I. PENDAHULUAN. berkembang sejalan dengan perkembangan tingkat peradaban. Berkaitan dengan

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Sebagaimana telah diketahui bahwa penegakkan hukum merupakan salah satu

I.PENDAHULUAN. Kejahatan merupakan salah satu masalah kehidupan masyarakat

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan

I. PENDAHULUAN. Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (traficking) terutama terhadap perempuan merupakan pengingkaran terhadap

I. PENDAHULUAN. Perkembangan era globalisasi ditandai dengan semakin tingginya kemampuan

kearah yang tidak baik atau buruk. Apabila arah perubahan bukan ke arah yang tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

I. PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, pengertian hutan adalah suatu

I. PENDAHULUAN. mampu melakukan penyaringan terhadap kebudayaan asing yang bersifat liberal. Para remaja

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian. sehingga berakibat semakin melunturnya nilai-nilai kehidupan.

I. PENDAHULUAN. berkaitan satu sama lainnya. Hukum merupakan wadah yang mengatur segala hal

I. PENDAHULUAN. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

I. PENDAHULUAN. bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

I. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

II. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang

I. PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Kemandirian dan kemerdekaan dalam

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

I. PENDAHULUAN. alat transportasi yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan, dari berbagai

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari sekitar

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak

I. PENDAHULUAN. untuk menguntungkan diri sendiri atau korporasi, dengan cara menyalahgunakan. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

I. PENDAHULUAN. untuk menguntungkan diri sendiri atau korporasi, dengan cara menyalahgunakan. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara.

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

I. PENDAHULUAN. Perkembangan masyarakat merupakan suatu gejala yang biasa dan bersifat umum

BAB I PENDAHULUAN. terjadi kasus pidana anak dibawah umur yang menyebabkan kematian, baik

I. PENDAHULUAN. Fenomena peredaran gelap narkotika merupakan permasalahan internasional, regional dan

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

1. PENDAHULUAN. Tindak Pidana pembunuhan termasuk dalam tindak pidana materiil ( Materiale

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipidana jika tidak ada kesalahan ( Green Straf Zonder Schuld) merupakan dasar

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

I. PENDAHULUAN. yang bersangkutan telah dinyatakan lulus dan menyelesaikan semua persyaratan

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

I. PENDAHULUAN. pembangunan pada keseluruhan bidang tersebut. Pelaksanaan kegiatan

I. PENDAHULUAN. Indonesia saat ini sedang melaksanakan pembangunan nasional yang dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

I. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

I. PENDAHULUAN. Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum

I. PENDAHULUAN. dengan aturan hukum yang berlaku, dengan demikian sudah seharusnya penegakan keadilan

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

I. PENDAHULUAN. mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana. Moeljatno menyatakan bahwa orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

I. PENDAHULUAN. meminta. Hal ini sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

I. PENDAHULUAN. Menurut ketentuan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

PELAKSANAAN SISTEM PEMIDAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. semuanya mengingatkan sekaligus menginginkan agar masyarakat Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

I. PENDAHULUAN. Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai aparatur negara mempunyai posisi sangat

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

I. PENDAHULUAN. Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. pelakunya disebut penjahat. Labelling Theory memandang bahwa para

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) bukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu persoalan yang muncul dipermukaan dalam kehidupan ialah tentang kejahatan pada umumnya terutama mengenai kejahatan dan kekerasan. Masalah kejahatan merupakan masalah kehidupan umat manusia karena kejahatan berkembang sejalan dengan perkembangan tingkat peradaban. Berkaitan dengan masalah kejahatan maka kekerasan menjadi pelengkap dari bentuk kejahatan itu sendiri, dilihat dari perspektif kriminologi kekerasan ini menuju pada tingkah laku yang berbeda-beda baik mengenai motif maupun tindakannya seperti kasus pencabulan. Realitas angka tindak pidana pencabulan terhadap anak tidak dapat lagi dipungkiri dari tahun ketahun semakin meningkat, delik pencabulan terhadap anak memberi sinyal bahwa adanya prilaku penyiksaan atau kekerasan seksual terhadap kaum wanita, pria, maupun anak pada khususnya. Hal ini memberi catatan dan tanggung jawab bagi institusi penegakan hukum atas semua proses maupun finalisasi dari penegakan hukum (Law Enforcement). Kejahatan, yang berbahaya sebenarnya bukanlah kejahatan itu sendiri tapi lebih kepada niat dan keinginan untuk merealisasikan kejahatan tersebut. Karena kejahatan bisa muncul kapan saja dan

