BAB IV PEMAHAMAN TENTANG PERSEMBAHAN Persembahan identik secara formal dengan memberikan sesuatu untuk Tuhan. Berkaitan dengan itu, maka dari penelitian dalam bab tiga, dapat disimpulkan bahwa, pemahaman para bandar dan pengedar narkoba dalam memberi persembahan adalah sebagai berikut: Pertama, pemberian persembahan sebagai tanda ucapan syukur; kedua, persembahan sebagai suatu kewajiban agamawi; ketiga, persembahan sebagai suatu tanda pengampunan dari Tuhan; keempat, persembahan sebagai sumbangan, dan kelima, persembahan sebagai investasi bisnis. Pada dasarnya pemahaman tersebut telah dibahas dalam teori pada bab dua. Oleh karena itu, pembahasan mengenai pemahaman tersebut tidak perlu diulangi lagi. Pada umumnya pemahaman tersebut juga dipahami secara umum bagi orang Kristen tentang makna persembahan. Akan tetapi, selain pemahaman tentang persembahan tersebut, masih ada pemahaman lain yang terkait dengan pemberian persembahan sebagai suatu investasi bisnis dan persembahan sebagai suatu sumbangan. Kedua pemahaman ini, yakni persembahan sebagai investasi bisnis dan sebagai sumbangan dapat dikategorikan sebagai suatu pemahaman yang baru (dalam hal ini berbeda dengan ucapan syukur dan kewajiban secara umum). Dari kedua pemahaman tentang persembahan tersebut, dapat dilihat bahwa ada suatu kemajuan berpikir, yaitu jemaat tidak hanya memahami persembahan hanya sebatas ucapan syukur, tetapi juga dipahami sebagai investasi bisnis dan sumbangan. Kedua pemahaman tersebut merupakan suatu realita yang tidak bisa dipungkiri, bahwa persembahan di dalam gereja terdapat sumbangan, misalnya sumbangan untuk pembangunan, sumbangan untuk natal dll. Selain itu, persembahan dalam gereja sendiri merupakan suatu investasi keuangan buat gereja. Persembahan merupakan bagian dari ekonomi gereja. Tanpa 39
persembahan, maka ekonomi gereja tidak akan dapat berjalan secara lancar. Gereja tidak dapat secara maksimal menjalankan program-program yang ada, bahkan untuk mencapai visi dan misi, maka gereja pun membutuhkan keuangan. Selain itu, dalam gereja sendiri terdapat transaksi keuangan. Baik itu dari jemaat kepada gereja, atau sebaliknya gereja untuk jemaat. Ada pembagian gaji untuk pegawai gereja atau pun juga pemberian gaji buat pendeta. Bahkan tidak sedikit juga gereja mempergunakan keuangan dari persembahan untuk mencari dana. Persoalannya adalah bagaimana mengargument persembahan sebagai investasi bisnis dan persembahan sebagai sumbangan sebagai sesuatu yang positif dan konstruktif dari sudut etika Kristen? Berkaitan dengan hal itu, maka dalam bagian ini, penulis akan menganalisa persembahan sebagai investasi bisnis dan persembahan sebagai sumbangan. 4.1. Persembahan sebagai Investasi Bisnis Sebagai landasan untuk memahami bagian ini, perlu dibatasi bahwa bisnis adalah sebuah usaha atau kegiatan untuk memperoleh keuntungan secara finansial atau bersifat komersial. Bisnis menempatkan sistem ekonomi dan keuntungan sebagai landasan bergerak dan tujuan beraktivitas. 1 Persembahan adalah persoalan penting baik bagi suksesnya sebuah pelayanan maupun kesejahteraan hidup jemaat. Akan tetapi keliru ketika persembahan hanya untuk meningkatkan status ekonomi. Dalam bahasa gereja, persembahan ini penting agar misi pelayanan tercapai. Banyak standar kewajiban (hukum) yang bisa digunakan sebagai cermin dan penilai etika seseorang misalnya Kebiasaan dan Adat Masyarakat, Hak Asasi Manusia, Peraturan Pemerintah atau Hukum-hukum Agama. Namun demikian ada juga yang menggunakan standar 1 Phil. Eka Dharmaputera. Etika Sederhana Untuk Semua, Perkenalan Pertama. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1988) hlm. 9 40
