Lex Privatum Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016. PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang

Lex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/2017

BAB III AKIBAT HUKUM DILAKUKAN ADDENDUM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN AL-MUSYARAKAH. 1. Keberadaan Addendum Terhadap Akad Pembiayaan Al-Musyarakah

BAB I PENDAHULUAN. Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

BAB II FIDUSIA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN. Fidusia manurut asal katanya berasal dari fides yang berarti

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam

BAB I PENDAHULUAN. oleh gabungan orang yang bukan badan hukum sekalipun. Tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

II. Tinjauan Pustaka. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PELAKSANAAN PERALIHAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN DARI KREDITUR LAMAA KEPADA KREDITUR BARU PADA PERBANKAN KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. satu perolehan dana yang dapat digunakan masyarakat adalah mengajukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DEPOSITO SEBAGAI JAMINAN KREDIT. pengertian hukum jaminan. Menurut J. Satrio, hukum jaminan itu diartikan peraturan hukum

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki

ANALISIS YURIDIS WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN KREDIT BAGI USAHA KECIL DI PD. BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) BANK PASAR KABUPATEN LUMAJANG

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992

AKIBAT HUKUM ALIH DEBITUR PADA PERJANJIAN KREDIT PERUMAHAN DI BANK TABUNGAN NEGARA CABANG PALU

PENYELESAIAN SECARA HUKUM PERJANJIAN KREDIT PADA LEMBAGA PERBANKAN APABILA PIHAK DEBITUR MENINGGAL DUNIA

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1.

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Jadi dalam pembangunan, masing-masing masyarakat diharap dapat. Indonesia yaitu pembangunan di bidang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali

II. TINJAUAN PUSTAKA. kebahasaan tersebut memiliki kemiripan atau kesamaan unsur-unsur, yaitu : 2

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT. dikembalikan oleh yang berutang. Begitu juga halnya dalam dunia perbankan

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang ekonomi terlihat dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

A. Latar Belakang Masalah

PELAKSANAAN PENANGGUNGAN ( BORGTOCHT ) DALAM PERJANJIAN KREDIT. ( Studi Kasus di PD. BPR BANK PASAR Kabupaten Boyolali )

BAB II TINJAUAN UMUM KREDIT DAN PERJANJIAN KREDIT BANK. Istilah kredit bukanlah hal yang asing dalam kehidupan sehari-hari di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

TINJAUAN HUKUM PENOLAKAN PERMOHONAN KREDIT BANK TERHADAP NASABAH (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (Persero) Cabang Solo Kartasura)

Pembebanan Jaminan Fidusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam perkembangan dunia perbankan hingga beberapa tahun

PENGATURAN PENGALIHAN JAMINAN FIDUSIA DI INDONESIA

B AB I PENDAHULUAN. peraturan bank tersebut. Sebelumnya, calon nasabah yang akan meminjam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

PERLAKUAN BANK MUAMALAT INDONESIA TERHADAP PEMBAYARAN KLAIM MUSNAHNYA BARANG JAMINAN DEBITUR OLEH PIHAK ASURANSI Sigit Somadiyono, SH.

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan prinsip kehati-hatian. Penerapan prinsip kehati-hatian tersebut ada

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi semuanya. Padahal kebutuhan ini beraneka ragam, ada yang perlu

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB I PENDAHULUAN. meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali

Transkripsi:

