OTONOMI DAERAH. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi Manajemen

dokumen-dokumen yang mirip
Pendidikan Kewarganegaraan

Modul ke: OTONOMI DAERAH. 12Teknik. Fakultas. Yayah Salamah, SPd. MSi. Program Studi MKCU

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Modul ke: Otonomi Daerah. Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Hubungan Masyarakat. Ramdhan Muhaimin, M.Soc.

Otonomi Daerah PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MODUL PERKULIAHAN 10. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

Modul ke: Otonomi Daerah. Fakultas. Rusmulyadi, M.Si. Program Studi.

Aji Wicaksono S.H., M.Hum. Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Modul ke: Otonomi Daerah. Fakultas EKONOMI. Program Studi MANAJEMEN. Nabil Ahmad Fauzi, M.Soc.

PEMERINTAHAN DAERAH DESENTRALISASI, DEKONSENTRASI, TUGAS PEMBANTUAN

KEWARGANEGARAAN. Modul ke: 12FEB OTONOMI DAERAH. Fakultas SYAMSUNASIR, S.SOS., M. M. Program Studi Management

APA ITU DAERAH OTONOM?

Panduan diskusi kelompok

MAKALAH CIVIC EDUCATION. Otonomi Daerah Dalam Kerangka NKRI

BAB I PENDAHULUAN. Undang dan Peraturan Perundang-Undangan lainnya. Undang-Undang Dasar

Perekonomian Indonesia

PEMBAGIAN KEKUASAAN SECARA VERTIKAL

OTONOMI DAERAH PERTEMUAN 7

Mata Kuliah Kewarganegaraan OTONOMI DAERAH. Modul ke: Panti Rahayu, SH, MH. Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi MANAJEMEN.

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA

A. Pengertian Geopolitik B. Latar Belakang Wawasan Nusantara C. Kedudukan, Fungsi, dan Tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan pemerintahan di Indonesia semakin pesat dengan adanya era

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

dalam negeri terhadap mata uang asing (Gunawan Sumodiningrat, 2000).

Pembagian Urusan Pemerintah Dalam Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

LEMBARAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG

PEMBAGIAN KEKUASAAN SECARA VERTIKAL Hubungan Pusat dan Daerah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

DESENTRALISASI. aris subagiyo

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

Volume 11 Nomor 1 Maret 2014

I. PENDAHULUAN. daerah (dioscretionary power) untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH YANG BERSIFAT NASIONAL DI ACEH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH YANG BERSIFAT NASIONAL DI ACEH

A. Latar Belakang Penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia mensyaratkan pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dengan Pemerintahan

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN OTONOMI DAERAH D. MACHDUM FUADY, S.H., M.H. EKONOMI AKUNTANSI. Modul ke: Fakultas. Program Studi

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Penyelenggaraan Kewenangan dalam Konteks Otonomi Daerah

4. Apa saja kendala dalam penyelenggaraan pemerintah? dibutuhkan oleh masyarakat? terhadap masyarakat?

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana

(The Decentralization of Investment: a Legal Study based on the Law Number 25 of 2007 regarding the Investment)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NEGARA DAN SISTEM PEMERINTAHAN

BUPATI GUNUNGKIDUL BUPATI GUNUNGKIDUL,

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal

UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. No 23 Tahun 2014 BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH TAHUN 2009

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

U NDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2014 DLM KONTEKS KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Rencana Induk Pengembangan E Government Kabupaten Barito Kuala Sistem pemerintahan daerah disarikan dari UU 32/2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. diserahkan kepadanya. Dengan demikian, pemerintah daerah tidak sekedar

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 59 TAHUN 2015 TENTANG

KEBIJAKAN PENGUATAN KELEMBAGAAN PADA OPD YANG MENANGANI BUMD, BLUD, DAN BARANG MILIK DAERAH DAN ARAH PERUBAHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN PEMERINTAH DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan pemberian Otonomi Daerah kepada Daerah atas dasar. desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 2 TAHUN 2008

Asas Dekonsentrasi dan Asas Tugas Pembantuan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia menggunakan asas desentralisasi dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

ARTI PENTING OTODA - DESENTRALISASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

SENTRALISASI DALAM UU NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN REMBANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 38 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. paket kebijakan otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 tentang

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Bab I: Pendahuluan A.Latar Belakang B. Permasalahan Bab II: Pembahasan UU No. 5 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dalam Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun. kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberikan pelayanan,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PARADIGMA BARU PEMBANGUNAN DAERAH 1

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 38 TAHUN 2007 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

OTONOMI DAERAH Modul ke: 11 Fakultas Udjiani EKONOMI DAN BISNIS A. Pengertian Otonomi Daerah B. Latar Belakang Otonomi Daerah C. Tujuan & Prinsip Otonomi Daerah D. Perkembangan UU Otonomi Daerah di Indonesia E. Model Desentralisasi F. Pembagian Urusan Pemerintahan G. Otonomi Daerah dan Demokratisasi H. Implementasi Otonomi Daerah Hatiningruym, SH.,M Si Program Studi Manajemen

OTONOMI DAERAH

A. Pengertian Otonomi Daerah Otonomi daerah berasal dari kata otonomi dan daerah. Dalam bahasa Yunani, otonomi berasal dari kata autos dan namos. Autos berarti sendiri. Namos berarti aturan atau undang-undang. Sehingga dapat dikatakan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri atau kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus rumah tangga sendiri.

