HUKUM SYARI AH. Disusun guna memenuhi tugas. Mata kuliah: Ushul Fiqh. Dosen pengampu: Dr. H. Fahruddin Aziz. Disusun oleh: Ahmad Yusuf ( )

dokumen-dokumen yang mirip
TugasUshul Fiqh Al Ahkam

MAKALAH HUKUM TAKLIFI. Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Ushul Fiqh Yang dibimbing oleh: Bpk. H. Sutrisno, R.S, M.Hi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

B A B I P E N D A H U L U A N. Puasa di dalam Islam disebut Al-Shiam, kata ini berasal dari bahasa Arab

Standar Kompetensi : 7. Memahami tatacara Puasa Wajib dan Puasa Sunat

Munakahat ZULKIFLI, MA

Apa itu Nadzar dan Sumpah? NADZAR DAN SUMPAH

MAKALAH INI DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KELOMPOK MATA KULIAH USHUL FIQIH Dosen pengampu: Ust Nurhamid S.Pd.I. Nama: Sugiarti Yuli Yeni Arofah

hukum taklifi dan contohnya

Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku`lah beserta orangorang yang ruku (Al Baqarah : 43)

MAKALAH SUMBER HUKUM DAN AJARAN ISLAM

Waris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PEMBAYARAN DENGAN CEK LEBIH PADA TOKO SEPATU UD RIZKI JAYA

BAB IV ZAKAT FITRAH DAN ZAKAT MAL

Kerangka Dasar Agama dan Ajaran Islam

LAPORAN AGAMA K-07. Hukum dan HAM dalam Islam. Kelompok 3.a. Anngota kelompok: Kartika Trianita Zihnil Adha Islamy Mazrad

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI

Keutamaan Bulan Dzul Hijjah

KONSEP RIBA SESI III ACHMAD ZAKY

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI TUKAR-MENUKAR RAMBUT DENGAN KERUPUK DI DESA SENDANGREJO LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI PIDANA PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN MENURUT UU NO. 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN

Hukum Orang yang Melakukan Nadzar

Beribadah Kepada Allah Dengan Mentauhidkannya

Tegakkan Shalat Dengan Berjamaah


FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 4 Tahun 2003 Tentang PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI)

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS

??????????????????????????????????:?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JAMINAN HUTANG BERUPA AKTA KELAHIRAN ANAK DI DESA WARUREJO KECAMATAN BALEREJO KABUPATEN MADIUN

Bahaya Zina dan Sebab Pengantarnya

MAKALAH DENDA (DAM) HAJI DAN UMROH Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Administrasi Haji dan Umrah. Dosen: Dr. H. Aden Rosadi. M.

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus be

Assalamu alaikum wr. wb.

HADITS KEsembilan Arti Hadits / :

KAIDAH FIQHIYAH. Pendahuluan

Fatwa Seputar Badal Haji dan Umrah. Serta Hukum Melaksanakan Umrah Berkali-Kali Bagi Jama'ah Haji Saat Berada di Makkah

"Bersegeralah berhaji yakni haji yang wajib, sebab sesungguhnya seseorang tidak mengetahui apa yang akan menimpa kepadanya." (HR Ahmad dan lainnya)

LAMPIRAN TERJEMAHAN AYAT AL-QUR AN

SUNNAH SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI CEGATAN DI DESA GUNUNGPATI KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG

DAFTAR TERJEMAH No Halaman BAB Terjemah

{??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????},


BAB IV ANALISIS TERHADAP SEBAB-SEBAB JANDA TIDAK MENDAPAT WARIS

Fatwa-Fatwa Ramadhan untuk Wanita. 1. Pertanyaan: Apakah hukumnya menunda qadha puasa hingga setelah Ramadhan tahun depan?

