LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR : 853/KPTS- VI/1999 TANGGAL : 11 OKTOBER 1999

dokumen-dokumen yang mirip
KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR : 876/KPTS- II/1999 TANGGAL : 14 OKTOBER 1999

B. BIDANG PEMANFAATAN

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 744/Kpts-II/1990 TANGGAL : 13 Desember 1990

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN ALAM PT. MITRA PERDANA PALANGKA

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 106/Kpts-II/2000 TANGGAL : 29 DESEMBER 2000

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN ALAM PT. ACRISINDO UTAMA

LAMPIRAN KEPUTUSAN BUPATI KUTAI BARAT NOMOR : /1635/PRODA.I/II/2002 TANGGAL 28 Pebruari 2002

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.343/MENHUT-II/2004 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2004

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN IJIN USAHA HUTAN TANAMAN (IUHT) PT. TUNAS SAWAERMA

KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR : 53 TAHUN 2002 TENTANG

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR : 201/KPTS- IV/1998 TANGGAL : 27 Pebruari 1998

LAMPIRAN KEPUTUSAN BUPATI PELALAWAN Nomor : /IUPHHKHT/VI/2002/001.A Tanggal : 1 Juni 2002

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR : 859/Kpts-VI/1999 TENTANG

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN ALAM PT. INTRACAWOOD MANUFACTURING

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN IJIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU OLEH PT. MALUKU SENTOSA

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR : 262/KPTS- II/1998 TANGGAL : 27 Pebruari 1998

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 478/Kpts -II/1994 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 6887/KPTS-II/2002 TENTANG

PP 6/1999, PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI

Menimbang : Mengingat :

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 82/KPTS-II/2001 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 249/KPTS-II/1998 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 201/KPTS-II/1998. Tentang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 106 /KPTS-II/2000 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 47 / KPTS-II / 1998 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 244/KPTS-II/2000 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI. Presiden Republik Indonesia,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 08.1/Kpts-II/2000 TENTANG KRITERIA DAN STANDAR PEMANFAATAN HASIL HUTAN DALAM HUTAN PRODUKSI SECARA LESTARI

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.17/MENHUT-II/2006 TENTANG

NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 397/Kpts-II/2005

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.352/Menhut-II/2004

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.186/MENHUT-II/2006 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 7 TAHUN 1990 (7/1990) Tentang HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

Presiden Republik Indonesia,

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

Menimbang : Mengingat :

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.94/MENHUT-II/2005 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.398/MENHUT-II/2005 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 677/KPTS-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,

KRITERIA DAN STANDAR IJIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN PADA HUTAN PRODUKSI

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.192/MENHUT-II/2006 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN (IPHH) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 317/KPTS-II/1999 TAHUN 1999 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR : 5 tahun 2000 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN HASIL HUTAN BERUPA KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.393/MENHUT-II/2005 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2001 NOMOR 80 SERI C NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 49 TAHUN 2001

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 10.1/Kpts-II/2000 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN MENTERI

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.45/MENHUT-II/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 677/Kpts-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 732/Kpts-II/1998 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBAHARUAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 175 TAHUN 2012 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK. 55/Menhut-II/2006

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI,

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.382/Menhut-II/2004 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU (IPK) MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.428/MENHUT-II/2004 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2011 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.169/MENHUT-II/2005 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

Penjelasan PP No. 34 Tahun 2002 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG

BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 08 TAHUN 2006 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 196 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.65, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Koridor. Penggunaan. Pembuatan.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2002 TENTANG DANA REBOISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PEMANFAATAN HUTAN HAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR : 853/KPTS- VI/1999 TANGGAL : 11 OKTOBER 1999 KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. BELAYAN RIVER TIMBER KETENTUAN I : TUJUAN PENGUSAHAAN HUTAN KETENTUAN II : PELAKSANAAN Pengusahaan Hutan Bertujuan untuk meningkatkan potensi dan produktivitas sumber daya hutan produksi dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hasil hutan bagi kepentingan masyarakat, pembangunan, industri dan eksport. Untuk mencapai tujuan tersebut maka pengusahaan hutan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang meliputi, penebangan kayu, penanaman/permudaan dan pemeliharaan hutan, perlindungan/pengamanan, pengolahan dan pemasaran hasil hutan sesuai dengan Rencana Karya Pengusahaan Hutan menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku serta berdasarkan asas manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan. PT. BELAYAN RIVER TIMBER sebagai pemegang Hak Pengusahaan Hutan yang untuk selanjutnya disebut PERUSAHAAN melaksanakan pengusahaan hutan pada areal kerja yang telah ditetapkan sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku serta ketentuan-ketentuan berikut : A. BIDANG PERENCANAAN 1. Potret Udara dan Inventarisasi Hutan a. Potret Udara : PERUSAHAAN diwajibkan membuat dan menyerahkan kepada Departemen Kehutanan dan Perkebunan peta penafsiran potret udara berupa peta penafsiran vegetasi dan peta garis bentuk masing-masing skala 1 : 25.000 dari potret udara areal HPH skala 1 : 20.000 sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan diserahkan kepada Departemen Kehutanan dan Perkebunan paling lambat 2 (dua) tahun sejak diterbitkannya Keputusan ini. b. Inventarisasi...