2 dimana saja, dan pada diri siapa saja, maka sudah menjadi kewajiban kita agar dapat bersama sama mencegah atau mengatasi sebuah kejahatan. Selain berkewajiban mencegah dan mengatasi sebuah kejahatan, kita juga mempunyai kewajiban untuk melindungi diri kita dan orang orang terdekat, atau siapa saja dari ancaman kejahatan. Terlebih lagi kepada keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat, didalam keluarga sendiri anak merupakan anggota keluarga yang rawan menjadi korban kejahatan. Memelihara kelangsungan hidup anak adalah tanggung jawab orang tua yang tidak boleh diabaikan. Pasal 45 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Pokok Pokok Perkawinan, menentukan bahwa orang tua wajib mendidik dan memelihara anak-anak yang belum dewasa sampai anak anak tersebut dewasa atau dapat berdiri sendiri. Menurut Pasal 9 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, orang tua bertanggung jawab atas terwujudnya kesejahteraan anak baik secara rohani, jasmani, maupun sosial. Oleh karena itu keluarga menjadi wadah yang sangat penting dalam mendidik dan melindungi anak, dimana jika keluarga tidak mampu berperan dalam melaksanakan kewajibannya sebagai wadah tersebut maka anak sebagai sasaran kejahatan akan semakin besar potensinya. Upaya perlindungan terhadap anak telah cukup lama. baik di Indonesia maupun dunia internasional. Pembicaraan mengenai masalah ini tidak akan pernah berhenti, di samping merupakan masalah universal juga karena dunia ini akan selalu dipenuhi anak-anak. Anak merupakan bagian dari generasi muda penerus dan cita cita perjuangan bangsa, sumber daya manusia bagi pembangunan nasional, yang pada hakikatnya tidak dapat melindungi diri sendiri dari berbagai

3 macam tindakan yang menimbulkan kerugian mental, fisik, sosial, dalam berbagai bidang penghidupan dan kehidupan, anak harus dibantu oleh orang lain dalam melindungi dirinya mengingat situasi dan kondisi, khususnya kasus pencabulan terhadap anak. Salah satu kejahatan yang sering terjadi kepada diri anak sebagai pribadi yang rawan adalah menjadi korban kejahatan terhadap kesusilaan yaitu pencabulan yang merupakan salah satu bentuk kejahatan yang merugikan dan meresahkan masyarakat. Pada umumnya korban pencabulan yang terbanyak adalah anak dibawah umur karena sangat potensial menjadi korban pencabulan. Posisinya yang paling lemah dan struktur keluarga hal inilah yang mengakibatkan korban pencabulan semakin meningkat. 1 Pelaku kejahatan pencabulan tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa tetapi juga dilakukan oleh para remaja dan anak-anak, bahkan tragisnya pencabulan kerap kali dilakukan oleh pihak-pihak yang seharusnya melindungi anak dari kejahatan sebut saja oknum anggota polisi yang dimana masyarakat khususnya anak menaruh sebuah kepercayaan bahwa ia merasa terlindungi dan merasa aman dari ancaman kejahatan. Delik pencabulan menyebar luas terjadi dalam masyarakat, sehingga menjadikan kesadaran masyarakat pun semakin tinggi akan pentingnya penanganan delik pencabulan. Begitu juga Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) sebagai salah satu alat negara yang memiliki tugas utama yaitu ketertiban dan keamanan masyarakat (Kamtibmas). Tindakan kepolisian khususunya oknum anggota polisi 1 www.gugustugastrafficking.org. diakses 24 Agustus 2012

4 yang perlu ditinjau terkait sikap serta prilaku manusia-manusia polisi. Berbagai pelanggaran dan delik masih saja sering terjadi dimana pelakunya adalah oknum anggota polisi. Salah satunya kasus pencabulan terhadap anak. Pada tahun 2011 di Bandar Lampung masyarakat dikejutkan terkait kasus pencabulan terhadap anak yang dilakukan oknum anggota polisi. Kasus pencabulan tersebut melibatkan empat anggota Unit Cegah dan Tangkal Polresta Bandar Lampung. Pencabulan itu dilakukan terhadap RH, 14 tahun, yang terjaring razia karena sedang berada di Pusat Kegiatan Olahraga Way Halim Bandar Lampung di malam hari. Keempat polisi itu kemudian menawarkan damai asal korban mau berhubungan badan. Korban yang ketakutan dan tidak berdaya diperkosa secara bergantian oleh keempat anggota polisi itu di sudut lapangan sepakbola. 2 Berdasarkan Putusan Nomor 116/Pid.B/2012/PN.TK Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang memvonis anggota pelaku enam tahun penjara. Putusan tersebut dijatuhkan atas kasus pencabulan terhadap seorang gadis yang masih dibawah umur saat razia. Terdakwa terbukti telah melanggar Pasal 82 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yaitu membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, Putusan majelis dua kali lebih berat dari tuntutan jaksa, yaitu satu tahun setengah dan satu tahun. Atas perbuatannya terdakwa, majelis hakim menjatuhkan putusan dengan pidana penjara selama 6 (enam) tahun. Tetapi hukuman tersebut dirasa kurang tepat, karena adanya unsur pemberat dimana terdakwa sebagai anggota Kepolisian. 2 www.radarlampung.com diakses 24 Agustus 2012

