BAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja dalam pergaulan saat ini. Berbagai informasi mampu di

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku seksual khususnya kalangan remaja Indonesia sungguh

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang didalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah

SKRIPSI Diajukan UntukMemenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Oleh : ROBBI ARSYADANI J

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanakkanak. menjadi masa dewasa. Masa transisi ini kadang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang potensial adalah generasi mudanya. Tarigan (2006:1)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa anak-anak berakhir,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

BAB I PENDAHULUAN. seks mendorong remaja untuk memenuhi kebutuhan seksnya, mereka

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah seksualitas merupakan salah satu topik yang menarik untuk

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

DAN LINGKUNGAN PERGAULAN DENGAN SIKAP TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA S1 KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. penerus bangsa diharapkan memiliki perilaku hidup sehat sesuai dengan Visi Indonesia Sehat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH 2 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas. Hal ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemahaman masyarakat tentang seksualitas sampai saat ini masihlah kurang.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seks selalu menarik untuk dibicarakan, tapi selalu menimbulkan kontradiksi

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk modernitas bagi sebagian remaja. Pengaruh informasi global (paparan media

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan fisik remaja di awal pubertas terjadi perubahan penampilan

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGA SEKSUAL SKRIPSII. Diajukan Oleh: F HUBUNGA

BAB I PENDAHULAN. Kasus kenakalan remaja semakin menunjukkan trend yang sangat. kelompok, tawuran pelajar, mabuk-mabukan, pemerasan, pencurian,

(e) Uang saku rata-rata perbulan kurang dari Rp ,- (64,8%) dan sisanya (35,3%) lebih dari Rp per bulan.

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan sosial-ekonomi secara total ke arah ketergantungan yang

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB I PENDAHULUAN. Seks bebas adalah hubungan seksual terhadap lawan jenis maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsep diri adalah cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh,

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual

BAB 1 PENDAHULUAN. dipungkiri kenyataan bahwa remaja sekarang sudah berperilaku seksual secara bebas.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali setiap individu akan mengalami masa peralihan ini.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku seks bebas dikalangan remaja semakin merajalela. Hal ini terbukti dari

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nadia Aulia Nadhirah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu. Masa ini merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dunia mengalami perkembangan pesat diberbagai bidang di abad ke 21

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan salah satu harapan bangsa demi kemajuan Negara, dengan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. yang bisa dikatan kecil. Fenomena ini bermula dari trend berpacaran yang telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk memiliki. Pada masa ini, seorang remaja biasanya mulai naksir lawan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya remaja. Berdasarkan laporan dari World Health

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyesuaian diri manusia. Pada saat manusia belum dapat menyesuaikan diri

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja tertinggi berada pada kawasan Asia Pasifik dengan 432 juta (12-17 tahun)

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan tahapan seseorang dimana ia berada di antara fase anak

BAB I PENDAHULUAN. dewasa yang meliputi semua perkembangannya yang dialami sebagai. persiapan memasuki masa dewasa (Rochmah, 2005). WHO mendefinisikan

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. habis-habisnya mengenai misteri seks. Mereka bertanya-tanya, apakah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas

BAB I PENDAHULUAN. norma-norrma yang berlaku di masyarakat (Shochib, 2000, hlm.15).

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. depan. Keberhasilan penduduk pada kelompok umur dewasa sangat. tergantung pada masa remajanya (BKKBN, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu fase krusial dalam