BAB I PENDAHULUAN. 1 Syahruddin El-Fikri, Sejarah Ibadah, (Jakarta: Republika, 2014), hlm

Hukum Puasa Tetapi Tidak Solat

BAB III KERANGKA TEORITIS. serangkaian kebiasaan dan nilai-nilai dari satu generasi kepada generasi

BAB I PENDAHULUAN. membayar zakat pulalah baru diakui komitmen ke-islaman seseorang. Hal ini

Hukum Menunaikan Haji dan Umrah Dengan Pembayaran Melalui Kartu Kredit

Umrah dan Haji Sebagai Penebus Dosa

Al-Wadud Yang Maha Mencintai Hamba-Hamba-Nya Yang Shaleh

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA

Pendidikan Agama Islam

BAB I PENDAHULUAN. Harta merupakan masalah penting dalam kehidupan masyarakat, baik

PEDOMAN DOKUMENTER PEDOMAN OBSERVASI

RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT MELALUI LAYANAN M-ZAKAT DI PKPU (POS KEADILAN PEDULI UMAT) SURABAYA

Hukum Seputar Zakat Fitrah

PANDUAN MATERI UJIAN SEKOLAH TAHUN PELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu

DAFTAR TERJEMAH. Lampiran 1. No Hal Bab Terjemahan

Ceramah Ramadhan 1433 H/2012 M Bagaimana Kita Merespon Perintah Puasa

BAB IV ANALISIS DATA

BAB I PENDAHULUAN. minallah atau dimensi vertikal dan hablum minannas atau dimensi horizontal.

DAFTAR TERJEMAH No. BAB Hal Terjemah

Memperhatikan dan Menasihati Pemuda Untuk Shalat

Keutamaan Bulan Ramadhan

Asas Filsafat Nilai Dasar, Nilai Instrumental, Prinsip-prinsip, dan Faktor-Faktor Ekonomi Islam

DOSA. Pdt. Sundoyo GKJ Brayat Kinasih

BAB IV. A. Pengajuan Pemisahan Harta Bersama Antara Suami dan Isteri Sebagai Syarat Mutlak dalam Izin Poligami

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya telah ditegaskan dalam al-qur an maupun hadis Nabi. SAW, bahwa Allah SWT mencintai keindahan.

BAB IV ANALISIS DATA

Dua tahun setelah Rasulullah hijrah dari Makah ke Madinah, beliau

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM. harta kerabat yang dikuasai, maupun harta perorangan yang berasal dari harta

Khutbah Jumat Masjid Nabawi: Bagaimana Setelah Ramadhan?

MATAN. Karya Syaikh Al Imam Muhammad bin Abdul Wahhab

Sumber sumber Ajaran Islam

AZAS-AZAS HUKUM WARIS DALAM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya :

Tiga Ibadah Penting Dalam Bulan Ramadhan

dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus be

Hari Kiamat, Hari Pembalasan

c. QS. al-ma idah [5]: 6: 78.9&:;8&<,-.,, &DEF2 4A0.0BC 78#1 #F7"; 1, 4&G5)42 # % J5#,#;52 #HI Hai orang yang beriman, janganlah ke

SOAL SEMESTER GANJIL ( 3.8 )

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENGALIHAN DANA TABARRU UNTUK MENUTUP KREDIT MACET DI KJKS SARI ANAS SEMOLOWARU SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI EMAS DI TOKO EMAS ARJUNA SEMARANG

Hikmah dan Pelajaran dari Ibadah Haji

5 Oktober 2011 AAEI ITB K-07

Pendidikan Agama Islam

Keutamaan Bulan Dzulhijjah

BAB V PEMBAHASAN. A. Analisis Data. Setelah data hasil penelitian disajikan, dapat diuraikan sebagai sebagai. berikut:

Mendidik Anak Menuju Surga. Ust. H. Ahmad Yani, Lc. MA. Tugas Mendidik Generasi Unggulan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON

BAB I PENDAHULUAN. bersama yang disebut dengan lembaga perkawinan. merupakan ibadah (Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam). 2

Transkripsi:

HUKUM SYARI AH Disusun guna memenuhi tugas Mata kuliah: Ushul Fiqh Dosen pengampu: Dr. H. Fahruddin Aziz Disusun oleh: Ahmad Yusuf (1504026050) Laqif Abqoriyah (1504026053) Zakiyyatul Anam (1504026068) FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2016 Ushul Fiqh 0