PENGIKATAN JAMINAN DALAM PELAKSANAAN PEMBERIAN KREDIT BANK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 1 Oleh : Adrian Alexander Posumah 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses pemberian kredit bank menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan bagaimana pengikatan jaminan kredit perbankan di Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative, dapat disimpulkan: 1. Proses pemberian kredit bank menurut Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan yaitu melalui beberapa tahapan. Tahapan yang pertama adalah mengajukan permohonan kredit secara tertulis. Tahapan yang kedua adalah melakukan analisis kredit dengan cara menggunakan penilaian 5C (character, capacity, capital, condition, dan collateral). Tahap ketiga persetujuan kredit; tahap keempat melakukan perjanjian kredit; dan tahap kelima pencairan fasilitas kredit oleh bank kepada pemohon. 2. Pengikatan jaminan kredit bank di Indonesia, yaitu yang pertama pengikatan jaminan perorangan dan yang kedua pengikatan jaminan kebendaan melalui hak tanggungan, fidusia, gadai, dan cessie. Kata kunci: Pengikatan jaminan, pemberian kredit. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan kredit adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai mudah untuk diuangkan yang diikat dengan janji sebagai jaminan untuk membayar dari hutang debitur berdasarkan perjanjian kredit yang dibuat kreditur dan debitur. Kredit yang diberikan selalu diamankan dengan jaminan kredit dengan tujuan untuk menghindari adanya risiko debitur tidak membayar hutangnya. Jaminan yang diberikan debitur harus dibuat perjanjian antara kreditur 1 Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Firdja Baftim, SH, MH; Fonny Tawas, SH, MH 2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. 120711229 dan pemilik jaminan (bisa debitur atau pihak lain bukan debitur) yang disebut perjanjian pengikatan jaminan. Ada beberapa macam jaminan kebendaan dan bentuk pengikatan jaminan menurut hukum Indonesia. Bentuk pengikatan jaminan tergantung dari jenis benda yang menjadi jaminan apakah benda bergerak atau benda tidak bergerak. Jenis dari benda jaminan akan menentukan bentuk pengikatan. Semua perjanjian pengikatan jaminan bersifat accessoir artinya perjanjian pengikatan jaminan eksistensinya atau keberadaannya tergantung perjanjian pokok yaitu perjanjian kredit atau perjanjian utang. Jaminan dalam pemberian kredit perbankan dikenal ada dua jaminan yaitu jaminan perorangan dan jaminan kebendaan. Jaminan perorangan dan jaminan kebendaan perlu diikat keberadaannya yaitu dengan ikatan hukum agar memiliki kepastian hukum yang jelas bagi kreditur maupun debitur. Tujuan pengikatan jaminan tersebut agar memudahkan pada proses eksekusinya. Perlakuan bank terhadap jaminan kredit yang diterimanya dalam praktik perbankan ternyata tidak selalu sama, terutama antara satu bank dengan bank lainnya. Pengikatan jaminan kebendaan fidusia di atur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, pengikatan Hak Tanggungan di atur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, dan pengaturanperaturan lainnya yang mengatur pengikatan jaminan kebendaan. Pengikatan jaminan kredit secara umum akan mengamankan kepentingan bank adalah bila dilakukan melalui suatu lembaga jaminan. Terdapat lima lembaga yang dapat digunakan untuk mengikat jaminan utang, yaitu: gadai, hak tanggungan, jaminan fidusia dan cessie. Dalam praktik perbankan keharusan untuk melakukan pengikatan jaminan melalui suatu lembaga jaminan seringkali hanya dilakukan untuk jenis tertentu karena alasan-alasan tertentu dari masingmasing bank. Besarnya nilai kredit, jangka waktu kredit, jenis atau bentuk jaminan merupakan sebagian dari hal-hal yang dipertimbangkan bank untuk mengikat atau tidak mengikat objek jaminan 56

