BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PUSANEV_BPHN KEBIJAKAN ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PENGUATAN SISTEM PERTAHANAN NEGARA

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

PUSANEV_BPHN KEBIJAKAN ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN) DISIPLIN ITU INDAH

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROSES PEMBENTUKAN PUU BERDASARKAN UU NO 10 TAHUN 2004 TENTANG P3 WICIPTO SETIADI

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

TENTANG BUPATI MUSI RAWAS,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR.6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2/1/2008 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PERATURAN DAERAH KOTA PALOPO NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALOPO,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 3 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN PERATURAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAMAYU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lembar Klarifikasi Kebijakan Daerah Untuk Pemenuhan Hak Konstitusional Perempuan (Masukan Komnas Perempuan)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PERWAKILAN MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU

BAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. Istilah perundang-undangan (legislation, wetgeving) dalam beberapa

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold

PUSANEV_BPHN OVERVIEW ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA MEMBANGUN SISTEM HUKUM PIDANA (ANAK)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 SERI D.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

2016, No Nomor 826, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234) 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

PENUNJUK UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

I. PEMOHON Perkumpulan Tukang Gigi (PTGI) Jawa Timur yang dalam hal ini di wakili oleh Mahendra Budianta selaku Ketua dan Arifin selaku Sekretaris

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 48/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila Dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG SISTEM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Analisis dan evaluasi dilakukan untuk mengidentifikasikan beberapa hal penting, Pertama, Ketepatan Jenis dan Hierarki perundang-undangan yang terkait

Muchamad Ali Safa at

MENCEGAH DISKRIMINASI DALAM PERATURAN DAERAH

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2010 NOMOR 16

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DESA

Peraturan Daerah Syariat Islam dalam Politik Hukum Indonesia

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH

PROVINSI KALIMANTAN BARAT

TEKNIK PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG- UNDANG, RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI, DAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam hal tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada daerah kabupaten dan kota,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENETAPAN HARI JADI KETAPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUM. Peraturan Perundang-undangan. Penyusunan. Pedoman

DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

PROVINSI JAWA TENGAH

LAMPIRAN I UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI PAMEKASAN PROVINSI JAWA TIMUR. PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEITrI'SUITAIT PERATURAN DI DESA

- 1 - PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai hasil perubahan ketiga Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara tegas menyatakan Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah bahwa Negara Indonesia berdasar atas hukum (Rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machsstaat). Sebagai negara hukum yang menegakkan supremasi hukum untuk mewujudkan kebenaran dan keadilan, kepastian hukum diwujudkan melalui peraturan perundangundangan. Pada hakikatnya hukum sebagai aturan tingkah laku masyarakat berakar pada gagasan, rasa, karsa, cipta dan pikiran dari masyarakat itu sendiri. Negara sebagai perwujudan dari masyarakat modern, melaksanakan segala aktivitasnya secara terencana dan terarah menuju pada apa yang menjadi tujuan negara dan sesuai dengan cita tentang negara (staatsidée) yang ada pada saat negara itu berdiri. Arahan aktivitas tersebut dikendalikan dan diatur oleh sistem hukum nasionalnya. Hukum yang mengatur, mengendalikan dan mengarahkan perilaku masyarakat itu dibina dan dibangun 1

menuju terwujudnya sistem nilai sesuai dengan "cita hukum" yang telah ditetapkan 1. Pancasila telah ditetapkan sebagai "cita hukum (rechtsidee) yang harus menjiwai perilaku segenap subjek hukum masyarakat Indonesia, sehingga terwujud Negara Indonesia sebagai Negara Hukum (Rechtsstaat) 2. Pancasila yang merupakan cita bangsa dan negara yang menjadi landasan filosofis dan ideologis negara, pandangan dan tujuan hidup (Lebensanschaung) bangsa dan sebagai dasar negara, harus menjadi tolok ukur dan batu uji mengenai baik-buruk" atau "adil-tidaknya hukum yang berlaku. Hal ini menegaskan bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara sehingga setiap materi muatan peraturan perundangundangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Materi hukum merupakan salah satu bagian penting dalam pembangunan nasional, disamping struktur hukum dan budaya hukum. Materi hukum dirumuskan dalam berbagai jenis peraturan perundang-undangandalam upaya mewujudkan tujuan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Alinea ke empat Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu, Kementerian, Lembaga Pemerintah Nonkementerian (LPNK), Lembaga Pemerintah Nonstruktural (LPNS), Lembaga Negara yang lain, dan Pemerintah Daerah harus memberikan perhatian 1 Hartono, Sunaryati, Pola Pikir dan Kerangka Sistem Hukum Nasional Serta Rencana Pembangunan Hukum Jangka Panjang, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman RI, Jakarta: 1995/1996. 2 Ibid. 2

