Disampaikan pada Seminar Nasional PERIPI 2014 di Fakultas Pertanian Universitas Jember, tanggal 22 Oktober 2014

dokumen-dokumen yang mirip
Hajroon Jameela *), Arifin Noor Sugiharto dan Andy Soegianto

METODE PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SENDIRI

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri.

I. PENDAHULUAN. Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman semusim yang menjalar

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil

SELEKSI FAMILI F3 BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.) POLONG KUNING DAN BERDAYA HASIL TINGGI

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

JURNAL PRODUKSI TANAMAN Vol. 1 No. 2 MEI-2013 ISSN:

DAYA WARIS DAN HARAPAN KEMAJUAN SELEKSI KARAKTER AGRONOMI KEDELAI GENERASI F 2

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sentra pertanaman kacang panjang yang mempunyai

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat

Kemajuan Genetik Dan Heritabilitas Karakter Agronomi Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) Generasi F 2 Persilangan Wilis Dan Mlg 2521

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. berasal dari kacang tanah menyebabkan meningkatnya jumlah permintaan.

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan

I. PENDAHULUAN. Indonesia tinggi, akan tetapi produksinya sangat rendah (Badan Pusat Statistik,

PARAMETER GENETIK (Ragam, Heritabilitas, dan korelasi) Arya Widura R., SP., MSi PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Produksi tanaman tidak dapat dipisahkan dari program pemuliaan tanaman.

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun,

PENAMPILAN 12 FAMILI BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.) F4 BERPOLONG UNGU

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L]. Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Botani Tanaman Kacang Panjang. Menurut Tim Karya Tani Mandiri (2011), susunan klasifikasi kacang panjang

VARIETAS-VARIETAS BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.) YANG TELAH DILEPAS OLEH BALAI PENELITIAN TANAMAN SAYURAN

UJI DAYA HASIL PENDAHULUAN 13 GALUR BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.) F4 BERDAYA HASIL TINGGI DAN BERPOLONG UNGU

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditi pangan utama

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. fenotipe yang diamati menunjukkan kriteria keragaman yang luas hampir pada

menunjukkan karakter tersebut dikendalikan aksi gen dominan sempurna dan jika hp < -1 atau hp > 1 menunjukkan karakter tersebut dikendalikan aksi gen

Pokok Bahasan: Pemuliaan untuk Tanaman Menyerbuk Sendiri. Arya Widura R., SP., MSI PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan salah satu tanaman

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas penting dalam

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Permintaan akan tanaman hias di Indonesia semakin berkembang sejalan

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merril) merupakan tanaman yang banyak dimanfaatkan

Perbandingan Hasil Produksi Beberapa Galur Tanaman Buncis Tegak (Phaseolus vulgaris L.) Hasil Introduksi Dengan Varietas Balitsa 1 dan 2

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kedelai merupakan komoditas tanaman menjadi sumber protein nabati dan

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu dari enam komoditas

PEWARISAN SIFAT PANJANG POLONG PADA PERSILANGAN BUNCIS TEGAK (Phaseolus vulgaris L.) KULTIVAR FLO DAN KULTIVAR RICH GREEN

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen

TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh

II. TINJAUAN PUSTAKA. ujung (tassel) pada batang utama dan bunga betina tumbuh terpisah sebagai

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara

I. PENDAHULUAN. protein yang mencapai 35-38% (hampir setara protein susu sapi). Selain

PENDUGAAN KOMPONEN GENETIK, DAYA GABUNG, DAN SEGREGASI BIJI PADA JAGUNG MANIS KUNING KISUT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis

LAPORAN HASIL PENELITIAN HIBAH KOMPETENSI

Seleksi Individu Berdasarkan Karakter Umur Genjah dan Produksi Tinggi Persilangan Kedelai (Glycine Max L. Merr.) pada Generasi F 3

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Kuadrat Nilai Tengah Gabungan untuk Variabel Vegetatif dan Generatif

I. PENDAHULUAN. Kedelai termasuk salah satu komoditas yang dibutuhkan, karena protein yang

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan

Jurnal Agroekoteknologi. E-ISSN No Vol.4. No.3, Juni (606) :