b. Inventarisasi Hutan 1) Perusahaan wajib untuk melaksanakan inventarisasi hutan untuk memperoleh data/informasi yang akurat, terpercaya dan terbaru mengenai keadaan fisik daerah, alam flora dan fauna dari seluruh areal kerja HPH, serta sosial budaya masyarakat di dalam dan sekitarnya guna penyusunan rencana-rencana karya pengusahaan (RKPH, RKL, dan RKT). 2) Dalam Melaksanakan inventarisasi hutan Perusahaan harus berpedoman kepada ketetapan dan ketentuan yang berlaku. 2. Penataan Hutan a. PERUSAHAAN harus membentuk dan mengusahakan seluruh areal kerjanya sebagai satu atau beberapa Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) atau bagian dari suatu KPHP yang akan ditetapkan lebih lanjut lebih lanjut dengan kelas perusahaan hutan yang meliputi areal hutan seluas + 97.500 (sembilan puluh tujuh ribu lima ratus) hektar, yang terletak dikelompok hutan Sungai Senyiur Hulu, Sungai Len Sungai Belayan, Kabupaten Daerah Dati II Kutai, Propinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Timur. b. PERUSAHAAN harus mengelola dan mengusahakan areal utannya sedemikian rupa sehingga selalu ada kegiatan pembinaan, pemeliharaan, perlindungan/pengamanan hutan dan kegiatan pengusahaan hutan lainnya secara terus menerus setiap tahun selama jangka waktu pengusahaan hutannya. c. PERUSAHAAN harus melaksanakan tata batas dan pengukuran serta pemetaan terhadap seluruh areal kerjanya sesuai dengan ketentuan yang berlaku paling lambat dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya Keputusan ini. d. PERUSAHAAN harus melaksanakan pembagian areal kerjanya dan menjadi beberapa bagian hutan (bos afdeling) blok-blok, da petak-petak kerja pemanenan usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam dengan tanda- tanda...

tanda batas yang jelas dan permanen yang dapat berupa batas-batas buatan serta pembukaan wilayah hutan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. e. PERUSAHAAN harus bertanggung jawab untuk penyelesaian segala akibat yang timbul dari pelaksanaan kegiatan yang dilakukannya atas tanah milik perseorangan atau tanah yang di bebani hak lain. 3. Rencana Karya Pengusahaan Hutan a. PERUSAHAAN harus melaksanakan pengusahaan dan rehabilitasi/penanaman dan pemeliharaan hutan berdasarkan Rencana Karya Pengusahaan Hutan (RKPH) yang disahkan oleh Departemen Kehutanan untuk areal kerjanya, yang terdiri dari RKPH yang meliputi seluruh jangka waktu pengusahaan hutan, Rencana Karya Lima Tahun (RKL), dan Rencana Karya Tahunan (RKT). b. PERUSAHAAN wajib menyusun Rencana Karya Pengusahaan hasil penafsiran potret udara dan atau inventarisasi hutan serta data/informasi lainnya, dan menyerahkan kepada Departemen Kehutanan untuk memperoleh pengesahan. Penyusunan dan penyerahan RKPH tersebut dilaksanakan sesuai pedoman yang ditetapkan oleh Departemen Kehutanan dan Perkebunan. c. Rencana Karya Pegusahaan Hutan tersebut di atas secara keseluruhan merupakan satu kesatuan rencana yang saling kait mengkait dan menentukan serta disusun sesuai dengan Pedoman Penyusunan RKPH pada yang berlaku. RKPH pada yang telah disahkan tidak dapat direvisi kecuali dengan izin Departemen Kehutanan dan Perkebunan. B. BIDANG PEMANFAATAN 1. Pemungutan Dan Pemanfaatan Kayu a. PERUSAHAAN harus melaksankan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia pada areal hutan seluas + 80.804 (delapan puluh ribu delapan ratus empat) hektar yang terletak dikelompok hutan Krueng Inong-Krueng Tuemarong Kabupaten Daerah Dati II Aceh Barat Propinsi Daerah Istimewa Aceh, secara lengkap, benar dan bersungguh-sungguh dan berpedoman pada ketentuan yang berlaku. Disamping...

