MODUL 10 SOSIOLOGI KOMUNIKASI

dokumen-dokumen yang mirip
MODUL 9 SOSIOLOGI KOMUNIKASI. (3 SKS) Dosen: Drs. Ahmad Mulyana, M.Si.

SOSIOLOGI KOMUNIKASI

MODUL 8 SOSIOLOGI KOMUNIKASI

MODUL SOSIOLOGI KOMUNIKASI Oleh : Heri Budianto, S. Sos. M.Si.

MODUL 5 SOSIOLOGI KOMUNIKASI

MODUL 5 SOSIOLOGI KOMUNIKASI. (3 SKS) Dosen: Drs. Ahmad Mulyana, M.Si.

Sosiologi Komunikasi. Teori Peniruan dari Media Massa. Frenia T.A.D.S.Nababan. Modul ke: Fakultas KOMUNIKASI

MODUL 7 SOSIOLOGI KOMUNIKASI. (3 SKS) Dosen: Drs. Ahmad Mulyana, M.Si.

SOSIOLOGI KOMUNIKASI

MODUL SOSIOLOGI KOMUNIKASI. (3 SKS) Dosen: Drs. Ahmad Mulyana, M.Si.

MODUL 4 SOSIOLOGI KOMUNIKASI. (3 SKS) Dosen: Drs. Ahmad Mulyana, M.Si.

d. Teori Reinforment Imitasi

SOSIOLOGI KOMUNIKASI. KOMUNIKASI SEBAGAI PROSES INTERAKSI Rika Yessica Rahma,M.Ikom. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Penyiaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

MODUL TEKNOLOGI KOMUNIKASI (3 SKS) Oleh : Drs. Hardiyanto, M.Si

STIE Putra Perdana Indonesia. STIE Putra Perdana. Indonesia. STIE Putra Perdana. Indonesia. STIE Putra Perdana. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Pada zaman modernisasi ini banyak dijumpai remaja yang sering ikutikutan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu proses sosial yang sangat mendasar

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 4 KESIMPULAN. Nonton bareng..., Rima Febriani, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, dunia entertainment selalu dijadikan fenomena oleh

AGRESI MODUL PSIKOLOGI SOSIAL I. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

AGRESI. Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom.

SOSIOLOGI KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan anak untuk optimalisasi bagi perkembangannya.

Modul Perkuliahan XIII Komunikasi Massa

BAB V. Penutup. Sesuai dengan fokus penelitian ini tentang Bagaimana pelajar Surabaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB I PENDAHULUAN. elektronik yang hampir selalu ada di setiap rumah adalah televisi. Televisi

BAB I PENDAHULUAN. keluarga. Hampir setiap rumah memiliki televisi. Tidak jarang kegiatan lainnya

BAB V PENUTUP. kelas X di SMAN 3 Malang adalah tinggi. 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat determinasi diri pada

MODUL PERKULIAHAN. Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi

Teori Belajar Sosial

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. tayangan yang mistik, tampaknya sudah jadi kewajiban untuk ditonton, siapa pun, tua,

BAB I PENDAHULUAN. Keluaga mempunyai fungsi tidak hanya terbatas sebagai penerus keturunan

BAB II LANDASAN TEORITIS

PSIKOLOGI MEDIA MASSA MATA KULIAH PSIKOLOGI KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BERBAGAI PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga merupakan pendidik dasar bagi anak-anak, sedangkan lembaga

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

Pendidikan Keluarga (Membantu Kemampuan Relasi Anak-anak) Farida

BAB I PENDAHULUAN. Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan dalam. mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang digunakan

Bab 5. Ringkasan. Bangsa Jepang merupakan bangsa yang tetap menjunjung tinggi nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. adalah untuk mengendalikan lingkungan fisik dan psikologi kita. 1. tersebar banyak tempat, anonym dan heterogen.

BAB V HASIL PENELITIAN. hipotesis dengan menggunakan teknik korelari product moment

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah

Teori Albert Bandura A. Latar Belakang Teori self-efficasy

I. PENDAHULUAN. dan berkomunikasi dengan manusia lainnya dalam kehidupan sehari-hari, baik itu

SOSIOLOGI KOMUNIKASI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu media elektronik yang paling digemari saat ini adalah televisi. Di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena sudah menjadi masalah nasional dan bahkan internasional. Di

MENANAMKAN NILAI MORAL DAN KEAGAMAAN PADA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. yang mudah untuk dicerna. Televisi secara universal juga mampu untuk menjangkau audiens

SARI Pramuwati, Laili Dwi Kata Kunci:

BAB VI PENUTUP. Bagian ini memaparkan tentang kesimpulan secara keseluruhan pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. hlm. viii. 1 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: Lkis, 2001),

BAB I PENDAHULUAN. masa baik cetak maupun eletronik yang salah satunya yaitu televisi.