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Didalam Ushul Fiqh itu berisikan pokok-pokok hukum, dan hukum itu adakalanya hukum taklifi dan hukum wadh i. Hukum taklifi adalah hukum yang menunutut kepada mukallaf untuk berbuat, menuntut untuk tidak berbuat atau menghendaki agar mukallaf memilih antara berbuat atau tidak, sedangkan hukum wadh i adalah hukum yang ditetapkan pada suatu yang menjadi sebab bagi suatu yang lain, atau menjadi syarat atau menjadi penghalang. Dan hukum-hukum tersebut ditujukan bagi seorang mukallaf jadi penting bagi kita untuk mempelajarinya karena dengn mempelajarinya kita bisa tahu akan kewajibankewajiban kita sebagai orang yang beragama islam. B. Rumusan Masalah 1. Apa perbedaan antara hakim, hukum, mahkum fih, mahkum alaih? 2. Apa pengertian hukum taklifi dan macam-macamnya? 3. Apa pengertian hukum wadh i dan macam-macamnya? Ushul Fiqh 1

BAB II PEMBAHASAN A. Perbedaan Antara Hakim, Hukum, Mahkum fih, Mahkum alaih Nama Pengertian Hakim Orang yang menjatuhkan keputusan Hukum Mahkum Fih Mahkum Alaih Keputusan yang dijatuhkan hakim sebagai bukti kehendak Perbuatan mukallaf yang berkaitan dengan hukum Mukallaf sebagai pelaku perbuatan yang berkaitan dengan hukum. 1 B. Pengertian Hukum Taklifi dan Macam-Macamnya Hukum taklifi adalah hukum yang menunutut kepada mukallaf untuk berbuat, menuntut untuk tidak berbuat atau menghendaki agar mukallaf memilih antara berbuat atau tidak. Contoh hukum yang menuntut kepada mukallaf untuk berbuat seperti firman Allah dalam surat at-taubah ayat 103 Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui (QS. at-taubah: 103) Contoh hukum yang menuntut kepada mukallaf untuk tidak berbuat seperti fiman Allah dalam surat al-isra ayat 32: 1 Abdul Wahhab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh Kaidah Hukum Islam, Jakarta: Pustaka Amani, Cet.XI, 1977, Hlm.131 Ushul Fiqh 2

dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk (QS. al-isra : 32) Sedangkan contoh hukum yang menghendaki mukallaf memilih antar berbuat dan meninggalkan seperti firman Allah dalam surat al-jumu ah ayat 10: Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung (QS. al- Jumu ah: 10). 2 Macam-Macam Hukum Taklifi 1) Wajib menurut syara adalah sesuatu yang dituntut oleh syar i untuk dikerjakan oleh mukallaf secara pasti, yakni tuntutan itu bersamaan dengan sesuatu yang menunjukkan kepastian untuk berbuat. Wajib itu dibagi menjadi empat: 1. Wajib ditinjau dari waktu pelaksanaannya, ada yang Muaqqat (dibatasi waktu dan ada yang Mutlak (tidak dibatasi waktu). Wajib Muaqqad adalah sesuatu yang dituntut syar i untuk dilakukan secara pasti dalam waktu tertentu, seperti sholat lima waktu. Sedangkan wajib Mutlak adalah suatu yang dituntut syar I untuk dilaksanakan secara pasti tetapi tidak ditentuka waktu pelaksaan, seperti denda yang wajib atas orang yang bersumpah kemudian melanggar sumpah, pelaksanaan denda ini tidak ditentukan waktunya. 2. Wajib ditinjau dari tuntutan menunaikan terbagi menjadi wajib aini (wajib ain) dan kifa I (wajib kifayah. Wajib aini adalah sesuatu yang dituntut syari untuk dilakukan oleh masing-masing mukallaf. Tidak cukup seorang mukallaf menjadi wakil yang lain, seperti sholat, puasa, zakat, haji, menepati janji dan lain-lain. Wajib kifa I adalah sesutau yang ditunut syar I untuk dilakukan oleh kelomok mukallaf artinya jika sebagian mukallaf sudah berbuat maka kewajiban itu 2 Ibid. Hlm.138-139 Ushul Fiqh 3