Disamping sistem silvikultur tersebut, Perusahaan dibenarkan untuk menggunakan sistem Silvikultur Tebang Habis dengan Permudaan Buatan (THPB) dan kewajiban untuk merehabilitasi/melaksanakanpenanaman hutan pada areal hutan tidak berhutan/tidak produktif/semak belukar/tanah kosong melalui Rencana Karya Pengusahaan Hutan (RKPH) yang telah disahkan Departemen Kehutanan. b. Untuk tercapainya kelestarian hutan Perusahaan diberikan Jatah Tahunan sebagai berikut: - Luas tebangan maksimum 4.303 ha/th; - Volume tebangan maksimum 170.282 m3/th; - Jumlah batang maksimum 68.347 btg/th; c. PERUSAHAAN harus mempergunakan cara-cara penebangan kayu dan atau mengangkut hasil hutan lainnya yang sesuai dengan keadaan wilayah kerjanya dengan tidak meninggalkan azas kelestarian hutan dan keseimbangan lingkungan. d. Semua kegiatan pemanfaatan dan penebangan kayu harus dilaksanakan dengan cara yang tidak mengakibatkan adanya pemborosan dan kerugian-kerugian sumber daya alam. e. PERUSAHAAN tidak dibenarkan menebang jenis kayu yang dilindungi tanpa ijin khusus yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan dan Perkebunan. f. PERUSAHAAN tidak dibenarkan menebang melampaui jatah tebang yang telah ditetapkan dalam Rencana Karya Lima Tahunan dan Rencan Karya Tahunan. g. PERUSAHAAN dilarang melaksanakan penebangan hutan diluar areal yang telah ditetapkan di dalam RKL dan RKT yang telah disahkan. h. PERUSAHAAN dilarang menebang diluar areal Hak Pengusahaan Hutannya. i. PERUSAHAAN dilarang melakukan penebangan ulang pada areal bekas tebangan tanpa ijin khusus dari Departemen Kehutanan dan Perkebunan. j. PERUSAHAAN dilarang melakukan perburuan satwa liar baik satwa yang dilindungi maupun satwa yang tidak dilindungi. k. PERUSAHAAN...

k. PERUSAHAAN dilarang melakukan penebangan pohon di kawasan lindung. l. PERUSAHAAN tidak dapat melarang dan wajib mengijinkan penduduk atau masyarakat hukum adat setempat untuk memungut hasil hutan non kayu (getah-getahan, rotan, akar-akaran, dan sebagainya) sesuai dengan hak penduduk atau masyarakat hukum adat yang bersangkutan. 2. Jaringan Jalan PERUSAHAAN harus membangun dan memelihara jaringan jalan di dalam areal kerjanya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku tentang pembuatan jalan angkutan hasil hutan serta sesuai dengan Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada hutan alam yang telah disahkan. Jaringan jalan angkutan hasil hutan dalam areal kerja dibuat dengan ketentuan : a. Jaringan jalan utama sejauh mungkin disesuaikan dengan rencana pembangunan jalan umum yang dilakukan oleh Pemerintah. b. Pada daerah yang berawa, Perusahaan dibenarkan membangun jalan rel sebagai jaringan jalan utama. c. PERUSAHAAN wajib tetap memelihara bekas jalan angkutan kayu dalam hal ini jalan utama dan jalan cabang dengan tujuan untuk dipertahankan sebagai jalan pengawasan dan pemeliharaan hutan. d. PERUSAHAAN wajib mengatur penggunaan dan pemanfaatan semua jalan besar atau kecil dan jalan pengangkutan lainnya baik untuk keperluan sendiri, pihak lain, maupun masyarakat disekitarnya dengan sebaik-baiknya, dengan tetap memperhatikan perlindungan dan pengamanan areal kerjanya terutama dari pemcurian, perambahan hutan dan peladang berpindah. 3. Peralatan Logging a. Dalam rangka pelaksanaan kegiatan di areal kerjanya, PERUSAHAAN diwajibkan untuk membuat rencana pengadaan/pemanfaatan dan laporan realisasi tentang jenis, jumlah serta keadaan...

