BAB I PENDAHULUAN. keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PENUTUP. 1. Mekanisme Mediasi Penal Pada Tahap Penyidikan : mediasi penal dikenal dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS).

: MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. negara. Hal tersebut ditegaskan di dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar

V. KESIMPULAN DAN SARAN. terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, adalah : dengan prosedur penyidikan dan ketentuan perundang-undangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari-hari manusia sering dihadapkan pada kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak dikenal dengan Restorative Justice,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyidik Polri diberi kewenangan yang bersifat personal, berdasarkan

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

BAB I PENDAHULUAN. Presiden, kepolisian negara Republik Indonesia diharapkan memegang teguh nilai-nilai

Modul 2 Modul 3 Modul 4

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan

TINJAUAN TERHADAP DISKRESI PENYIDIK KEPOLISIAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM (STUDI KASUS DI KEPOLISIAN RESOR BADUNG)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar

I. PENDAHULUAN. ini dibutuhkan agar masyarakat memiliki kesadaran agar tertib dalam berlalu

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan

I. PENDAHULUAN. juga diikuti dengan berkembangnya permasalahan yang muncul di masyarakat. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. tentang kecelakaan lalu lintas, bahkan pemberitaan tentang kecelakaan lalu lintas

I. PENDAHULUAN. Munculnya gelombang reformasi di akhir dekade 90-an yang ditandai dengan

I. PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, Lalu. dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi.

Kejahatan merupakan bayang-bayang peradaban manusia, bahkan lebih maju dari peradaban

BAB I PENDAHULUAN. yang melanggar aturan hukum dan peraturan perundang-undangan serta membuat. sistem peradilan pidana adalah sistem dalam suatu

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara berkembang sangatlah membutuhkan pembangunan yang merata di

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

Konsep Pemidanaan Anak Dalam RKUHP. Purnianti Departemen Kriminologi FISIP Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berdasarkan atas hukum ( rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) Tentang

BAB IV. PENUTUP. Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diajukan simpulan

I. PENDAHULUAN. Kebebasan dasar dan hak dasar itu yang dinamakan Hak Asasi Manusia (HAM), yang

BAB I PENDAHULUAN. kenyamanan dalam rangka menuju masyarakat sejahtera, adil, dan makmur.

RINGKASAN SKRIPSI / NASKAH PUBLIKASI IMPLEMENTASI MEDIASI PENAL SEBAGAI PERWUJUDAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

RUMAH DUTA REVOLUSI MENTAL KOTA SEMARANG. Diversi : Alternatif Proses Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat tersebut, aturan-aturan tersebut disebut juga normanorma

I. PENDAHULUAN. pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan

PROSPEKRIF PENEGAKAN HUKUM BERDASARKAN PENDEKATAN KEADILAN RESTORATIF DENGAN INDIKATOR YANG DAPAT TERUKUR MANFAATNYA BAGI MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. secara biasa, tetapi dituntut dengan cara yang luar biasa. juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya.

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BAB I PENDAHULUAN. pidana menjadi sorotan tajam dalam perkembangan dunia hukum.

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan masyarakat. Peranan yang seharusnya dilakukan Kepolisian Resort

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

1. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan merugikan masyarakat (Bambang Waluyo, 2008: 1). dengan judi togel, yang saat ini masih marak di Kabupaten Banyumas.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. besar peranannya di dalam mewujudkan cita-cita pembangunan. Dengan. mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. UUD 1945 pasal 1 ayat (3) bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum yang

V. PENUTUP. pembahasan tentang upaya unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dan

BAB I PENDAHULUAN. sesutu tentang tingkah laku sehari-hari manusia dalam masyarakat agar tidak

BAB I PENDAHULUAN. hampir pada setiap masyarakat termasuk Indonesia hal ini terutama disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada umumnya kejahatan dilakukan oleh orang yang telah dewasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali terjadi pelanggaran terhadap

BAB I PENDAHULUAN. melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun Peratifikasian ini sebagai

PENGATURAN DIVERSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DALAM PERSPEKTIF KEPENTINGAN TERBAIK ANAK

I. PENDAHULUAN. profesi maupun peraturan disiplin yang harus dipatuhi oleh setiap anggota Polri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang melekat dan menyatu pada