kredit melalui suatu lembaga jaminan. Untuk mendapat perlindungan hukum yang cukup, bank perlu mengikat kebendaan yang diserahkan kepadanya dengan lembaga jaminan kebendaan yang diperuntukkan untuk itu. Pengikatan jaminan ini membuat bank mendapatkan kedudukan yang diutamakan atau didahulukan dari kreditur lain. Berdasarkan hal-hal yang diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk mengambil judul: Pengikatan Jaminan Dalam Pelaksanaan Pemberian Kredit Bank Menurut Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998. B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana proses pemberian kredit bank menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998? 2. Bagaimana pengikatan jaminan kredit perbankan di Indonesia? C. METODE PENELITIAN Berdasarkan permasalahan yang diteliti oleh penulis, maka metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. PEMBAHASAN A. Proses Pemberian Kredit Bank Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Peranan bank dalam perekonomian sebagai lembaga keuangan sangatlah penting. Hampir semua kegiatan perekonomian masyarakat membutuhkan bank dengan fasilitas kreditnya. Untuk memperoleh kredit bank seorang debitur harus melalui beberapa tahapan, yaitu dari tahap pengajuan permohonan kredit sampai dengan tahap penerimaan kredit. Tahapantahapan tersebut merupakan suatu proses baku yang berlaku bagi setiap debitur yang membutuhkan kredit bank. 3 Proses pemberian kredit oleh suatu bank dengan bank lain tidak jauh berbeda. Kalaupun ada perbedaan hanya terletak pada persyaratan dan ukuran penilaian yang ditetapkan oleh bank dengan pertimbangan masing-masing dengan tetap memperhitungkan unsur persaingan atau kompetisi. Proses pemberian kredit oleh bank secara umum akan dijelaskan berikut ini. 3 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Edisi Kedua Cet. VII, Kencana, Jakarta, 2013, hlm. 68. 1. Tahapan pertama, pengajuan permohonan kredit Permohonan kredit dilakukan oleh nasabah atau calon nasabah dengan tujuan mendapatkan kredit sesuai dengan yang dibutuhkan. Permohonan ini harus dilakukan secara tertulis dan ditunjukan ke pihak bank. Permohonan ini menjelaskan kebutuhan pinjaman yang diinginkan serta jenis pembiayaan yang diharapkan. Permohonan kredit ini juga merupakan langka awal hubungan antara pihak bank dengan nasabah. 4 Dengan adanya permohonan kredit tersebut, bank dapat segera melakukan penilaian yang paling mendasar pada langkah awal ini. Penilaian itu memuat informasi mengenai bisnis yang akan dibiayai dan kemampuan serta kemauan calon nasabah dalam menjalankan usaha tersebut. informasi bisnis ini juga dapat dilakukan melalui keterangan dari pesaing, pembeli, pemasok, dan pihak terkait lainnya. 2. Tahap kedua, Analisis Kredit Analisis kredit adalah proses pengolahan informasi dasar yang telah diperoleh menjadi informasi yang lengkap. Informasi yang lengkap terdiri dari beberapa faktor diantaranya peluang dan ancaman yang akan memengaruhi usaha serta kelancaran pembayaran kredit. Analisis kredit juga dilengkapi dengan evaluasi atas kebutuhan modal yang dibutuhkan nasabah. Mengenai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad baik dan kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan, maka hal itu dijelaskan lebih lanjut oleh penjelasan Pasal 8 Ayat (1) Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 yakni: (1) Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama atas watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha debitur. (2) Mengingat bahwa agunan sebagai salah satu unsur pemberian kredit, maka 4 Ade Arthesa dan Edia Handiman, Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, PT. Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta, 2006, hlm. 170. 57

apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur mengembalikan utangnya, agunan hanya dapat berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. 5 3. Tahap Ketiga, Persetujuan Kredit Persetujuan pemberian kredit harus didasarkan pada penilaian menyeluruh atas semua fasilitas jenis kredit yang diberikan oleh bank secara bersamaan atau secara bertahap. Hal ini terutama berkaitan dengan analisis kredit, administrasi dan dokumentasi kredit, monitoring atau pengawasan kredit, peninjauan ulang atau kolektibilitas kredit dan pembinaan kredit. 6 4. Tahap keempat, Perjanjian kredit Perjanjian kredit dilakukan oleh bank sebagai kreditur dan calon nasabah sebagai debiturnya. Dibuat secara tertulis baik berbentuk akta di bawah tangan atau akta notaris. Bagian ini amat penting untuk diketahui oleh nasabah debitur sebab dengan dasar perjanjian kredit, bank dapat menyatakan kredit tersebut bermasalah atau tidak sehingga dapat mengambil langkah-langkah tertentu yang bisa jadi memberatkan nasabah. Perjanjian kredit adalah perjanjian pokok atau prinsipil yang bersifat riil. Sebagai perjanjian prinsipil, maka perjanjian jaminan adalah assessor-nya. Ada dan berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian pokok. Arti riil ialah bahwa terjanjinya perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank kepada nasabah debitur. Di lihat dari bentuknya, umumnya perjanjian kredit perbankan menggunakan bentuk perjanjian baku (standard contract). 7 5. Tahap kelima Pencairan kredit Pencairan kredit adalah setiap transaksi dengan menggunakan kredit yang disetujui oleh 5 Lihat, Penjelasan Pasal 8 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. 6 H. Moh. Tjoekam, Perkreditan Bisnis Inti Bank Komersial: Konsep dan Kasus, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999, hlm. 180. 7 Hermansyah, Op-Cit, hlm. 71. bank. Dalam prakteknya, pencairan kredit ini berupa pembayaran dan/atau pemindahbukuan atas beban rekening pinjaman atau fasilitas lainnya. Pencairan kredit dilaksanakan sebagaimana disepakati dalam perjanjian kredit yang telah dibuat. Kapan kredit itu dicairkan tergantung pada perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Cara pencairan kredit yang telah disetujui dapat dilakukan dengan alat-alat dan cara yang ditentukan oleh bank, antara lain pencairan dengan cara mencari cek atau giro bilyet, dengan kuitansi, dengan dokumen-dokumen lainnya yang oleh bank dapat diterima sebagai perintah pembayaran, atau dengan pemindahbukuan atas beban rekening pinjaman nasabah. 8 B. Pengikatan Jaminan Kredit Bank Di Indonesia Jaminan perorangan dan jaminan kebendaan perlu diikat keberadaannya, yaitu dengan ikatan hukum agar memiliki kepastian hukum yang jelas bagi kreditur maupun debitur. Tujuan pengikatan jaminan tersebut agar memudahkan pada proses eksekusinya. 1. Jaminan Perorangan Jaminan perorangan dapat diikat dengan akta penanggungan borgtocht. Bila dilakukan oleh perorangan maka penanggungannya disebut personal guaranty, sedangkan bila dilakukan oleh perusahaan atau badan hukum maka dinamakan company guaranty. Dasar hukum mengenai penanggungan perorangan diatur dalam buku ketiga tentang Perikatan Bab XVII tentang Penggunaan Utang Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 KUHPerdata. Penanggungan tidak pernah ada jika tidak ada perikatan (perjanjian) pokok yang sah. Tetapi seorang boleh menanggung perikatan tersebut apabila perikatan tersebut dapat dibatalkan, misalnya orang yang berutang belum dewasa. Dalam hukum penanggungan, si penanggung tidak boleh diikat lebih berat kecuali sama dengan apa yang ditanggungnya. 9 Bahkan si penanggung diperbolehkan menanggung hanya sebagian utangnya saja. 8 Thomas Suyatno dkk, Op-Cit, hlm. 85. 9 Badriah Haru, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah: Solusi Hukum (Legal Action) dan Alternatif Penyelesaian Segala Jenis Kredit Bermasalah, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2010, hlm. 71. 58