SIMULASI PERCOBAAN MONOHIBRID MENDEL. Tujuan : - Mempelajari segregasi pada saat pembentukan gamet F1

POTENSI JAGUNG VARIETAS LOKAL SEBAGAI JAGUNG SEMI

KERAGAMAN KARAKTER TANAMAN

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kacang Hijau Varietas Vima 1

Kata kunci: heritabilitas arti luas, heritabilitas arti sempit, kacang tunggak, kacang panjang ABSTRACT

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

P0V3 P2V4 P1V5. Blok II A B P1V2 P2V1 P0V5 P1V1 P0V1 P2V3

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

Penelitian III: Seleksi dan Uji Daya Gabung Galur-Galur Hasil Introgresi Gen Resesif Mutan o2 untuk Karakter Ketahanan terhadap Penyakit Bulai

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.) merupakan jagung yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

UJI DAYA HASIL PENDAHULUAN GALUR HARAPAN TANAMAN KACANG PANJANG (Vigna sesquipedalis L. Fruwirth) BERPOLONG UNGU

I. PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 351/Kpts/SR.120/5/2006 TENTANG PELEPASAN KACANG PANJANG PARADE SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK VIGOR BENIH CABAI (Capsicum annuum L.) MENGGUNAKAN ANALISIS SILANG HALF DIALEL

Penelitian I: Pendugaan Ragam dan Model Genetik Karakter Ketahanan terhadap Penyakit Bulai pada Jagung Pendahuluan

sehingga diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang memiliki toleransi yang lebih baik dibandingkan tetua toleran (segregan transgresif).

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 510/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG PELEPASAN KACANG PANJANG AURA HIJAU SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

Gambar 1. 7 sifat kontras yang terdapat pada tanaman ercis

FORMULIR DESKRIPSI VARIETAS BARU

Transkripsi:

PERAKITAN VARIETAS TANAMAN BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.) BERDAYA HASIL TINGGI DENGAN SIFAT WARNA POLONG UNGU DAN KUNING Andy Soegianto 1*) dan Sri Lestari Purnamaningsih 1) 1) Laboratorium Pemuliaan Tanaman, Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang *) Corresponding author. E-mail: a.soegianto@ub.ac.id ABSTRAK Sifat penting selain daya hasil pada tanaman buncis adalah kandungan β-karoten dan anthosianin yang dicirikan berturut-turut oleh warna kuning dan ungu. Warna polong kuning dan ungu belum dijumpai pada varietas buncis yang ditanam di Indonesia, dan hanya dijumpai pada varietas introduksi, diantaranya adalah Cherokee Sun untuk sifat polong berwarna kuning dan Purple Queen untuk sifat warna polong ungu. β-karoten dan anthosianin secara medis berfungsi sebagai antioksidan untuk mencegah kanker dan penyakit lainnya. Persilangan antara varietas buncis lokal Surakarta yang dikenal memiliki rata-rata daya hasil lebih tinggi dari varietas lokal lainnya dengan varietas introduksi diharapkan menghasilkan varietas baru yang merupakan gabungan keunggulan sifat lokal dan introduksi tersebut. Penelitian dilakukan dalam tiga tahap, yaitu melakukan persilangan antara tiga varietas lokal asal Surakarta (Gilig Ijo, Mantili, dan Gogo Kuning) dengan dua varietas introduksi asal Selandia Baru (Cherokee Sun dan Purple Queen) yang dilakukan secara resiprok; dilanjutkan dengan pengamatan populasi F 1 dan F 2 untuk mempelajari pewarisan sifat warna polong kuning dan ungu. Data pengamatan populasi F 1 dilakukan analisis heterosis, sedangkan data populasi F 2 dianalisis dengan uji kecocokan menggunakan metode Khi-Kuadrat atau Chi-Square (χ 2 ) untuk melihat besarnya nilai perbandingan data penelitian yang diperoleh dari persilangan yang telah dilakukan dengan hasil yang diharapkan berdasarkan hipotesis secara teoritis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa warna polong pada F 1 dan F 1 resiprok hasil persilangan antara varietas introduksi Cherokee Sun (berpolong kuning) dengan varietas lokal berpolong hijau Gilig Ijo, Mantili, dan Gogo Kuning, adalah berpolong kuning. Warna polong F 1 dan F 1 resiprok keturunan persilangan Purple Queen (berpolong ungu) dengan semua varietas lokal berpolong hijau, menampilkan polong warna ungu. Hal ini menunjukkan bahwa persilangan untuk menggabungkan sifat warna polong kuning antara varietas introduksi Cherokee Sun dengan varietas lokal yang digunakan tidak menunjukkan pengaruh induk betina atau maternal effect. Demikian pula halnya persilangan antara varietas introduksi Purple Queen dengan varietas lokal Gilig Ijo, Mantili, dan Gogo Kuning tidak dipengaruhi oleh maternal effect. Nisbah warna polong kuning : hijau ataupun ungu : hijau pada populasi F 2 setelah dilakukan uji χ 2 menghasilkan nisbah 3 : 1. Dengan demikian, warna polong kuning maupun ungu dikendalikan oleh gen tunggal dominan. Kombinasi persilangan antara Cherokee Sun dengan Gilik Ijo memiliki nilai duga heterosis yang lebih baik dibandingkan kombinasi persilangan yang lain untuk sifat umur genjah. Nilai duga heterosis yang lebih besar untuk sifat daya hasil dijumpai pada kombinasi persilangan antara Cherokee Sun dengan Gogo Kuning dibandingkan dengan kombinasi persilangan yang lain. Kata kunci : Buncis, Pewarisan sifat warna polong, -karoten, Anthosianin, Persilangan 1