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan yang dia lihat. Istilah yang sering didengar yaitu chidren see children

researc yang berarti usaha atau pekerjaan untuk mencari kembali yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dan film terhadap masyarakat, hubungan antara televisi, film dan masyarakat

BAB II KONSEP KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI DAN TEKNIK COLLECTIVE PAINTING

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Televisi merupakan media massa yang paling mudah di akses oleh

BAB I PENDAHULUAN. adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013

LAMPIRAN 1 KUESIONER KEMANDIRIAN

1.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial. Dalam kenyataannya, kenakalan remaja merusak nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan industri perfilman di Indonesia mempunyai sisi kemajuan

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA PELAKU TATO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

KEMAMPUAN BEREMPATI DITINJAU DARI INTERAKSI TEMAN SEBAYA PADA ANAK USIA SEKOLAH

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON TAYANGAN SINETRON KEPOMPONG DI TELEVISI DENGAN CITRA DIRI PADA REMAJA PUTERI

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. Media massa memberikan kesempatan kepada manusia untuk mempublikasikan ide-ide kreatif,

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. "tuna" yang berarti kurang dan "laras" yang berarti sesuai. Jadi anak tunalaras

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kelompok yang lain, bahkan memecahkan suatu permasalahan. 1 Kelompok adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masa peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. konsumen, yaitu pada bagian sales product. Bagian ini terdiri dari beberapa divisi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. masa estetik. Pada masa vital anak menggunakan fungsi-fungsi biologisnya untuk

PERAN ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK UNTUK MEWUJUDKAN KELUARGA SEJAHTERA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konflik menurut Webster,dalam bahasa aslinya berarti suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap perilaku kita di kehidupan sehari-hari. Seharusnya, televisi bisa menjadi

BAB I PENDAHULUAN. sosial anak. Hurlock (1993: 250) berpendapat bahwa perkembangan sosial

MODUL MANAJEMEN PERIKLANAN (3 SKS) Oleh : Drs. Hardiyanto, M.Si

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

INTERPRETASI MAKNA FIGUR AYAH PADA IKLAN TELEVISI ZWITSAL VERSI AMAZING SOFTNESS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah

Transkripsi:

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI PERTEMUAN 10 UNIVERSITAS MERCU BUANA MODUL 10 (3 SKS) Dosen: Drs. Ahmad Mulyana, M.Si. POKOK BAHASAN: Teori yang Menjelaskan Peniruan dari Media Massa DESKRIPSI: Secara umum berisi tentang pemahaman dan pengertian tentang efek, efek yang dikuatirkan dari media massa, berbagai teori yang menjelaskan peniruan dari media massa TUJUAN INSTRUKSIONAL: Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa mengerti dan memahami tentang pemahaman dan pengertian tentang efek, efek yang dikuatirkan dari media massa, berbagai teori yang menjelaskan peniruan dari media massa Referensi: 1. Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi; Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2007. 2. Zulkarimein Nasution, Sosiologi Komunikasi Massa, Universitas Terbuka, Jakarta, 2003. 3. Charles R. Wright, Sosiologi Komunikasi Massa, terj. Jalaludin Rakmat, et.al, Remaja Karya, Bandung, 1986.