Pengertian otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah : hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Latar belakang otonomi daerah di Indonesia: Aspek Internal Yaitu kondisi yang terdapat dalam negara Indonesia yang mendorong penerapan otonomi daerah di Indonesia. Aspek Eksternal Yaitu faktor dari luar negara Indonesia yang mendorong dan mempercepat implementasi otonomi daerah di Indonesia.

Aspek Internal Latar belakang ini timbul: sebagai tuntutan atas buruknya pelaksanaan mesin pemerintahan yang dilaksanakan secara sentralistik. Terdapat kesenjangan dan ketimpangan yang cukup besar antara pembangunan yang terjadi di daerah dengan pembangunan yang dilaksanakan di kota-kota besar.

Aspek Eksternal Yang menjadi salah satu pemicu lahirnya otonomi daerah di Indonesia pada aspek ini adalah adanya keinginan modal asing untuk memassifkan investasinya di Indonesia. Dorongan internasional mungkin tidak langsung mengarah kepada dukungan terhadap pelaksanaan otonomi daerah, tetapi modal internasional sangat berkepentingan untuk melakukan efisiensi dan biaya investasi yang tinggi sebagai akibat dari korupsi dan rantai birokrasi yang panjang.

C. Tujuan & Prinsip Otonomi Daerah Dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 2 ayat 3 disebutkan tujuan otonomi daerah sebagai berikut : Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah.

Berdasarkan ketentuan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 2 ayat 3 disebutkan adanya 3 (tiga) tujuan otonomi daerah : 1. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, 2. pelayanan umum 3. daya saing daerah

Peningkatan kesejahteraan masyarakat diharapkan dapat dipercepat perwujudannya melalui peningkatan pelayanan di daerah dan pemberdayaan masyarakat atau adanya peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan di daerah.

Upaya peningkatan daya saing diharapkan dapat dilaksanakan dengan memperhatikan keistimewaan atau kekhususan serta potensi daerah dan keanekaragaman yang dimiliki oleh daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Upaya untuk mewujudkan tujuan otonomi daerah, maka konsepsi otonomi daerah yang dilaksanakan di Indonesia yaitu: dengan menggunakan prinsip pemberian otonomi seluas-luasnya kepada daerah. Pinsip otonomi seluas-luasnya dapat dimaknai sebagai kewenangan yang diberikan melalui peraturan perundang-undangan kepada daerah untuk membuat kebijakan yang dianggap benar dan adil dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerahnya masing-masing.

D. Perkembangan UU Otonomi Daerah di Indonesia. Apabila perkembangan otonomi daerah dianalisis sejak tahun 1945, akan terlihat bahwa perubahan-perubahan konsepsi otonomi banyak ditentukan oleh para elit politik yang berkuasa pada saat itu. Hal itu terlihat jelas dalam aturan-aturan mengenai pemerintahan daerah sebagaimana yang terdapat dalam UU berikut ini : 1. UU No. 1 tahun 1945 tentang PEMDA : Kebijakan Otonomi daerah pada masa ini lebih menitikberatkan pada dekonsentrasi. Kepala daerah hanyalah kepanjangan tangan pemerintahan pusat.

2. UU No. 22 tahun 1948 (tentang Susunan PEMDA yang Demokratis) : Mulai tahun ini Kebijakan otonomi daerah lebih menitikberatkan pada desentralisasi. Tetapi masih ada dualisme peran di kepala daerah, di satu sisi ia punya peran besar untuk daerah, tapi juga masih menjadi alat pemerintah pusat. Dalam undang-undang ini, pemerintah pusat memberikan hak istimewa kepada beberapa daerah di Jawa, Bali, Minangkabau, dan Palembang untuk menghormati daerah tersebut guna melakukan pengaturan sendiri daerahnya mengenai hak dan asal usul daerah.

3. UU No. 1 tahun 1957 (tentang PEMDA yang berlaku menyeluruh dan bersifat seragam) : Kebijakan otonomi daerah pada masa ini masih bersifat dualisme, di mana kepala daerah bertanggungjawab penuh pada DPRD, tetapi juga masih alat pemerintah pusat.

4. Penetapan Presiden No. 6 tahun 1959 : Pada masa ini kebijakan otonomi daerah lebih menekankan dekonsentrasi. Melalui penpres ini kepala daerah diangkat oleh pemerintah pusat terutama dari kalangan pamong praja.

5. UU No. 18 tahun 1965 (Tentang PEMDA yang menganut otonomi yang seluas-luasnya) : Pada masa ini kebijakan otonomi daerah menitikberatkan pada desentralisasi dengan memberikan otonomi yang seluas-luasnya bagi daerah, sedangkan dekonsentrasi diterapkan hanya sebagai pelengkap saja.