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menggeser perilaku remaja dalam pergaulan saat ini. Berbagai informasi mampu di akses kapanpun tanpa adanya batasan yang sesuai dengan perkembangan usia mereka. Hal ini menjadi salah satu pemicu perilaku kenakalan remaja yang menyimpang, seperti tawuran, pacaran, seks bebas, merokok, meminum alkohol dan pemakaian obat-obatan terlarang. Realita di atas menarik perhatian peneliti untuk menyorot gaya hidup seksual pranikah pada remaja sebagai salah satu bahan penelitian kali ini. Karena yang peneliti lihat perilaku seksual pranikah di kalangan remaja saat ini kian meningkat, bahkan sampai pada taraf seks bebas (hubungan senggama). Hal ini ditunjukkan oleh beberapa data yang peneliti temukan, sebagai berikut. Data yang peneliti temukan dari sebuah situs menyatakan bahwa berdasarkan hasil penelitian pada lima kota di Tanah Air, 16,35% dari 1.388 responden dari kalangan remaja mengaku telah melakukan hubungan seks di luar nikah atau seks bebas. Sebanyak 42,5% responden di Kupang Nusa Tenggara Timur (NTT), 17% responden di Palembang Sumatera Selatan dan Tasikmalaya Jawa Barat, 9% responden di Singkawang Kalimantan Barat, serta 6,7% responden di Cirebon Jawa Barat. Kasus seks bebas di kota-kota

2 besar lainnya seperti Medan, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya juga sangat tinggi bahkan melebihi angka 50%. Penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Pelatihan Bisnis dan Humaniora (LSCK PUSBIH) dengan melibatkan 1.666 koresponden, dalam situs ini menyatakan bahwa angka yang mengejutkan untuk kota Yogyakarta sekitar 97,05% remaja Yogya telah melakukan seks bebas (Administrator, 2011). Fenomena maraknya perilaku seksual pranikah pada remaja juga terjadi di kota Malang. Dari sebuah situs menyatakan bahwa adanya data resmi dari Balitbang Pemerintah Kabupaten Malang yang mencatat ada 40% pelajar pernah melakukan seks bebas. Jika pelajar SMA, MA, SMK dan yang sederajat di wilayah Kabupaten Malang ada sekitar 36 ribu, maka siswa yang pernah melakukan seks bebas ada sekitar 16 ribu siswa lebih (Media Dakwah, 2010). Data lain yang peneliti peroleh dari Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan Klojen kota Malang menunjukkan bahwa tercatat angka pernikahan dini dari tahun 2009-2011 dengan usia 15-19 tahun sebagai berikut:

3 Tabel. 1 Angka Pernikahan Dini Di Kecamatan Klojen Malang Tahu 2009-2011 Bulan Jenis 2009 Jenis 2010 Jenis 2011 Kelamin Kelamin Kelamin Januari-Maret P 4 orang P 7 orang P 6 orang April-Juni L 1 orang P 14 orang P 14 orang P 15 orang Juli-September P 10 orang P 10 orang P Oktober-Desember P 16 orang P 20 orang P Keterangan: P = Perempuan L = Laki-laki Dari data tersebut dapat dilihat bahwa angka pernikahan dini dari tahun 2009 ada 46 orang, pada tahun 2010 naik menjadi 51 orang, dan pada tahun 2011 ini baru tercatat ada 20 orang sampai pada bulan Juni kemarin. Kebanyakan yang melakukan pernikahan dini ini adalah perempuan, yaitu dari 3 tahun terahir ini tercatat ada 116 orang dan beberapa diantaranya diduga merupakan kasus married by accident (MBA). Akan tetapi Kantor Urusan Agama (KUA) tidak mau memberikan data yang jelas tentang kasus married by accident MBA ini. Data lain yang peneliti temukan dari sebuah situs menyatakan bahwa pihak Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Junrejo Kota Batu mengeluarkan data dalam setahun lalu 60% dari 328 pasangan atau sebanyak 160 pasangan sudah hamil sebelum menikah. Mereka yang hamil sebelum menikah rata-rata memiliki usia muda antara 19 hingga 24 tahun (KUA Kecamatan Junrejo Kota Batu, 2011).

