BAB I PENDAHULUAN. bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen yaitu: keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. perasaan, pengalaman, kreatifitas imajinasi manusia, sampai pada penelaahan

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran

BAB I PENDAHULUAN. di sekolah sangat erat dengan teknik mengajar guru agar mampu memotivasi siswa

BAB I PENDAHULUAN. terbatas oleh usia, ruang, dan waktu. Dalam situasi dan kondisi apapun apabila

BAB 1 PENDAHULUAN. siswa dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah. Siswa. dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peningkatan mutu pendidikan merupakan salah satu program pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat terlepas dari kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. berupa pengalaman, semangat, ide, pemikiran, dan keyakinan dalam suatu

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Dalam meningkatkan hal tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran adalah sebuah proses, pada proses tersebut adanya perubahan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk karya yang bereaksi langsung secara kongkret (Hasanuddin, 2009:1).

I. PENDAHULUAN. Tari adalah gerak-gerak dari seluruh bagian tubuh manusia yang disusun selaras

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN KARYA SENI PERTUNJUKAN KARNAVAL TATA BUSANA TEATER. Oleh: Budi Arianto, S.Pd., M.A. NIP

Munandar dalam Satriani (2011, hlm. 2) bahwa Kreativitas merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen yaitu : keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, budayanya serta budaya orang lain. Pembelajaran bahasa juga dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. salah satu faktor penentu kelulusan ujian nasional. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizka Fauziah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya penyelenggaran pendidikan diupayakan untuk membangun

BAB I PENDAHULUAN. didik (siswa), materi, sumber belajar, media pembelajaran, metode dan lain

BAB II LANDASAN TEORI. Peneliti mengambil penelitian dengan judul Resepsi mahasiswa Jurusan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. cerdas, sehat, disiplin, dan betanggung jawab, berketrampilan serta. menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi misi dan visi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya belajar berbahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terdiri dari 12 orang siswa laki-laki dan 13 orang siswa perempuan.

BAB I PENDAHULUAN. Pertunjukan drama merupakan sebuah kerja kolektif. Sebagai kerja seni

HASIL DAN PEMBAHASAN Menyikapi Kompetensi Dasar tentang Drama pada Kurikulum 2013

BAB I PENDAHULUAN. disesuaikan dengan kebutuhan aktifitas atau peran, bahkan profesi tertentu. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. dan gaya penulisan. Menulis merupakan suatu kemampuan berbahasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di

BAB I PENDAHULUAN. menulis. Menurut Tarigan (2008:21) Proses menulis sebagai suatu cara. menerjemahkannya ke dalam sandi-sandi tulis.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya era globalisasi berdampak pada tatanan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. pemersatu bangsa Indonesia. Selain itu, Bahasa Indonesia juga merupakan

BAB I DEFINISI OPERASIONAL. Seni merupakan salah satu pemanfaatan budi dan akal untuk menghasilkan

Prakata. iii. Bandung, September Penulis

B. Unsur-unsur pembangun drama Unsur dalam drama tidak jauh berbeda dengan unsur dalam cerpen, novel, maupun roman. Dialog menjadi ciri formal drama

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Kegiatan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Teater Zenith

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia : SDN. 12 Sungai Lareh Kota Padang

SOAL UAS SENI BUDAYA KLS XI TH Kegiatan seseorang atau sekelompok dalam upaya mempertunjukan suatu hasil karya atau produknya kepada

PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMERANAN DRAMA. Kata Kunci : Metode Bermain Peran dan Pemeranan Drama

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam pengajaran bahasa dan sastra Indonesia terdapat empat keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Keterampilan berbahasa mencakup keterampilan menyimak, berbicara,

2015 PENERAPAN TEKNIK MENULIS BERANTAI DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS ULASAN FILM ATAU DRAMA

BAB I PENDAHULUAN. pada satu atau beberapa karakter utama yang sukses menikmati perannya atau

BAB I PENDAHULUAN. mempelajari semua bidang studi. Bahasa Indonesia berperan sebagai alat untuk

