulir Surat Setoran Pajak (SSP). Pada dasarnya didalam pelunasan pajak terdapat dua macam cara pelunasan sebagai berikut (Nugroho dan Teguh, 2008) : a. Pelunasan dilakukan melalui pihak lain atau yang disebut dengan pemberi penghasilan dan disetor oleh pemotong/pemungut yang bersangkutan. Dengan cara ini Wajib Pajak bersikap pasif. Pihak yang melakukan penyetoran adalah pihak lain, bukan Wajib Pajak yang bersangkutan. Hal ini terjadi pada PPh Pasal 21 atas gaji dan 21
digilib.uns.ac.id 22 honorarium, PPh pasal 22 atas bendaharawan, PPh Pasal 26 atas Wajib Pajak Luar Negeri, PPh Pasal 4 ayat (2) atas sewa bangunan. b. Pelunasan dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri atau yang disebut melunasi pajaknya sendiri, misalnya PPh Pasal 29 tentang PPh Tahunan, baik badan maupun orang pribadi; PPh pasal 25 tentang Angsuran Bulanan; PPh Pasal 4 ayat (2) tentang Pajak Penjualan Tanah dan Bangunan. 2. Jenis Surat Setoran Pajak (SSP) (Muljono, 2010) Berbagai macam SSP yang dapat di gunakan untuk pembayaran berbagai jenis pajak, seperti: SSP standar, SSP khusus, SSPCP, dan SSCP. a. SSP standar SSP standar adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan atau berfungsi untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kantor penerima pembayaran dan digunakan sebagai bukti pembayaran dengan bentuk, ukuran, dan isi sesuai dengan yang telah di tentukan. Wajib Pajak dapat mengadakan sendiri SSP standar sepanjang bentuk, ukuran, dan isinya harus sesuai. Satu SSP standar hanya dapat dugunakan untuk pembayaran satu jenis pajak dan untuk satu masa pajak atau satu tahun pajak atau satu surat ketetapan pajak atau satu STP, dengan menggunakan satu MAP/kode jenis pajak dan satu kode jenis setoran.
digilib.uns.ac.id 23 b. SSP khusus SSP khusus adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak terutang ke kantor penerima pembayaran di cetak oleh kantor penerima pambayaran dengan menggunakan mesin transaksi dan/atau alat lainnya yang isinya sesuai dengan yang ditetapkan dalam peraturan Direktur Jendral Pajak, dan mempunyai fungsi yang sama dengan SSP standar dalam administrasi perpajakan. Satu SSP khusus hanya dapat digunakan untuk pembayaran satu jenis pajak dan untuk satu masa pajak atau satu tahun pajak/skp/stp, dengan menggunakan satu MAP/kode jenis pajak dan satu kode jenis setoran. SSP khusus dicetak oleh kantor penerima pembayaran yang telah mengadakan kerjasama MPN dengan DJP, yaitu pada saat; 1) Transaksi pembayaran atau penyetoran pajak sebanyak 2 lembar, berfungsi sama dengan lembar ke 1 dan lembar ke 3 SSP standar. 2) Terpisah sebanyak 1 lembar, yang berfungsi sama lembar ke 2SSP standar untuk diteruskan ke KPPN sebagai lampiran daftar nominative penerimaan (DNP). SSP khusus dapat di perbanyak oleh Wajib Pajak yang berfungsi sama dengan lembar ke 5 SSP standar sebagai pengganti bukti potong/bukti pungut, dengan cap dan tanda tangan oleh pejabat yang berwenang oleh kantor penerima pembayaran. Kantor Penerima pembayaran yang telah terhubung secara online dengan system Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) dengan DJP dan
digilib.uns.ac.id 24 Monitoring Pembayaran Nasional (MPN) dengan Depkeu hanya dapat melayani pembayaran atau penyetoran pajak dengan menggunakan SSP khusus. c. SSPCP Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak dalam rangka impor (SSPCP) adalah SSP yang digunakan oleh importir atau wajib bayar dalam rangka impor. SSPCP digunakan untuk melakukan penyetoran penerimaan negara dalam rangka impor. d. SSCP Surat Setoran Cukai atas Barang kena cukai dan PPN hasil Tembakau Buatan dalam Negeri (SSCP) adalah SSP yang digunakan oleh pengusaha untuk cukai atas barang kena cukai dan PPN hasil tembakau buatan dalam negeri. Kekurangan pembayaran pajak atas impor dan cukai atas barang kena cukai dan PPN hasil tembakau buatan dalam negeri selain yang ditagih dengan STP atau SKP, maka pelunasan kekurangan pembayaran tersebut dilakukan dengan pembayaran SSCP. 3. Fungsi Surat Setoran Pajak (SSP) (Gustiawan, 2007) a. Sarana utama untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak terutang; b. SPT masa, misalnya untuk PPh Pasal 25; c. Faktur pajak, misalnya untuk PPN kegiatan membangun sendiri.