Teori yang Menjelaskan Peniruan dari Media Massa a. Teori Peniruan atau Imitasi Efek Negatif yang dikuatirkan dari media massa, khususnya yang menyangkut delinkuensi dan kejahatan, bertolak dari besarnya kemungkinan atau potensi pada tiap anggota masyarakat untuk meniru apa-apa yang disaksikan ataupun diperolehnya dari media massa. Pengenaan (exposure) terhadap isi media massa memungkinkan khalayak untuk mengetahui isi media massa kemudian dipengaruhi oleh isi media tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari, jelas terlihat bukti-bukti bahwa perilaku kita sering dipengaruhi oleh pengenaan (exposure) terhadap perilaku orang lain. Tampak pula dengan jelas bahwa kesempatan untuk mengamati tindakan, emosi, dan hasil perbuatan (seperti imbalan dan hukuman) orang lain dapat mempunyai pengaruh yang kuat sekali pada perilaku dan perasaan orang yang menyaksikan kejadian tersebut. Pengaruh dimaksud dapat mengurangi minat orang lain untuk melakukan perbuatan yang sama (bila yang dilihat adalah hukuman) atau dapat mendorong orang untuk mengulangi perbuatan tertentu jika yang dilihatnya adalah imbalan (seperti hadiah atau keuntungan lainnya). Penjelasan mengenai gejala ini dimulai oleh kalangan disiplin psikolog. Dari gejala dimaksud, ditemukan adanya kecenderungan yang menjadi pembawaan di kalangan manusia di televisi untuk saling meniru perilaku sesamanya. Apakah kekerasan di televisi menyebabkan perilaku kekerasan pada penonton? Pertanyaan ini dikemukakan oleh banyak orang, terutama para orang tua. Situasinya sendiri memang kompleks karena terdapatnya kepentingan yang bertentangan yang menyebabkan metode, hasil dan interpretasi yang juga saling bertentangan (conflicting). Kalangan pendidik umumnya berpendapat bahwa isi yang negatif dalam media massa akan berakibat negatif pula pada khalayak yang menontonnya. Sedang pihak media cenderung untuk bertahan dan menyatakan bahwa apa-apa yang mereka siarkan itu tidak mengandung bahaya apa pun bagi masyarakat. Usaha-usaha untuk mengkaji perilaku meniru secara umum dikaitkan dengan adanya dorongan pembawaan (innate urges) atau kecenderungan yang kuat untuk

menandingi (menyamai ataupuan melebihi) tindakan orang di sekitarnya. Bahkan Tarde berpendapat, mustahil bagi dua individu yang berinteraksi dalam waktu yang cukup panjang untuk tidak menunjukkan peningkatan dalam diri perilaku secara timbal balik. Tarde juga memandang imitasi memainkan perasaan yang sentral dalam transmisi kebudayaan dan pengetahuan dari suatu generasi ke generasi yang berikutnya. Dalam pengamatannya tersebut, Tarde sampai pada pernyataannya bahwa: society is imitaion. Penulis buku teks psikolog yang pertama, McDougal (1980) juga sependapat dengan Tarde, bahwa peniruan merupakan suatu dorongan/kecenderungan yang dibawa sejak lahir. Namun belakangan ini muncul kritik terhadap pandangan tersebut, yang mengemukakan lain, bahwa kecenderungan manusia meniru orang lain sebagai suatu bawaan sejak lahir tidak cocok dengan kenyataan, karena seringkali pengamatan terhadap orang lain justru membuat kita menghindari, meniru, perilaku yang dimaksukan. Pandangan itu sendiri sedikit sekali atau tidak menjelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya peniruan, cara seseorang dalam memilih model tertentu yang akan ditirunya, ataupun jenis perilaku yang akan disamainya itu. Akibat kecaman itu dan kelemahan-kelemahan lainnya, teori peniruan yang alamiah ini secara bertahap ditinggalkan di lingkungan psikologi dan digantikan oleh sejumlah kerangka teoritis yang mengemukakan bahwa kecenderungan untuk meniru orang lain adalah sesuatu yang dipelajari (learning) atau diperoleh melalui suatu proses engkondisian agar orang melakukan peniruan terhadap perilaku tertentu. Salah satu problem utama mengenai bukti yang mendukung tesis bahwa kekerasan menyebabkan kekerasan adalah karena bukti-bukti tersebut terkumpul terutama dari studi-studi laboratori atau studi yang beresifat eksperimen. Jadi studistudi dimaksud tidak dilakukan pada situasi kehidupan yang nyata. Karya Bandura merupakan studi ysng paling luas dipublikasikan, khususnya menyangkut boneka Bobo yaitu figur badut dari plastik yang dikembangkan yang dapat digunakan sebagai kantong berlatih tinju (punch bag). Sementara itu secara diameter yang menentang aliran Bandura/Belsowitz adalah mereka yang meminta bukti-bukti untuk mendukung efek katarsis kekerasan televisi bagi penonton. Aliran yang dipimpin oleh Saymour Feshbach dan kawan-