yang sungguh-sungguh terhadap kuantitas dan kualitas peraturan perundang-undangan. Pada saat ini ketentuan mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan. Undang-Undang tersebut mengatur secara komprehensif mengenai pembentukan peraturan perundangundangan, mulai dari tahap perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan/penetapan, sampai pada tahap pengundangan. Melalui proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang terencana, terpadu dan berkelanjutan tersebut, diharapkan menghasilkan peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat dalam kerangka sistem hukum nasional. Namun demikian, dalam realitanya terjadi peningkatan jumlah peraturan perundang-undangan yang cukup signifikan serta tidak terjaganya kualitas peraturan perundang-undangan antara lain disharmoni, ambiguitas, inkonsistensi, dan terdapat kendala dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan secara efektif. Jika permasalahan tersebut tidak segera diatasi, akan menyebabkan peraturan perundang-undangan tidak berdayaguna dan berhasil guna dalam mendukung pembangunan di berbagai bidang dan pelayanan publik. Oleh karena itu, Pemerintah perlu melakukan analisis dan evaluasi peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan fungsi 3

pemerintahan dengan menggunakan instrumen yang dapat diuji secara ilmiah. Atas dasar pemikiran perlu melakukan analisis dan evaluasi peraturan perundang-undangan, Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional yang mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan analisis dan evaluasi hukum sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 29 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, perlu menyusun Pedoman Analisis dan Evaluasi Hukum. B. Maksud dan Tujuan 1. Maksud Pedoman Analisis dan Evaluasi Hukum dimaksudkan sebagai panduan dalam melakukan analisis dan evaluasi peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian lain, Lembaga Pemerintah Nonkementerian, Lembaga Negara lainnya, dan Pemerintah Daerah. 2. Tujuan Pedoman analisis dan evaluasi hukum ini bertujuan untuk: a. menjelaskan secara komprehensif dimensi-dimensi yang menjadi dasar analisis dan evaluasi hukum; b. menjelaskan secara teknis operasional tolok ukur dan halhal yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan analisis dan evaluasi hukum; 4

c. menjadi panduan dan arahan bagi para pelaksana teknis analisis dan evaluasi, baik yang berada di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian lain, Lembaga Pemerintah Nonkementerian, Lembaga Negara lainnya, dan Pemerintah Daerah; d. menyamakan persepsi mengenai pemahaman tentang analisis dan evaluasi hukum dan bagaimana prosedurnya. 5

BAB II ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM A. Umum Analisis dan evaluasi hukum terhadap peraturan perundang-undangan dilakukan berdasarkan lima dimensi, yaitu: 1. kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan peraturan perundang-undangan; 2. kejelasan rumusan ketentuan peraturan perundangundangan; 3. penilaian terhadap materi muatan peraturan perundang-undangan; 4. potensi disharmoni ketentuan peraturan perundangundangan; dan 5. efektivitas implementasi peraturan perundangundangan. Kelima dimensi tersebut saling melengkapi untuk menghasilkan analisis dan evaluasi hukum yang komprehensif. B. Pengertian Analisis dan Evaluasi Hukum Analisis mempunyai arti "penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya". 6

Sedangkan evaluasi mempunyai arti "penilaian, memberikan penilaian" 3. Analisis dan evaluasi hukum dalam pedoman ini diartikan sebagai upaya melakukan penilaian terhadap hukum, dalam hal ini peraturan perundang-undangan sebagai hukum positif, yang dikaitkan dengan struktur hukum dan budaya hukum. C. Ruang lingkup Analisis dan Evaluasi Hukum Lingkup analisis dan evaluasi hukum mencakup semua jenis peraturan perundang-undangan yang dikaitkan dengan struktur hukum dan budaya hukum. Analisis dan evaluasi hukum yang dilakukan, bersifat ex-post dalam arti analisis dan evaluasi terhadap peraturan perundang-undangan yang telah diundangkan dan diberlakukan. Peraturan perundang-undangan yang dievaluasi adalah: 1. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; 2. Peraturan Pemerintah; 3. Peraturan Presiden; 4. Peraturan Daerah Provinsi; 5. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota; dan 6. Jenis peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 3 http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/index.php, diakses pada Selasa, 25 Oktober 2016, pukul 9.45 WIB. 7