digilib.uns.ac.id 25 4. Jenis Pembayaran/Penyetoran a. Pembayaran/Peyetoran pajak dapat dikelompokan berdasarkan waktunya sebagai berikut (Nugroho dan Teguh, 2008) : 1) PPh Pasal 22 atas bendaharawan sebagai Wajib Pungut (WAPU). Jika hari ini dipungut, langsung pada hari ini pula pajak tersebut harus disetorkan. 2) PPh Pasal 22 impor, Pembayaran dan Penyetoran pajaknya harus dilunasi pada waktu yang bersamaan dengan pembayaran Bea Masuk. Importir harus mengisi Pemberitahuan Impor Barang (PIB), padahal syarat agar aplikasi PIB mendapat persetujuan dari kantor BeaCukai adalah menunjukan SSP. Jika pajaknya belum dibayar, maka barang tidak dapat diambil di gudang pelabuhan. 3) PPh Pasal 22 atas Pertamina, harus dilunasi sebelum dikeluarkannya Surat Delivery Order (DO). 4) PPh pasal 4 ayat (2) atas pengalihan tanah/bangunan, harus dilunasi sebelum akta jual beli tanah/bangunan ditandatangani oleh Notaris. 5) PPh pasal 25 ayat (8) atas pembayaran fiscal luar negeri, jenis pajak yang dibebankan kepada orang yang akan pergi ke luar negeri, dilunasi sebelum boarding. Besarnya pembayaran fiscal adalah sebagian berikut: a) Jika menggunakan kapal udara pajak fiskal Rp 1.000.000 (satu juta rupiah);
digilib.uns.ac.id 26 b) Jika menggunakan kapal laut, pajak fiskalnya Rp 500.000 (lima ratus ribu rupiah); c) Jika dengan perjalanan darat, pajak fiskalnya Rp 200.000 (dua ratus ribu rupiah). 6) PPN Pasal 22 impor dilunasi bersamaan dengan pembayaran Bea Masuk. 7) PPN atas impor, dilunasi bersamaan dengan pembayaran Bea Masuk. b. Pada suatu masa (bulanan). Berikut beberapa contohnya: 1) PPh Pasal 21, 23, 26, dan PPh Pasal 4 ayat (2) yang meliputi: sewaan bangunan, hadiah undian, jasa konstruksi, harus disetorkan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak. 2) PPh Pasal 25 atau Angsuran Bulanan, PPN bukan pemungut, penyetoran paling lambat pada tanggal 15 bulan berikutnya. 3) PPN pemungut (bendaharawan) penyetoran paling lambat tanggal 7 (tujuh) bulan berikutnya. Apabila pada tanggal jatuh tempo pembayaran/penyetoran bertepatan dengan hari libur nasional atau cuti bersama, maka pembayaran/penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya. Batas waktu pembayaran dan pelaporan SPT Masa (Surat Pemberitahuan Masa) PPh Pasal 21, Pasal 25 dan Pasal 23 disusun sebagai berikut:
digilib.uns.ac.id 27 Tabel 2.1 Batas Waktu Pembayaran dan Pelaporan SPT Masa Pembayaran Tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir Tanggal 15 bulan takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir. Tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir. Pelaporan Tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir Tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir. Tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir. Sumber : Arifin, Wibowo, dan Iscahyanto, 2006 Pada akhir tahun (tahunan). Sebagai contoh, PPh kurang dibayar/disetor (PPh Pasal 29), harus dilunasi paling lambat pada tanggal 25 maret Tahun Pajak berikutnya. Apabila Tahun Pajak bukan takwim, tetapi menggunakan tahun buku, maka pelunasan paling lambat pada tanggal 25, 3 (bulan) setelah berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan. Batas waktu pembayaran dan pelaporan SPT Tahunan (Surat Pemberitahuan Tahunan) PPh Pasal 21 dan Pasal 25 disusun sebagai berikut: Tabel 2.2 Batas Waktu Pembayaran dan Pelaporan SPT Tahunan Pembayaran Pelaporan Tanggal 25 Maret setelah tahun pajak berakhir Tanggal 31 Maret setelah tahun pajak berakhir Tanggal 25 Maret setelah tahun pajak berakhir Tanggal 31 Maret setelah tahun pajak berakhir Sumber : Arifin, Wibowo, dan Iscahyanto, 2006