keadaan, jenis alat eskploitasi yang digunakan seperti alat berat, chain saw yang ada di lapangan kepada Departemen Kehutanan dan Perkebunan. b. Setiap pemindahan peralatan yang digunakan ketempat lain diluar areal kerjanya perlu mendapat persetujuan dari Departemen Kehutanan dan Perkebunan c. Setiap peralatan yang tidak dipergunakan lagi dan atau direncanakan untuk dapat dihapuskan agar dibuat berita acara dan dilaporkan secara tertulis kepada Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 4. Penanaman Modal a. Untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya dalam kegiatan pengusahaan hasil hutan, PERUSAHAAN akan menanamkan modalnya sebesar US$ 151.050.870 (seratus lima puluh satu juta lima puluh ribu delapan ratus tujuh puluh) US dollar. b. Perubahan penanaman modal dilaksanakan sesuai dengan persetujuan Pemerintah. c. PERUSAHAAN wajib melaporankan pelakasanaan penanaman modal setiap tahun dalam bentuk isian yang telah ditentukan dan neraca akhir tahun yang diaudit oleh Akuntan Publik kepada Departemen Kehutanan dan Perkebunan selambat-lambatnya pada akhir semester pertama tahun berikutnya, dengan berpedoman pada Pedoman Standart Akuntansi Keuangan No. 32 yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Kehutanan No. 581/Kpts-II/1994 tanggal 16 Desember 1994. 5. Ketenaga Kerjaan a. PERUSAHAAN diwajibkan menyusun Struktur Organisasi perusahaan dan membentuk manajer pembinaan hutan yang memiliki tugas dan wewenang terpisah dengan manajer logging dan dalam waktu selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak Keputusan ini diterbitkan, harus sudah ada tenaga Sarjana Kehutanan yang duduk sebagai salah satu Direksi pada perusahaan. b. Penggunaan Tenaga Kerja PERUSAHAAN...

PERUSAHAAN harus menggunakan tenaga kerja Indonesia yang terlatih, terampil dan ahli dalam jumlah yang cukup untuk semua bidang dan jenis pekerjaan dan jasa yang diperlukan. Untuk tenaga ahli kehutanan, minimal mempekerjakan tenaga-tenaga sarjana kehutanan bidang perencanaan dan penataan hutan, bidang pengelolaan hutan dan tenagatenaga ahli pengukuran dan pengujian kayu. PERUSAHAAN diwajibkan untuk mengajukan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Tahunan kepada Departemen Kehutanan dan Perkebunan. c. Program Pendidikan Dan Latihan Tenaga Kerja PERUSAHAAN harus melaksanakan pendidikan dan latihan bagi sebanyakbanyaknya tenaga kerja Indonesia untuk membina, meningkatkan dan mengembangkan ketrampilan dan keahliannnya, dan disamping itu PERUSAHAAN diwajibkan mengikut sertakan tenaga kerja pada setiap pendidikan dan latihan yang dilakukan oleh Pemerintah sepanjang menyangkut bidang kegiatannya. d. Pemutusan Hubungan Kerja Pada setiap terjadinya pemutusan hubungan kerja karyawan harus diperlakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 6. Pungutan/Iuran PERUSAHAAN haru membayar Iuran wajib, Iuran Hasil Hutan/ PSDH, Dana Reboisasi serta iuran-iuran lainnya sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. 7. Penyediaan Dana a. PERUSAHAAN wajib menyediakan dana investasi untuk pelestarian hutan serta untuk penelitian, pengembangan, pendidikan dan latiahan serta penyuluhan. b. PERUSAHAAN wajib menyediakan dana jaminan kinerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. C. BIDANG PENGOLAHAN 1. Untuk...