6. UU No. 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok Penyelenggaraan Pemerintah Pusat di Daerah : Sejalan dengan kebijakan ekonomi pada awal Ode Baru, maka pada masa berlakunya UU No. 5 tahun 1974 pembangunan menjadi isu sentral dibanding dengan politik. Pada penerapanya, terasa seolah-olah telah terjadi proses depolitisasi peran pemerintah daerah dan menggantikannya dengan peran pembangunan yang menjadi isu nasional.

7. UU No. 22 tahun 1999 (tentang Otonomi Daerah) : Pada masa ini terjadi lagi perubahan yang menjadikan pemerintah daerah sebagai titik sentral dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan mengedapankan otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.

8. UU No 25 Tahun 1999 (Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah). UU No 32 Tahun 2004 (tentang PEMDA) : Dalam undang-undang ini terlihat jelas pembagian urusan pemerintahan, dimana pemerintah pusat menjalankan urusan dalam pembuatan perundangan, politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, kebijakan fiskal dan moneter, serta agama. PEMDA mempunyai kekuasaan selain wewenang pusat, yaitu bidang ekonomi, perdagangan, industri, pertanian, tata ruang, pendidikan, kesejahteraan, dan menjalankan fungsi pemerintahan umum sebagai wakil pemerintah pusat.

9. UU No 33 Tahun 2004 (tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah) : UU ini mengatur pembiayaan pembangunan daerah yang bersumber dari dana perimbangan, dan pendapatan lain-lain, serta juga mengatur pembagian penerimaan antara pemerintah pusat dan daerah yaitu penerimaan hasil hutan (pusat 20%, daerah 80%), penerimaan dana reboisasi (pusat 60%, daerah 40%), pertambangan umum dan perikanan (pusat 20%, daerah 80%) pertambangan minyak (pusat 69%, daerah 30,5%), dan panas bumi (pusat 20%, daerah 80%).

E. Model Desentralisasi Menurut Rondinelli, model desentralisasi ada empat, yaitu : 1) Dekonsentralisasi 2) Delegasi 3) Devolusi 4) Privatisasi

Dekonsentralisasi yaitu : pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah, dan atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.

Delegasi adalah : pelimpahan pengambilan keputusan dan kewenangan manajerial untuk melakukan tugas-tugas khusus kepada suatu organisasi, yang tidak secara langsung berada di bawah pengawasan pemerintah pusat.

Devolusi adalah : transfer kewenangan untuk pengambilan keputusan, keuangan, dan manajemen kepada unit otonomi PEMDA.

Privatisasi adalah : tindakan pemberian kewenangan dari pemerintah kepada badan-badan sukarela, swasta, dan swadaya masyarakat.

F. Pembagian Urusan Pemerintahan Menurut UU No 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, urusan pemerintahan dapat dibagi ke dalam urusan pemerintahan pusat, pemerintahan daerah timgkat I, dan pemerintahan daerah tingkat II. Pembagian urusan pemerintahan tersebut meliputi : 1. politik luar negeri; 2. pertahanan; 3. keamanan; 4. yustisi; 5. moneter dan fiskal nasional; dan 6. agama.

G. Otonomi Daerah dan Demokratisasi Otonomi daerah adalah wujud upaya demokratisasi di bidang pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi kewenangan. Ujung-ujungnya adalah rakyat diberi prakarsa untuk mengembangkan daerahnya sendiri. Namun demikian, demokrasi itu tetap harus berdasarkan pada peraturan dan hukum yang berlaku, karena pada prinsipnya demokrasi berisi juga penghormatan terhadap hukum.

Desentralisasi, demokratisasi, dan akuntabilitas pemerintahan daerah merupakan tiga kata kunci yang penting dalam implementasi otonomi daerah. Ketiganya memiliki hubungan yang tidak saling terpisahkan

H. Implementasi Otonomi Daerah Implementasi otonomi daerah bagi daerah tingkat 1 dan tingkat 2, seiring dengan pelimpahan wewenang pemerintah pusat dapat dikelompokkan dalam lima bidang yaitu : implementasi dalam pembinaan wilayah, pembinaan sumber daya manusia, penanggulangan dan percepatan penurunan kemiskinan, penataan hubungan fungsional antara DPRD dan pemerinta daerah, serta peningkatan koordinasi atau kerja sama tim (team work).

DAFTAR PUSTAKA 1. Bodenhamer David. J. 2001. Federalism and Democracy. Working Paper. US Departement of State Washington D.C. 2. Fokus Media. 2004. Undang-Undang Otonomi Daerah. Fokusmedia. Bandung. 3. Kaloh, J. 2002. Mencari Bentuk Otonomi Daerah. Renika Cipta. Jakarta. 4. Kusnardi, M. dan Bintan Saragih. 2000. Ilmu Negara. Gaya Media Pratama. Jakarta

DAFTAR PUSTAKA 5. Muluk Hadi, 2005. Otonomi Daerah Akibat Perubahan Identitas Nasional. Perspsektif, Oktober 2005. 6. Syarbaini, Syahriah (editor). 2005. Materi Perkuliahan Pendidikan Pewarganegaraan (PKn). Suscadoswar, Dikti. Jakarta.

Terima Kasih Udjiani Hatiningrum, SH.,M Si