5 Tindakan yang seharusnya tidak dilakukan oleh aparatur penegak hukum yang memiliki tugas menjaga keamanan dan ketertiban negara. Moral yang dewasa ini sudah mulai tergeser kedudukannya oleh prioritas kebutuhan jasmani manusia menjadi titik yang sangat penting untuk diperhatikan dalam menyentuh sebuah kehidupan seorang anak. Tindakan amoral berupa pencabulan yang dilakukan terhadap anak yang dilakukan oknum anggota polisi menjadi sebuah fenomena tersendiri, sungguh sangat disayangkan mengingat bahwa aparat kepolisian merupakan unsur yang sangat diharapkan peranannya melindungi masyarakat dan menjadi garda terdepan dalam pemberantasan suatu delik. Berdasarkan uraian tersebut, penulis merasa ingin mendalami hal-hal mengenai pertanggungjawaban pidana tindak pidana pencabulan yang dilakukan oknum anggota polisi, dan menuangkannya dalam bentuk skripsi dengan judul : Pertanggungjawaban Pidana Anggota Kepolisian Yang Melakukan Tindak Pidana Pencabulan Terhadap Anak Secara Bersama-Sama (Studi Pada Putusan Nomor 116/Pid.B/2012/PN.TK). B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang tersebut diatas, maka penulis mengemukakan rumusan masalah sebagai berikut: a. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap anggota kepolisian yang melakukan tindak pidana pencabulan terhadap anak?

6 b. Bagaimanakah pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap anggota kepolisian yang melakukan tindak pidana pencabulan? 2. Ruang Lingkup Adapun yang menjadi ruang lingkup dalam penelitian ini, dalam lingkup bidang ilmu adalah bidang hukum pidana. Sedangkan lingkup pembahasan dalam penelitian ini hanya terbatas pada pertanggungjawaban pidana terhadap tindak pidana pencabulan terhadap anak yang dilakukan oknum anggota polisi dan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap delik pencabulan terhadap anak yang dilakukan oknum anggota polisi. Sedangkan lokasi penelitian penulis mengambil lokasi di Pengadilan Negeri Kelas 1A Tanjung Karang. C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan pokok bahasan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui dan memahami: a. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana terhadap anggota kepolisian yang melakukan tindak pidana pencabulan terhadap? b. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap anggota kepolisian yang melakukan tindak pidana pencabulan terhadap?

7 2. Kegunaan Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan penelitian ini, yaitu: a. Kegunaan Teoritis Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu hukum pidana yang menyangkut pertanggungjawaban pidana terhadap tindak pidana pencabulan terhadap anak yang dilakukan oknum anggota polisi. b. Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan kepada Praktisi Hukum dan masyarakat mengenai pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana pencabulan terhadap anak yang dilakukan oknum anggota polisi. D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis Hal pertama yang perlu diketahui mengenai pertanggungjawaban pidana adalah bahwa pertanggungjawaban pidana hanya dapat terjadi jika sebelumnya seseorang telah melakukan tindakan pidana. Moeljatno mengatakan, orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan (dijatuhi pidana) kalau tidak melakukan perbuatan pidana. Dengan demikian, pertanggungjawaban pidana pertama-tama tergantung pada dilakukannya tindak pidana. 3 Apakah orang yang telah melakukan perbuatan itu kemudian juga dipidana, tergantung pada soal, apakah dia dalam melakukan perbuatan itu mempunyai 3 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 1993, hlm 155