Apabila penanggungan itu lebih berat dari utangnya atau dengan syarat yang lebih berat, maka dalam hukum, penanggungan tersebut tidak sah dan sahnya penanggungan hanya meliputi perikatan pokoknya saja. Seseorang dapat menjadi penanggung utang baik diminta maupun tidak oleh para pihak yang mengikatkan dari dalam utang piutang. Bahkan penanggung dapat melakukan perbuatan penanggungan tersebut di luar sepengetahuan debitur. Tetapi bagi penanggung yang tidak diketahui oleh debitur harus menyatakan dirinya secara tegas dan tidak menanggung selain melebihi ketentuan yang menjadi syarat sewaktu mengadakan tanggungan itu. Seseorang dapat menjadi penangung atas putusan hakim, namum pada kemudian hari tidak dapat menanggung lagi karena ketidakmampuannya, maka haruslah ditunjuk penanggung baru. Penanggungan juga dapat berpindah kepada ahli waris. 2. Jaminan Kebendaan Di dalam hukum, benda dibedakan menjadi benda bergerak dan benda tidak begerak. Benda bergerak terdiri dari jaminan benda bertubuh dan benda tidak bertubuh. Sebagai contoh, benda bertubuh adalah kendaraan bermotor, mesin dan peralatan kantor, barang periasan, dan sebagainya. Benda tidak bertubuh adalah wesel, promes, deposito berjangka, sertifikat deposito, piutang dagang, surat saham, obligasi, dan surat berharga sekuritas lainnya. Benda tidak bergerak dalam perjanjian kredit adalah tanah dengan dan tanpa bangunan atau tanaman diatasnya, mesin dan peralatan yang melakat pada tanah atau bangunan dan merupakan satu kesatuan, kapal laut bervolume 20 meter kubik ke atas dan sudah didaftarkan. Bangunan rumah susun tanah tempat bangunan didirikan, hak milik atas satuan rumah susun, bangunan rumah susun atau hak milik atas satuan rumah susun jika tanahnya berstatus hak pakai atas tanah negara. Perbedaan jenis benda ini memiliki konsekuensi yuridis yang berbeda, yakni : a. Pembebanan Jaminan 1) Benda bergerak : Pengikatan berupa fidusia atau gadai. 2) Benda tidak bergerak : Berupa hak tanggungan. b. Penyerahan 1) Benda bergerak : Dilakukan dengan penyerahan nyata. 2) Benda tidak bergerak : Penyerahannya dilakukan dengan balik nama. c. Kedaluarsa 1) Benda bergerak : Tidak memiliki batas waktu. 2) Benda tidak bergerak : memiliki batas waktu sampai dengan 30 tahun. Jenis pengikat jaminan tersebut adalah sebagai berikut : 1) Hak Tanggungan 2) Fiducia 3) Gadai, dan 4) Cessie Piutang Masing-masing pengikatan jaminan tersebut akan dijabarkan sebagai berikut: a. Hak Tanggungan Hak tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang yang memberikan kedudukan istimewa kepada seseorang kreditur terhadap kreditur-kreditur lain. Hak tanggungan tesebut dapat dilaksanakan apabila debitur cedera janji, kreditur pemegang hak tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum terhadap tanah yang dijadikan jaminan dengan hak mendahului daripada krediturkreditur yang lain. Hak tanggungan merupakan suatu hak kebendaan yang harus dibuat dengan akta otentik dan didaftarkan serta bersifat accessoir dan eksekutorial, yang diberikan oleh debitur kepada kreditur sebagai jaminan atas pembayaran utang-utangnya yang berobjekkan tanah dengan atau tanpa segala sesuatu yang ada di atas tanah tersebut, yang memberikan hak prioritas bagi pemegangnya untuk mendapatkan pembayaran utang terlebih dahulu daripada kreditur lainnya meskipun tidak harus yang mendapat pertama. 10 Proses pembebasan hak tanggungan dilaksanakan melalui dua tahap kegiatan, yaitu : 1) Tahap pemberian hak tanggungan, dengan dibuatnya Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah, untuk 10 Munir Fuady, Hukum Jaminan Utang, Erlangga, Jakarta, 2013, hlm. 69. 59