1. Untuk kepentingan industri pengolahan kayu secara nasional, PERUSAHAAN wajib meningkatkan efisiensi, efektivitas dan produktifitas industri pengolahan kayu yang telah dimiliki, mengembangkan industri hilir dengan orientasi eksport dan membantu keperluan bahan kayu lainnya, serta berperan sebagai Bapak angkat bagi industri pendukung/terkait. 2. PERUSAHAAN wajib meningkatkan kemampuan rekayasa, rancang bangun, dan pengembangan perangkat lunak lainnya bagi peningkatan dan pengembangan Industri pengolahan kayu. D. BIDANG PEMASARAN 1. PERUSAHAAN diwajibkan memberikan informasi tentang data pemasaran setiap saat diperlukan Pemerintah 2. PERUSAHAAN harus selalu meningkatkan pengembangan pemasaran baik untuk dalam negeri maupun luar negeri dengan mengembangkan konsep, strategi dan perencanaan pemasaran dan harus berusaha memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan tingkat harga yang wajar. 3. PERUSAHAAN harus mendukung kebijaksanaan Pemerintah dalam pemasaran hasil hutan, antara lain dengan menyisihkan kayu bulat untuk kebutuhan lokal minimal 5% dari produksi tahunannya. 4. PERUSAHAAN harus selalu mengembangkan dan meningkatkan keanekaragaman jenis dan mutu hasil hutan. 5. PERUSAHAAN harus mempekerjakan tenaga grader dan scaler secukupnya sebanding dengan volume hasil hutan yang dihasilkan. 6. PERUSAHAAN harus memasarkan jenis kayu yang kurang dikenal sedikitnya 2,5% dari volume kayu yang sudah dikenal/dipasarkan. 7. PERUSAHAAN harus mentaati peraturan tentang peredaran hasil hutan yang meliputi ketentuan Tata Usaha Kayu dan ketentuan Tata Usaha Hasil Hutan lainnya. 8. Dalam memantapkan pemasaran hasil hutan baik di dalam negeri maupun di luar negeri Perusahaan sejauh mungkin harus memiliki perwakilan di Pusatpusat pemasaran hasil hutan dan membantu Pemerintah dalam analisa perencanaan dan pelaksanaan pemasaran. E. BIDANG...

E. BIDANG PEMBINAAN HUTAN Berdasarkan komposisi jenis dan susunan diameter tegakan hutan pada areal berhutan yang diusahakan dengan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia untuk mempertahankan meningkatkan kelestarian hasil, PERUSAHAAN harus melaksanakan : 1. Langkah-langkah pengamanan tegakan tinggal dalam melaksanakan penebangan, penyaradan dan pengangkutan agar kerusakan tegakan yang ditinggal dan erosi sejauh mungkin dapat dihindarkan, yaitu dengan cara : a. Penandaan/penomeran pohon-pohon yang akan di tebang dan yang ditinggalkan sebagai pohon inti atau pohon induk. b. Penebangan dilaksanakan hanya pohon berdiameter minimal 50 (lima puluh) cm pada hutan produksi tetap dan minimal 60 (enam puluh) cm di hutan produksi terbatas dengan arah rebah yang tepat. c. PERUSAHAAN tidak boleh melaksanakan penebangan dengan radius kurang dari 200 (dua ratus) meter dari mata air dan kanan kiri sungai selebar kurang dari 100 (seratus) meter. Untuk daerah-daerah yang dinyatakan mempunyai nilai estetika atau ilmiah, jarak tersebut diatas tidak boleh kurang dari 100 (seratus) meter. d. Tempat pengumpulan kayu dan jalan sarad dibuat sebaik-baiknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. e. Melaksanakan reboisasi, perkayaan dan permudaan hutan sesuai dengan ketentuanketentuan yang ditetapkan dan sesuai dengan Rencana Karya Pengusahaan Hutan yang telah disahkan. 2. PERUSAHAAN wajib melaksanakan upaya-upaya untuk meningkatkan nilai hutan, produktifitas dan potensi hutan melalui : a. Melaksanakan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian pembinaan hutan yang baik dan benar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. b. Membuat tanaman berdaur panjang pada lahan yang tidak produktif dan tanah-tanah kosong yang tersebar atau berdaur pendek dan berdaur panjang pada tanah-tanah kosong yang mengelompokan...

mengelompokan 300 (tiga ratus) ha/tahun terutama pada daerah-daerah rawan dan yang berbatasan dengan lahan penduduk disekitarnya. 3. PERUSAHAAN wajib membuat permanent plot untuk megukur pertumbuhan/riap tegakan hutan minimal 100 (seratus) ha/rkl dan mengukur debet air serta mutu air sungai akibat damapak erosi. 4. PERUSAHAAN wajib menanamkan modalnya dan menyisihkan sebagian dari keuntungannya untuk pembinaan, rehabilitasi dan pembangunan hutan baik di bekas tebangan TPTI maupun areal hutan tidak berhutan/tidak produktif/semak belukar/tanah kosong untuk tanaman sebagai berikut : a. Untuk TPTI per ha sebesar US $ 105 s/d 125 (seratus lima s/d seratus dua puluh lima US dollar). b. Untuk THPB per ha sebesar US $ 600 s/d 800 (enam ratus s/d delapan ratus US dollar). F. BIDANG PERLINDUNGAN HUTAN DAN PELSTARIAN ALAM 1. Bidang Perlindungan Hutan a. PERUSAHAAN bertanggungjawab penuh atas terjadinya kebakaran hutan di daerah kerja Hak Pengusahaan Hutannya. b. Untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan PERUSAHAAN wajib : b.1. Menyediakan sarana pemadam kebakaran dalam jumlah yang memadai sesuai dengan luas dan keadaan areal kerjanya. b.2. Ikut aktif melaksanakan pencegahan dan penanggulangan kebakaran di dalam areal kerjanya dan disekitarnya antara lain dengan mengamankan semua kegiatan eksploitasinya yang dapat menimbulkan bahaya kebakaran serta mengamankan penyimpanan bahanbahan yang mudah terbakar. b.3. Segera melaporkan pada instansi kehutanan setiap terjadinya kebakaran di areal kerjanya. c. PERUSAHAAN...