digilib.uns.ac.id 28 5. Form Surat Setoran Pajak (SSP) Form Surat Setoran Pajak (SSP) digunakan untuk menyetorkan pajak penghasilan setiap bulannya dan juga pada akhir tahun. Bentuk SSP seperti gambar dibawah ini: Gambar 2.1 Surat Setoran Pajak (SSP) Sumber : Ashari, 2006
digilib.uns.ac.id 29 Untuk mengisi Surat Setoran Pajak (SSP), langkah-langkah pengisiannya sebagai berikut: (Ashari, 2006) a. Isilah Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Nama Perusahaan, dan alamat perusahaan pada kolom NPWP, nama pemotong dan alamat pemotong. b. Isi kode jenis pajak pada kolom MAP. c. Isi uraian pajak dengan pajak penghasilan Pasal 21. d. Beri tanda silang pada bulan penyetoran pajak. e. Isi jumlah pembayaran dengan angka rupiah. f. Uraikan jumlah rupiah pada kolom pembayaran pada kolom terbilang. g. Isi kota, tanggal pembayaran, dan tandatangani SSP. 6. Sanksi Keterlambatan Setor (Nugroho dan Teguh, 2008) Penyetoran pajak yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. Sanksi ini akan ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak (STP). 7. Sarana Pembayaran/Penyetoran (Nugroho dan Teguh, 2008) Pembayaran pajak telah disediakan suatu perangkat yang dinamakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah disediakan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Sekarang digunakan bentuk formulir F.2.0.32.01, dibuat dalam rangkap 4, kecuali SSP PPh Pasal 22, PPN, PPnBM bendaharawan
digilib.uns.ac.id 30 harus dibuat dalam rangkap 5. Distribusi 5 (lima) lembar SSP adalah: lembar ke 1 untuk arsip wajib pajak, lembar ke 2 untuk KPP melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN), lembar ke 3 untuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) melalui wajib pajak, lembar ke 4 untuk arsip Bank persepsi/kantor Pos, dan lembar ke 5 untuk arsip pemungut. Dengan demikian, setelah pembayaran dilaksanakan di bank persepsi/kantor pos, maka wajib pajak akan mendapat pengembalian SSP lembar ke 1, lembar ke 3, dan lembar ke 5. Untuk kepentingan pajak, alat bukti pembayaran adalah lembar ke 2 SSP. Apabila terjadi perbedaan jumlah setoran dalam SSP, yang dianggap benar adalah jumlah pada lembar ke 2 SSP. Pada akhirnya lembar ke 2 SSP dan lembar ke 3 SSP akan masuk ke KPP dan oleh sanksi penerimaan/keberatan dilakukan sebagai penerimaan pajak. Khusus untuk pembayaran diluar penerimaan pajak, pembayaran menggunakan SSBP (surat setoran penerimaan Negara bukan pajak), misalnya biaya penyampaian surat paksa, biaya sita, biaya lelang, dan sebagainya. 8. Tata Cara Penerimaan Setoran Pada Kantor Pos Pasal 6 ayat (1) PER-78/PB/2006, telah di jelaskan bagaimana tata cara penerimaan setoran melalui badan yang di tunjuk sebagai kantor persepsi. Isi/tata cara penerimaan setoran pada Kantor Pos persepsi sebagai berikut.