MENCIPTA TOKOH DALAM NASKAH DRAMA Transformasi dari Penokohan Menjadi Dialog, Suasana, Spektakel

Pengembangan Model Pembelajaran Proses Kreatif Berteater

Didaktik : Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, ISSN : Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Subang Volume I Nomor 2, Juli 2016

48. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SENI BUDAYA SMA/MA/SMK/MAK

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Nama sekolah : SD NEGERI CIPETE 1. Hari/Tanggal : Sabtu, 17 Mei 2014

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan sikap positif terhadap bahasa Indonesia yang berfungsi sebagai. berbicara, membaca, dan menulis. Keempat aspek yang

BAB II PENINGKATAN KEMAMPUAN BERMAIN PERAN MELALUI METODE KETERAMPILAN PROSES. Drama di teater adalah salah satu bentuk karya sastra, bedanya dengan

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam

PENERAPAN TEKNIK PELATIHAN AKTING STANISLAVSKI DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA INDAH PUISI

BAB I PENDAHULUAN. belajar dipengaruhi oleh motivasi dari dalam dan luar siswa.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan materi agar pembelajaran berlangsung menyenangkan. Pada saat

BAB I PENDAHULUAN. mengarahkan pendidikan menuju kualitas yang lebih baik. Berbagai. Satuan Pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun,

BAB I PENDAHULUAN. sekelilingnya. Menurut Oemarjati dalam Milawati (2011: 1) tujuan pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Drama merupakan gambaran kehidupan sosial dan budaya masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penelitian ini mengambil judul Perancangan Buku Referensi Karakteristik

Oleh Indah Fajrina

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sastra merupakan pembelajaran yang dapat memperkaya

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan keterampilan berbahasa siswa. Keterampilan berbahasa tersebut

BAB I PENDAHULUAN. permainan modern seperti game on line dan play station. Dongeng dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Bahasa juga pada umumnya digunakan untuk menyampaikan perasaan,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Liestia Lestari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan hasil pekerjaan seni kreasi manusia. Sastra dan manusia erat

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN. : V (lima)/ II (dua) : 1 (satu) / siklus I

BAB V PENUTUP A. Simpulan Penelitian tindakan kelas yang dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan minat belajar dan keterampilan menulis teks

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENCIPTAAN TATA ARTISTIK PADA NASKAH BESUT WANI KARYA DAN SUTRADARA YUSUF EKO NUGROHO. Ferika Ratna Ayu Syaputri ,

BAB I PENDAHULUAN. langsung tetapi juga dapat memahami informasi yang disampaikan secara

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tarigan dalam Munthe (2013:1), dalam silabus pada KD 13.1 disebutkan, bahwa salah satu kompetensi yang harus

PENGARUH PENGGUNAAN KOSTUM DAN PROPERTI TERHADAP KEMAMPUAN BERMAIN PERAN SISWA KELAS XI SMA NEGERI 2 MALANG

BAB I PENDAHULUAN. yaitu keterampilan menyimak, membaca, berbicara, dan menulis.

BAB I PENDAHULUAN. pikiran, pendapat, imajinasi, dan berhubungan dengan manusia lainnya.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Reni Febriyenti, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hesti Pratiwi, 2013

2015 PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN MELALUI TRANSFORMASI FILM DOKUMENTER

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. berarti berbuat, to act atau to do (Morris dalam taringan, 2000:69). Drama dapat

2014 PENERAPAN METODE MENULIS BERANTAI DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS CERPEN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dina Febriyanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa dan merupakan