Peraturan perundang-undangan yang dievaluasi adalah peraturan perundang-undangan yang sudah diberlakukan paling singkat 2 (dua) tahun. Hal ini dimaksudkan agar sudah dapat diketahui efektivitas implementasinya. D. Tata Cara Melakukan Analisis dan Evaluasi Hukum Langkah-langkah yang dilakukan dalam rangka melakukan analisis dan evaluasi hukum adalah sebagai berikut: 1. Inventarisasi Setiap melakukan analisis dan evaluasi hukum harus diawali dengan menginventarisasi Peraturan Perundang-undangan, termasuk juga peraturan perundang-undangan yang berasal dari zaman Hindia Belanda yang terkait. Untuk melengkapi data peraturan perundang-undangan tersebut perlu diinventarisasi pula data dukung berupa: a. Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai hasil pengujian Undang-Undang yang terkait; b. Putusan Mahkamah Agung mengenai mengenai hasil pengujian peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang yang terkait. c. perjanjian internasional yang terkait; d. hasil seminar, lokakarya, focus group discussion, diskusi publik; e. hasil penelitian dan kajian; f. kebijakan pemerintah; dan 8

g. masukan masyarakat yang antara lain berasal dari hasil seminar, lokakarya, focus group discussion, diskusi publik, serta media massa baik cetak maupun elektronik. 2. Penilaian Setelah diinventarisasi seluruh peraturan perundang-undangan serta data dukungnya, langkah berikutnya adalah melakukan penilaian dengan menggunakan lima dimensi yang meliputi: a. Dimensi Kesesuaian Antara Jenis, Hierarki, dan Materi Muatan Peraturan perundang-undangan harus benarbenar memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan. Penilaian terhadap dimensi ini dilakukan untuk memastikan bahwa peraturan perundang-undangan dimaksud sudah sesuai dengan hierarki peraturan perundang-undangan. Norma hukum itu berjenjang dalam suatu hierarki tata susunan, sehingga norma yang lebih rendah bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lagi lebih lanjut yang berupa norma dasar (grundnorm). Peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh 9

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi (lex superiori derogat legi inferior). Dalam sistem hukum Indonesia peraturan perundangundangan juga disusun berjenjang sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dimensi penilaian ini hendak menegaskan bahwa materi muatan yang terdapat di dalam masingmasing jenis peraturan perundang-undangan seharusnya dapat dibedakan. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari cara perumusan normanya pada masing-masing jenis peraturan peraturan perundangundangan. Norma dalam peraturan perundangundangan pada jenjang yang semakin ke atas, seharusnya semakin abstrak, begitu juga sebaliknya. Norma dalam peraturan perundang-undangan pada jenjang yang semakin ke bawah bersifat aplikatif untuk langsung dilaksanakan, begitu juga sebaliknya. Dimensi penilaian ini ingin mereduksi peraturan perundang-undangan yang norma aturannya tidak sesuai dengan jenis dan hierarkinya. Dengan kata lain, dimensi penilaian ini ingin mengevaluasi kelayakan suatu pengaturan yang dituangkan dalam suatu jenis peraturan perundang-undangan tertentu. Penilaian ini dilakukan dengan menggunakan alat bantu (instrumen) yang dijelaskan pada Bab IV 10

Tabel 1 Kesesuaian Antara Jenis, Hierarki, dan Materi Muatan. b. Dimensi Kejelasan Rumusan Setiap peraturan perundang-undangan harus disusun sesuai dengan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan, yang memperhatikan: - sistematika, - pilihan kata atau istilah, - teknik penulisan, - penggunaan bahasa peraturan perundangundangan yang lugas dan pasti, hemat kata, objektif dan menekan rasa subjektif, - pembakuan makna kata, ungkapan atau istilah yang digunakan secara konsisten, - pemberian definisi atau batasan artian secara cermat, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya. Penilaian ini dilakukan dengan menggunakan alat bantu (instrumen) yang dijelaskan pada Bab IV Tabel 2 Kejelasan Rumusan dan Materi Muatan. c. Dimensi Materi Muatan Penilaian ini dilakukan untuk memastikan peraturan perundang-undangan dimaksud sudah sesuai dengan asas materi muatan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 11

Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Asas materi muatan meliputi: 1) Pengayoman Materi muatan peraturan perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan untuk ketentraman masyarakat. 2) Kemanusiaan Setiap materi muatan peraturan perundangundangan harus mencerminkan pelindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional. 3) Kebangsaan Setiap materi muatan peraturan perundangundangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. 4) Kekeluargaan Setiap materi muatan peraturan perundangundangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan. 5) Kenusantaraan Setiap materi muatan peraturan perundangundangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan peraturan perundang-undangan yang dibuat di 12

daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 6) Bhineka Tunggal Ika Materi muatan peraturan perundangundangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 7) Keadilan Setiap materi muatan peraturan perundangundangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara. 8) Kesamaan Kedudukan Dalam Hukum Dan Pemerintahan Setiap materi muatan peraturan perundangundangan tidak boleh memuat hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial. 9) Ketertiban dan Kepastian Hukum Setiap materi muatan peraturan perundangundangan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum. 10) Keseimbangan, Keserasian, dan Keselarasan Setiap materi muatan peraturan perundang- 13

undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu, masyarakat dan kepentingan bangsa dan negara. Asas ini bersifat kumulatif atau alternatif. Penggunaan asas ini disesuaikan dengan area substansi dari suatu peraturan perundang-undangan. Semakin peraturan perundang-undangan tersebut mengatur kearah moralitas maka asas yang digunakan semakin komprehensif. Area Substansi peraturan perundang-undangan dapat dilihat dalam gambar berikut ini: Ada penekanan asas-asas berbeda pada tiap-tiap sektor hukum. Gambar diolah dari bahan paparan Dr. Sidharta pada acara FGD Penyempurnaan Pedoman Analisis dan Evaluasi Hukum yang diselenggarakan oleh BPHN di Jakarta, tanggal 25 April 2016 Setiap asas diturunkan dalam indikator-indikator yang meliputi namun tidak terbatas sebagaimana dijelaskan pada Bab IV Tabel 3 Indikator Kejelasan Rumusan dan Tabel 5 Indikator Materi Muatan. 14

Penilaian ini dilakukan dengan menggunakan alat bantu (instrumen) yang dijelaskan pada Bab IV Tabel 2 Kejelasan Rumusan dan Materi Muatan. d. Dimensi Potensi Disharmoni Pengaturan Penilaian ini dilakukan dengan pendekatan normatif, terutama untuk mengetahui adanya disharmoni pengaturan mengenai: 1) kewenangan, 2) hak dan kewajiban, 3) perlindungan, dan 4) penegakan hukum. Untuk mempermudah pelaksanaannya, pengujian ini menggunakan Tabel yang dijelaskan pada Bab IV Tabel 4 Potensi Disharmoni Pengaturan. e. Dimensi Efektivitas Implementasi Peraturan Perundang-undangan Setiap pembentukan peraturan perundangundangan harus mempunyai kejelasan tujuan yang hendak dicapai serta berdayaguna dan berhasilguna sebagaimana dimaksud dalam asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik yang tercantum dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Penilaian ini perlu dilakukan untuk melihat sejauh mana manfaat dari pembentukan suatu peraturan perundang-undangan sesuai dengan yang diharapkan. Pengujian ini perlu didukung dengan data empiris yang terkait dengan 15

implementasi peraturan perundang-undangan tersebut. 3. Perumusan Simpulan Simpulan memuat rangkuman pokok pikiran dari hasil analisis dan evaluasi dalam Bab II sampai dengan Bab VI. 4. Perumusan Rekomendasi Rekomendasi terdiri atas umum dan khusus. Rekomendasi umum berisi saran terkait dengan substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum. Rekomendasi khusus berisi saran terhadap ketentuan yang bermasalah berdasarkan hasil analisis dan evaluasi hukum sebagaimana tertuang dalam Tabel 1, Tabel 2, Tabel 4, Tabel 6 dan Tabel 7. 5. Pelaksana Pelaksana analisis dan evaluasi hukum adalah Biro Hukum atau unit kerja yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang peraturan perundang-undangan pada Kementerian, LPNK, LPNS, Lembaga Negara lainnya, dan Pemerintah Daerah. 6. Sistematika Hasil Analisis dan Evaluasi Hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 16