digilib.uns.ac.id 31 a. Menerima surat setoran rangkap 4 (empat) dan meneliti kelengkapan pengisian dokumen dan uang yang disetorkan; b. Mengkredit setoran ke rekening persepsi, devisa persepsi, PBB, atau BPHTB sesuai jenis setoran yang diterima; c. Melakukan pengesahan dengan menerbitkan BPN setelah mendapatkan NTPN dalam rangkap 4 (empat), dengan peruntukan lembar ke 1 dan ke 3 untuk penyetor, lembar ke 2 untuk KPPN, dan lembar ke 4 untuk bank/pos; d. Surat setoran yang sudah di sahkan dan di tandatangani petugas bank/pos, lembar ke 1 dan ke 3 disampaikan kepada penyetor, lembar ke 2 untuk KPPN, dan lembar ke 4 untuk bank/pos; e. Menerbitkan BPN atas setoran yang diterima melalui cabang/cabang pembantu bank/pos yang on-line setelah mendapatkan NTPN dari MPN. NTPN merupakan Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya disebut NTPN, adalah nomor yang tertera pada bukti penerimaan Negara yang diterbitkan melalui MPN. NTP merupakan Nomor Transaksi Pos yang selanjutnya disebut NTP, adalah nomor bukti transaksi penyetoran penerimaan Negara yang diterbitkan oleh kantor pos. MPN merupakan Modul Penerimaan Negara yang selanjutnya disebut MPN, adalah modul penerimaan yang memuat serangkaian prosedur mulai dari penerimaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan,
digilib.uns.ac.id 32 pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan yang berhubungan dengan penerimaan Negara dan merupakan bagian dari Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara. BPN merupakan Bukti Penerimaan Negara yang selanjutnya disebut BPN, adalah dokumen yang di terbitkan oleh bank/pos atas transaksi penerimaan Negara dengan teraan NTPN dan NTB/NTP dan dokumen yang diterbitkan KPPN atas transaksi penerimaan Negara yang berasal dari potongan SPM dengan teraan NTPN dan NPP. Pada Pasal 4 ayat (3) huruf a telah dijelaskan tata cara penyetoran penerimaan Negara oleh wajib pajak. Tata cara pembayaran melalui loket/teller Bank/Pos sebagai berikut. a. Mengisi formulir bukti setoran dengan data yang lengkap, benar, dan jelas dalam rangkap 4 (empat); b. Menyerahkan formulir bukti setoran kepada petugas Bank/Pos dengan menyertakan uang setoran sebesar nilai yang tersebut dalam formulir yang bersangkutan; c. Menerima kembali formulir bukti setoran lembar ke-1 dan lembar ke- 3, yang telah diberi NTPN dan NTB/NTP serta dibubuhi tanda ntangan/paraf, nama pejabat Bank/Pos, cap Bank/Pos, tanggal, dan waktu/jam setor sebagai bukti setor; d. Menyampaikan bukti setoran kepada unit terkait.