I. PENDAHULUAN. membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Melalui karya sastra, seseorang

BAB I PENDAHULUAN. dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Sebagai bahasa negara, BI dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Drama adalah salah satu bentuk sastra yang diajarkan dalam mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat SMA (Sekolah Menengah Atas), yaitu mengapresiasi pementasan drama, bermain drama atau mementaskan drama, dan menulis teks atau naskah drama. Rahmanto (1992:16) menyebutkan bahwa pengajaran drama di sekolah memiliki empat manfaat, yaitu (1) membantu keterampilan berbahasa; (2) meningkatkan pengetahuan budaya; (3) mengembangkan cipta dan rasa; dan (4) menunjang pembentukan watak. Dalam drama, empat keterampilan berbahasa ikut terasah, seperti keterampilan membaca yakni membaca naskah, keterampilan menulis yakni menulis naskah, keterampilan berbicara yakni berdialog dengan lawan main, dan keterampilan menyimak yakni menyimak apa yang dituturkan oleh tokoh lain. Selain itu, siswa dapat melatih imajinasi, cipta dan rasa untuk menjadi seorang tokoh dalam drama yang mungkin berbeda watak dengan dirinya. Salah satu hal penting dalam pembelajaran drama adalah mementaskan drama. Dengan demikian, drama tidak sebatas dibaca, dipahami, atau dicari nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, tetapi untuk dihayati lewat seni pementasan drama. Pementasan drama oleh siswa antara lain dapat memperluas wawasan budaya siswa, mengembangkan keserasian gerak, mengembangkan daya imajinasi, dan

2 mengembangkan karakter. Rahmanto (1992:89) mengungkapkan bahwa dengan menghayati berbagai macam peran, para pemuda akan memiliki wawasan yang lebih luas tentang hidup dan kehidupan yang dihadapinya. Waluyo (2001:155) pun mengungkapkan bahwa drama dapat mengantarkan murid-murid ke kedewasaannya, dengan mementaskan drama murid dapat mengerti manusia lain dengan lebih nyata. Oleh karena itu, pembelajaran drama di sekolah tidak boleh disikapi sebagai karya sastra yang fungsinya hanya sebagai bahan bacaan, tetapi harus memberikan pengalaman ekspresif kepada siswa dengan mementaskannya. Seperti yang diungkapkan Hasanudin (1996:6) bahwa kelebihan drama dibandingkan genre fiksi dan genre puisi yaitu terletak pada pementasannya. Pementasan memberikan kekuatan sekaligus kelemahan bagi penikmat untuk menangkap makna yang terdapat pada naskah drama. Kekuatannya terletak pada visualisasi langsung sedangkan kelemahannya tidak ada pementasan yang sama untuk satu teks drama. Tujuan utama dalam mempelajari drama adalah untuk memahami bagaimana suatu tokoh harus diperankan dengan sebaik-baiknya dalam suatu pementasan (Rahmanto, 1992:90). Agar pementasan drama di sekolah berhasil, diperlukan sarana untuk mewujudkannya, yaitu dengan bantuan sarana pendukung seperti kostum, tata rias, dan ilustrasi musik. Tanpa ada sarana pendukung, bisa saja pementasan drama menjadi kurang menarik. Seperti yang diungkapkan Hasanudin (1996:145) bahwa unsur yang mendukung sebuah drama dapat dipentaskan menjadi seni pertunjukan dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu (1) unsur utama (sutradara, pemain,

3 teknisi, dan penonton), serta (2) sarana pendukung (pentas, kostum, tata rias, pencahayaan, tata suara, dan tata musik). Dalam pembelajaran drama di sekolah, selama ini dikenal beberapa strategi penyampaian materi drama yang digunakan oleh guru di kelas. Cara yang biasa dilakukan oleh guru adalah penggunaan teknik studi naskah (menafsirkan emosi dan gagasan pengarang). Selain itu ada pula guru yang mengajarkan apresiasi drama dengan cara membawa siswa ke teater (Nuraeni, 2008:1). Siswa diajak menonton pementasan drama di teater untuk mempelajari bermain drama yang baik. Bahkan, masih ada pula guru yang hanya menggunakan buku ajar sebagai satu-satunya alat penunjang pembelajaran. Rahmanto (1992:96) mengungkapkan sampai saat ini guru merasa kurang berhasil mengajarkan drama dengan membacakan teks drama dan meminta siswanya untuk memerankannya. Siswa masih merasa canggung, demam panggung, kurang percaya diri, dan kurang berani jika harus menunjukan ekspresinya saat bermain drama. Selain itu, saat bermain drama di kelas biasanya siswa masih menggunakan kostum seadanya bahkan hanya memakai pakaian seragam sekolah. Siswa pun belum menggunakan unsur pendukung artistik drama lainnya, seperti tata rias, tata suara, tata musik, tata cahaya, maupun tata panggung. Siswa tidak menggunakan rias karakter wajah untuk mendukung dan mempertegas watak tokoh yang diperankan saat bermain drama. Hal ini menyebabkan siswa kurang menjiwai tokoh yang diperankan, misalnya ketika pementasan drama menuntut tampilnya seorang tokoh raja yang sudah tua, sementara

