JAMINAN PEKERJA RUMAH TANGGA DALAM HUKUM INTERNASIONAL

dokumen-dokumen yang mirip
Pekerjaan rumah tangga adalah pekerjaan. Pekerja rumah tangga, seperti juga pekerja-pekerja lainya, berhak atas kerja layak.

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

15B. Catatan Sementara NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011

Sekilas tentang Konvensi No. 189 dan Rekomendasi No Catatan konsep

Analisa Media Edisi Juni 2013

Konvensi ILO No. 189 & Rekomendasi No. 201

PENYUSUNAN STANDAR INTERNASIONAL UNTUK PEKERJA RUMAH TANGGA. Organisasi Perburuhan Internasional

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

BAB I. memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah. dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan

KEBIJAKAN DAN PROGRAM AKSI

COMPANY POLICY OF EMPLOYMENTS 2016

KETAHUI HAKMU BERDASARKAN KONVENSI ILO BARU MENGENAI PEKERJA RUMAH TANGGA TUNTUT HAKMU

BAB I PENDAHULUAN. mengikat maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kedudukan

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 31 TAHUN 2010 TENTANG PEKERJA RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. di kota-kota maupun di desa-desa. Banyak keluarga mempunyai Pembantu Rumah

R-111 REKOMENDASI DISKRIMINASI (PEKERJAAN DAN JABATAN), 1958

R-165 REKOMENDASI PEKERJA DENGAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA, 1981

BAB I PENDAHULUAN. feminisme yang berkembang mulai abad ke-18 telah menjadi salah satu penanda

K106 ISTIRAHAT MINGGUAN DALAM PERDAGANGAN DAN KANTOR- KANTOR

Kerangka Analisis untuk Mengintegrasikan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dengan Kewajiban Pemenuhan Hak-hak Asasi Manusia untuk di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

R-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997

K 183 KONVENSI PERLINDUNGAN MATERNITAS, 2000

PERATURAN WALIKOTA KOTA YOGYAKARTA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG PEKERJA RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA,

MENGAPA? APA? BAGAIMANA? Kontrak standar untuk pekerjaan rumah tangga

R198 REKOMENDASI MENGENAI HUBUNGAN KERJA

MENCERMATI PENERBITAN PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEKERJA RUMAH TANGGA

K 95 KONVENSI PERLINDUNGAN UPAH, 1949

Situasi Global dan Nasional

Kode Etik C&A untuk Pasokan Barang Dagangan

Pemerintah Harus Berhenti Mengabaikan atau Menyangkal Adanya Eksploitasi

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168)

R184 Rekomendasi Kerja Rumahan, 1996 (No. 184)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

dengan pilihan mereka sendiri dan hak perundingan bersama. 2.2 Pihak perusahaan menerapkan sikap terbuka terhadap aktivitas-aktivitas serikat

R-180 REKOMENDASI PERLINDUNGAN KLAIM PEKERJA (KEPAILITAN PENGUSAHA), 1992

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial sehingga mempunyai

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENERAPAN KONTRAK KERJA PEKERJA RUMAH TANGGA- PEMBERI KERJA PERJUANGAN KE KERJA LAYAK PEKERJA RUMAH TANGGA JALA PRT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28 UUD 1945 yang menyatakan: Tiap-tiap

Kode Etik Pemasok. Pendahuluan

Pekerja Rumah Tangga di Indonesia

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK KONSTITUSIONAL PEMBANTU RUMAH TANGGA. abstract. Kata Kunci : Pembantu Rumah Tangga, Konvensi, Legislasi

K100 UPAH YANG SETARA BAGI PEKERJA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN UNTUK PEKERJAAN YANG SAMA NILAINYA

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

K29 KERJA PAKSA ATAU WAJIB KERJA

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada buruh migran Indonesia yang berada diluar negeri terlihat jelas telah

Perdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia

Administrative Policy Bahasa Indonesian translation from English original

K177 Konvensi Kerja Rumahan, 1996 (No. 177)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG

K105 PENGHAPUSAN KERJA PAKSA

MENILIK KESIAPAN DUNIA KETENAGAKERJAAN INDONESIA MENGHADAPI MEA Oleh: Bagus Prasetyo *

Perlindungan sosial untuk pekerja migran di ASEAN. Celine Peyron Bista Kantor Regional ILO untuk Asia dan Pasifik Jakarta, 29 September 2016

Mempromosikan Kontrak Kerja Tertulis bagi Pekerja Rumah Tangga untuk Memperbaiki Kondisi Kerja

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Standar Perburuhan Internasional yang mendukung kebebasan berserikat, dialog sosial tripartit, perundingan bersama dan SDG

23 Oktober Kepada Yth: Ibu Retno L.P. Marsudi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 1997/73, TLN 3702]

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan dan berkedudukan sama di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

K 158 KONVENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA ( K3 ) DAN HUKUM KETENAGAKERJAAN

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 012/PUU-I/2003

perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia dalam

Kesetaraan gender di tempat kerja: Persoalan dan strategi penting

K 173 KONVENSI PERLINDUNGAN KLAIM PEKERJA (KEPAILITAN PENGUSAHA), 1992

RABU, 20 JANUARI 2016

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

R-90 REKOMENDASI PENGUPAHAN SETARA, 1951

K102. Konvensi ILO No. 102 Tahun 1952 mengenai (Standar Minimal) Jaminan Sosial

K45 KERJA WANITA DALAM SEGALA MACAM TAMBANG DIBAWAH TANAH

HAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ini merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Di masa lalu,

4. Metoda penerapan Konvensi No.111

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG

Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 182 dengan UU No. 1 Tahun 2000 sebagai Politik Hukum Nasional untuk Mewujudkan Perlindungan Anak

Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual. Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid November 2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

Transkripsi:

JAMINAN PEKERJA RUMAH TANGGA DALAM HUKUM INTERNASIONAL Muhtadi, S.H.,M.H. 1 A. Pendahuluan Pekerja Rumah Tangga (PRT) dalam khazanah relasi majikan dan pekerja berdasarkan peraturan perundang-undangan secara spesifik tidaklah mendapatkan rujukan normatif. Bahkan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan 2 sama sekali tidak menyebutkan eksistensi jenis pekerjaan tersebut sebagai salah satu yang diakui keberadaannya. Sedangkan secara sosiologis, sejarah mencatat bahwa PRT merupakan bagian dari kehidupan bangsa Indonesia yang tidak dapat terpisahkan, dari penyebutan yang sangat kasar dan merendahkan martabat manusia, babu, jongos, lalu diperhalus menjadi penata-laksana rumah tangga, dan pembantu rumah tangga lalu menjadi pekerja rumah tangga sebagaimana yang kian marak diperjuangkan kelompok perlindungan PRT, bahkan dunia internasional. Secara gramatikal, Nomenklatur (Istilah) pekerja dari frase pembantu rumah tangga dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tidaklah diartikan sebagai bagian dari pengertian pekerja, melainkan menggunakan nomenklatur khusus, yaitu Pembantu Rumah Tangga. 3 Pekerja diartikan sebagai 1) orang yang bekerja; 2) orang yang menerima upah atas hasil kerjanya; buruh; karyawan. 4 Sedangkan pembantu rumah tangga diartikan sebagai 1) orang (alat dsb) yang membantu; penolong; 2) orang upahan, pekerjaannya (membantu) mengurus pekerjaan rumah tangga (memasak, mencuci, menyapu, dsb). 5 Bertalian dengan makna pekerja tersebut, ditemukan padanannya, yaitu tenaga kerja, yang berarti 1) orang yang bekerja atau mengerjakan sesuatu; pekerja; pegawai; dsb, 2) orang yang mampu melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, 6 dan secara mutatis mutandis, Pasal 1 angka 2 UU Ketenagakerjaan 1 Staf Pengajar Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Unila. e-mail : muhtadi.1977@fh.unila.ac.id 2 Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 2003, Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara (LNRI) Nomor 4279. 3 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 2002, hlm. 105. 4 Ibid., hlm. 554. 5 Ibid., hlm. 105. 6 Ibid., hlm. 1171. 119