kawan (1971) berpendapat bahwa daripada memicu perilaku kekerasan, menonon kekerasan di televisi memberikan efek katarsis bagi para penonton. Mereka ini bependapat bahwa dengan menyaksikan penampilan kekerasan di layar, kita dapat mensublimasikan tekanan (tension) dan frustasi yang dialami, jadi mengurangi kemungkinan untuk melakukan tindakan agresif atau kekerasan. b. Teori Identifikasi Dalam kehidupan sehari-hari orang sering mengidentifikasikan dirinya pada seseorang yang dikagumi. Orang yang dimaksud lalu berusaha menyamai tokoh yang diidealkan itu, dengan laku ataupun dalam penampilannya, sehingga ia tampak identik dengan sang tokoh. Dalam hubungan ini, teori identifikasi menjadi suatu penjelasan teoritis yang disukai untuk menjelaskan misalnya, bagaimana anak-anak mengembangkan atribut-atribut yang luas dan pola perilaku yang sopan namun mirip dengan orangtua mereka dan model-model sosial lain yang bermakna dalam hidup mereka. Konsep identifikasi mempunyai paling tidak dua pengertian yang khas yakni: 1. Identifikasi menunjuk kepada perilaku ketika seseorang bertindak atau merasa seperti orang lain, yang disebut model (analisis Bronfenbrenef, 1960). Kemiripan perilaku di antara dua orang bisa bagaimanapun tidak selalu berarti bahwa seseorang telah identik dengan orang lain. Hal itu bisa saja disebabkan oleh variabel yang berbeda yang secara independen menghasilkan efek yang sama pada kedua orang tersebut. Seorang ayah dan anak bisa merasa tidak gembira pada saat yang sama, tapi keduanya independen satu sama lain, dan berdasarkan alasan yang sepenuhnya berbeda. 2. Identifikasi juga berarti suatu motif dalam bentuk suatu keinginan umum untuk berbuat atau menjadi seperti orang lain. Motif ini biasanya mengacu kepada kecenderungan untuk menyamai standar ideal dan perilaku orangtua. Banyak definisi indentifikasi menekankan bahwa anak harus mempunyai suatu motif untuk menjadi seperti model dan ingin mempunyai beberapa atribut model tersebut. Besar sekali kemungkinan bahwa

kebanyakan anak-anak secara subjektif mengalami motif yang kuat untuk menjadi sama dengan orangtua mereka. 3. Istilah identifikasi mengacu kepada proses atau mekanisme melalui mana anak-anak menyamai suatu model dan menjadikan diri seperti model itu. Konsep mengenai mekanisme ini telah dikemukakan oleh berbagai teorisi, dimulai oleh Freud. Dengan konsep ini dapat dipahami bagaimana anakanak membiasakan (internalizea) standar-standar orangtua dan sosial untuk perilaku dan bagaimana mereka menjadikan banyak dari atribut dan karakteristik orangtuanya menjadi bagian dari dirinya, khususnya yang sama jenis kelaminnya. Jadi anak-anak lelaki berusaha menyamakan diri dengan ayah, sedang anak-anak perempuan mengidentifikasikan dirinya dengan ibunya. Menurut Conger (1973), salah satu proses terpenting tapi belum sepenuhnya dipahami dalam perkembangan anak dan remaja adalah identifikasi. Isitilah ini diciptakan oleh Freud, mengecu kepada proses di mana seorang individu dibawa untuk berpikir, merasa dan berperilaku seperti karaktristik orang lain (atau yang dipunyainya). Meskipun identifikasi dapat melibatkan peniruan terhadap suatu model, (misalnya seorang anak yang mengidentikkan diri dengan ayahnya dapat meniru ekspresi verbal atau meniru kebiasaan membaca (reading habit) terhadap kolom olahraga pada suratkabar lokal), namun kedua istilah tadi (identifikasi dan peniruan) tidaklah sinonim. Suatu proses peniruan semata-mata (imitation learning) menyangkut tidak lebih sekedar emosi dari perilaku tertentu dari suatu model. Sedangkan identifikasi merupakan proses yang lebih jauh lebih kompleks, hingga tingkat yang bermacammacam, membuat seseorang memberi respons seolah-olah dia adalah orang lain, yakni tokoh yang dijadikannya model itu. Mengapa orang mengidentifikasikan diri pada seseorang tokoh? Bagi anak-anak dan remaja, dua motivasi penting yang mendorong mereka untuk mengidentifikasikan diri adalah: 1. keinginan untuk memiliki kekuasaan (a desire for power) dan penguasaan terhadap lingkungan (master oer the environment) dan, 2. kebutuhan akan asuhan (nurturance) dan perhatian (afefction)