c. PERUSAHAAN harus menghindarkan, mencegah dan menanggulangi terjadinya tindak pelanggaran oleh pihak lain yang menyebabkan kerusakan hutan dalam areal kerjanya, antara lain pencurian hasil hutan, penebangan liar, perladangan berpindah dan perambahan lahan hutan. d. Apabila terjadi perambahan hutan dan atau tebangan liar oleh pihak ketiga atau pihak lain sebagai akibat dibangunnya jalan angkutan oleh pemegang Hak Pengusahaan Hutan, maka pemegang Hak Pengusahaan Hutan bertanggung jawab membayar denda atas kerusakan hutannya. e. Untuk melaksanakan perlindungan hutan, perusahaan diwajibkan membentuk Satuan Pengamanan (SATPAM) dengan kualifikasi terdidik dan dalam jumlah yang memadai. f. PERUSAHAAN segera melpaor setiap terjadinya kerusakan dan ganguan hama penyakit terhadap hutan dan hasil hutan diareal kerjanya. 2. Bidang Pelestarian Alam a. Perlindungan terhadap Tumbuh-Tumbuhan a.1. PERUSAHAAN tidak dibenarkan menebang pohon-pohon dan memungut tumbuh-tumbuhan lain yang ditetapkan sebagai jenis yang dilindungi sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. a.2. PERUSAHAAN harus aktif dalam pengembangan dan pelindungan sumber daya alam, dan harus mencegah terjadinya dampak negatif dan meningkatkan dampak positif dari kegiatan yang dilaksanakan dengan memperhatikan hasil-hasil Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). b. Perlindungan terhadap Satwa Liar b.1. PERUSAHAAN tidak dibenarkan melakukan perburuan baik atas satwasatwa liar dan atau satwa yang dilindungi yang terdapat di areal kerjanya tanpa izin. b.2. PERUSAHAAN harus mencegah terjadinya perburuan liar di areal kerjanya. b.3. Untuk...

b.3. Untuk menjamin dan memelihara terselenggaranya perlindungan terhadap satwa liar, pemanfaatan hutan dilaksanakan sedemikian rupa sehingga tidak terdapat satwa liar yang terjebak didalam areal yang diusahakan dengan menyediakan areal pengungsian satwa/koridor/kantong satwa sesuai dengan studi AMDAL-nya. c. Perlindungan terhadap Obyek-Obyek yang Bernilai Ilmiah dan Budaya c.1. PERUSAHAAN harus mencegah atas terjadinya kerusakan-kerusakan terhadap obyek-obyek yang bernilai ilmiah dan budaya. c.2. PERUSAHAAN harus segera melaporkan, bila menemukan tempat-tempat yang bernilai ilmiah dan budaya. d. Untuk menjamin dan memelihara terselenggaranya kelestarisn hutan lindung, hutan wisata dan hutan suaka alam, PERUSAHAAN harus menyediakan daerah peyangga yang berbatasan dengan kawasan tersebut sesuai dengan ketentuan : d.1. Lebar minimal penyangga adalah 500 (lima ratus) diukur dari batas hutanhutan tersebut sepanjang batas persekutuannya. d.2. Sarana pengusahaan hutan yang diperbolehkan diadakan pada daerah penyangga hanya pembuatan jalan sarad. G. PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERUSAHAAN wajib melakukan penelitian dan pengembangan atas keadaan hutan yang telah dilakukan untuk perbaikan areal bekas tebangan selama jangka waktu pengusahaan hutan. Untuk itu dalam rangka pengembangan serta peningkatan pengusahaan hutan perlu didukung oleh berbagai penelitian, oleh karenanya perusahaan harus melaksanakan hal-hal sebagai berikut : 1. Jenis-jenis penelitian yang perlu dilakukan guna memdukung pembentukan Kesatuan Pengusahaan Hutan Produksi yang akan dilaksanakan secara bertahap di wilayah areal kerja. 2. Penyiapan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk mendukung kegiatan penelitian permudaan hutan melalui sistem silvikultur lainnya yang ditetapkan...