memberikan batasan arti pekerja sebagai setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Sedangkan Pasal 1 angka 3 UU Ketenagakerjaan menyebutkan pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Demikian pula bila dikaitkan dengan pengaturan pekerja migran dalam Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri 7 sama sekali tidak menyebutkan PRT sebagai bentuk pekerjaan yang diakui, padahal pekerja Indonesia terbesar ke luar negeri bekerja di sektor domestik. Dengan demikian, meskipun secara gramatikal Pembantu Rumah Tangga dipisahkan pengertiannya dari istilah pekerja pada umumnya, seharusnya dikategorikan sebagai bagian maksud pengertian pekerja tersebut. 8 Penelitian tim Litbang Metro TV menyebutkan bahwa sepanjang 2012 terdapat setidaknya 227 kasus kekerasan terhadap Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang kemudian meningkat menjadi 327 tahun 2013. 9 Data tersebut merupakan kejadian yang dilaporkan korban ataupun masyarakat sekitar yang melihat kejadian, sedangkan angka sebenarnya tidak terdapat kepastian, serupa fenomena gunung es di lautan, apakah lagi jumlah PRT di Indonesia diduga lebih dari 10.000 orang, sedangkan secara global menurut data International Labour Organisation (ILO) sampai tahun 2010 berjumlah sekitar 52,6 juta di seluruh dunia. Jenis kekerasan yang dialami PRT antara lain tidak terbatas pada kekerasan fisik semata, melainkan non fisik, bahkan secara tidak sadar sering dilakukan majikan secara berkelanjutan terhadap PRT, eksploitasi jam kerja. Diluar kekerasan tersebut, tidak adanya kepastian jam kerja, jenis pekerjaan, standar upah umum, dan bahkan perlindungan hukum yang tidak diberikan oleh norma khusus bagi PRT. Selain itu, negara dan masyarakat masih memberikan stigma dan perlakuan diskriminatif yang ditunjukkan antara lain dengan cara 1) anggapan kuat bahwa pekerjaan rumah tangga tidak/rendah keterampilan, yang mengakibatkan pengabaian hak-hak mereka; 2) anggapan bahwa pekerjaan rumah tangga bersifat domestik dan informal, sehingga tidak perlu diatur dengan perangkat hukum yang menjamin hak dan perlindungan mereka selayaknya pekerja lain di sektor formal; dan 3) Pekerjaan rumah tangga belum diakui sebagai pekerjaan, sehingga perlindungan sangat bertumpu pada kebaikan hati majikan. Hal ini 7 LNRI Tahun 2004 Nomor 133, TLNRI Nomor 4678. 8 Muhtadi, Epilog : Negeri yang Mensejahterakan Pembantu Rumah Tangga, dalam Muhtadi (editor), Negara Hukum Kesejahteraan, (Bandar Lampung: KKPUU-FH Unila, 2013), hlm. 313. 9 Primetime News, Metro TV, Senin 7 April 2014, Pukul 19.00 wib 120