4 Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa perilaku seksual pranikah pada remaja kian mengkhawatirkan. Fenomena tersebut dapat terjadi karena minat dan motivasi remaja terhadap seksualitas juga meningkat, akibat dipengaruhi oleh terjadinya faktor perubahan-perubahan fisik, kematangan organ-organ seksual dan perubahan-perubahan hormonal yang mengakibatkan munculnya dorongan-dorongan seksual dalam diri remaja. Dorongan seksual tersebut menimbulkan ketegangan fisik dan psikis. Untuk melepaskan diri dari ketegangan seksual, remaja mencoba mengekspresikannya dalam berbagai bentuk tingkah laku seksual, mulai dari berpacaran (dating), berkencan, bercumbu, sampai dengan melakukan kontak seksual (Desmita, 2008:222-223). Peneliti menemukan data dari sebuah situs, bahwa berdasarkan hasil penelitian Taufik (2005) mengenai perilaku seksual remaja SMU di Surakarta dengan sampel berukuran 1.250 orang yang berasal dari 10 SMU di Surakarta, yang terdiri dari 611 laki-laki dan 639 perempuan, menyatakan bahwa 10,53% remaja pernah melakukan ciuman bibir, 5,6% melakukan ciuman dalam, 4,23% melakukan onani atau masturbasi dan 3,09% melakukan hubungan seksual. Fenomena seks bebas tidak akan terjadi jika para remaja memiliki pengetahuan tentang seks yang baik dan benar sejak dini. Ronald (1995:vvi) dalam kata pengantar bukunya menyatakan bahwa perilaku menyimpang yang terjadi di kalangan remaja disebabkan oleh kurangnya bekal keimanan dan pedoman hidup yang cukup serta pemahaman yang keliru mengenai

5 berbagai informasi yang mereka terima. Remaja selalu mencari informasi yang lebih banyak tentang seks. Biasanya mereka mencari informasi itu bukan dari orang tuanya atau guru, karena kebanyakan mereka masih merasa malu dan takut. Kebanyakan orang tua atau guru yang ditanyai masalah seks oleh remaja, selalu menjawab dengan jawaban yang tidak memuaskan seperti Kamu masih kecil, jangan cinta-cintaan dulu, atau Seks itu jorok, jangan diomongin (Nugraha, 2004:v). Hal itulah yang membuat para remaja kebanyakan mencari informasi tentang seks dari lingkungannya, seperti teman, buku-buku, majalah-majalah, internet, filmfilm porno bahkan melalui uji coba sendiri seperti bercumbu, bersenggama atau masturbasi (Al-Mighwar, 2006:142). Dari sebuah situs peneliti menemukan data yang menunjukkan bahwa dari remaja usia 12-18 tahun, 16% mendapat informasi seputar seks dari teman, 35% dari film porno, dan hanya 5% dari orang tua (Muzayyanah, 2008). Data lain dari hasil Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) 2002-2003 dalam sebuah situs menyatakan bahwa pengetahuan seks remaja Indonesia masih relatif rendah, pengetahuan remaja laki laki hanya 46,1% dan pengetahuan remaja perempuan hanya sekitar 43,1%. Selanjutnya diketahui hanya 55% remaja yang mengetahui proses kehamilan dengan benar, 42% mengetahui tentang HIV/ AIDS dan hanya 24% mengetahui tentang penyakit menular seksual (PMS). Selain itu ada 86% remaja, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak mengerti tentang