I. PENDAHULUAN Kebutuhan masyarakat akan buncis terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan pertumbuhan penduduk. Data statistik produksi tanaman sayuran buncis di Indonesia periode 2009 sampai 2013 adalah 290,99; 336,49; 334,66; 322,15; dan 327,38 ton berturut-turut (BPS, 2014). Namun demikian, Indonesia masih harus mengimpor 30,91 ton buncis pada tahun 2012 guna mencukupi kebutuhan dalam negeri (Deptan, 2012). Rata-rata hasil sayuran buncis pada tahun 2009 adalah 8,52 t.ha -1, dan rata-rata hasil beberapa varietas sayuran buncis yang ditanam di Indonesia saat ini berkisar dari 16,3 sampai 27,5 t.ha -1. (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2009). Data konsumsi buncis dari tahun 2008 sampai dengan 2011 relatif stabil yaitu 0,87; 0,75 ; 0,77; dan 0,71 kg/kapita/tahun (Badan Pusat Statistik, 2012). Pemuliaan tanaman merupakan suatu usaha untuk memperbaiki bentuk dan sifat tanaman sehingga diperoleh varietas baru yang mempunyai sifat lebih baik dari tetuanya dalam segi kuantitas seperti daya hasil maupun kualitas seperti kandungan gizi pada polong, ketahanan terhadap hama penyakit, dan sebagainya. Brom (2000) menyatakan bahwa tingkat konsumsi sayuran dimasa depan sangat dipengaruhi oleh faktor ketersediaan (availability), keterjangkauan harga (affordability), kenyamanan atau kepraktisan (convenience) dan keamanan produk (health). Penelitian Roininen et al. (2006), membuktikan bahwa kesegaran, rasa, kebersihan, nilai kesehatan dan absennya penggunaan pestisida juga merupakan faktor penting lainnya. Perbaikan varietas dapat dilakukan melalui penggabungan sifat-sifat genetik yang diinginkan yaitu melalui persilangan, sekaligus untuk meningkatkan dan memanfaatkan keragaman genetik, yang dilanjutkan dengan seleksi dan evaluasi terhadap daya hasil dan kualitas. Adanya keragaman (variabilitas) genetik dari karakter yang dapat diwariskan dan kemampuan memilah genotipe-genotipe unggul dalam proses seleksi sangat menentukan keberhasilan program pemuliaan tanaman. Dengan demikian, tujuan pemuliaan tanaman adalah untuk mendapatkan varietas baru dengan sifat-sifat kuantitatif maupun kualitatif keturunan yang lebih baik dari tetuanya, akan dapat tercapai apabila cukup tersedia keragaman genetik. Pewarisan sifat adalah suatu proses pemindahan sifat atau gen dari tetua kepada keturunannya. Sering dijumpai bahwa suatu individu berpenampilan relatif sama dengan tetuanya, walau tidak semua sifat diwariskan dari tetuanya tersebut. Dengan demikian, pewarisan warna polong pada buncis untuk mewariskan kandungan anthosianin tinggi dari buncis varietas introduksi asal Selandia Baru yaitu varietas Purple Queen, serta kandungan β-karoten tinggi dari varietas Cherokee Sun kepada beberapa buncis varietas lokal asal Surakarta (Mantili, Gilik Ijo, dan Gogo Kuning) yang mempunyai karakter daya hasil tinggi dan adaptif, diamati pada keturunan F 1 dan F 2 nya. Dalam setiap program pemuliaan tanaman, evaluasi dan seleksi merupakan kegiatan utama yang harus dilakukan setelah diperoleh keragaman genetik tinggi. Keragaman genetik yang tinggi adalah dijumpai pada populasi bersegregasi, yaitu pada populasi F 2 ketika tetua persilangannya adalah galur homosigot. II. TINJAUAN PUSTAKA Buncis (P. vulgaris L.) sebagai tanaman yang sifat reproduksinya adalah menyerbuk sendiri, mempunyai ciri populasi yang homosigot-homogen. Tanaman ini bersifat diploid 2n = 2x = 22 (Cheng dan Basset, 1981). Penyebaran tanaman buncis diduga berasal dari benua Amerika dengan dua pusat asal-usul yaitu Andean dan Mesoamerika (Hornakova et al., 2003). Buncis yang ditanam di Indonesia merupakan hasil introduksi dari kurang lebih 100 kultivar yang berasal dari Hawai, Belanda dan 2

Australia. Sentra awal penanaman buncis di Indonesia ada di Kotabatu (Bogor), Pengalengan, Lembang (Bandung), dan Cipanas (Cianjur) (Fachruddin, 2000). Berbagai metode pemuliaan tanaman dapat dilakukan pada tanaman menyerbuk sendiri. Penyerbukan sendiri pada tanaman akan memunculkan galur-galur. Galur yang terbentuk pada dasarnya adalah kelompok populasi yang secara genetik berbeda, dengan keragaman dalam galur adalah sempit atau seragam sedangkan ragam antar galur adalah besar. Penerapan atau pemilihan suatu metode pemuliaan untuk suatu komoditas tanaman tertentu memerlukan pengetahuan dasar yang cukup karena banyak faktor atau hal yang perlu diketahui. Salah satu faktor penentu keberhasilan pemuliaan tanaman adalah tersedianya keragaman genetik. Keragaman genetik tanaman dapat diupayakan diantaranya adalah melalui cara introduksi, hibridisasi, dan mutasi. Teknik persilangan buatan (hibridisasi) dapat menyebabkan terjadinya kombinasi alel-alel yang dapat meningkatkan keragaman genetik. Penentuan tetua merupakan tahap yang sangat penting karena akan menentukan keberhasilan dari tujuan perolehan karakter yang diinginkan. Pembentukan populasi dasar buncis berpolong ungu maupun kuning dilakukan melalui persilangan antara varietas buncis lokal Surakarta yang memiliki rata-rata produksi tinggi (Gilik Ijo, Gogo Kuning dan Mantili) dengan buncis introduksi yang memiliki kandungan antosianin tinggi (Purple Queen) dan kandungan -karoten tinggi (Cherokee Sun). Seperti disebutkan di atas bahwa hibridisasi dapat meningkatkan keragaman genetik, dan dengan keragaman genetik tinggi, maka peluang untuk mendapatkan sifat-sifat unggul yang diharapkan juga semakin besar. Dari persilangan tersebut diharapkan akan diperoleh keturunan baru yang memiliki sifat unggul kombinasi tetuanya yaitu buncis berpolong ungu dan kuning dengan daya hasil tinggi melalui serangkaian prosedur pemuliaan dan seleksi yang tepat. Salah satu metode seleksi pada keturunan hasil persilangan tanaman menyerbuk sendiri adalah seleksi pedigree atau seleksi silsilah. Metode ini paling sering digunakan khususnya untuk generasi F 2. Seleksi pedigree ini membutuhkan nilai heritabilitas tinggi untuk sifat yang digunakan sebagai kriteria seleksi. Prosedur seleksi pedigree dimulai dengan melakukan persilangan sepasang tetua homosigot yang berbeda sehingga diperoleh keturunan generasi F 1 yang seragam. Penyerbukan sendiri populasi F 1 ini akan menghasilkan populasi generasi F 2 yang bersegregasi. Seleksi pedigree diterapkan mulai generasi F 2 dan dilanjutkan pada generasi-generasi berikutnya (Gambar 1). III. BAHAN DAN METODE Bahan penelitian yang digunakan adalah 5 (lima) varietas buncis (Tabel 1) yang terdiri dari 2 (dua) varietas introduksi asal Selandia Baru (Cherokee Sun, berpolong kuning, dan Purple Queen, berpolong ungu) serta 3 (tiga) varietas lokal asal Surakarta yang semuanya berpolong hijau (Gogo Kuning, Gilig Ijo, dan Mantili). Penelitian dilaksana dalam 3 (tiga) generasi tanam yaitu, generasi tetua untuk persilangan, Generasi F 1, dan generasi F 2, yaitu penanaman pada bulan Februari sampai dengan September 2012 untuk generasi tetua dan F 1, kemudian dilanjutkan penanaman generasi F 2 pada bulan Mei sampai Agustus 2013. Persilangan buatan dilakukan antara varietas introduksi dan varietas lokal serta resiproknya. Populasi tetua masing-masing terdiri dari 20 tanaman yang ditanam dengan jarak tanam 50 x 30 cm. Benih F 1 dan resiproknya diperoleh dari persilangan yang direncanakan pada populasi tetua dan ditanam sebanyak 50 individu untuk setiap populasi F 1. Sedangkan pada populasi F 2 hasil selfing generasi F 1 ditanam sebanyak 400 individu tanaman per galur dengan jarak tanam 50 x 30 cm. 3

Pengamatan dilakukan pada populasi F 1 dan F 2 untuk warna polong dan daya hasil. Uji kesesuaian warna polong untuk analisis pewarisan sifat warna polong pada populasi F 2 menggunakan metode Chi-Square (χ 2 ) dengan rumus (Stansfield, 1983) : Dimana : χ 2 = nilai Chi-Square O = Frekuensi hasil pengamatan E = Frekuensi harapan Adapun pendugaan efek heterosis dianalisis menggunakan metode high-parent dan midparents heterosis atau heterobeltiosis dan heterosis standar untuk sifat berat polong dengan rumus (Chaudary, 1984) : x 100% x 100% IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan warna polong pada populasi F 1 dan F 1 resiprok pada persilangan antara Cherokee Sun dan semua varietas lokal menunjukkan dominansi warna polong kuning dari tetua introduksi. Demikian pula pada persilangan antara Purple Queen dan semua variteas lokal serta resiproknya menampilkan warna polong ungu berasal dari tetua introduksi. Dengan demikian warna polong kuning dan ungu adalah dominan terhadap warna polong hijau dan tidak dipengaruhi oleh efek induk betina. Dengan kata lain bahwa pewarisan warna polong kuning dan ungu dikendalikan oleh gen-gen di dalam inti sel. Perhitungan Chi-Square untuk analisis pewarisan sifat warna polong pada populasi F 2 memperkuat hasil yang diperoleh pada pengamatan F 1 (Tabel 2). Tiga kombinasi persilangan untuk tetua berpolong kuning dan hijau, semua populasi F 2 -nya menampilkan segregasi ratio 3 kuning : 1 hijau. Tiga kombinasi persilangan lainnya untuk tetua berpolong ungu dan hijau, maka segregasi ratio warna polong pada populasi F 2 -nya juga menunjukkan 3 ungu : 1 hijau. Crowder (1997) menyebutkan bahwa pewarisan sifat kualitatif pada umumnya dikendalikan oleh gen sederhana. Efek heterosis yang cukup tinggi (Tabel 3) teramati pada peubah umur berbunga dan berat polong, yaitu pada F 1 keturunan persilangan (Cherokee Sun x Gogo Kuning), (Purple Queen x Mantili) dan (Purple Queen x Gogo Kuning) yang menunjukkan umur berbunga yang lebih awal dibandingkan tetuanya. Sedangkan untuk peubah berat polong teramati gejala heterosis pada F 1 keturunan persilangan (Cherokee Sun x Gogo Kuning). Keragaman warna polong yang tinggi pada populasi F 2 menunjukkan terjadinya segregasi genetik pada susunan genotipe heterosigot akibat penyerbukan sendiri. Keragaman warna polong ini dapat dilihat pada gambar 2. Keragaman genetik yang luas menjamin efektivitas program seleksi, apabila nilai duga heritabilitas untuk karakter seleksi adalah tinggi pula. Sebagai contoh, populasi F 2 (Purple Queen x Gogo Kuning) memiliki nilai heritabilitas tinggi untuk umur genjah. 4

V. KESIMPULAN Pewarisan warna polong kuning dan ungu berasal dari varietas introduksi adalah bersifat dominan terhadap warna polong hijau varietas lokal dengan pola pewarisan 3 kuning atau ungu : 1 hijau, dengan gen pengendali bersifat intra nuclear chromosomal. Seleksi pedigree untuk memperoleh galur berdaya hasil tinggi dengan polong berwarna kuning atau ungu akan efektif dilakukan pada populasi F 2 karena ragam genetik dan heritbilitas untuk kedua sifat tersebut tinggi. Peluang untuk mengembangkan secara langsung keunggulan umur genjah selain daya hasil dan warna polong adalah cukup besar terutama dari persilangan antara Purple Queen dan Gogo Kuning berdasarkan nilai duga heterosisnya. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang telah memberikan bantuan dana penelitian Hibah Perguruan Tinggi Melalui DIPA Universitas Brawijaya Nomor : DIPA- 023.04.2.414989/2013, Tanggal 5 Desember 2012, dan berdasarkan SK Rektor Universitas Brawijaya Nomor : 153/SK/2013 tanggal 28 Maret 2013, sehingga makalah ini dapat disampaikan pada Seminar Nasional Pemuliaan yang dilaksanakan di Fakultas Pertanian, Universitas Jember pada tanggal 22 23 Oktober 2014. DAFTAR PUSTAKA Brom, F.W.A. 2000. Food, Consumer Concerns, and Trust : Food Ethnics for A Globalizing Market. J. Agric. And Environ. Ethnics 12(2): 127-139 Chaudary, R.C. 1984. Introduction to Plant Breeding. Oxford and IBH Publishing Co., New Delhi. 267p. Cheng, S.S. and M.J. Bassett, 1981. Chromosome Morphology in Common Bean (Phaseolus vulgaris) at the Diplotene Stage of Meiosis. Cytologia 46 : 675-684. Crowder, L.V. 1997. Genetika Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 449p. Fachruddin, L. 2000. Budidaya Kacang-kacangan. Kanisius. Yogyakarta. Hornakova, O., M. Zavodna, J. Kraic, and F. Debre, 2003. Diversity of Common Bean Landraces Collected in the Western and Eastern Carpatien. Czech J. genet. Plant Breed.,39(3): 73-83. Roininen K., A. Arvola, and L. Lahteenmaki. 2006. Exploring Consumer s Perceptions of Local Food with Two Different Qualitative Techniques: Laddering and Word Association. Food Quality and Preference (17): 1-2:20-30. Stansfield, W.D. 1983. Theory and Problem of Genetics. Ed ke-2. New York: McGraw Hill. 5

GAMBAR DAN TABEL Gambar 1. 6

Gambar 2. Keragaman fenotipe warna polong pada populasi F 2. Tabel 1. Deskripsi buncis varietas tetua Introduksi dan Lokal Deskripsi Cherokee Sun Purple Queen Gogo Kuning Gilik Ijo Mantili Asal-usul Introduksi Introduksi Lokal Lokal Lokal Tipe Tumbuh Tegak Merambat Tegak Merambat Merambat Warna Bunga Pink Ungu Putih Putih Putih Warna Daun Hijau Hijau Hijau Hijau Hijau Warna Batang Hijau Ungu Hijau Hijau Hijau Warna Polong Kuning Ungu Hijau Hijau Hijau Warna Biji Hitam Putih Kuning Putih Kuning Umur Berbunga 27,6 hst 42,2 hst 24,67 hst 34 hst 29,33 hst Awal Panen polong muda Awal Panen polong kering 35,33 hst 51,44 hst 33,67 hst 38,37 hst 40,48 hst 70,33 hst 88,35 hst 73,33 hst 78,2 hst 79,4 hst Panjang Polong 15,25 cm 19,5 cm 15,00 cm 17,33 cm 19,33 cm Jumlah Biji per Polong 5,4 8,55 5,33 10,38 10,77 Bobot per Polong 6,17 g 10,28 g 8,33 g 8,48 g 8,33 g Bobot Polong per Tanaman Jumlah Polong per Tanaman 221,00 g 608,94 g 543,33 g 810,00 g 723,33 g 28,33 68,83 51,67 131,67 73,33 Bobot 100 biji 31,27 g 35,96 g 33,47 g 31,67 g 35,63 g Panjang Biji 1,13 cm 1,22 cm 0,86cm 0,74 cm 0,87 cm Lebar biji 0,38 cm 0,43 cm 0,43 cm 0,33 cm 0,46 cm 7

Tabel 2. Perhitungan Chi-Square pada populasi F 2 untuk pewarisan sifat warna polong kuning dan ungu Per silangan O Ratio warna polong Kuning : Hijau pada populasi F 2 3 : 1 9 : 7 13 : 3 15 : 1 E E E E CS x GI 280:120 300:100 0.26 * 225:175 2.92 * 325:75 3.08 * 375:25 25.06 * CS x M 320:80 300:100 0.26 * 225:175 6.7 tn 325:75 1.03 * 375:25 9.06 tn CS x GK 320:80 300:100 0.26 * 225:175 6.7 tn 325:75 1.03 * 375:25 9.06 tn Per silangan O Ratio warna polong Ungu : Hijau pada populasi F 2 3 : 1 9 : 7 13 : 3 15 : 1 E E E E PQ x GI 320:80 300:100 0.26 * 225:175 6.7 tn 325:75 1.03 * 375:25 9.06 tn PQ x M 320:80 300:100 0.26 * 225:175 6.7 tn 325:75 1.03 * 375:25 4.26 tn PQ x GK 340:60 300:100 1.06 * 225:175 1.91 * 325:75 3.04 * 375:25 36.26 tn Keterangan : O = Frekuensi teramati; E = Frekuensi harapan; = Chi-Square; tn = tidak nyata pada taraf 5%; *) = berbeda nyata pada taraf 5% Tabel 3. Nilai duga pengaruh Heterobeltiosis (HP) dan Heterosis standar (HS) pada persilangan buncis varietas introduksi dan lokal. Persilangan Umur berbunga Bobot polong HP (%) HS (%) HP (%) HS (%) CS x GI -19.53-10.20-26.16-15.41 CS x M -9.95-7.13-13.58-1.23 CS x GK -20.13-15.26 3.94 7.07 PQ x GI 0.15 12.22-2.02 2.95 PQ x M -20.62-3.21 1.62 7.07 PQ x GK -40.87-19.71-8.19 7.05 8