terkesan mengukuhkan perbudakan modern dan menjauhkan hak dasar pekerja rumah tangga akan perlindungan dan pemenuhan hak. 10 Program legislasi nasional DPR RI 2009-2014 menentukan Rancangan Undang-undang (RUU) Pekerja Rumah Tangga sebagai salah satu RUU yang akan dibahas, dan menjadi salah satu RUU yang terdapat dalam Prolegnas 2010. Harapan para penggiat Hak Asasi Manusia (HAM), bertambah besar dengan pengesahan Konvensi ILO No. 189 tahun 2011 tentang Kerja Layak PRT yang diharapkan dapat memberikan perlindungan memadai bagi PRT dan dapat memperbaiki kondisi kerja PRT, yang tentunya diharapkan menjadi salah satu alasan untuk mempercepat pembahasan RUU PRT di DPR. Namun pembahasan RUU tersebut terhenti di Badan Legislasi (Baleg), dan sampai dengan mendekati periode akhir DPR hasil Pemilu 2009, RUU PRT masih belum mendapatkan kepastian masa depannya. Artinya, perlindungan dan masa depan PRT dalam sistem hukum nasional Indonesia merupakan harapan yang tertunda dan menjadi pekerjaan rumah besar bagi aggota DPR hasil Pemilu 2014. B. Pekerja Rumah Tangga Dalam Pranata Hukum Internasional Kekosongan hukum nasional yang mengatur secara khusus terhadap PRT tidak berarti konstitusi mengabaikan pengakuan, penghormatan dan perlindungan terhadap kelompok rentan tersebut, melainkan hak-hak konstitusional mereka sebagai manusia adalah serupa dengan hak-hak yang melekat pada setiap orang sebagaimana diatur dalam Bab X tentang Warga Negara dan Penduduk, XA tentang HAM, XI tentang Agama, XII tentang Pertahanan dan Keamanan Negara, XIII tentang Pendidikan dan Kebudayaan, dan bab XIV tentang Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan SosialUUD Tahun 1945. PRT dalam pranata hukum internasional sejatinya telah diakui sebagaimana pengakuan yang diberikan UUD Tahun 1945, umum dan tidak secara spesifik menunjuk pada pekerja kelompok tersebut, melainkan tersembunyi (dan sebenarnya memang tidak untuk pengaturan hal demikian) dalam berbagai Konvensi ILO yang mengatur tenaga kerja, diantaranya No. 94/1949 tentang Konvensi Pekerja, No. 143/1975 tentang pekerja migran, No. 156/1981 Pekerja dan Keluarganya, No. 181/1997 tentang Agensi Tenaga Kerja Swasta, No. 198/2006 tentang Hubungan Kerja. Perjuangan pengangkatan untuk pengakuan, penghormatan dan perlindungan PRT dalam ranah internasional mempunyai sejarah panjang, hampir seumur dengan organ internasional, Perserikatan Bangsa-Bangsa 10 http://www.komnasperempuan.or.id / 2011 / 03 / dpr - harus - segera - membahas - dan - mengesahkan - ruu -perlindungan-pekerja-rumah-tangga/, akses terakhir 10 Februari 2013 121

(PBB), yaitu sejak resolusi mengenai aksi normatif pekerja rumah tangga 1948, 1965, 2002 dan baru tahun 2008 usulan resolusi standar setting situasi kerja layak PRT diterima untuk dibahas ILO, dan pada sesi ke-100 sidang ILO bertemakan Kerja Layak diadopsi pada 15 Juni 2011 Konvensi ILO No. 189 mengenai Kerja Layak Pekerja Rumah Tangga. Pasal 1 Konvensi ILO No 189 secara tegas mendefinisikan Pembantu Rumah Tangga sebagai Pekerja yang bekerja dalam rumah tangga atau beberapa rumah tangga yang terikat dalam hubungan kerja, relasi antara pekerja-pemilik. Berarti mengurusi rumah tangga adalah salah satu bentuk pekerjaan yang harus dipandang sebagai profesi serupa dengan jenis pekerjaan lainnya. Konvensi ILO189 menetapkan hak-hak dan prinsip-prinsip dasar, dan mengharuskan negara untuk mengambil langkah mewujudkan kerja layak PRT. Setidaknya terdapat 11 (sebelas) standar normatif yang diharapkan dapat memberikan perlindungan hukum PRT. Standar dimaksud meliputi : 1. Hak-hak dasar yang mencakup setidaknya : a. Promosi dan perlindungan HAM; b. Penghormatan dan perlindungan prinsip-prinsip dan hak-hak dasar di tempat kerja, antara lain dalam hal : (a) kebebasan berserikat dan pengakuan efektif terhadap hak atas perundingan bersama; (b) penghapusan segala bentuk kerja paksa atau kerja wajib; (c) penghapusan pekerja anak; (d) penghapusan diskriminasi dalam hal pekerjaan dan jabatan. c. Perlindungan efektif dari penyalahgunaan, pelecehan dan kekerasan dalam segala bentuknya d. Ketentuan kerja yang adil dan kondisi hidup yang layak 2. Informasi tentang syarat dan ketentuan kerja yang dapat dipahami dengan mudah, dan sebaiknya dibuat dalam bentuk tertulis tidak lazimnya kebiasaan belaka. 3. Jam kerja, mencakup hal-hal mendasar antara lain : (a) jam kerja normal, kompensasi lembur, masa istirahat harian dan mingguan, dan cuti tahunan berbayar; (b)istirahat mingguan sekurang-kurangnya 24 jam kerja berturut-turut ; (c) Peraturan jam siaga (standby di rumah majikan) ; 122