BAB I PENDAHULUAN. mencegah timbulnya disorder, khususnya sebagai pengendali kejahatan. 1

I. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penegakan hukum dan ketertiban merupakan syarat mutlak dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KURIR NARKOTIKA. A. Sanksi Yang Dapat Dikenakan Kepada Anak Yang Menjadi Kurir

I. PENDAHULUAN. dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota,

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 yaitu melindungi segenap

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB V PENUTUP. 1. Pelaksanaan perlindungan hukum atas produk tas merek Gendhis adalah sebagai

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Literatur hukum pidana jarang sekali menjelaskan, bahwa istilah hukum pidana

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi ini mungkin

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan bagi penggunanya dimana kecenderung akan selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. kemaslahatan bersama, dan juga untuk mewujudkan masyarakat yang damai

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENCEGAHAN PERMAINAN JUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat sebagai TNI merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dan pebuatan yang bertentangan dengan kaidah. Perbuatan yang bertentangan

BAB I PENDAHULUAN. adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keamanan dalam negeri merupakan syarat utama mendukung terwujudnya masyarakat madani yang adil, makmur, dan beradab berdasarkan pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pemeliharaan keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum, perlindungan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat yang dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku alat negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Terjadinya perubahan paradigma dalam sistem ketatanegaraan yang menegaskan pemisahan kelembagaan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peran dan fungsinya masing masing. Polri sebagai pengemban fungsi kepolisian di Indonesia, harus dapat meningkatkan kinerjanya sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat. Anggota polri diharapkan mampu mengatasi kendala kendala permasalahan

dalam masyarakat tersebut, untuk mendukung upaya Polri menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat. Program demi program pun tercipta demi tujuan dan visi misi yang ada pada badan kepolisian kita, demi mewujudkan keamanan dan ketertiban dalam masyarakat yang lebih baik. Maka muncullah konsep program Perpolisian Masyarakat (Polmas) dan kini berkembang di lingkungan kita dengan nama BHABINKAMTIBMAS. Tindakan pasti sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat. Pihak kepolisian pun selalu memperbaiki sistem yang ada saat ini. Dimana adanya penerpan penegakan hukum dengan adanya kekuasaan diskresi kepolisian. Permasalahan ini mungkin tidak akan muncul bila kepolisian yang dengan kekuasaan diskresinya (Power of discretion) justru malah tidak menegakkannya, memaafkan, menyampingkan, menghentikan atau mengambil tindakan lain di luar proses yang telah ditentukan. Padahal penggunaan kekuasaan diskresi yang diberikan undang-undang itu sebenarnya diberikan apabila jalan hukum yang disediakan untuk menghadapi suatu kasus malah menjadi macet, tidak efisien, boros dan atau kurang ada manfaatnya. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Pasal 1 butir (1) dan Pasal 2 dijelaskan bahwa Polri dalam kedudukannya sebagai aparat penegak hukum mempunyai fungsi menegakkan hukum di bidang yudisial, tugas preventif maupun represif. Kewenangan diskresi dibidang yudisial terdapat pada Pasal 18 ayat (1) bahwa Untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya 2

sendiri. Hal ini yang dirasakan Nenek Minah di Banyumas diancam 1 bulan 15 hari penjara; yakni kasus pencurian 3 buah kakao yang dilakukan oleh Nenek Minah Kasus ini menjadi perhatian publik luas di Indonesia, sebab selain nilai barang tersebut yang kecil. Tindak Pidana Ringan (Tipiring) adalah tindak pidana yang bersifat ringan atau tidak berbahaya. Sedangkan hakikat pengadaan Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan agar perkara dapat diperiksa dengan prosedur yang lebih sederhana. Tindak Pidana Ringan ini tidak hanya pelanggaran tapi juga mencakup kejahatan-kejahatan ringan yang terletak dalam Buku II KUHP pidana yang terdiri dari, penganiayaan hewan ringan, penghinaan ringan, penganiayaan ringan, pencurian ringan, penggelapan ringan, penipuan ringan, perusakan ringan, penadahan ringan. Tindak Pidana Ringan (strafbaar feit).adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar aturan tersebut dengan permasalahan pencurian atau merugikan seseorang dengan kerugian dibawah Rp. 2.500.000,-. (Pasal 2 MA No,2) Kewenangan diskresi yang dimiliki Polri kasus-kasus pencurian dengan nilai kerugian ringan dapat diselesaikan melalui mediasi penal dengan pendekatan atau konsep keadilan restoratif (restorative justice), dimana semua pihak yang terlibat dalam suatu tindak pidana tertentu bersama-sama memecahkan masalah bagaimana menanganinya di kemudian hari. Ukuran keadilan tidak lagi 3