4 para pemainnya siswa SMA yang masih muda, maka rias wajah karakter sangat diperlukan. Menurut Amien (http://tarplus.blogspot.com/2009/12/make-upkarakter.html), rias wajah karakter dimaksudkan untuk membantu aktor menggambarkan suatu peran dengan membuat wajahnya menyerupai muka peranan watak yang akan dimainkan. Penggunaan tata rias dapat mengubah karakter wajah seseorang menjadi tampak tua, muda, jahat, licik, baik, seram, sakit, terluka, bahkan tata rias dapat mengubah rupa perempuan menjadi laki-laki dan sebaliknya. Suanda (2005:17) mengartikan rias sebagai lukisan pada muka, sehingga membuat wajah berbeda dengan aslinya. Dalam seni pertunjukan, lukisan pada muka atau tata rias dapat mengubah wajah secara ekstrim, tidak hanya memperindah wajah, melainkan pula dapat memburukkan, menuakan, membengiskan, dan sebagainya. Berdasarkan hal di atas, unsur sarana pendukung khususnya tata rias pada pembelajaran bermain drama tidak bisa diabaikan. Namun sayangnya, harga alat tata rias sangat mahal. Siswa SMA pun rata-rata tidak memiliki alat tata rias, seperti lipstik, foundation, eyeshadow, eyeliner, blush on, brow gel, moisturizer, lipbalm, concealer, maskara, pensil alis, dan peralatan rias lainnya. Dalam hal ini, penulis tertarik menggunakan sebuah media yang dapat mengganti fungsi tata rias drama, membantu siswa memerankan tokoh drama, menumbuhkan daya imajinasi siswa dalam berakting, dan memunculkan karakter tokoh drama yang dimainkan siswa. Selain itu, media yang dapat meningkatkan minat siswa dalam pembelajaran bermain drama.

5 Penelitian yang dilakukan penulis adalah menggunakan media topeng dalam pembelajaran bermain drama siswa. Topeng merupakan properti yang biasanya digunakan untuk mempermudah penari dalam mengkomunikasikan karakter yang sedang dimainkan. Seperti yang diungkapkan Nurhayati (2008:26) bahwa topeng merupakan properti yang digunakan dalam pembelajaran tari, sehingga dapat memudahkan siswa untuk mengimitasikan atau menafsirkan simbol dari topengtopeng tersebut dalam bereksplorasi gerak. Topeng digunakan dalam tari topeng dan dramatari untuk membawakan kisah-kisah yang disesuaikan dengan upacara yang digelar. Menurut Nugraha (2007: 3) topeng sebagai alat penutup wajah digunakan sebagai alat mempertegas watak yang akan digambarkan dalam tarian atau drama tari, yakni sebagai pengganti tata rias atau make up dalam suatu tarian. Penulis berpendapat topeng dapat digunakan sebagai sarana pendukung dalam pembelajaran bermain drama di sekolah, karena topeng merupakan media kesenian yang dapat menggambarkan perlambangan watak dan sifat-sifat manusia. Selain itu karakter topeng dapat disesuaikan dengan peran dalam lakon, baik dalam ekspresi, ukiran, ataupun warna. Unsur-unsur dalam topeng seperti bentuk muka, bentuk hidung, bentuk mata, bentuk alis, bentuk bibir, bentuk kumis, bentuk jambang, bentuk hiasan, dan unsur tata warnanya sangat mempengaruhi penggambaran sifat dan watak topeng. Topeng dapat menggambarkan kelembutan, kebaikan, kejahatan, gagah, keceriaan, misterius, komedi, dan masih banyak lagi. Penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan media topeng adalah skripsi yang berjudul Topeng Rehe untuk Bahan Ajar Seni Tari dalam