Latar belakang berisi alasan mengapa perlu dilakukan analisis dan evaluasi hukum mengenai tema, bidang, atau sektor tertentu dengan menyajikan data awal terkait persoalan yang mengemuka atas isu yang dibahas. B. Permasalahan Permasalahan yang dibahas dalam analisis dan evaluasi hukum adalah: 1. Apakah materi muatan peraturan perundangundangan yang terkait dengan tema, bidang, atau sektor yang dibahas sudah sesuai dengan jenis dan hierarkinya? 2. Apakah rumusan ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan tema, bidang, atau sektor yang dibahas telah dirumuskan secara jelas? 3. Bagaimana penilaian kesesuaian materi muatan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan tema, bidang, atau sektor yang dibahas, dengan asas materi muatan perundang-undangan? 4. Apakah ada potensi disharmoni ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan tema, bidang, atau sektor yang dibahas? 17

5. Apakah implementasi peraturan perundangundangan yang terkait dengan tema, bidang, atau sektor yang dibahas sudah efektif? C. Ruang Lingkup Ruang lingkup berisi pembatasan atas analisis dan evaluasi hukum yang dilakukan dengan mempertimbangkan waktu dan jenis peraturan perundang-undangan atau hal lain yang perlu dipertimbangkan. D. Metode Metode yang digunakan adalah metode penilaian peraturan perundang-undangan dengan menggunakan lima dimensi sebagaimana yang diuraikan dalam Pedoman Analisis dan Evaluasi Hukum ini. E. Personalia (disesuaikan) F. Jadwal Kegiatan (disesuaikan) BAB II KESESUAIAN ANTARA JENIS, HIERARKI DAN MATERI MUATAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 18

Bab ini berisi narasi, data, dan hasil analisis dan evaluasi hukum dalam dimensi kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan peraturan perundang-undangan. BAB III KEJELASAN RUMUSAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Bab ini berisi narasi, data, dan hasil analisis dan evaluasi hukum dalam dimensi kejelasan rumusan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB IV PENILAIAN TERHADAP MATERI MUATAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Bab ini berisi narasi, data, dan hasil analisis dan evaluasi hukum dalam dimensi penilaian terhadap materi muatan peraturan perundang-undangan. BAB V POTENSI DISHARMONI KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Bab ini berisi narasi, data, dan hasil analisis dan evaluasi hukum dalam dimensi potensi disharmoni ketentuan peraturan perundangundangan. BAB VI EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 19

Bab ini berisi narasi, data, dan hasil analisis dan evaluasi hukum dalam dimensi efektivitas implementasi peraturan perundang-undangan. BAB VII PENUTUP Penutup berisi simpulan dan rekomendasi. Simpulan memuat rangkuman pokok pikiran dari hasil analisis dan evaluasi dalam Bab II sampai dengan Bab VI. Rekomendasi terdiri atas rekomendasi umum dan rekomendasi khusus. Rekomendasi umum berisi saran terkait dengan substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum. Rekomendasi khusus berisi saran terhadap ketentuan yang bermasalah berdasarkan hasil analisis dan evaluasi hukum sebagaimana tertuang dalam Tabel 1, Tabel 2, Tabel 4, Tabel 6 dan Tabel 7. 20

BAB III PENUTUP Dengan diterapkannya Pedoman Analisis dan Evaluasi Hukum ini maka pelaksanaan evaluasi terhadap peraturan perundang-undangan dapat dilakukan secara terukur berdasarkan standar yang baku. Dengan demikian menghasilkan evaluasi yang komprehensif dan dapat dipertanggungjawabkan, dalam usaha mewujudkan peraturan perundang-undangan yang harmonis, dan berkualitas. 21

LAMPIRAN INSTRUMEN ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM Tabel 1 Kesesuaian Antara Jenis, Hierarki, dan Materi Muatan Peraturan Perundangan-undangan: (diisi dengan jenis, nomor, tahun, dan nama Peraturan Perundangan-undangan) NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI YA TIDAK TETAP UBAH CABUT 1 2 3 4 5 6 7 8 Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang 1 Mengatur lebih lanjut ketentuan UUD NRI Tahun 1945, yang meliputi: 1. HAM 2. Hak dan kewajiban warga Negara 3. Pelaksanaan dan penegakan kedaulatan Negara serta pembagian kekuasaan Negara 4. Wilayah Negara dan pembagian daerah 5. Kewarganegaraan dan kependudukan 6. Keuangan Negara 2 Perintah Undang-Undang untuk 22

NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI YA TIDAK TETAP UBAH CABUT 1 2 3 4 5 6 7 8 diatur dengan Undang-Undang 3 Pengaturan mengenai kewenangan absolut Pemerintah Pusat 4 Tindak lanjut Putusan MK Peraturan Pemerintah 1 Melaksanakan ketentuan Undangundang (diperintahkan secara tegas) 2 Melaksanakan ketentuan Undang- Undang sepanjang diperlukan (tidak diperintahkan secara tegas) 3 Tindak lanjut Putusan MA Peraturan Presiden 1 Melaksanakan lebih lanjut perintah Undang-Undang 2 Melaksanakan lebih lanjut perintah Peraturan Pemerintah 3 Untuk melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan 4 Tindak lanjut Putusan MA 23

NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI YA TIDAK TETAP UBAH CABUT 1 2 3 4 5 6 7 8 Peraturan Daerah 1 Penyelenggaraan otonomi daerah (kewenangan atributif) 2 Penyelenggaraan tugas pembantuan (kewenangan delegatif) 3 Penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Perundangan-Undangan yang lebih tinggi (kewenangan delegatif) 4 Tindak lanjut Putusan MA dan Keputusan Menteri Petunjuk pengisian: - Formulir digunakan untuk semua jenis Peraturan Perundangan-undangan; - Kolom 1 nomor urut; - Kolom 2 indikator; - Kolom 3 diisi dengan tanda baca centang ( ) jika sesuai dengan indikator; - Kolom 4 diisi dengan tanda baca centang ( ) jika tidak sesuai dengan indikator; - Kolom 5 diisi dengan uraian mengenai analisis terhadap pernyataan ya/tidak pada kolom 3 dan 4; - Kolom 6 diisi dengan tanda baca centang ( ) jika ketentuan tersebut direkomendasikan untuk tetap; - Kolom 7 diisi dengan tanda baca centang ( ) jika ketentuan tersebut direkomendasikan untuk diubah; - Kolom 8 diisi dengan tanda baca centang ( ) jika ketentuan tersebut direkomendasikan untuk dicabut. 24

Tabel 2 Kejelasan Rumusan Peraturan Perundangan-undangan: (diisi dengan jenis, nomor, tahun, dan nama Peraturan Perundangan-undangan) NO PASAL KETERKAITAN DENGAN ANALISIS REKOMENDSI ASAS INDIKATOR TETAP UBAH CABUT 1 2 3 4 5 6 7 8 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. dst Petunjuk pengisian: - Formulir dipergunakan untuk setiap jenis Peraturan Perundangan-undangan; - Kolom 1 diisi dengan nomor urut; - Kolom 2 diisi dengan Pasal (secara berurutan); - Kolom 3 diisi dengan asas yang dijiwai norma (lihat: tabel indikator asas). Khusus untuk pengisian asas formil tentang kejelasan rumusan, cantumkan hanya Pasal yang bermasalah; - Kolom 4 diisi dengan indikator dengan melihat pada tabel indikator lampiran (lihat: tabel indikator asas). Khusus untuk pengisian asas formil tentang kejelasan rumusan, cantumkan hanya Pasal yang bermasalah; - Kolom 5 diisi dengan analisis dan/atau catatan; 25

- Kolom 6 diisi dengan tanda ( ) jika Pasal tersebut direkomendasikan untuk tetap dipertahankan; - Kolom 7 diisi dengan tanda ( ) jika Pasal tersebut direkomendasikan untuk diubah; - Kolom 8 diisi dengan tanda ( ) jika Pasal tersebut direkomendasikan untuk dicabut. 26

Tabel 3 Indikator Kejelasan Rumusan Peraturan Perundangan-undangan: (diisi dengan jenis, nomor, tahun, dan nama Peraturan Perundangan-undangan) ASAS No. INDIKATOR Kejelasan Rumusan 1. Kesesuaian dengan sistematika dan teknik penyusunan Peraturan Perundanganundangan 2. Konsistensi (antar ketentuan) 3. Kesesuaian dengan tujuan penyusunan Peraturan Perundangan-undangan 27

Tabel 4 Materi Muatan Peraturan Perundangan-undangan: (diisi dengan jenis, nomor, tahun, dan nama Peraturan Perundangan-undangan) NO PASAL KETERKAITAN DENGAN ANALISIS REKOMENDSI ASAS INDIKATOR TETAP UBAH CABUT 1 2 3 4 5 6 7 8 2. 3. 4. 5. 6. 7. dst 1 Petunjuk pengisian: - Formulir dipergunakan untuk setiap jenis Peraturan Perundangan-undangan; - Kolom 1 diisi dengan nomor urut; - Kolom 2 diisi dengan Pasal (secara berurutan); - Kolom 3 diisi dengan asas yang dijiwai norma (lihat: tabel indikator asas). Khusus untuk pengisian asas formil tentang kejelasan rumusan, cantumkan hanya Pasal yang bermasalah; - Kolom 4 diisi dengan indikator dengan melihat pada tabel indikator lampiran (lihat: tabel indikator asas). Khusus untuk pengisian asas formil tentang kejelasan rumusan, cantumkan hanya Pasal yang bermasalah; - Kolom 5 diisi dengan analisis dan/atau catatan; 28