selanjutnya disebut PPAT, yang didahului dengan perjanjian utang piutang atau yang dijamin. 2) Tahap pendaftaran oleh kantor Pertanahan, yang merupakan saat lahirnya hak tanggungan yang dibebankan. Menurut Undang-Undang, PPAT adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta pemindahan hak atas tanah dan akta lain dalam rangka pembebanan hak atas tanah, yang bentuk aktanya ditetapkan sebagai bukti dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai tanah yang terletak dalam daerah kerjanya masing-masing. Dalam kedudukan sebagai yang disebutkan di atas, maka aktaakta yang dibuat oleh PPAT berupa akta otentik. 11 Dalam memberikan hak tanggungan, pemberi hak tanggungan wajib hadir dihadapan PPAT. Jika karena suatu sebab tidak dapat hadir sendiri, ia wajib menunjuk pihak lain sebagai kuasanya, dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) yang berbentuk akta autentik. Pembuatan SKMHT selain kepada notaris, ditugaskan juga kepada PPAT yang keberadaannya sampai pada wilayah kecamatan, dalam rangka memudahkan pemberian pelayanan kepada pihak-pihak yang memerlukan. Pada saat membuah SKMHT dan akta pemberian hak tanggungan, harus terdapat keyakinan pada notaris atau PPAT yang bersangkutan, bahwa pemberi hak tanggungan mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan yang dibebankan. Walaupun kepastian mengenai dimilikinya kewenangan tersebut baru dipersyaratkan pada waktu pemberian hak tanggungan itu didaftarkan. Tahap pemberian hak tanggungan oleh pemberi hak tanggungan kepada kreditur, hak tanggungan yang bersangkutan belum lahir. Hak tanggungan itu baru lahir pada saat dibukukannya dalam buku tanah di kantor pertanahan. Oleh karena itu, kepastian mengenai saat didaftarkannya hak tanggungan tersebut adalah sangat penting bagi kreditur. b. Fidusia 11 Badriah Harun, O-Cit, hlm. 73. Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia mengatakan bahwa fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Selain fidusia, dikenal juga jaminan fidusia. 12 Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan penerima fidusia terhadap kreditur lainnya. 13 Fidusia tidak berlaku terhadap: hak tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang peraturan perundangundangan yang berlaku menentukan jaminan atas benda-benda tersebut wajib didaftar; hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 meter kubik atau lebih; hipotek atas pesawat terbang; dan gadai. c. Gadai Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atau kreditur atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berhutang atau debitur, atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berhutang atau kreditur itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang atau kreditur lainnya, dengan perkecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan biaya-biaya mana harus didahulukan. 14 Dasar hukum gadai dimuat dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 Kitab Undang- 12 Lihat, Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. 13 Lihat, Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. 14 Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Bank, Cet. II, Cv. Alfabeta, Bandung, 2004, hlm. 228. 60

Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Gadai memiliki unsur-unsur sebagai berikut: a) Gadai diberikan hanya atas benda bergerak; b) Jaminan gadai harus dikeluarkan dari penguasaan pemberi gadai (debitur), adanya penyerahan benda gadai secara fisik (lavering); c) Gadai memberikan hak kepada kreditur untuk memperoleh pelunasan terlebih dahulu atas piutang kreditur (droit de preference); d) Gadai memberikan kewenangan kepada kreditur untuk mengambil sendiri pelunasan secara mendahului dari kreditur lain yang tidak memiliki hak istimewa. 15 Gadai merupakan perjanjian yang bersifat accessoir (tambahan) terhadap perikatan pokok, yaitu tanpa adanya keberadaan dari utang pokok, maka hak atas benda yang digadaikan tidak pernah ada. gadai diberikan setelah adanya perjanjian pokok, dalam hal ini yaitu perjanjian kredit. Hapusnya perjanjian kredit juga dapat menghapus juga hak pemegang gadai. Gadai bersifat memaksa berkaitan dengan adanya penyerahan secara fisik benda gadai dari debitur atau pemberi gadai kepada kreditur atau penerima gadai. Gadai juga dapat beralih atau dipindahkan, benda gadai dapat dialihkan atau dipindahkan oleh penerima gadai kepada kreditur lain namun dengan persetujuan dari pemberi gadai. Gadai melekat secara utuh pada utangnya meskipun karena meninggalnya debitur atau kreditur diwariskan secara terbagi-bagi, namun hak gadai atas benda yang digadaikan tidak dapat hapus dengan begitu saja hingga seluruh utang telah dilunasi. Gadai tidak dapat dipisahpisahkan (onsplitsbaarheid), berarti pemberian gadai hanya dapat diberikan untuk keseluruhan benda yang dijadikan jaminan dan tidak mungkin hanya sebagian saja. Dengan demikian sifat gadai mengikuti kebendaannya. Bersifat mendahulu, bahwa penerima gadai mempunyai hak yang didahulukan terhadap kreditur lainnya untuk mengambil pelunasan piutang atas hasil 15 Badriah Harun, Op-Cit, hlm. 93. eksekusi benda gadai. Dalam hal ini gadai hanya semata-mata ditujukan bagi pelunasan utang. Gadai tidaklah memberikan hak kepada pemegang gadai atau penerima gadai untuk memanfaatkan benda yang digadaikan, terlebih lagi mengalihkan atau memindahkan penguasaan atas benda yang digadaikan. d. Cessie Cessie merupakan suatu cara pengalihan antara piutang atau hak kebendaan tak berwujud lainnya dari satu kreditur lainnya. Penyerahan piutang tersebut dilakukan dengan membuat akta cessie. Pengalihan dilakukan dengan adanya pemberitahuan dari pihak yang mengalihkan piutang kepada debitur yang memiliki utang. Bentuk pengalihan cessie atas suatu hak kebendaan tak berwujud dapat juga dijadikan jaminan atas pelunasan utang tertentu. 16 Penyerahan hak-hak piutang atas nama kepada pihak ketiga, khususnya untuk benda bergerak dilakukan dengan cessie. Cessie merupakan penggantian orang berpiutang lama (cedent), dengan seseorang berpiutang baru (cessionaris). Misalnya, Bank 1 memberikan kredit kepada Tuan Banu, tetapi Bank 1 menyerahkan piutang itu kepada Bank, sehingga Bank 2-lah yang berhak atas piutang yang ada pada Tuan Banu. Menurut Pasal 613 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, penyerahan itu harus dilakukan dengan akta, baik akta autentik atau akta dibawah tangan. Penyerahan secara lisan tidak sah. Ada dua persyaratan yang harus dipenuhi agar cessie memiliki kekuatan hukum atau daya berlaku terhadap debitur, yaitu dengan pemberitahuan penyerahan secara nyata dari cedent (piutang lama) kepada debitur atau dengan adanya pengakuan dari debitur secara tertulis. Apabila pemberitahuan itu tidak dilakukan, debitur dapat melakukan pembayaran terhadap cedent, asalkan debitur masih menganggap cedent sebagai kreditur yang jujur. Pasal 613 KUH Perdata Ayat (2) menyatakan bahwa akta cessie tersebut baru berlaku terhadap cessus 16 Irma Davita Purnamasari, Paduan Lengkap Hukum Praktis Populer: Kiat-Kiat Cerdas, Mudah, dan Bijak Memahami Masalah Hukum Jaminan Perbankan, Cet. I, PT. Mirzan Pustaka, Bandung, 2011, hlm. 167. 61