6 Meningkatkan Kreativitas Gerak pada Siswa Kelas IV SD Negeri Harapan II Bandung Tahun Ajaran 2007/2008 oleh Nurhayati. Nurhayati (2008:90-92) membuktikan bahwa kreativitas gerak siswa meningkat setelah menggunakan media Topeng Rehe. Hal ini dapat dilihat dari sebelum dan sesudah diberikannya topeng rehe, siswa memiliki keberanian dalam bergerak, aktif bergerak dan kreatif bergerak. Peningkatan dalam aspek afektif, siswa termotivasi untuk berani tampil ke depan, bertanya, dan berpendapat. Dalam aspek kognitif, siswa dapat termotivasi untuk aktif menuangkan ide-idenya dan imajinasinya. Dalam aspek psikomotor, siswa dapat mengekspresikan imajinasi kreatifnya melalui variasi gerak dan menyusun serta menampilkan kreasinya. Berdasarkan paparan di atas, topeng adalah salah satu alat atau media yang tepat untuk mengoptimalkan pembelajaran bermain drama. Topeng sebagai karya seni menggambarkan wajah manusia yang masing-masing mencerminkan watak atau sifat-sifat manusia, sehingga siswa dapat terbantu dalam memerankan tokoh drama. Topeng diharapkan dapat menjadi alternatif bagi guru dalam mengatasi keterbatasan media dalam pembelajaran bermain drama. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui keefektifan media topeng dalam pembelajaran bermain drama. Untuk mengetahui lebih lanjut dilakukan penelitian yang berjudul Efektivitas Penggunaan Media Topeng dalam Pembelajaran Bermain Drama pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Bandung Tahun Ajaran 2010/2011.

7 B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dan observasi yang telah dilakukan peneliti, maka identifikasi masalah yang akan menjadi bahan penelitian sebagai berikut. 1. Siswa kurang memiliki kepercayaan diri untuk mengekspresikan kreatifitasnya dalam bermain drama, baik dalam penghayatan maupun intonasi. 2. Siswa tidak menggunakan unsur pendukung drama, yaitu artistik berupa tata rias dalam mementaskan drama di kelas. 3. Guru mengajarkan drama dengan menggunakan media yang terbatas. C. Batasan Masalah Mengingat bahwa permasalahan yang berkaitan dengan pembelajaran drama cukup luas, maka penelitian ini dibatasi pada efektivitas pengunaan media topeng dalam pembelajaran bermain drama. Pembelajaran bermain drama untuk mengekspresikan dialog para tokoh dalam pementasan drama dengan menggunakan media topeng. D. Rumusan Masalah Dalam penelitian ini penulis merumuskan masalah sebagai berikut. 1. Bagaimana kemampuan siswa kelas XI SMA Negeri 1 Bandung tahun ajaran 2010/2011 dalam pembelajaran bermain drama sebelum dan setelah diberi media topeng di kelas eksperimen?

8 2. Bagaimana kemampuan siswa kelas XI SMA Negeri 1 Bandung tahun ajaran 2010/2011 dalam pembelajaran bermain drama sebelum dan setelah menggunakan media tata rias di kelas kontrol? 3. Bagaimana efektivitas penggunaan media topeng dibandingkan media tata rias dalam meningkatkan kemampuan siswa kelas XI SMA Negeri 1 Bandung tahun ajaran 2010/2011 dalam pembelajaran bermain drama? E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi berkenaan dengan: 1. kemampuan siswa kelas XI SMA Negeri 1 Bandung tahun ajaran 2010/2011 dalam pembelajaran bermain drama sebelum dan setelah diberi media topeng di kelas eksperimen; 2. kemampuan siswa kelas XI SMA Negeri 1 Bandung tahun ajaran 2010/2011 dalam pembelajaran bermain drama sebelum dan setelah menggunakan media tata rias di kelas kontrol; 3. efektivitas penggunaan media topeng dibandingkan media tata rias dalam meningkatkan kemampuan siswa kelas XI SMA Negeri 1 Bandung tahun ajaran 2010/2011 dalam pembelajaran bermain drama.