- Kolom 6 diisi dengan tanda ( ) jika Pasal tersebut direkomendasikan untuk tetap dipertahankan; - Kolom 7 diisi dengan tanda ( ) jika Pasal tersebut direkomendasikan untuk diubah; - Kolom 8 diisi dengan tanda ( ) jika Pasal tersebut direkomendasikan untuk dicabut. 29

Tabel 5 Indikator Materi Muatan Pengayoman Kemanusiaan Kebangsaan Kekeluargaan ASAS No. INDIKATOR 1. Jaminan terhadap perlindungan masyarakat, misalnya kelompok rentan, kelompok minoritas 2. Jaminan terhadap keberlanjutan generasi kini dan generasi yang akan datang 3. Jaminan terhadap ketentraman masyarakat 1. Perlindungan, Pemajuan, Penegakan, dan/atau Pemenuhan HAM (UUD NRI Tahun 1945) 2. Pengakuan pada hak minoritas 3. Jaminan terhadap keikutsertaan masyarakat lokal 1. Pembatasan keikutsertaan pihak asing 2. Peningkatan kemandirian bangsa 3. Peningkatan kesejahteraan bangsa 4. Pengutamaan kepemilikan dan peranan nasional 1. Jaminan terhadap akses informasi publik dalam rangka pengambilan keputusan 2. Jaminan terhadap pemberian peluang kepada masyarakat dalam memberikan pendapat terhadap pengambilan keputusan 3. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul 4. Jaminan kepada masyarakat untuk memberikan penilaian proses politik dan pemerintahan 5. Jaminan terhadap sistem kerja yang kooperatif dan kolaboratif 6. Jaminan terhadap pelaksanaan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam pengambilan keputusan Kenusantaraan 1. Pengedepanan Kepentingan nasional 30

ASAS No. INDIKATOR Bhineka Tunggal Ika Keadilan Kesamaan Kedudukan Dalam Hukum Dan Pemerintahan Ketertiban Dan Kepastian Hukum 2. Pengedepanan kepemilikan dan keikutsertaan nasional 3. Pembagian kewenangan antar sektor 4. Pembagian kewenangan Pusat dan Daerah 1. Pengakuan dan perlindungan nilai-nilai budaya lokal (kearifan lokal) 2. Menjamin keterlibatan masyarakat hukum adat. 1. Peluang yang sama bagi setiap warga negara terhadap akses pemanfaatan sumber daya 2. Adanya penggantian kerugian kepada masyarakat terkena dampak negatif 3. Menjamin keterlibatan masyarakat marginal lainnya. 4. Adanya kebijakan yang berpihak pada masyarakat daerah terpencil. 1. Jaminan keterlibatan masyarakat (termasuk masyarakat hukum adat) dalam mengambil kebijakan 2. Tidak ditujukan kepada suatu kelompok tertentu 3. Tidak ada diskriminasi, baik secara eksplisit, maupun implisit (dampak/efek) 4. Menjamin keterlibatan perempuan. 1. Kejelasan aturan mengenai koordinasi 2. Kejelasan aturan dalam penyelesaian konflik 3. Kejelasan sanksi terhadap pelanggaran 4. Kejelasan aturan mengenai pihak yang melakukan pengawasan dan penegakan hukum 5. Aturan dan kebijakan berdasarkan kajian ilmiah. 6. Tindakan atas peraturan-peraturan yang bertentangan atau tumpang tindih. 7. Memberikan pedoman hubungan tata kerja. 8. Transparansi/ keterbukaan. 9. Akuntabilitas pengelolaan. 31

Keseimbangan, Keserasian, Dan Keselarasan ASAS No. INDIKATOR 1. Mengedepankan fungsi kepentingan umum 2. Mengedepankan prinsip kehati-hatian 3. Pembatasan kepemilikan individu dan korporasi 4. Pembatasan kepentingan individu dan korporasi. Keterangan: - Indikator dapat ditambahkan atau disesuaikan dengan konteks Peraturan Perundangan-undangan yang dianalisis; - Dapat ditambahkan Asas Materiil khusus (sebagaimana Pasal 6 ayat (2)), disesuaikan dengan konteks PERATURAN PERUNDANGAN- UNDANGAN yang dianalisis. 32