8 kesalahan atau tidak. Apabila orang yang melakukan perbuaan pidana itu memang mempunyai kesalahan, maka tentu dia akan dipidana. Tetapi, manakala dia tidak mempunyai kesalahan walaupun dia telah melakukan perbuatan yang terlarang dan tercela, dia tentu tidak dipidana. Asas yang tidak tertulis tidak dipidana jika tidak ada kesalahan merupakan dasar daripada dipidananya si pembuat. 4 Pertanggungjawaban pidana ditentukan berdasar pada kesalahan pembuat (liability based on fault), dan bukan hanya dengan dipenuhinya seluruh unsur suatu tindak pidana. Dengan demikian, kesalahan ditempatkan sebagai faktor penentu pertanggungjawaban pidana dan tidak hanya dipandang sekedar unsur mental dalam tindak pidana. Konsepsi yang menempatkan kesalahan sebagai faktor penentu pertanggungjawaban pidana, juga dapat ditemukan dalam common law sistem, berlaku maksim latin yaitu octus non est reus, nisi mens sit rea. Suatu kelakukan tidak dapat dikatakan sebagai suatu kejahatan tanpa kehendak jahat, pada satu sisi doktrin ini menyebabkan adanya mens rea merupakan suatu keharusan dalam tindak pidana. Pada sisi lain, hal ini menegaskan bahwa untuk dapat mempertanggungjawabkan seseorang karena melakukan tindak pidana, sangat ditentukan oleh adanya mens rea pada diri orang tersebut. 5 Bertolak pada asas tiada pidana tanpa kesalahan, Moeljatno mengemukakan suatu pandangan yang dalam hukum pidana Indonesia dikenal dengan ajaran dualistis, pada pokoknya ajaran ini memisahkan tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana. Tindak pidana ini hanya menyangkut persoalan perbuatan sedangkan 4 Roeslan Saleh,, Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana, Aksara Baru, Jakarta.1983, hlm 75 5 Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa kesalahan Menuju Kepada Tiada pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Prenada Media. Jakarta. 2006, hlm. 4

9 masalah apakah orang yang melakukannya kemudian dipertanggungjawabkan, adalah persoalan lain. 6 Selanjutnya tidak ada gunanya untuk mempertanggungjawabkan terdakwa atas perbuatannya apabila perbuatannya itu sendiri tidaklah bersifat melawan hukum, maka dapat dikatakan bahwa terlebih dahulu harus ada kepastian tentang adanya perbuatan pidana, dan kemudian semua unsur-unsur kesalahan tadi harus dihubungkan pula dengan perbuatan pidana yang dilakukan, sehingga untuk adanya kesalahan yang mengakibatkan dipidananya terdakwa maka haruslah : a. Melakukan perbuatan pidana b. Mampu bertanggung jawab c. Dengan kesengajaan atau kealpaan d. Tidak adanya alasan pemaaf Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa untuk menentukan adanya kemampuan bertanggung jawab, ada dua faktor yang harus dipenuhi yaitu faktor akal dan faktor kehendak. Akal yaitu dapat membeda-bedakan antara perbuatan yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan, orang yang akalnya tidak sehat tidak dapat diharapkan menentukan kehendaknya sesuai dengan yang dikehendaki oleh hukum, sedangkan orang yang akalnya sehat dapat diharapkan menentukan kehendaknya sesuai dengan yang dikehendaki oleh hukum. Kehendak yaitu dapat menyesuaikan tingkah lakunya dengan keinsyafan atas mana diperbolehkan dan mana yang tidak. 6 Moeljatno, Op, Cit., hlm 5

10 Pertimbangan hukum hakim dalam memutus suatu perkara tidak terlepas dari kekuasaan kehakiman. Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidah-kaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui putusan-putusannya. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundangundangan yang siciptakan dalam suatu Negara, dalam usaha menjamin keselamatan masyarakat menuju kesejahteraan rakyat, peraturan-peraturan tersebut tidak ada artinya, apabila tidak ada kekuasaan kehakiman yang bebas yang diwujudkan dalam bentuk peradilan yang bebas dan tidak memihak, sebagai salah satu unsur Negara hukum. Sebagai pelaksana dari kekuasaan kehakiman adalah hakim, yang mempunyai kewenangan dalam peraturan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan hal ini dilakukan oleh hakim melalui putusannya. 7 Berdasarkan ketentuan Pasal 7 PP Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia apabila seorang anggota Polisi melakukan tindakan pelanggaran kedisiplinan seperti tindak pidana pencabulan maka akan dijatuhi sanksi berupa tindakan disiplin dan/atau hukuman disiplin. Dasar hukum tersebutlah yang dijadikan sebagai pertanggungjawaban pidana bagi anggota kepolisian yang melakukan suatu tindak pidana. Berkaitan dengan hal di atas, sistem pembuktian yang dianut KUHAP Pasal 183 KUHAP mengatur, menentukan salah atau tidaknya seorang terdakwa dan untuk menjatuhkan pidana kepada seorang terdakwa harus: a. Kesalahannya terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah; 7 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif, Cet I, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm 102