9 F. Anggapan Dasar Anggapan dasar adalah asumsi yang diyakini kebenarannya oleh peneliti yang akan berfungsi sebagai hal-hal yang dipakai untuk tempat berpijak bagi peneliti dalam melaksanakan penelitian. Berdasarkan definisi tersebut, maka anggapan dasar yang melandasi penelitian yaitu sebagai berikut. 1) Pembelajaran bermain drama merupakan salah satu bagian pengajaran sastra yang terdapat dalam standar isi KTSP mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. 2) Topeng dapat digunakan sebagai alat mempertegas watak/karakter tokoh drama, yakni sebagai pengganti tata rias. G. Hipotesis Hipotesis yang penulis ajukan dalam penelitian ini yaitu Hipotesis Nol (H 0 ) tidak terdapat perbedaan rata-rata indeks gain antara pembelajaran bermain drama yang menggunakan media topeng pada kelas eksperimen, dengan pembelajaran bermain drama yang menggunakan media tata rias di kelas kontrol. Hipotesis Kerja (H 1 ) terdapat perbedaan rata-rata indeks gain antara pembelajaran bermain drama yang menggunakan media topeng pada kelas eksperimen, dengan pembelajaran bermain drama yang menggunakan media tata rias di kelas kontrol. Pasangan hipotesis nol dan hipotesis tandingannya adalah sebagai berikut.

10 H 0 : Tidak terdapat perbedaan rata-rata indeks gain antara kelas eksperimen dan kelas kontrol (t hitung < t tabel ). H 1 : Terdapat perbedaan rata-rata indeks gain antara kelas eksperimen dan kelas kontrol (t hitung > t tabel ). H. Definisi Operasional Untuk menghindari kesalahpahaman mengenai penelitian ini, penulis perlu menjelaskan pengertian dari istilah berikut. 1. Pembelajaran bermain drama adalah proses belajar siswa dalam memerankan seorang tokoh dalam naskah drama dengan lafal, intonasi, mimik dan gerakgerik yang sesuai dengan watak tokoh. 2. Media Topeng merupakan salah satu media visual. Topeng digunakan sebagai media alternatif bagi siswa untuk mengganti tata rias ketika pembelajaran bermain drama. Media topeng yang digunakan adalah topeng yang terbuat dari bahan kertas dan plastik. 3. Efektivitas pembelajaran adalah keberhasilan suatu usaha atau tindakan dalam pembelajaran yang dikehendaki. Suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

11 I. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian adalah. 1. Manfaat Akademis Selain memberi kontribusi konkret dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, penelitian ini juga dapat dijadikan bahan pijakan untuk mendukung, memperkuat, juga melakukan pengembangan pada penelitian selanjutnya. Khususnya yang berkaitan dengan peningkatan keterampilan bermain drama dengan menggunakan media topeng. 2. Manfaat praktis Bagi penulis sebagai calon guru bahasa dan sastra Indonesia menjadi lebih mengerti tentang permasalahan yang terjadi pada pembelajaran drama khususnya bermain drama. Penulis berusaha untuk lebih variatif dan kreatif dalam pemilihan bahan, metode, media, dan teknik pembelajaran bermain drama. Bagi guru dapat memanfaatkan hasil eksperimen ini dalam pembelajaran drama, khususnya pementasan drama. Dengan penelitian ini guru bisa menentukan media yang cocok untuk merangsang minat dan kemampuan bermain drama semakin meningkat, yaitu dengan menggunakan media topeng. Siswa akan mendapat wawasan dan pengalaman baru ketika memerankan tokoh dalam sebuah drama dengan menggunakan media topeng. Siswa akan memiliki pandangan yang baik terhadap pembelajaran bermain drama yang selama ini dianggap sulit dan merepotkan.