6 kapan terjadinya masa subur, dan hanya satu diantara dua remaja yang mengetahui adanya kemungkinan hamil apabila melakukan hubungan seks meskipun hanya sekali (SKRRI, 2002-2003). Kurangnya pengetahuan tentang seks pada remaja, menyebabkan terjadinya peningkatan perilaku seks bebas. Seharusnya pengetahuan tentang seks sudah diberikan kepada mereka sejak dini, baik melalui pendidikan formal maupun informal dengan memberikan sex education. Hal ini penting agar mereka dapat memahami masalah-masalah seks sejak dini dan dampak-dampak yang ditimbulkannya. Namun, fenomena yang ada dalam masyarkat Indonesia masih menganggap bahwa membicarakan seks merupakan hal yang tabu dan vulgar, serta akan mendorong remaja untuk berhubungan seks. Berdasarkan feomena-fenomena yang telah diuraikan sebelumnya penelitian ini penting dilakukan, untuk mengetahui lebih lanjut mengenai Hubungan Pengetahuan Tentang Seks Terhadap Intensitas Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja Dalam Organisasi Ikatan Pelajar Mahasiswa Maluku Utara Malang (IPMA-MUM), guna mencari tahu apakah pengetahuan tentang seks pada remaja dapat mencegah terjadinya perilaku seks bebas atau malah sebaliknya. Peneliti mengambil subjek penelitian pada remaja/mahasiswa IPMA- MUM, karena peneliti menemukan beberapa fenomena yang terjadi pada mereka yaitu, saat mengadakan kegiatan organisasi dapat dilihat beberapa di antara mereka datang bersama pasangannya (pacar) sehingga terlihat

7 perilaku berkencan, berpegangan tangan, dan berpelukan. Dapat dilihat juga aktifitas serupa terjadi di kos-kosan, kontrakan maupun asrama yang mereka tempati. Disana dapat dilihat laki-laki dapat keluar masuk dengan bebasnya di kos-kosan perempuan yang tanpa penjaga (tidak ada ibu/bapak kosnya), begitu juga sebaliknya. Selain itu penulis pernah melihat beberapa pasangan yang berada dalam satu kamar dalam keadaan pintu kamar terbuka maupun tertutup. Pernah terjadi juga fonomena yang sangat tidak baik pada tahun 2007 yaitu beberapa pasangan mahasiswa yang tinggal bersama (kumpul kebo) dalam satu rumah kontrakan dan mengakibatkan terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) sehingga kedua pasangan harus menikah, ada juga yang terpaksa melahirkan anak diluar nikah. Dalam beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan hubungan pengetahuan tentang seks terhadap intensitas perilaku seksual pranikah pada remaja dapat dilihat sebagai berikut: Penelitian yang dilakukan oleh Evlyn R.H dan Suza (2007) yang berjudul Hubungan Antara Persepsi Tentang Seks dan Perilaku Seksual Remaja di SMA Negeri 3 Medan, menyatakan bahwa hasil penelitian yang dilakukan terhadap 150 respoden siwa-siswi SMA Negeri 3 Medan menggambarkan 96.7% memiliki persepsi yang positif tentang seks, 3.3% memiliki persepsi yang negatif tentang seks, 51.3% memiliki pengetahuan yang baik terhadap seks, 48.7% memiliki pengetahuan yang sedang terhadap seks, 88.7% bersikap positif terhadap seksual, 11.3% bersikap

8 negatif terhadap seksual, 99.3% memiliki tindakan yang positif terhadap seksual dan 0.7% memiliki tindakan yang negatif terhadap seks. Berdasarkan analisa statistik diperoleh bahwa persepsi tentang seks memiliki hubungan yang signifikan terhadap pengetahuan seksual remaja di SMA Negeri 3 Medan dengan nilai korelasi Spearman (ρ) sebesar 0.196 dan nilai signifikansi (p) sebesar 0.016, (α<0.05). Namun, diperoleh juga bahwa hubungan antara persepsi tentang seks dan pengetahuan seksual remaja dengan nilai korelasi Spearman (ρ) sebesar 0.196 dan nilai signifikansi 0.016, hubungan antara persepsi tentang seks dengan sikap seksual remaja dengan nilai koefisien korelasi Spearman (ρ) sebesar 0.77 dan nilai signifikansi (p) sebesar 0.349, hubungan antara persepsi tentang seks dan tindakan seksual remaja dengan nilai koefisien korelasi Spearman (ρ) sebesar -0.14 dan nilai signifikansi (p) sebesar 0.868, menunjukka tidak adanya hubungan yang signifikan atau tidak ada hubungan yang bermakna antara persepsi tentang seks dan perilaku seksual remaja di SMA Negeri 3 Medan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Endarto, Yulian dan Purnomo, P.S (2009), yang berjudul Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi Dengan Perilaku Seksual Berisiko Pada Remaja di SMK Negeri 4 Yogyakarta, menyatakan bahwa hasil penelitian yang dilakukan terhadap 257 siswa, dengan usia 15 20 tahun. Pengambilan sampel dengan berstrata, proporsional dan acak (stratified proportional random sampling) dari kelas 1 sebanyak 95 siswa, kelas 2 sebanyak 82 siswa dan kelas 3 sebanyak 80