akibat. Ketika tindakan seseorang membuat orang lain atau lingkungannya nyaman, sejahtera dan damai, maka orang tersebut beretika. Pada dasarnya, etika bersandar pada standar nilai seperti kesetian, pengabdian, kejujuran, kasih dan keadilan. Bagaimanapun standar-standar hak-hak manusia seperti hak hidup, berpendapat dan memiliki juga menjadi pertimbangan yang penting. Nilai-nilai seperti ini sangat argumentatif, bisa diterima dan mempunyai dasar yang universal bagi semua orang. Karena itu sikap dan prilaku seperti ketidaksetiaan, individualis, mata duitan, serakah, pencurian, penipuan, korupsi dan penindasan harus dihindari. Nilai yang baik yang harus diterapkan dan nilai yang tidak baik harus dihindari berlaku bagi semua orang, tidak terkecuali gereja. 2 Alkitab juga memberi gambaran yang sangat jelas bagaimana gereja bersikap dan berprilaku sebagai orang yang percaya kepada Allah. Nilai-nilai yang paling hakiki bagi etika kristen adalah kasih dan keadilan. Ketika sikap dan prilaku gereja didasarkan pada kasih dan keadilan, gereja telah mengaplikasikan etika Kristen dengan baik. Sehingga pada akhirnya, semua orang mendasarkan hidupnya dan mengharapkan akibat dari hidupnya pada kasih dan keadilan. Dalam dunia pelayanan gereja dan bisnis, standar nilai tersebut harus menjadi panduan invesatasi bisnis. Gereja harus mengutamakan nilai kasih dan, keadilan, juga kesetian dan kejujuran. Ketika gereja dan semua orang menilai dan mengakui persembahan sebagai investasi merupakan wujud kasih dan keadilan serta mendatangkan kebaikan dan damai sejahtera bagi semua, maka silakan melanjutkan tugas mulia tersebut. Sebaliknya, ketika gereja menyadari dan mengakui bahwa persembahan sebagai investasi bisnis yang dilakukan adalah untuk kepentingan diri, ambisi jahat dan dorongan mamon, lebih baik kembali ke jalan benar. Ketika anggota 2 Malcolm Brownlee. Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor-faktor di Dalamnya. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993) hlm. 16-17 41
jemaat menilai bahwa persembahan sebagai invesatasi bisnis gereja mengkhinati pelayanan, tidak adil kepada jemaat dan bukan sebagai ungkapan kasih kepada Tuhan, ada baiknya gereja tersebut bertobat. Pemahaman di atas membawa kita kepada pertimbangan-pertimbangan umum bagi pengambilan keputusan etis Kristen di dunia bisnis: Pertama, titik tolak keputusan etis Kristen adalah iman kepada anugerah dan kehendak Allah di dalam Yesus Kristus yang mencakup nilainilai kasih, kebenaran, pengampunan, damai sejahtera dan keadilan. Keputusan etis persembahan sebagai investasi bisnis harus mendahulukan apakah yang Allah lakukan dan apakah yang jemaat harapkan bukan apa yang saya lakukan dan saya harapkan. Pengambilan keputusan etis dalam dunia bisnis bagi gereja selalu melibatkan hati nurani dan bertujuan membuat orang lebih kasih, adil, baik benar dan beriman. Oleh karena itu, keputusan etis menyangkut pertimbangan apa yang benar, baik, adil dan luhur. Alkitab sendiri sebenarnya tidak melarang gereja untuk berbisnis. Sebagai pertimbangan etis ada baiknya kita renungkan pemahaman bahwa gereja adalah yang khusus dan kudus di mata jemaat. Ketika bidang