ditetapkan Menteri Kehutanan dan Perkebunan sesuai peraturan perundangan yang berlaku. 3. Tata waktu pelaksanaan setiap jenis penilaian sesuai dengan prioritasnya yang kemudian dituangkan dalam usulan RKPH. KETENTUAN III : KEWAJIBAN-KEWAJIBAN LAIN 1. Persyaratan mengenai kesehatan dan keselamatan a. PERUSAHAAN wajib memperhatikan atau mengambil langkah-langkah secara maksimal untuk menjamin kesehatan dan keselamatan umum karyawan dan atau orang lain yang berada di dalam areal kerjanya. b. Didalam hal terjadinya kecelakaan-kecelakaan yang menimpa karyawan PERUSAHAAN atau orang lain yang berada di dalam areal kerjanya, maka kepada mereka harus diperlakukan sesuai peraturan perundangan yang berlaku. 2. Pembangunan Masyarakat a. Fasilitas pembangunan masyarakat. PERUSAHAAN harus membantu Pemerintah dalam melaksanakan pembangunan masyarakat di dalam dan di sekitar areal kerjanya seperti : a. Pengadaan tempat-tempat ibadah b. Pengadaan fasilitas-fasilitas pendidikan c. Pengadaan fasilitas-fasilitas kesehatan d. Pengadaan fasilitas olah raga e. Pengadaan fasilitas pelatihan karyawan b. Kesempatan kerja PERUSAHAAN harus memberi kesempatan kerja kepada masyarakat baik di dalam maupun di sekitar areal kerjanya. c. Fasilitas pengobatan c.1. PERUSAHAAN Harus mendirikan klinik dengan kapasitas minimum 6 (enam) tempat tidur lengakap dengan tenaga medis yang cukup dan bekerja penuh untuk PERUSAHAAN. c.2. PERUSAHAAN Harus menyediakan pelayanan pengobatan kepada seluruh karyawannya dan anak istrinya. c.3. Anggota masyarakat setempat walaupun bukan karyawan PERUSAHAAN dapat turut menggunakan fasilitas klinik tersebut dengan biaya seringan mungkin. c. PERUSAHAAN...

c.4. PERUSAHAAN Harus menyediakan pos-pos pertolongan pertama pada tempat-tempat yang diperlukan. d. PERUSAHAAN diwajibkan melaksanakan pembinaan minimal 1 (satu) desa yang ada di dalam/sekitar areal kerja HPHnya. e. PERUSAHAAN wajib memberikan ijin kepada masyarakat hukum adat/masyarakat tradisional dan anggotanya yang berada di dalam areal kerjanya untuk memungut, mengambil, mengumpulkan, mengangkut dan menjual hasil hutan ikutan seperti : Rotan, Sagu, Madu, Damar, Buah-buahan, Getahgetahan, Rumput-rumputan, Bambu, Kulit kayu dan lain sebagainya sepanjang hasil hutan tersebut untuk memenuhi/menunjang kehidupan sehari-hari. f. PERUSAHAAN diwajibkan membina dan mengembangkan Koperasi Karyawan dan/atau KUD atau Koperasi Primer lainnya yang ada di sekitar areal Hak Pengusahaan Hutannya serta wajib memberi kesempatan kepada koperasi tersebut untuk memiliki saham perusahaan. g. PERUSAHAAN diwajibkan menyisihkan dana maksimum 5% (lima persen) dari keuntungannya untuk pembinaan dan pengembangan golongan ekonomi lemah/koperasi. 2. Fasilitas tempat tinggal karyawan dan kegiatan logging a. Base Camp a.1. PERUSAHAAN harus membangun Base Camp : kantor administrator, komplek perumahan, guest house dengan kapasitas minimal 6 (enam) orang dan fasilitas lainnya secara permanen dengan kuantitas dan kualitas dan kondisi lingkungan yang memadai. a.2. Dalam pelaksanaan pembangunan Base Camp, PERUSAHAAN harus memenuhi ketentuanketentuan : a.2.1. Pembangunan rumah/barak untuk karyawan harus memenuhi kelayakan ruang tempat yang sehat. a.2.2. Penggunaan lahan hutan untuk pembangunan Base Camp harus sesuai dengan kebutuhan. a.2.3. Pembangunan Base Camp di areal hak pengusahaan hutan lain, harus ada persetujuan tertulis dari yang bersangkutan. b. Tempat...