ditunaikan dan gugurlah dosa bagi mukallaf yang lain, seperti, sholat jenazah, menyelamatkan orang yang tenggelam, memadamkan kebakaran dan lain-lain. 3. Wajib wajib ditinjau dari ukuran terbagi menjadi wajib Muhaddad (yang dibatasi) dan wajib Ghoiru Muhaddad (yang tidak dibatasi). Wajib Muhaddad adalah kewajiabn yang oleh syari ditentukan ukurannya, yakni tanggungan mukallaf atas kewajiban ini tidak hilang sebelum dilakukan sebagaimana yang telah ditetapkan syari seperti sholat lima waktu, zakat, hutang piutang dan lain-lain. Wajib Ghoiru Muhaddad adalah kewajiban yang tidak ditentukan ukurannya oleh syari, tetapi mukallaf ditunut melaksanakan kewajiban yang tidak terbatas seperti infak dijalan Allah, tolong menolong dalam kebaikan, member makan kepada orang yang kelaparan, menolong orang yang kesulitan dan lan-lain. 2) Mandub (sunnah) adalah sesuatu yang dituntut oleh syar i untuk dilakukan oleh mukallaf secara tidak pasti. Seperti bentuk tuntutan syar i itu sendiri tidak menunjukkan kepastian, atau tuntutan itu bergandengan dengan alasan yang menunjukkan tidak adnya kepastian. Pembagian sunnah: 1. Sunnah al-muakkadah adalah Sunnah yang tuntutan yang mengerjakannya secara menguatkan. Orang yang meninggalkan sunnah ini tidak mendapatkan siksa melainkan mendapat cela. Misalnya adzan, melakukan sholat lima waktu dengan berjama ah dan lain-lain. 2. Sunnah Ghoiru al-muakkadah adalah Sunnah yang dianjurkan oleh syara untuk dikerjakan, perlunya mendapat pahala dan yang meninggalkan tidak disiksa atau dicela, seperti bersedekah kepada para fakir, puasa senin kamis dalam setiap minggu. 3. Sunnah al-za idah adalah Sunnah tambahan, artinya dianggap sebagai pelengkap bagi mukallaf. Diantaranya adalah mengikuti jejak Rasulullah Saw. dalam hal kebiasaan beliau sebagai seorang manusia seperti makan, minum, tidur berpakaian dan lain-lain. 3) Muharram (haram) adalah sesuatu yang dituntut syari untuk tidak dikerjakan dengan tuntutan yang pasti. Seperti firman Allah Swt dalam surat al-maidah ayat 3: Ushul Fiqh 4

... Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah... (QS.al-Maidah: 3) Pembagian haram terbagi menjadi dua yaitu: 1. Haram yang menurut asalnya sendiri adalah haram, seperti berzina, mencuri, sholat tanpa bersuci dan lain-lain. 2. Haram karena sesuatu yang baru. Artinya sesuatu perbuatan itu pada mulanya ditetapkan oleh hukum syara sebagai suatu kewajiban, kesunahan atau kebolehan tetapi bersamaan dengan sesuatu yang baru yang menjadikannya haram, seperti sholat dengan memakai baju curian, jual beli yang mengandung unsur menipu dan lain-lain. 4) Makruh adalah sesuatu yang dituntut syari untuk tidak dikerjakan oleh mukallaf dengan tuntutan yang tidak pasti seperti jika bentuk tuntutan itu sendiri menunjukkan ketidak pastian. Ulama Hanafiyah membagi makruh menjadi dua bentuk: 1. Makruh tanzih adalah sesuatu yang dituntut syari untuk ditinggalkan tetapi tetapi dengan tuntutan yang tidak pasti. Misalnya memakan daging kuda. 2. Makruh tahrim adalah tuntutan syar i untuk meninggalkan suatu perbuatan dan tuntutan itu dengan cara yang pasti. Seperti larangan memakai sutera dan perhiasan emas bagi kaum laki-laki. 3 5) Mubah adalah sesuatu yang oleh syar i seorang mukallaf diperintahkan untuk memilih antara melakukannya atau meninggalkannya. Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat al-baqarah ayat 235:... Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran... (QS- al-baqarah ayat 235) 4 3 Rahmat Syafe i, Ilmu Ushul Fiqh Untuk IAIN, STAIN, PTAIS, Bandung: CV Pustaka Setia, Cet I, 1999, Hlm.308 Ushul Fiqh 5