Tabel 6 Potensi Disharmoni Pengaturan Peraturan Perundangan-undangan : (diisi dengan jenis, nomor, tahun, dan nama Peraturan Perundanganundangan) Isu : (diisi dengan isu yang sedang dianalisis, contoh: illegal fishing) ASPEK NO. PASAL TEMUAN ANALISIS REKOMENDASI PERATURAN PERUNDANG AN- UNDANGAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kewenangan 1 2 3 dst Hak 1 2 3 dst Kewajiban 1 2 3 dst Perlindungan 1 PASAL TETAP UBAH CABUT 33

ASPEK NO. PASAL TEMUAN ANALISIS REKOMENDASI PERATURAN PERUNDANG AN- UNDANGAN Penegakan hukum PASAL TETAP UBAH CABUT 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2 3 dst 1 2 3 dst Petunjuk pengisian: - Kolom 1 diisi dengan aspek yang akan dianalisis, yaitu kewenangan, hak, kewajiban, perlindungan dan penegakan hukum; - Kolom 2 diisi dengan nomor urut Pasal-Pasal yang dianalisis; - Kolom 3 diisi dengan Pasal yang dianalisis; - Kolom 4 diisi dengan jenis, nomor, nama dan tahun Peraturan Perundangan-undangan lain, yang terkait dengan aspek dan Pasal Peraturan Perundangan-Undangan yang sedang dianalisis; - Kolom 5 diisi dengan Pasal dari Peraturan Perundangan-Undangan pada kolom 4 yang terkait dengan aspek yang dianalisis; 34

- Kolom 6 diisi dengan analisis terhadap ketentuan-ketentuan yang disebutkan dalam kolom 3 dan 5; - Kolom 7 diisi dengan tanda ( ) jika Pasal tersebut direkomendasikan untuk tetap dipertahankan; - Kolom 8 diisi dengan tanda ( ) jika Pasal tersebut direkomendasikan untuk diubah; - Kolom 9 diisi dengan tanda ( ) jika Pasal tersebut direkomendasikan untuk dicabut. 35

Tabel 7 Implementasi Peraturan Perundang-undangan Peraturan Perundangan-undangan: (diisi dengan jenis, no, tahun, dan nama Peraturan Perundangan-undangan) Permasalahan Penyebab Permasalahan Analisis Rekomendasi 1 2 3 4 5 Materi Hukum Masalah I Tidak operasional Menimbulkan beban/kewajiban yang berlebihan ; Tidak relevan dengan situasi saat ini. Tidak ada pengaturan (kekosongan hukum); DLL Masalah 2 Dst Kelembagaan dan Aparatur Masalah I... Aspek Tumpang Tindih Kewenangan; Aspek Koordinasi Lembaga ; Aspek Sumber Daya Manusia ; Aspek Sarana Prasarana ; dan/atau Aspek Tata Organisasi ; Dll. Masalah 2 Dst Budaya Hukum 36

Permasalahan Penyebab Permasalahan Analisis Rekomendasi 1 2 3 4 5 Masyarakat Masalah I Masalah 2 Dst Pelayanan Hukum Masalah I Masalah 2 Dst Aspek Pemahaman Masyarakat Aspek Kepatuhan Masyarakat Aspek Akses Informasi Masyarakat Aspek Penegakan hukum Aspek Partisipasi Masyarakat Dll Aspek Standar Operasional Pelaksana Aspek Teknologi Penunjang Pelayanan Aspek SDM (kualitas dan kuantitas) Aspek Etika Pelayanan Aspek Informasi Publik Aspek Publik komplain Aspek Pengawasan Internal; Aspek Biaya dan Waktu Dll Petunjuk Pengisian: - Kolom 1 diisi dengan uraian masalah (masing-masing aspek dapat berisi lebih dari satu masalah); - Kolom 2 diisi dengan tanda ( ) terhadap penilaian (justifikasi) yang dipilih; 37

- Kolom 3 diisi dengan penilaian (justifikasi) terhadap masalah (daftar pernyataan dapat ditambahkan jika diperlukan); - Kolom 4 diisi dengan ringkasan analisis dan catatan-catatan penting; - Kolom 5 diisi dengan rekomendasi terhadap ketentuan yang dianalisis 38

39