b. Tempat penimbunan kayu Tempat penimbunan kayu harus terpisah dari tempat Base Camp. c. Bangunan lainnya Bangunan-bangunan lain yang ada dan yang akan didirikan didalam areal kerjanya harus mendapatkan ijin Departemen Kehutanan dan Perkebunan. KETENTUAN IV : LAIN LAIN A. PERUBAHAN LUAS AREAL KERJA Perubahan luas areal kerja dimungkinkan dan pelaksanaannya disesuaikan dengan perundang-undangan yang berlaku. B. HAK-HAK LAIN PERUSAHAAN tidak mempunyai hak-hak lain selain apa yang tercantum di dalam Keputusan Hak Pengusahaan Hutan dan kelengkapannya. Hak-hak lain yang dimaksud adalah meliputi hak pengelolaan atas tanah hutan, hakhak atas mineral, minyak bumi, gas alam, bahan-bahan kimia, batu-batu mulia atau setengah mulia dan sumbersumber alam lainnya. KETENTUAN V : PENGAWASAN Pemerintah melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap pelaksanaan semua kegiatan PERUSAHAAN baik mengenai pelaksanaan fisik pengusahaan hutan maupun semua administrasi/pembukuan dan surat menyurat mengenai pengelolaan PERUSAHAAN. KETENTUAN VI : PELANGGARAN/SANKSI A. Pengertian Pelanggaran Tidak melaksanakan, mentaati dan atau tidak memenuhi persyaratan/kewajiban sebagaimana tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan atau Keputusan ini. B. Pengenaan Sanksi Pelanggaran seperti tersebut pada butir A akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. KETENTUAN VII : KONSEKUENSI TERHADAP PENCABUTAN DAN/ATAU PENYERAHAN KEMBALI HAK PENGUSAHAAN HUTAN A. Kewajiban PERUSAHAAN setelah terjadinya pencabutan Dalam...

Dalam hal dicabutnya keputusan ini, kepada PERUSAHAAN tetap dibebankan kewajiban-kewajiban yang tercantum dalam pasal 21 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 1999. B. Hak yang dimiliki PERUSAHAAN setelah habisnya jangka waktu, penyerahan kembali atau dicabutnya Hak Pengusahaan Hutan Setelah berakhirnya masa Keputusan ini, atau menyerahkan kembali sebelum habis masa berlakunya maka : 1. PERUSAHAAN harus menyerahkan dalam keadaan baik semua benda tidak bergerak seperti base camp, gedung, jalan, jembatan gudang, pelabuhan udara, pelabuhan sungai dan laut, dok dan lain-lain yang telah dibangun oleh PERUSAHAAN kepada Pemerintah tanpa adanya ganti rugi dari Pemerintah. 2. Barang-barang persediaan yang berada didalam gudang dan benda-benda bergerak yang dipergunakan PERUSAHAAN sehubungan dengan kegiatan usaha pemnfaatan hutan, tetap menjadi milik PERUSAHAAN. 3. Jika Hak Pengusahaan Hutan Alam berakhir karena habis waktunya atau karena diserahkan kembali oleh PERUSAHAAN atau karena dicabut oleh Menteri Kehutanan dan Perkebunan, maka : 3.1. Segala hak yang dimiliki oleh pemegang Hak Pengusahaan Hutan berakhir. 3.2. Areal hutan yang dibebani Hak Pengusahaan kembali kepada Negara. 3.3. Pemegang Hak Pengusahaan Hutan diwajibkan menyerahkan semua klise dan bahan-bahan serta peta, gambar-gambar ukuran tanah dan sebagainya kepada Departemen Kehutanan dengan tidak menerima ganti rugi. 3.4. Pemegang Hak Pengusahaan Hutan tetap dibebani/wajib menyelesaikan semua kewajiban-kewajiban yang tercantum dalam Keputusan ini berserta lampirannya yang belum terpenuhi. 4. Dalam hal PERUSAHAAN akan menyerahkan kembali Hak Pengusahaan Hutannya sebelum habis masa berlakunya, maka PERUSAHAAN sebelumnya harus sudah menyelesaikan dan memenuhi semua kewajiban teknis dan finansial sebagaimana tercantum dalam Keputusan ini.

Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO HUKUM DAN HUMAS TTD. WIDODO SUTOYO, SH. MM. MBA. NIP. 080023934 MENTERI KEHUTANAN, TTD. Dr. Ir. MUSLIMIN NASUTION.