C. Pengertian Hukum Wad hi dan Macam-Macamnya Hukum wadh i adalah hukum yang ditetapkan pada suatu yang menjadi sebab bagi suatu yang lain, atau menjadi syarat atau menjadi penghalang. Contoh hukum yang ditetapkan pada sesuatu yang menjadi sebab bagi yang lain seperti firman Allah dalam surat al-maidah ayat 38: laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (QS.al-maidah:38) Contoh hukum yang ditetapkan pada sesuatu yang menjadi syarat bagi sesuatu yang lain seperti firman Allah dalam surat ali-imran ayat 97 Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam (QS.ali- Imran: 97) Contoh hukum yang menetapka sesutau sebagai penghalang bagi sesuatu yang lain seperti sabda Nabi SAW: اليرث القاتل yang artinya pembunuh tidak berhak mendapat harta waris. 5 Macam-macam hukum wadh i 4 Ibid. Hlm.144-160. 5 Ibid. Hlm.140 Ushul Fiqh 6

1. Sebab adalah sesuatu yang nyata dan pasti, yang dijaikan syari sebagai pertanda dalam hukum syara mengenai akibatnya. Oleh karena itu, adanya sebab mengharuskan adanya akibat dan ketiadaan sebab menyebabkan ketiadaan akibat. Macam-macam sebab: a. Sebab kadang-kadang menjadi sebab pada hukum Taklifi. Misalnya waktu, menjadi sebab kewajiban mendirika sholat, karena firman Allah Swt dalam surat al-isra ayat 78:... Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh (QS. al-isra :78) b. Kadang-kadang sebab itu menjadi sebab untuk menetapkankepemilikan, kehalalan atau menghilangkan keduanya. Seperti jual beli untuk menetapkan kepemilikan dan menghilangkan kepemilikan, memerdekakan budak dan wakaf untuk menggugurkan kepemilikan, akad perkawinan untuk menetapkan kehalalan dan lain-lain. c. Kadang-kadang sebab itu berupa perbuatan yang mampu dilakukan mukallaf, seperti ia membunuh secara sengaja menjadi sebab kewajiban qishah. d. Kadang-kadang sebab itu berupa sesuatu yang tidak mampu dilakukan mukallaf dan bukan termasuk perbuatan mukallaf, seperti masuk waktu sholat menjadi sebab kewajiban sholat. 2. Syarat adalah sesuatu yang ada atau tidak adanya hukum tergantung pada ada atau tidak adanya sesuatu itu. Yang dimaksud dengan adanya sesuatu yang menurut syara dapat menimbulkan pengaruh ada dan tidak adanya hukum. Contoh: wudlu menjadi syarat sah menegakkan shalat. Tanpa wudlu tidak sah mendirikan shalat. Namun hal ini juga tidak berarti adanya wudlu menetapkan adanya shalat. 3. Mani (Penghalang) adalah sesuatu yang adanya dapat menyebabkan tidak adanya hukum atau membatalkan sebab. Namun terdapat mani yang menghalangi tertibnya Ushul Fiqh 7

hukum. Seperti adanya hubungan suami istri yang sah atau kekerabatan, tetapi masing-masingnya terhalang untuk mewarisi. Misalnya karena adanya perbedaan agama pewaris dengan yang diwarisi atau pembunuhan yang dilakukan pewaris. Seperti juga, bila terdapat pembunuhan secara sengaja atau aniaya, namun terhalang kewajiban hukum qishash baginya berkenaan sipembunuh adalah bapak dari yang dibunuh. Maka mani menurut istilah Ulama Ushul ialah sesuatu yang timbul ketika sebab itu telah jelas dan syarat talah terpenuhi, dan menghalangi timbulnya akibat atas sebabnya. Jadi ketiadaan syarat menurut istilah mereka tidak disebut mani, meskipun dapat menghalangi timbulnya akibat atas sebab. 4. Rukhsah dan Azimah, Rukhshah adalah hukum keringanan yang telah disyari atkan oleh Allah Subhanahuu Wata ala. Kepada orang mukallaf dalam kondisi-kondisi tertentu yang menghendaki keringanan, atau sesuatu yang talah disyari atkan Allah Subhanahuu Wata ala. Karena alasan kesulitan dalam suatu kondisi tertentu, atau juga membolehkan sesuatu yang dilarang karena adanya dalil, meskipun dalil larangan itu tetap berlaku. Sedangkan Azimah adalah hukum-hukum umum yang sejak semula telah disyar atkan Allah Subhanahu Wata ala. Dan tidak dikhususkan pada kondisi atau mukallaf. Di antara hukum-hukum rukhshah ialah: a. Mukallaf dibolehkan meninggalkan kewajiban ketika terdapat udzur kesulitan menunaikannya. Orang yang sakit atau mengadakan perjalanan pada siang bulan Ramadhan, dibolehkan berbuka dll. b. Membenarkan sebagian akad yang bersifat pengecualian yang di dalamnya tidak terpenuhi syarat-syarat umum tentang jadi atau sahnya akad, berkenaan dengan hal itu berlaku bagi hubungan manusia dan menjadi sebagian dari keutuhan mereka. Misalnya akad pesan (salam). Sebenarnya akad salam ini adalah menjual benda yang tidak ada di waktu akad, tetapi hal itu telah menjadi suatu kebiasaan manusia dan termasuk di antara kebutuhannya. c. Menghapus hukum-hukum yang telah di turunkan Allah Subhanahuu Wata ala. Hukum-hukum itu merupakan beban-beban yang berat terhadap umat-umat sebelum kita, seperti yang diisyaratkan Allah Subhanahuu Wata ala. Ushul Fiqh 8