berdasarkan pembalasan setimpal dari korban kepada pelaku, namun hukuman itu dipulihkan dengan memberikan dukungan kepada korban dan mensyaratkan pelaku untuk bertanggungjawab. Dalam restorative justice metode yang dipakai adalah musyawarah pemulihan dengan melibatkan korban dan pelaku beserta keluarga masing-masing pihak, serta tokoh masyarakat yang mewakili lingkungan dimana tindak pidana tersebut terjadi. Restorative justice adalah konsep pemidanaan, tetapi sebagai konsep pemidanaan tidak hanya terbatas pada pada ketentuan pidana formal dan materil. Penggunaan hukum pidana sebagai sarana untuk menanggulangi kejahatan bersifat subsidair, artinya apabila fungsi hukum lainnya kurang efektif maka dipergunakan Hukum Pidana. Pada kenyataan yang ada sistem pemidanaan yang berlaku belum sepenuhnya menjamin keadilan terpadu (integrated justice), yaitu keadilan bagi pelaku, keadilan bagi korban, dan keadilan bagi masyarakat. Maka hendaknya konsep keadilan restoratif ini diterapkan dalam proses penyidikan melalui diskresi yang dimiliki kepolisian. Komunikasi adalah proses penyampaian informasi yang dapat berupa pesan, ide, gagasan yang berasal dari satu pihak kepada pihak lain. Komunikasi pada umumnya dilakukan secara verbal (lisan) dan dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Namun tidak menutup kemungkinan jika secara lisan tidak dapat dilakukan maka dapat dilakukan dengan menggunakan nonverbal (gerakan badan) yang menunjukkan sikap tertentu Jadi, kalau dua orang terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan 4

makna mengenai apa yang dipercakapkan. Kesamaan bahasa yang digunakan dalam percakapan itu belum tentu menimbulkan kesamaan makna. Dengan kata lain, mengerti bahasa saja belum tentu mengerti makna yang dibawakan bahasa itu. Jelas bahwa percakapan antara dua orang dapat dikatakan komunikatif apabila keduanya mengerti bahasa dan makna dari percakapan tersebut. Akan tetapi, pengertian komunikasi yang dipaparkan di atas sifatnya sangat mendasar, dalam arti kata bahwa komunikasi itu minimal harus mengandung kesamaan makna antara kedua belah pihak yang terlibat. Dikatakan minimal karena komunikasi tidak hanya bersifat informatif, yaitu agar orang lain mengerti, tapi juga persuasif, yaitu agar orang lain bersedia menerima suatu keyakinan, melakukan suatu perbuatan, dan lain- lain (Effendy, 1984: 9). Dalam UU No. 30/1999 upaya penyelesaian sengketa alternatif (Alternative Dispute Resolution) tidak hanya dikenal dalam kaedah-kaedah hukum perdata, tetapi juga mulai dikenal dan berkembang dalam kaedah hukum pidana. Salah satu jenis ADR yang mulai dikembangkan dalam hukum pidana adalah dalam bentuk mediasi atau dikenal dengan istilah mediasi penal (penal mediation). Dalam penerapan mediasi penal dengan pendekatan atau konsep keadilan restoratif (restorative justice) kita mengetahui adanya sosok aparat penegak hukum, pihak pelapor dan terlapor. Komunikasi Interpersonal berperan penting yaitu sebagai penghubung antara komponen satu dengan yang lainnya dalam suatu interaksi. Melalui komunikasi tatap muka, setiap manusia akan mampu untuk memberi dan menerima perintah, berdiskusi, mengekspresikan perasaanya dan lain-lain. Komunikasi interpersonal yang berjalan dengan baik akan mampu 5