(d) menggunakan waktu sekehendak mereka dan diharuskan tetap melayani rumah tangga tersebut untuk menanggapi kemungkinan panggilan; 4. Standar pengupahan, mencakup hak-hak dasar : (a) Pemberlakuan upah minimum yang berlaku di daerah setempat; (b) Pembayaran upah secara tunai, langsung kepada pekerja, dan keteraturan tidak lebih lama dari pada satu bulan. Namun pembayaran dapat dilakukan dengan cek, atau jasa perbankan sepanjang diatur undang-undang atau kesepakatan bersama, atau dengan persetujuan pekerja. (c) Pembayaran dengan barang diperbolehkan dengan syarat: 1. Proporsi terbatas dari total upah; 2. nilai moneter adil dan wajar; 3. barang atau jasa yang diberikan sebagai pembayaran dengan barang merupakan pemakaian pribadi oleh dan bermanfaat bagi pekerja. Sehingga seragam kerja yang diberikan kepada PRT merupakan alat atau bagian dari perlengkapan kerja yang tidak menjadi tanggungan PRT melainkan kewajiban pemberi kerja. (d) Biaya yang dikenakan oleh agen ketenagakerjaan swasta tidak dipotongkan dari upah. 5. Standar keselamatan dan kesehatan kerja, mencakup setidaknya: (a) Hak atas lingkungan kerja yang aman dan sehat; (b) Adanya langkah-langkah yang menjamin keselamatan dan kesehatan kerja. 6. Jaminan sosial mencakup (a) Perlindungan jaminan sosial, termasuk tunjangan persalinan; (b) Kondisi kurang menguntungkan daripada kondisi yang berlaku bagi pekerja pada umumnya; 7. Standar mengenai pekerja rumah tangga anak (a) Adanya syarat usia minimal bekerja sebagai PRT; dan (b) Apabila PRT berusia 15 tahun tetapi kurang dari 18 tahun pekerjaannya tidak dapat menghalangi mengikuti pendidikan wajib, atau menganggu peluang mereka mendapatkan pendidikan lanjutan atau pelatihan kerja. 123

8. Standar bagi PRT yang menetap dalam rumah (a) Kondisi hidup layak yang menghormati privasi; (b) Kebebasan berkontrak dengan majikan atau calon majikan untuk menetap di rumah tangga atau sebaliknya; (c) Tidak ada kewajiban tetap berada di rumah tangga atau bersama dengan para anggotanya selama masa libur atau cuti; (d) Hak menyimpan sendiri dokumen identitas dan dokumen perjalanan; (e) Peraturan jam siaga. 9. Standar bagi pekerja rumah tangga migran (a) Adanya kontrak kerja yang bisa ditegakkan di negara tujuan, atau tawaran kerja tertulis, sebelum berangkat; (b) Kondisi jelas atas pemulangan di akhir kerja; (c) Perlindungan dari pelecehan oleh agen ketenagakerjaan swasta; (d) Kerjasama negara pengirim dan penerima untuk menjamin efektifitas penerapan Konvensi untuk PRT migran. 10. Agen ketenagakerjaan swasta (a) Langkah-langkah yang harus diadakan; (b) Regulasi operasi agen ketenagakerjaan swasta; (c) Ketersediaan perangkat memadai untuk penyelidikan pengaduan; (d) Menyediakan perlindungan yang memadai dan pecegahan pelecehan, dengan berkolaborasi dengan para anggota lain bila dirasa tepat; (e) Mempertimbangkan mengikat kesepakatan bilateral, regional atau multilateral untuk mencegah praktik pelecehan dan penipuan. 11. Penyelesaian perselisihan (a) Akses yang mudah ke pengadilan, tribunal atau mekanisme penyelesaian perselisihan lain, termasuk mekanisme pengaduan; (b) Langkah-langkah harus diadakan untuk menjamin kepatuhan terhadap undang-undang nasional untuk perlindungan pekerja rumah tangga, termasuk langkah-langkah inspeksi ketenagakerjaan. Dalam hal ini, Konvensi mengakui perlunya menyeimbangkan hak pekerja rumah tangga atas perlindungan dan hak atas privasi anggota rumah tangga. 124

Koordinator Program Pekerja Migran ILO ASEAN Triangle Project- Indonesia,Albert Bonasehat, menyebutkan bahwa latar belakang dibentuknya Konvensi ILO 189 Tahun 2011 adalah : Pertama, PRT tidak mempunyai standarisasi dalam undang-undang nasional, sehingga tidak ada kepastian perlindungan. Sektor informal dan definisi yang ambigu berarti tidak mudahnya diregulasi, rendahnya akuntabilitas majikan dan kurangnya transparansi.kedua, kesenjangan dalam standar. PRT tercakup di bawah standar ketenagakerjaan tetapi secara efektif dan secara khusus terkecualikan dari perlindungan yang diberikan oleh undang-undang nasional kepada pekerja lain. Ketiga, kebutuhan khusus. Meskipun telah ada konvensi-konvensi ILO, tantangan unik muncul yang tidak secara komprehensif tertangani. Keempat, PRT seringkali dilarang berorganisasi, dan mengalami kesulitan berorganisasi yang disebabkan jam kerja tidak jelas dan terisolasi di dalam rumah; dan Kelima, eksploitasi. Sebagai akibat diskriminasi, upah, kondisi kerja dan keseluruhan perlakuan terhadap pekerja rumah tangga merupakan diantara yang terburuk, panjangnya jam kerja, beban kerja, tanggung-jawab dan jenis tugas PRT. 11 Sejak pengadopsian konvensi tersebut, sampai 2014 setidaknya terdapat 15 (lima belas) negara yang sudah meratifikasinya, yang berarti bagi negara penandatangan konvensi, PRT merupakan bagian dari pekerja yang wajib dilindungi dan hak-hak mereka adalah serupa dengan hak-hak pekerja pada umumnya. Bagi PRT Indonesia, konvensi No. 189 belum mempunyai kekuatan hukum mengikat sampai adanya kehendak-kemauan negara meratifikasinya sebagai undang-undang. C. Penutup Meskipun norma UUD Tahun 1945 mengakui dan memberikan penghormatan serta perlindungan terhadap setiap orang, termasuk PRT, namun ketiadaan norma yang lebih operatif dengan peraturan perundangundangan lebih rendah sampai pada daerah yang mengakui eksistensi PRT memposisikan mereka sebagai kelompok rentan. Sebab itu, menjadi kewajiban negara untuk meratifikasi Konvensi ILO No. 189 tahun 2011, yang sepatutnya disusul dengan pengesahan RUU PRT, yang pada gilirannya memaksa daerah melakukan upaya-upaya adminisitrasi, legislasi dan penganggaran untuk memanusiakan PRT. 11 http://www.beritasatu.com/ekonomi/165893-pembantu-rumah-tangga-perlu-dilindungi-secarahukum.html, terakhir diakses Maret 2014. 125

DAFTAR PUSTAKA Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 2002. Muhtadi (editor), Negara Hukum Kesejahteraan, PKKPUU-FH Unila,Bandar Lampung, 2013. UUD Tahun 1945 Konvensi ILO No. 94 Tahun 1949 Konvensi ILO No. 143 Tahun 1975 Kovensi ILO No. 156 Tahun1981 Konvensi ILO No. 181/1997 Konvensi ILO No. 198/2006 Konvensi ILO No. 189 Tahun 2011 Undang-undang Nomor 39 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 2003, Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara (LNRI) Nomor 4279. Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 133, Tambahan Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri Nomor 4678.) Primetime News, Metro TV, Senin 7 April 2014, Pukul 19.00 wib 1 http://www.komnasperempuan.or.id / 2011 / 03 / dpr - harus - segera - membahas -dan - mengesahkan - ruu - perlindungan - pekerja - rumah-tangga/, akses terakhir 10 Februari 2013 http://www.beritasatu.com / ekonomi / 165893 pembantu - rumah - tangga - perlu - dilindungi - secara - hukum.html, terakhir diakses Maret 2014. 126