bisnis gereja adalah menjala orang dan menghadirkan kerajaan Allah, ada baiknya gereja setia pada panggilannya dan menjauhkan diri dari ranah bisnis finansial. Paulus memang memberikan gambaran bahwa dia adalah seorang pebisnis tenda. Namun tugas utamanya sebagai penginjil dan pelayan jemaat tidak pernah ditelantarkan. Demikian pula hasil bisnis tendanya, semuanya diperuntukan bagi dana penginjilan. Keuntungan bisnisnya bukan untuk membangun rumah pribadi yang megah, bukan untuk membeli mobil, bukan untuk adu gengsi dan bukan pula untuk kantong pribadinya. Sangat jelas, bahwa 42
keuntungan bisnis Paulus masuk ke dalam kas jemaat sehingga pelayanan semakin mantap. 3 Jadi, gereja dipersilakan berbisnis, namun hasilnya dicatat dalam kas jemaat dan diperuntukan bagi pelayanan gereja. Dalam kerangka ini kita bisa menerima bahwa lembaga gereja/jemaat boleh berbisnis (jasa, rumah sakit, perkebunan, dll), karena keuntungannya masuk kas gereja dan sepenuhnya bagi pelayanan. Yang perlu dicatat adalah nilai keadilan dan kasih harus menjadi pertimbangan gereja dalam berbisnis. Mau tidak mau, keadilan dan kasih lembaga gereja harus berdampak bagi jemaat. 4.2. Persembahan sebagai Sumbangan Selain persembahan sebagai investasi bisnis yang telah dibahas di atas, persoalaan lain yang harus dijawab yaitu, apakah persembahan sebagai sumbangan merupakan hal yang alkitabiah? Tepatkah apabila persembahan disebut sebagai sumbangan? Bagian terakhir dalam 2 Korintus 8 merupakan suatu daftar usaha-usaha melaksanakan pelayanan kasih secara teratur, yang mengacu pada penyelesaian pengumpulan sumbangan. Ayat 20 menunjukkan ketrampilan Paulus mengurus pengumpulan sumbangan. Oleh karena uang yang dipertaruhkan banyak, maka Paulus menugaskan Titus untuk mencegah kecurigaan dari sebagian anggota jemaat Korintus. Celaan itu menyangkut adanya kecurigaan dari sebagian anggota jemaat yang beranggapan bahwa uang yang lumayan banyak untuk jemaat Yerusalem disalahgunakan untuk memperkaya rasul Paulus sendiri. 4 Bagi Paulus, sangat penting penilaian di depan Allah dan manusia. Kegiatan pengumpulan sumbangan harus merupakan suatu usaha yang tidak ada alasannya untuk dicela, baik di hadapan Allah, maupun di depan manusia, yaitu orang-orang Kristen yang ikut serta 3 Noyce, Gaylord. Pastoral Ethics: Professional Responsibility of the Clergy. Diterjemahkan oleh Abednego, B.A., Tanggung Jawab Etis Pelayan Jemaat. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999) hlm. 123-125 4 Ulrich Beyer dan Evalina Simamora. Memberi Dengan Sukacita Tafsir dan Teologi Persembahan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), hlm. 74-79 43
dalam pengurusan sumbangan itu. Akan tetapi, sukses berupa materi tidak boleh ditekankan dengan berat sebelah. Paulus lebih menekankan sikap memberi lebih penting daripada jumlah pemberian. Dalam ayat 7 pada 2 Korintus 9, menyatakan dengan cara mana pengumpulan sumbangan itu bermutu; dan hal itu bisa terjadi apabila pendermaan tersebut merupakan suatu pemberian sukarela yang didasarkan pada suatu keputusan hati. Memberi dengan rela sekaligus berarti sumbangannya juga diserahkan bukan dengan wajah yang muram atau dengan paksaan. Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita (ay 7c). Aksi mengumpulkan persembahan dari jemaat-jemaat hasil misi rasul Paulus, khsusunya dari jemaat-jemaat Kristen bukan Yahudi disepakati pada konsili rasuli di Yerusalem pada tahun 49. Persembahan tersebut ditentukan untuk membantu orang-orang miskin dalam jemaat induk Yahudi di Yerusalem (Gal.2:9). Dalam Kisah Para Radul 11:29-30, disebutkan bahwa murid-murid memutuskan untuk mengumpulkan suatu sumbangan sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing dan mengirimkannya kepada saudara-saudara yang diam di Yudea. 5 Tujuan utama pengumpulan sumbangan adalah menghasilkan ucapan syukur dan terima kasih kepada Allah. Pemberian sumbangan itu hendaknya memotivasi para penerima untuk mempermuliakan Allah dan untuk bersekutu dengan saudara-saudara seiman. Jadi, apa yang berasal dari Allah dan sampai kepada jemaat-jemaat yang memberi, kembali kepada Allah berupa ucapan syukur. Hal ini menunjukkan suatu lingkaran peredaran anugerah dan berkat, yang didalamnya para pemberi dan penerima dipertemukan dengan Allah untuk kemuliaan-nya. Dengan demikian, karya pengumpulan sumbangan sebagai persembahan, dimana asal dan 7 5 Ulrich Beyer dan Evalina Simamora. Memberi Dengan Sukacita Tafsir dan Teologi Persembahan, hlm. 6-44
hasilnya merupakan suatu pelaksanaan dari persekutuan dalam berita Injil. Persembahan sebagai sumbangan hendaklah dilakukan dengan sukarela. Bukan karena perintah dari atas; ataupun paksaan. Alkitab menyaksikan bahwa Allah mengasihi umat manusia dan memberikan talenta untuk dikelola guna membiayai pelayanan gereja di tengah masyarakat dan dunia. Dari contoh pengumpulan sumbangan yang dilakukan oleh Paulus untuk jemaat Yerusalem menunjukkan bahwa persembahan dapat berupa sumbangan. Hal ini bukan berarti bahwa memberi persembahan sebagai sumbangan berarti Allah membutuhkan sesuatu dari kita, karena Tuhan tidak membutuhkan sesuatu dari kita karena Ia pemilik segala sesuatu, seperti yang termaktub dalam Mazmur 24:1, Tuhanlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya. Kita memberi sumbangan sebagai wujud kita menyembah Tuhan. Hal ini dikarenakan orang memahami sumbangan sebagai pemberian kepada orang yang membutuhkan. Akan tetapi, dalam hubungan kita dengan gereja dan sesama, persembahan sebagai sumbangan merupakan suatu hal yang wajar dan juga alkitabiah. Hal ini dimaksudkan supaya ada keseimbangan antara yang berkelebihan dan yang kurang, sehingga tidak terjadi kesenjangan dalam jemaat. Selain itu juga, pemberian persembahan sebagai sumbangan adalah untuk mendukung visi dan misi gereja sehingga kerajaan Allah dapat terlaksana melalui gereja. Sebagai lembaga umat percaya, gereja memerlukan sarana dan perlengkapan untuk melaksanakan visinya di dalam dunia ini. Karena itu pula gereja memerlukan, mencari, memiliki dan mengelola uang untuk melaksanakan tugasnya. Dengan demikian uang mempunyai nilai rohani. Bukan materi semata. Dengan uraian singkat ini hendak ditegaskan dua hal, yakni, Pertama, bagi gereja uang itu penting. Konsekuensinya, gereja harus benar-benar merencanakan dan mengelola dengan tanggung jawab kepada Tuhan. Kedua, kita tidak boleh mempertentangkan antara 45
aspek rohani dan jasmani, iman dan uang, atau persembahan dan sumbangan. Kedua unsur tersebut adalah unsur-unsur hakiki dari kehidupan kita yang utuh. Uang gereja dikumpulkan, dikelola untuk membiayai kegiatan tritugas gereja: bersekutu, bersaksi dan melayani. Oleh karena itu, hal yang penting bukanlah apakah persembahan sebagai sumbangan, tetapi hal yang penting adalah kerelaan hati dalam memberi serta motivasi kita dalam memberi. 46