meningkatnya kualitas hubungan secara keseluruhan (Sehfudin, 2011). Komunikasi Interpersonal yang baik ketika adanya pelaporan kasus tindak pidana ringan terhadap kepolisian, akan sangat membantu baik untuk pihak pelapor yang berharap adanya tindak lanjut dari laporannya, serta membantu pihak terlapor untuk dapat berdiskusikan jalan terbaik yang dapat ditempuh terhadap permasalahnnya. Melalui komunikasi interpersonal, diharapkan manusia dapat diarahkan untuk menghasilkan kinerja yang terbaik bagi interaksinya. Sejalan dengan hal tersebut, Whayne Hoagland (2000:30) mengemukakan bahwa Alternatif penyelesaian sengketa (mediasi) merupakan mekanisme penyelesaian sengketa yang futuristik, dalam arti bahwa mediasi panel. Restorative justice dalam pengamatannya dipandang jauh lebih baik dari penyelesaian secara litigasi, karena biaya yang lebih terjangkau, efisiensi waktu, dan ekefetifitas hasil (keputusan atau kesepakatan bersama). Adanya penerapan penyelesaian selain pada proses hukum, maka adanya tuntutan dari para penegak hukum dalam hal ini kepolisian untuk dapat berkomunikasi secara baik dan benar dalam penyampaian pesan yang diharapkannya. Komunikasi antarpribadi yang diyakini mampu mempengaruhi seseorang lawan bicaranya yang sangat diharapkan peranannya dalam proses mediasi yang akan dilakukan oleh pihak penegak hukum. Adanya permasalahan yang terjadi pada penegakan hukum serta proses penertiban pada masyarakat Kota Bandar Lampung, dalam hal ini ialah kepolisian Polresta Bandar Lampung yang bertanggung jawab untuk hal tersebut. Permaslahan tindak pidana ringan yang terjadi di lingkungan Kota Bandar Lampung cukup menarik 6

perhatian, misalnya adanya pelaporan terhadap tindak pidana ringan, yakni penganiayaan yang dilakukan oleh Yunita Sari terhadap Bebby Ayu yang terjadi di kafe susu The Ex7 yang terletak di jalan Jendral Sudirman Kecamatan Enggal waktu lalu. Polisi yang bisa memediasi maupun memberikan informasi serta mempengaruhi pelapor tindak pidana ringan agar tidak meneruskan laporannya dan menempuh jalan damai dengan terlapornya. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam mengenai fenomena kegiatan sosial yang terjadi pada penangan kasus tindak pidana ringan oleh kepolisian Polresta Bandar Lampung dengan penggunaan kewenangan diskresi kepolisianya melalui mediasi panel atau restorative justice, dimana judul yang penulis ambil dalam penulisan skripsi ini yaitu, PERANAN KOMUNIKASI ANTARPRIBADI RESTORATIVE JUSTICE POLISI TERHADAP PELAPOR TINDAK PIDANA RINGAN 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah peranan komunikasi antarpribadi Kepolisian pada upaya restorative justice pada kasus tindak pidana ringan? 7

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian pada hakekatnya adalah merupakan sesuatu yang hendak dicapai dan dapat memberikan arahan terhadap kegiatan yang akan dilakukan. Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian adalah untuk mendiskripsikan peranan komunikasi kepolisian pada upaya restorative justice pada kasus tindak pidana ringan. 1.4 Kegunaan Penelitian Adapun manfaat penelitian antara lain : 1. Kegunaan teoritis penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam bentuk sumbangan pemikiran bagi pengembangan disiplin ilmu dalam komunikasi hukum pada khususnya yang berhubungan dengan komunikasi pada upaya restorative justice pada kasus tindak pidana ringan pada kewenangan diskresi kepolisian Polresta Bandar Lampung. 2. Kegunaan Praktis sebagai bahan masukan bagi pengelola kepolisaian Polresta Bandar Lampung tentang komunikasi di dalam proses mediasi demi tercapainya tujuan yang diharapkan pada kasus tindak pidana ringan. 8