digilib.uns.ac.id 33 B. PEMBAHASAN PT Pos Indonesia merupakan salah satu instansi pemerintah yang bergerak dalam bidang jasa yang memberikan pelayanan yang prima kepada pelanggannya guna membentuk performance/citra yang baik dalam kepuasan. Kantor Pos merupakan kantor cabang dari PT Pos Indonesia sebagai tempat yang dibuat pemerintah Indonesia untuk masyarakat Indonesia sebagai sarana komunikasi seperti mengirimkan surat dan untuk mengirimkan paket ke kerabat atau sahabat yang jauh maupun dekat. Dengan perkembangan teknologi yang sekarang, kantor pos mengembangkan fungsi menjadi lebih luas, seperti menerima pembayaran listrik, telepon, pajak, dan lain-lain. Peraturan direktur jendral perbendaharaan nomor PER-78/PB/2006, pada Pasal 1 ayat (15) kantor pos ditunjuk oleh mentri keuangan sebagai pos persepsi untuk menerima setoran penerimaan negara. NTPN dan NTP yang terdapat pada dokumen sumber merupakan alat pengesahan atas penerimaan Negara melalui pos. 1. Faktor-faktor Yang Menyebabkan Data pada Surat Setoran Pajak (SSP) Bermasalah Tata cara penyetoran penerimaan negara oleh Wajib Pajak melalui loket/bank/pos pada pasal 4 ayat (3) huruf a di jelaskan bahwa Wajib Pajak mengisi sendiri data pada formulir yang telah disediakan oleh petugas Bank/Pos dengan lengkap, benar dan jelas. Pada Kantor Pos Surakarta, masih banyak ditemukannya formulir yang tidak lengkap, benar dan jelas pada datanya sehingga ini menjadi tugas tambahan untuk petugas
digilib.uns.ac.id 34 Pos Surakarta. Petugas Pos Surakarta tidak mengetahui secara jelas apa yang menjadi penyebab utama para Wajib Pajak yang menyetorkan pajaknya di Kantor Pos Surakarta menuliskan/memasukan datanya pada formulir SSP tidak dengan lengkap, benar dan jelas. Dari beberapa formulir yang diterima oleh petugas Pos Surakarta, terdapat formulir SSP yang tidak benar datanya, data tersebut berupa NPWP yang tidak terdaftar di database KPP sehingga data Wajib Pajak yang bersangkutan belum dinyatakan telah menyetorkan pajaknya ke KPP melalui Pos Surakarta tetapi telah masuk data Kantor Pos Surakarta bahwa telah menerima setoran dari Wajib Pajak. Ini merupakan suatu hal yang perlu di bahas karena dengan pelayanan yang tetap seperti ini maka akan tetap menambah tugas dari para petugas Pos Surakarta untuk mengisi ulang data Wajib Pajak yang bersangkutan untuk mengimbangi data penerimaan penyetoran yang telah diterima Kantor Pos Surakarta. Penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa faktor dari penyebab kesalahan yang terjadi pada SSP di Kantor Pos Surakarta disebabkan oleh Wajib Pajak itu sendiri, karena Wajib Pajak di persilahkan untuk mengisi sendiri formulir yang telah disediakan oleh petugas Pos Surakarta. Dengan di persilahkannya Wajib Pajak untuk mengisi sendiri formulir yang telah disediakan petugas Pos Surakarta, Wajib Pajak memasukkan data pada formulir dengan tidak lengkap, benar, dan jelas.