(debitur), kalau kepadanya sudah diberitahukan adanya cessie atau secara tertulis disetujui atau diakui olehnya. 17 PENUTUP A. Kesimpulan 1. Proses pemberian kredit bank menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan yaitu melalui beberapa tahapan. Tahapan yang pertama adalah mengajukan permohonan kredit secara tertulis. Tahapan yang kedua adalah melakukan analisis kredit dengan cara menggunakan penilaian 5C (character, capacity, capital, condition, dan collateral). Tahap ketiga persetujuan kredit; tahap keempat melakukan perjanjian kredit; dan tahap kelima pencairan fasilitas kredit oleh bank kepada pemohon. 2. Pengikatan jaminan kredit bank di Indonesia, yaitu yang pertama pengikatan jaminan perorangan dan yang kedua pengikatan jaminan kebendaan melalui hak tanggungan, fidusia, gadai, dan cessie. B. Saran 1. Diharapkan bank dapat melakukan penilaian yang baik kepada calon debitur dalam mengajukan permohonan kredit, agar supaya dikemudian hari debitur tidak wanprestasi dan dapat melunasi kredit tersebut. 2. Diharapkan perlu adanya perubahan terhadap Undang-Undang Perbankan, mengenai pengikatan jaminan kredit bank, agar selain di atur dalam lembaga jaminan kebendaan (hak tanggungan, fidusia, gadai, cessie) dapat di atur pula dalam Undang-Undang Perbankan. DAFTAR PUSTAKA Anshori, Abdul Ghofur., Payung Hukum Perbankan Syariah (Undang-Undang di Bidang Perbankan, Fatwa MUI, dan 17 Lihat, Pasal 613 Ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Peraturan Bank Indonesia), UII Press, Yogyakarta, 2007. Arthesa dan Edia Handiman, Ade., Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, PT. Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta, 2006. Bahsan, M., Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007. Harun, Badriah., Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah: Solusi Hukum (Legal Action) dan Alternatif Penyelesaian Segala Jenis Kredit Bermasalah, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2010. Hermansyah., Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Edisi Kedua Cet. VII, Kencana, Jakarta, 2013. Fuady, Munir., Hukum Perkreditan Kontemporer, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.., Hukum Jaminan Utang, Erlangga, Jakarta, 2013. Gandaprawira, D., Perkembangan Hukum Perkreditan Nasional dan Internasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, 1992. Gazali, Rachmadi Usman, dan Djoni S., Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta, 2010. Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Revisi Cet. XIV, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014. Purnamasari, Irma Davita., Paduan Lengkap Hukum Praktis Populer: Kiat-Kiat Cerdas, Mudah, dan Bijak Memahami Masalah Hukum Jaminan Perbankan, Cet. I, PT. Mirzan Pustaka, Bandung, 2011. Sjahdeini, Sutan Remy., Peranan Jaminan dan Agunan Kredit Menurut Undang- Undang Perbankan 1992, Makalah disampaikan pada seminar nasional tentang eksistensi agunan dan permasalahannya dalam perbankan, Surabaya, 1993. Sorjono, Soekanto dan Sri Mamudji., Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Cet. II, PT. Raja Grafindo Persada, 2009. Supramono, Gatot., Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, Rineka Cipta, Jakarta, 2009. 62

Sutarno., Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Cetakan Kedua, Cv. Alfabeta, Bandung, 2004. Sutojo, Siswanto., Strategi Manajemen Kredit Bank Umum: Konsep Teknik dan Kasus, PT. Damar Mulia Pustaka, Jakarta, 2000. Suyatno dkk, Thomas., Dasar-Dasar Perkreditan, Edisi Keempat Cet. X, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1988. Tjoekam, H. Moh., Perkreditan Bisnis Inti Bank Komersial: Konsep dan Kasus, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999. Untung, H. Budi., Kredit Perbankan di Indonesia, Andi, Yogyakarta, 2005. Usman, Rachmadi., Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001. SUMBER-SUMBER LAIN Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dengan tentang Perbankan. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda yang Berkaitan dengan Tanah. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 63