11 b. Atas keterbuktian dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. 8 Hakim dalam membuat putusan harus memperhatikan segala aspek di dalamnya, mulai dari perlunya kehati-hatian, dihindari sekecil mungkin ketidakcermatan, baik yang bersifat formal maupun materiil sampai dengan adanya kecakapan teknik membuatnya. Oleh karena itu hakim tidak berarti dapat berbuat sesuka hatinya, melainkan hakim juga harus mempertanggung jawabkan putusannya. Hakim dalam membuat putusan berpedoman pada 3 hal, yaitu : a. Unsur Yuridis yang merupakan unsur pertama dan utama. b. Unsur Filosofis, berintikan kebenaran dan keadilan. c. Unsur Sosiologis, yang mempertimbangkan tata nilai budaya yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. 9 Pertimbangan hakim sangat berpengaruh terhadap putusan hakim tentang berat ringannya penjatuhan hukuman, dalam istilah Indonesia disebut pemidanaan. Berat ringannya pidana yang dijatuhkan tidak semata-mata didasarkan pada penilaian subjektif hakim, tetapi dilandasi keadaan objektif yang diperdapat dan dikumpul di sekitar kehidupan sosial terdakwa, ditinjau dari segi sosiologis dan psikologis. Misalnya, dengan jalan menelusuri latar belakang budaya kehidupan sosial, rumah tangga, dan tingkat pendidikan terdakwa atau terpidana. 2. Konseptual 8 Roeslan Saleh, Op, Cit., hlm 75 9 Ahmad Rifai, Op, Cit., hlm 94

12 Agar tidak terjadi kesalahpahaman pada pokok permasalahan, maka dibawah ini penulis memberikan beberapa konsep yang dapat dijadikan pegangan dalam memahami tulisan ini. Berdasarkan judul akan diuraikan berbagai istilah sebagai berikut : a. Analisis adalah upaya penelitian hukum terhadap suatu peristiwa atau keadaan sebanarnya. 10 b. Pertanggungjawaban Pidana adalah suatu kewajiban untuk membayar pembalasan yang akan diterima pelaku dan seseorang yang dirugikan. 11 c. Tindak Pidana adalah perbuatan yang dilakukan setiap orang/subjek hukum yang berupa kesalahan dan bersifat melanggar hukum ataupun tidak sesuai dengan perundang-undangan. 12 d. Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin. 13 e. Pencabulan adalah suatu perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan seseorang. 14 f. Kepolisian adalah hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 15 G. Sistematika Penulisan 10 Departemen pendidikan dan kebudayaan. Kamus besar bahasa Indonesia. Balai pustaka, Jakarta 1991, hlm. 13 11 Romli Atmasasmita, 2003, Kepenjaraan dalam suatu bunga rampai, Armico, Bandung, hlm 79 12 Romli Atmasasmita, Op, Cit., hlm 25 13 Pasal 1 ayat ( 2 ) UU Kesejahteraan Anak 14 wikipedia.com diakses 24 Agustus 2012 15 Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang nomor 1 tahun 2002 tentang Kepolisian

13 Supaya mempermudah dan memahami penulisan ini secara keseluruhan, maka penulisan ini dibagi menjadi 5 (lima) bab dengan sistematika yang tersusun sebagai berikut : I. PENDAHULUAN Pada bab ini menguraikan tentang latar belakang, permasalahan dan ruang lingkup penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian yang dilengkapi dengan kerangka teori dan konseptual serta sistematika penulisan. II. TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisikan tinjauan pustaka yang merupakan pengaturan dalam suatu pembahasan tentang pokok permasalahan.. III. METODE PENELITIAN Bab ini menguraikan tentang metode yang akan digunakan dalam penelitian berupa langkah-langkah yang akan digunakan dalam melakukan pendekatan masalah, penguraian tentang sumber data dan jenis data, serta prosedur analisis data yang telah didapat. IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini membahas pokok-pokok permasalahan yang ada dalam skripsi serta menguraikan pembahasan dan memberikan masukan serta penjelasan tentang bagaimana pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana pencabulan.

14 V. PENUTUP Merupakan Bab Penutup dari penulisan skripsi yang secara singkat berisikan hasil pembahasan dari penelitian yang telah dilakukan dan kesimpulan serta saran-saran yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas.