BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah penderita hipertensi akan terus meningkat seiring

BAB I PENDAHULUAN. Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes.

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk. Menurut Kemenkes RI (2012), pada tahun 2008 di Indonesia terdapat

BAB 1. mempengaruhi jutaan orang di dunia karena sebagai silent killer. Menurut. WHO (World Health Organization) tahun 2013 penyakit kardiovaskular

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

I. PENDAHULUAN. akan mencapai lebih dari 1,5 milyar orang (Ariani,2013). Hipertensi telah

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Penyakit degeneratif biasanya disebut dengan penyakit yang

BAB 1 PENDAHULUAN. tahunnya. World Health Organization (WHO) memperkirakan. mendatang diperkirakan sekitar 29% warga dunia menderita

BAB I PENDAHULUAN. pada beban ganda, disatu pihak penyakit menular masih merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian berasal dari PTM dengan perbandingan satu dari dua orang. dewasa mempunyai satu jenis PTM, sedangkan di Indonesia PTM

BAB 1 : PENDAHULUAN. utama masalah kesehatan bagi umat manusia dewasa ini. Data Organisasi Kesehatan

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mencakup dua aspek, yakni kuratif dan rehabilitatif. Sedangkan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. secara Nation Wide mengingat prevalensinya cukup tinggi umumnya sebagian

BAB I PENDAHULUAN. kemasan merupakan hal yang penting dan diperlukan oleh konsumen, terutama bagi konsumen dengan kondisi medis tertentu yang

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker,

BAB I PENDAHULUAN. Depkes (2008), jumlah penderita stroke pada usia tahun berada di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. Secara global, penyakit terkait dengan gaya hidup. dikenal sebagai penyakit tidak menular (PTM).

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tekanan darah tinggi menduduki peringkat pertama diikuti oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kaum lanjut usia, namun juga telah diderita usia dewasa bahkan usia remaja.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan Usia Harapan Hidup penduduk dunia dan semakin meningkatnya

I. PENDAHULUAN. Hipertensi dikenal secara umum sebagai penyakit kardiovaskular. Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Insiden hipertensi mulai terjadi seiring bertambahnya usia. Pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery

BAB I PENDAHULUAN. oleh penduduk Indonesia. Penyakit ini muncul tanpa keluhan sehingga. banyak penderita yang tidak mengetahui bahwa dirinya menderita

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut World Health Organization tahun 2011 stroke merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang menghadapi masalah kesehatan yang kompleks.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 2009). Penyakit hipertensi sering disebut sebagai the silent disease atau penderita tidak

olahraga secara teratur, diet pada pasien obesitas, menjaga pola makan, berhenti merokok dan mengurangi asupan garam (Tedjasukmana, 2012).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun terus meningkat, data terakhir dari World Health Organization (WHO)


BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penduduk Indonesia pada tahun 2012 mencapai 237,64 juta jiwa. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang

BAB I PENDAHULUAN. terjadi peningkatan secara cepat pada abad ke-21 ini, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. penyebab kematian di dunia termasuk di negara berkembang seperti

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes merupakan sindrom atau kumpulan gejala. penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran/polusi lingkungan. Perubahan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. mmhg. Penyakit ini dikategorikan sebagai the silent disease karena penderita. penyebab utama gagal ginjal kronik (Purnomo, 2009).

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS TIPE 2 PADA ORANG DEWASA DI KOTA PADANG PANJANG TAHUN 2011 OLEH:

BAB I PENDAHULUAN. degeneratif seperti jantung koroner dan stroke sekarang ini banyak terjadi

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakit penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi ke penyakit tidak menular ( PTM ) meliputi penyakit

BAB I PENDAHULUAN. investasi dan hak asasi manusia, sehingga meningkatnya derajat kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan utama yang paling berharga bagi setiap bangsa adalah sumber daya

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB I PENDAHULUAN.

BAB 1 PENDAHULUAN. orang yang memiliki kebiasaan merokok. Walaupun masalah. tahun ke tahun. World Health Organization (WHO) memprediksi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kualitas makanan sehari-hari. Namun, akhir-akhir ini muncul berbagai. garam yang mampu memicu penyakit hipertensi.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan

BAB I PENDAHULUAN. suatu kondisi dimana pembuluh darah secara terus-menerus mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (noncommunicable diseases)seperti penyakit jantung,

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan saat ini sudah bergeser dari penyakit infeksi ke

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang terjadi pada tahun 2012 (WHO, 2014). Salah satu PTM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. tanpa gejala, sehingga disebut sebagai Silent Killer (pembunuh terselubung).

BAB I PENDAHULUAN. (Kemenkes RI, 2013). Hipertensi sering kali disebut silent killer karena

BAB I PENDAHULUAN. disikapi dengan baik. Perubahan gaya hidup, terutama di perkotaan telah

hipertensi sangat diperlukan untuk menurunkan prevalensi hipertensi dan mencegah komplikasinya di masyarakat (Rahajeng & Tuminah, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakitpenyakit

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh

BAB I PENDAHULUAN. tekanan darah lebih dari sama dengan 140mmHg untuk sistolik dan lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menular (noncommunicable diseases). Terjadinya transisi epidemiologi

PROPOSAL KEGIATAN MINI PROJECT PROGRAM PENGELOLAAN PENYAKIT KRONIS (PROLANIS) Program Internship Dokter Indonesia. Disusun Oleh:


KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN STROKE DI INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. membangun sumber daya manusia berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif.

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan saat ini sudah bergeser dari penyakit infeksi ke

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi bisa diumpamakan seperti pohon yang terus. Hipertensi yang didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik (SBP, 140

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah lainnya. Hipertensi seringkali tidak menunjukkan gejala pada fase awal, baru akan terasa jika sudah menjalar ke jantung dan menimbukan gangguan fungsi jantung atau stroke. Diagnosis hipertensi sangat jarang ditemukan dini, kecuali saat pemeriksaan kesehatan rutin (DepkesRI, 2012). Hipertensi memberikan kontribusi hampir 9,4 juta kematian akibat penyakit kardiovaskuler setiap tahun.badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, jumlah penderita hipertensi akan terus meningkat seiring dengan jumlah penduduk yang meningkat. Pada 2025 mendatang, diproyeksikan sekitar 29% warga dunia terkena hipertensi (WHO, 2012). Persentase penderita hipertensi saat ini paling banyak terdapat di negara berkembang. Data Global Status Report on Noncommunicable Diseases 2010 dari WHO menyebutkan, 40% negara ekonomi berkembang memiliki penderita hipertensi, sedangkan negara maju hanya 35%. Afrika berada pada urutan pertama, dengan penderita hipertensi sebanyak 46%, kawasan Amerika 35%. Di kawasan Asia Tenggara,36% orang dewasa menderita hipertensi.untuk kawasan Asia, penyakit ini telah membunuh 1,5 juta orang setiap tahunnya. Hal ini menandakan 1 dari 3 orang menderita tekanan darah tinggi. Pada tahun 2011 WHO mencatat ada 1 miliar orang yang terkena hipertensi (WH0, 2011), sedangkan data Riset Kesehatan Dasar 2007 menyebutkan, provinsi dengan prevelansi paling tinggi adalah Kepulauan Natuna dengan 53,3% dan Provinsi Papua Barat dengan angka prevalensi terrendah sebesar 6,8%. Provinsi Jawa Tengah berada pada urutan ketiga dengan 29,8%. Berdasar data Profil Kesehatan Kabupaten Batang selama 3 tahun berturutturut, hipertensi masuk dalam 10 besar kasus penyakit yang ada di puskesmas, dengan jumlah kasus 8.551 (3,8%) dari total kasus 219.858. Demikian pula dengan data rekam medik Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Batang, kasus hipertensi yang dirawat (rawat inap) menempati 3 besar dalam 3 tahun terakhir. 1

2 No Tabel1. Kasus hipertensi instalasi penyakit rawat inap RSUD Batang tahun 2011 sampai dengan 2014 Tahun Total pasien pada inst rawat jalan Pasien hipertensi % Pasien mati 1 2014 2022 288 14.24 39 2 2013 9887 116 1.17-3 2012 7511 764 5.85-4 2011 8922 574 6.43 - (Sumber : Laporan tahunan RSUD Batang, 2011-2014) Meningkatnya morbiditas penyakit hipertensi disebabkan oleh gaya hidup masyarakat seperti perilaku makan, kurang aktivitas fisik, dan kebiasaan merokok (Kwaniewska, 2008). Perilaku merokok merupakan hal yang biasa bagi kebanyakan masyarakat di Indonesia. Dalam 10 tahun terakhir, konsumsi rokok di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 44,1% dan jumlah perokok mencapai 70% penduduk Indonesia (Fatmawati, 2006). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan merokok telah dimulai sejak remaja, bahkan dari tahun ke tahun menunjukkan usia awal merokok semakin muda. Berdasar analisis data Susenas tahun 2001, diperoleh data umur mulai merokok kurang dari 20 tahun cenderung meningkat dan lebih dari separuh perokok mengonsumsi lebih dari 10 batang/hari, bahkan yang berumur 10 14 tahun sebesar 30,5% mengonsumsi lebih dari 10 batang per hari, di antaranya 2,6% yang mengonsumsi lebih dari 20 batang perhari. Hal ini akan menjadi masalah kesehatan yang serius pada 25 tahun yang akan datang, mengingat timbulnya penyakit seperti kanker berhubungan dengan lamanya merokok dan banyaknya rokok yang dikonsumsi (Sirait, 2002). Berdasar data Riskesdas 2013, proporsi perokok saat ini di Indonesia adalah 29,3%. Provinsi Jawa Tengah berada pada urutan ke 13 dengan 22,9% perokok aktif. Faktor risiko hipertensi lainnya adalah aktivitas fisik. Melakukan aktivitas fisik secara teratur minimal 30 menit setidaknya 5 hari perminggu atau 20 menit perhari, dapat mengurangi risiko hipertensi (WHO, 2009). Data Riskesdas 2013 menunjukkan masyarakat yang rutin melakukan aktivitas fisik setiap hari sebesar 52,8%. Aktivitas fisik memiliki efek yang positif dan berdampak pada jangka waktu lama. Selain itu, aktivitas fisik juga mengurangi efek metabolik, neurologis pada penyakit kardiovaskuler, termasuk penyakit hipertensi, aktivitas fisik juga dapat meningkatkan kualitas hidup. Dengan demikian, aktivitas fisik direkomendasikan pada pasien kardiovaskuler, termasuk pasien hipertensi (Manfredini, 2009).

3 Faktor risiko hipertensi berikutnya adalah kebiasaan makan. Kebiasaan makan adalah cara individu atau kelompok dalam memilih, mengonsumsi dan menggunakan makanan yang tersedia dan didasarkan pada faktor sosial dan budaya individu atau kelompok tempat individu atau kelempok tersebut hidup. Pola makan di masyarakat yang biasa mengonsumsi penyedap rasa dan masakan cepat saji tersebut tidak diimbangi dengan memperbanyak makan buah-buahan merupakan salah satu faktor risiko hipertensi (Pradono, 2010). Hipertensi erat kaitannya dengan makanan yang asin, karena biasanya makanan yang dipanggang atau diawetkan tidak terlepas dari pengasinan yang berguna untuk mencegah terjadinya pembusukan. Individu dengan hipertensi pada umumnya mengonsumsi sedikit kalsium, tinggi kalori, tinggi lemak, tinggi kolesterol, tinggi garam, dan konsumsi mie instan, serta makanan yang rendah serat (buah dan sayur) (Nugraheni dkk., 2008). Konsumsi buah dan sayur berpengaruh terhadap kejadian hipertensi (Kwaniewska, 2008). Frekuensi konsumsi buah dan sayur 1 sampai 3 kali seminggu lebih berisiko terserang hipertensi dibandingkan dengan individu dengan konsumsi buah dan sayur lebih dari 4 kali per minggu (Musaiger, 2013). Hipertensi merupakan penyakit yang akan diderita seumur hidup penderita dan berisiko tinggi mengalami komplikasi seperti jantung koroner dan stroke. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap produktivitas penderita hipertensi dan tingginya biaya pelayanan kesehatan (ASKES 2010). WHO Indonesia pada tulisan risiko sakit dan belanja kesehatan perokok dan bukan perokok, disebutkan bahwa penduduk yang berobat rawat jalan rumah tangga perokok dalam waktu sebulan sebelum survei dilakukan adalah sekitar 1,5 juta orang yang berobat penyakit hipertensi dengan biaya yang dihabiskan mencapai Rp 219 miliar sebulan atau Rp 2,6 triliun lebih setahun. Rumah tangga perokok mengeluarkan belanja rawat inap di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lain sebanyak Rp 1,1 triliun setahun untuk penyakit hipertensi. Berdasarkan kondisi di atas dapat dilihat bahwa penderita hipertensi menghabiskan biaya yang tidak sedikit untuk berobat. Riskesdas 2013 menyebutkan, distribusi penyebaran hipertensi merata pada semua strata ekonomi. Besarnya biaya yang dikeluarkan penderita hipertensi akan berakibat pemiskinan penderita hipertensi maupun keluarganya. Masyarakat Indonesia masih berpikir praktis dan jangka pendek, sehingga belum ada budaya menabung untuk menanggulangi masalah kesehatan yang dialami. Masyarakat umumnya belum insurance minded terutama dalam asuransi

4 kesehatan. Hal ini disebabkan oleh besarnya premi asuransi komersial yang harus dibayarkan dan masyarakat belum memahami manfaat asuransi. Dengan demikian, untuk menjamin agar semua risiko dapat teratasi tanpa adanya hambatan financial, jaminan kesehatan nasional dapat menjadi solusi bagi pembiayaan kesehatan. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diselenggarakan melalui mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat nasional, wajib, nirlaba, gotong royong, dan ekuitas (E book paparan JKN dalam SJSN, 2014). Tujuan penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannyadi biayai oleh pemerintah. Jaminan kesehatan nasional diharapkan menjadi jalan keluar untuk mengatasi masalah kesehatan yang terjadi, termasuk pembiayaan hipertensi. Salah satu manfaat dari jaminan kesehatan nasional adalah pelayanan kesehatan yang komprehensif (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif). Di Indonesia, sejak tahun 2010 PT. Askes (persero) sebagai penyedia jasa asuransi kesehatan di Indonesia menerapkan program pengendalian terhadap penyakit kronis (Prolanis). Program pengendalian penyakit kronis merupakan suatu program yang dikembangkan PT Askes (Persero) dalam pengelolaan penyakit kronis (dibetes tipe 2 dan hipertensi) yang dilaksanakan secara terintegrasi, melibatkan peserta, fasilitas kesehatan (baik fasilitas kesehatan tingkat 1 maupun rumah sakit), apotek dan laboratorium kesehatan (Info Askes, 2010).Tujuan prolanis adalah agar peserta jaminan kesehatan penderita DM tipe 2 dan hipertensi dapat mencapai kualitas hidup yang optimalserta melakukan pemeliharaan kesehatan secara mandiri, sehingga dapat terhindar dari risiko komplikasi (PT. Askes, 2010). Dalam strategi pelayanan kesehatan pasien hipertensi, pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan primer (dokter keluarga) menjadi ujung tombak pelaksanaan prolanis. Dokter keluarga (dokkel) berperan sebagai gate keeper bagi pasien hipertensi agar tidak terjadi komplikasi yang disebabkan oleh penyakit hipertensi. Pelayanan yang diberikan oleh dokter keluarga prolanis sesuai dengan ketentuan yang berlaku yang telah ditetapkan oleh Badan Pengelola Jaminan Kesehatan (BPJS) sebagai pengelola jaminan kesehatan. (Panduan praktis Prolanis, 2014). Berdasar hasil wawancara pada observasi awal di tempat praktek dokter keluarga terhadap pasien hipertensi peserta program jaminan kesehatan nasional (JKN), diketahui sebagaian besar pasien hipertensi terbantu dengan kepesertaan mereka dalam program jaminan kesehatan tersebut. Dengan JKN, penderita

5 hipertensi mendapatkan manfaat pembiayaan untuk pengobatan hipertensi yang mereka derita, baik pada faskes tingkat pertama, maupun saat penderita hipertensi memerlukan penanganan lebih lanjut, dokter keluarga akan memberikan rujukan ke rumah sakit dengan pelayanan dokter spesialis. Pasien hipertensi peserta JKN yang menjadi anggota prolanis mendapkan manfaat lebih dari sekedar pengobatan, mereka dapat bergabung dengan kegiatan klub risiko tinggi, senam edukasi maupun pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara rutin pada dokter keluarga mitra BPJS Kesekatan. Prolanis merupakan salah satu upaya modifikasi gaya hidup yang merupakan hal penting dilakukan untuk menurunkan tekanan darah dengan mengurangi berat badan, adopsi pola makan DASH (diatery approach to stop hypertension) yang kaya akan kalium dan kalsium, diet rendah natrium, aktivitas fisik, serta pembatasan konsumsi alkohol (Hyman, 2001). Jumlah penduduk Kabupaten Batang pada tahun 2013 sebesar 715.115 jiwa dan yang terlindungi jaminan pelayanan kesehatan sebesar 499.193 jiwa (69,81%). Kepemilikan jenis pembiayaan kesehatan di Kabupaten Batang dapat dilihat dalam Tabel 2 berikut ini : Tabel2. Persentase kepemilikan jenis pembiayaan kesehatan di Kabupaten Batang No Jenis asuransi Jumlah 1 Askes 45.638 2 Jamsostek 98.883 3 Jamkesmas 313.834 4 Jamkesda 40.838 5 Tidak memiliki 215.992 (sumber : Profil kesehatan Kabupaten Batang, 2013) Dari data diatas dapat dilihat bahwa dari 499.193 jiwa pemilik asuransi kesehatan di Kabupaten Batang, 1.019 jiwa merupakan peserta prolanis, 467 jiwadiantaranya merupakan penderita hipertensi (Laporan BPJS Kancap Pekalongan, 2014).Diperkirakan, penderita hipertensi di Kabupaten Batang akan terus meningkat seiring dengan gaya hidup berisiko di masyarakat yang di dalamnya adalah perilaku merokok, kurangnya aktivitas fisik dan pola makan masyarakat. Berdasarkan permasalahan di atas, dan sepengetahuan penulis, belum pernah dilakukan penelitian tentang gaya hidup penderita hipertensi terutama penderita hipertensi pemilik jaminan kesehatan nasional di Kabupaten Batang, penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini lebih lanjut.

6 B. Perumusan Masalah Berdasarkan data yang ada dan meningkatnya penyakit hipertensi yang telah dipaparkan, rumusan masalah pada penelitian ini adalah : apakah perilaku yang praktikkan penderita hipertensi peserta jaminan kesehatan nasional (JKN) akan membentuk perilaku yang dapat mencegah komplikasi akibat hipertensi? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Tujuan penelitian ini adalah untukmengeksplorasi perilaku penderita hipertensi peserta jaminan kesehatan nasional (JKN) yang dipraktikkan dan membentuk gaya hidup dalam upaya pencegahan terjadinya komplikasi akibat hipertensiatau bahkan terjadi komplikasi akibat hipertensi. 2. Tujuan khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk : a. Mengeksplorasi pengalaman penderita hipertensi selama menjadipeserta JKN dalam upaya mencegah terjadinya komplikasi akibat hipertensi. b. Mengeksplorasiperilaku penderita hipertensijkn dalam upaya mencegah terjadinya komplikasi akibat hipertensi. c. Mengeksplorasi upaya yang dilakukan oleh penderita hipertensi peserta JKN untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat hipertensi. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi penyedia layanan kesehatan, memberi gambaran perilaku penderita hipertensi peserta jaminan kesehatan nasional (JKN) yang berrisiko terhadap komplikasi akibat hipertensi. 2. Bagi pengelola jaminan kesehatan nasional (BPJS), sebagai bahan masukan dalam peningkatan pelayanan program penanggulangan penyakit kronis, khususnya bagi penyakit hipertensi. 3. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Batang, agar merancang kegiatan sosialisasi maupun penyuluhan mengenai faktor risiko hipertensi. E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang hipertensi sudah pernah dilakukan. Penelitian sebelumnya meneliti berbagai metode pendidikan kesehatan bagi penderita hipertensi maupun keluarganya. Peneliti telah melakukan pencarian sejumlah database penelitian sebelumnya, namun belum ditemukan penelitian spesifik yang berkaitan antara gaya

7 hidup penderita hipertensi dengan kepesertaan JKN. Penelitian yang telah dilakukan antara lain : 1. Utami (2000), meneliti pendidikan kesehatan pada anggota keluarga dan dukungan sosialnya pada perilaku makan penderita hipertensi. Hasilnya adalah peningkatan pengetahuan penderita lebih tinggi pada diskusi kelompok daripada kelompok ceramah. Terdapat perbedaan yang mendasar dari penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan. Utami melakukan penelitian tentang metode promosi kesehatan bagi mantan penderita hipertensi dan keluarganya, sedangkan penelitian yang dilakukan merupakan penelitian tentang gaya hidup penderita hipertensi. 2. Pontolumiju (2000), meneliti pendidikan kesehatan melalui diskusi kelompok dan ceramah untuk peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku makan penderita hipertensi. Hasilnya adalah peningkatan pengetahuan tentang hipetensi dan bahan makanan bersumber natrium, lemak dan kalium lebih tinggi pada diskusi kelompok daripada kelompok ceramah. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan terletak pada jenis penelitian, subjek penelitian, dan tujuan penelitian. 3. Ljung, dkk. (2013), meneliti pengalaman pasien berdasarkan teori gaya hidup yang fokus terhadap kelompok pengobatan sebagai upaya pencegahan pada penyakit kardiovaskular dan diabetes tipe 2. Penelitian tersebut menggunakan rancangan kualitatif dengan melakukan interview terhadap 19 pasien yang tergabung dalam kelompok pengobatan kardiovaskuler dan diabetes tipe 2 berdasarkan teori sosial kognitif perilaku pada klinik di utara Swedia. Hasilnya adalah pasien yang berpastisipasi dalam kegiatan ini mengalami perubahan perilaku berdasarkan pemahaman masing-masing pasien dan pemahaman mereka, kemudian meraka mengajarkan kemampuan mereka terhadap pasien lain sesama anggota kelompok. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah lokasi, subjek penelitian, teori yang digunakan dan tujuan penelitian. 4. Elise. dkk. (2010) yang meneliti hubungan antara gaya hidup, perilaku kesehatan dan status kesehatan pada orang dewasa yang tidak terlayani fasilitas kesehatan. Penelitian dilakukan terhadap 84 orang dewasa yang diukur dengan 12 indikator menurut Short FormHealth Survey (SF-12). 44% memiliki kebiasaan merokok, 59% mengonsumsi alkohol, 43% menggunakan obat-obatan, 45% melakukan aktivitas fisik secara teratur. Setelah dilakukan pengamatan, tidak ditemukan hubungan berarti antara gaya hidup dan status kesehatan. Ditemukan indikasi kesehatan yang lebih berarti terhadap gaya hidup dari pada status kesehatan. Perbedaan

8 dengan penelitian yang dilakukan adalah lokasi penelitian, subjek dan metode penelitian. Pada penelitian yang dilakukan aspek yang ditekankan adalah gaya hidup penderita hipertensi terhadap faktor risiko komplikasi yang akan dialami penderita hipertensi. 5. Musaiger, dkk. (2013), meneliti faktor sosial budaya dan gaya hidup terkait dengan hipertensi di masyarakat Bahrain. Hasilnya adalah risiko terjadinya hipertensi lebih besar pada orang tua, perempuan,buta huruf, nonperokok, mereka yang tidak melakukan aktivitas fisik secara teratur, mengalami obesitas, mereka yang memiliki riwayat diabetes dan mereka yang mengkonsumsi sayuran lebih dari 4 kaliseminggu. Namun, usia, jenis kelamin, pendidikan, obesitas dan diabetes merupakan faktor risiko utama pada penderita hipertensi. Perbedaan penelitian diatas dengan penelitian ini terletak pada subjek penelitian, lokasi penelitian dan tujuan penelitian. Penelitian yang peneliti lakukan subjeknya adalah penderita hipertensi. Pada penelitian ini aspek yang lebih ditekankan adalah kajian kecenderungan tindakan yang melatarbelakangi gaya hidup yang dipraktikkan oleh penderita hipertensi peserta JKN. 6. Dewi, (2014). Meneliti evaluasi pengaruh konseling farmasis terhadap kepatuhan dan hasil terapi pasien hipertensi anggota program pengelolaan penyakit kronis pada dokter keluarga di Kabupaten Kendal. Hasilnya adalah ada pengaruh konseling terhadap tingkat kepatuhan pasien penderita hipertensi, ada pengaruh konseling terhadap penurunan tekanan darah sistolik. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah metode penelitian, subjek dan bidang penelitian. Penelitian yang akan dilakukan pada bidang kesehatan masyarakat, khususnya promosi kesehatan, sedangkan pada penelitian tersebut merupakan kefarmasian untuk penyakit hipertensi. Perbedaan penelitian-penelitian tersebut diatas dengan penelitian yang dilakukan terletak pada subjek penelitian, yakni penderita hipertensi, rancangan penelitian merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus dan lokasi penelitian yang dilakukan di Kabupaten Batang Jawa Tengah. Demikian pula dengan aspek penelitian, aspek penelitian lebih ditekankan pada kajian kecenderungan tindakan yang melatarbelakangi gaya hidup yang dipraktikkan oleh penderita hipertensi peserta JKN.