5. Al-Shihah dan al-buthlan (benar dan batal), Perbuatan dikatakan benar menurut syara apabila perbuatan itu menimbulkan pengaruh perbuatan. Jika mukallaf melaksanakan suatu perbuatan wajib seperti sholat, puasa, zakat, haji, dan dilaksanakan pula dengan sempurna rukun-rukun dan syarat-syaratnya, konsekwensinya dia tidak mendapatkan hukuman di dunia. Bahkan mendapatkan pahala di akherat nanti. Pengertian tidak benarnya perbuatan menurut syara ialah tiak adanya pengaruh perbuatan. Jika perbuatan yang di lakukan mukallaf itu berupa kewajiban, maka kewajiban itu tidak bisa gugur daripadanya dan tanggungan kewajiban itu juga tidak bisa lepas. Misalnya pada puasa yang batal itu tidak menimbulkan pengaruh dan tidak bisa menggugurkan kewajiban bagi seorang mukallaf. Karena itu seorang mukallaf wajib mengqodlo nya. 6 6 Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushulul Fiqh, Bandung: Gema Risalah Press, Cet I, 1996, Hlm.197-216 Ushul Fiqh 9

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Hakim adalah Orang yang menjatuhkan keputusan, hukum adalah keputusan yang dijatuhkan hakim sebagai bukti kehendak, mahkum fih adalah Perbuatan mukallaf yang berkaitamn dengan hukum sedangkan mahkum alaih adalah Mukallaf sebagai pelaku perbuatan yang berkaitan dengan hukum. Hukum taklifi adalah hukum yang menunutut kepada mukallaf untuk berbuat, menuntut untuk tidak berbuat atau menghendaki agar mukallaf memilih antara berbuat atau tidak. Macam-macam hukum taklifi: Wajib, Mandub (sunnah), Muharram (haram), Makruh, Mubah. Hukum wadh i adalah hukum yang ditetapkan pada suatu yang menjadi sebab bagi suatu yang lain, atau menjadi syarat atau menjadi penghalang. Macam-macam hukum wadh i adalah Sebab, Syarat, Mani (penghalang), Rukhshah dan Azimah, Sah dan Batal. B. Kritik dan Saran Demikian makalah yang dapat kami sampaikan. Kami sadar bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan demikesempurnaan makalah ini da makalah selanjutnya. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin... Ushul Fiqh 10

DAFTAR PUSTAKA Syafe i, Rahmat. 1999. Ilmu Ushul Fiqh Untuk IAIN, STAIN, PTAIS. Bandung: CV Pustaka Setia. Cet I. Wahhab Khalaf, Abdul. 1977. Ilmu Ushul Fiqh Kaidah Hukum Islam, Jakarta: Pustaka Amani. Cet.XI. Wahab Khalaf, Abdul. 1996. Ilmu Ushulul Fiqh. Bandung: Gema Risalah Press. Cet I. Ushul Fiqh 11