9 siswa. Ditemukan bahwa dari hasil analisis data, remaja yang memiliki pengetahuan baik adalah yang terbesar yaitu sebanyak 134 responden (52 %), pengetahuan kurang adalah yang terkecil yaitu sebanyak 23 responden (9 %) dan pengetahuan cukup sejumlah 35 responden (39 %). Sedangkan dari hasil analisis data untuk tingkat perilaku seksual dapat dikemukakan bahwa sebagian besar remajanya berperilaku seksual baik yaitu sebanyak 164 responden (64 %), yang berperilaku kurang baik sebanyak 67 responden (26 %), dan yang berperilaku cukup baik sebanyak 26 responden (10 %). Berdasarkan pengujian regresi sederhana, menunjukkan hasil bahwa nilai t hitung > t tabel (2,699 > 2,000). Nilai R square (R2 ) sebesar 0,076, hal ini berarti bahwa 7,6 % dari perilaku seksual remaja bisa dijelaskan oleh variable pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, sedangkan 92,4 % sisanya dijelaskan oleh variabel di luar model. Hasil pengujian tersebut juga didukung dengan nilai probabilitas (Sig.) = 0,008 lebih kecil daripada tingkat signifikansi yang telah ditentukan, yaitu α = 0,05. Sehingga dapat dikatakan bahwa ada pengaruh antara faktor pengetahuan tentang kesehatan reproduksi terhadap perilaku seksual remaja.

10 B. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka masalah-masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Sejauh mana tingkat pengetahuan remaja IPMA-MUM tentang seks? 2. Sejauh mana tingkat intensitas perilaku seksual pranikah pada remaja IPMA-MUM? 3. Apakah pengetahuan tentang seks mempunyai hubungan dengan intensitas perilaku seksual pranikah pada mereka? C. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui sejauh manakah tingkat pengetahuan remaja IPMA-MUM tentang seks 2. Untuk mengetahui sejauh manakah tingkat intensitas perilaku seksual pranikah pada remaja IPMA-MUM 3. Untuk mengetahui apakah pengetahuan tentang seks mempunyai hubungan dengan intensitas perilaku seksual pranikah pada mereka D. Manfaat Penelitian 1. Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi wahana perkembangan ilmu psikologi khususnya psikologi perkembangan dan psikologi pendidikan serta psikologi sosial terutama yang berhubungan dengan perilaku seks bebas pada remaja.

11 2. Praktis Segala sesuatu yang dihasilkan dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, antara lain sebagai berikut : a. Bagi remaja: agar dapat memahami tentang seks secara baik dan benar, sehingga dapat berperilaku secara wajar dan tidak melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat. b. Bagi orang tua: agar dapat menjaga anaknya dari sumber-sumber informasi tentang seks yang tidak terpercaya, sehingga kelak anak tidak berperilaku seks yang menyimpang. c. Bagi pendidik: agar dapat memberikan pendidikan seks yang sesuai dengan usia dan perkembangan anak sejak dini di sekolah yang dikaitkan dengan moralitas dan agama. d. Bagi masyarakat: agar dapat mengerti pentingnya informasi tentang seks bagi anak-anak dan remaja di usia dini, untuk mencegah terjadinya perilaku seks yang menyimpang, serta dapat mempertimbangkan penerimaan terhadap pendidikan seks sebagai sesuatu untuk membantu mencegah terjadinya perilaku seks yang menyimpang pada anak-anak dan remaja.