digilib.uns.ac.id 35 2. Pengaruh Surat Setoran Pajak Yang Bermasalah Terhadap Pekerjaan Petugas Pos Surakarta Masalah yang sering dihadapi petugas Pos Surakarta memiliki beberapa dampak, seperti: a. Petugas Pos Surakarta harus membenarkan data Wajib Pajak yang belum lengkap, benar, dan jelas dan di masukkan ulang ke laporan monitoring pajak nasional hingga proses dinyatakan berhasil, b. Pelanggan/Wajib Pajak dapat semakin kurang teliti dalam memasukan data ke formulir yang telah disediakan yang berdampak pada semakin besar peluang kesalahan data pada SSP dan semakin bertambah banyak pekerjaan para petugas Pos Surakarta untuk membenarkan dan memasukan ulang data Wajib Pajak, c. Semakin sedikitnya waktu untuk mengirimkan data penerimaan yang telah diterima Pos Surakarta kepada KPP. Dari beberapa poin di atas dapat disimpulkan bahwa dampak tersebut menuju pada tambahhan tugas atau pekerjaan para petugas Kantor Pos Surakarta. Dalam sehari Kantor Pos Surakarta menerima ratusan SSP untuk di evaluasi dan dikirim ke KPP setempat. Jika petugas Pos Surakarta memiliki tugas tambahan untuk menyelesaikan data para Wajib Pajak yang tidak memenuhi PER-78/PB/2006 Pasal 4 Ayat (1) huruf a Nomor 1, maka akan membesarkan peluang kesalahan dalam pengiriman SSP ke KPP. Petugas Pos Surakarta harus membenahi dan tetap mengevaluasi
digilib.uns.ac.id 36 SSP yang masuk karena dalam pengiriman SSP ke KPP telah di tentukan waktu pengirimannya pada pukul 10.00 WIB dan pukul 14.00 WIB. 3. Prosedur Penyelesaian Masalah Data Pada Surat Setoran Pajak Petugas Pos Surakarta mengetahui benar atau tidaknya data pada formulir SSP melalui proses entri pada laporan monitoring pajak nasional yang dinyatakan sukses atau gagalnya proses penyetoran. Ketika petugas Pos Surakarta menemukan kesalahan data pada formulir yang telah diisi Wajib Pajak, maka petugas Pos Surakarta melakukan beberapa tindakan, yaitu: a. Petugas Pos Surakarta mengkonfirmasikan ke kantor pajak pusat untuk melakukan pembetulan bahwa terdapat kesalahan pengisian data pada SSP Wajib Pajak, b. Kantor pajak pusat melakukan pembetulan data pada SSP Wajib Pajak yang diterima oleh petugas Pos Surakarta dan di kembalikan data yang sudah dilakukan pembetulan kepada petugas Pos Surakarta, c. Petugas Pos Surakarta memasukkan ulang data Wajib Pajak yang sudah di betulkan oleh kantor pajak pusat ke dalam laporan monitoring pajak nasional. Beberapa langkah/tindakan yang dilakukan petugas Pos Surakarta di atas merupakan langkah untuk mengatasi adanya kesalahan pada pengisian data pada SSP yang mengalami kesalahan dalam memasukan data.
digilib.uns.ac.id 37 4. Hambatan Dalam Penyelesaian Masalah Setiap penyelesaian masalah kadang dihadiri oleh adanya hambatan atau kendala dalam penyelesaiannya. Di Kantor Pos Surakarta pun terkadang terdapat kendala atau hambatan dalam menyelesaikan masalah SSP yang memiliki data yang tidak lengkap. Kendala atau hambatan tersebut adalah aplikasi program mengalami gagal proses sehingga angka penyetoran terjadi selisih. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya gagal proses pada aplikasi program yaitu: a. Terjadinya gangguan koneksi pada internet sehingga aplikasi program tidak dapat terhubung langsung pada aplikasi di pajak pusat, b. Terlambat atau belum melakukan up date pada aplikasi program tersebut. Meskipun hal ini jarang terjadi tetapi ini harus ditangani dengan serius karena dalam memproses data Wajib Pajak hanya dapat menggunakan aplikasi yang telah disediakan oleh Direktorat Jendral Pajak untuk digunakan oleh Bank/Pos persepsi.