RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 005/PUU-I/2003

dokumen-dokumen yang mirip
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 2/PUU-XVI/2018 Pembubaran Ormas

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 99/PUU-XIV/2016 Korelasi Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu dan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu

Ringkasan Putusan.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Perkara Nomor 4/PUU-V/2007

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 138/PUU-XII/2014 Hak Warga Negara Untuk Memilih Penyelenggara Jaminan Sosial

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 99/PUU-X/2012 Tentang Hak-hak Petani Dalam Melakukan Kegiatan Pemuliaan Tanaman

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 66/PUU-XII/2014 Frasa Membuat Lambang untuk Perseorangan dan Menyerupai Lambang Negara

KENALI HAK ANDA. Kompilasi oleh Komnas Perempuan. Hak Konstitusional SETIAP WARGA NEGARA INDONESIA. dalam. Rumpun

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 063/PUU-II/2004

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 32/PUU-VI/2008 Tentang Iklan Kampanye Dalam Pemilu

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 023/PUU-I/2003

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 84/PUU-IX/2011 Tentang Ketentuan Pidana Bagi Akuntan Publik

Hak dan Kewajiban Warga Negara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 49/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 017/PUU-I/2003

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 58/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-IX/2011 Tentang Peringatan Kesehatan dalam Promosi Rokok

BAB I KETENTUAN UMUM

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 53/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Peserta Pemilu serta Syarat Pengusulan Presiden dan Wakil Presiden

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 74/PUU-IX/2011 Tentang Pemberlakuan Sanksi Pidana Pada Pelaku Usaha

SISTIM HUKUM INDONESIA POKOK BAHASAN

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERBAIKAN Perkara Nomor 138/PUU-XII/2014 Hak Warga Negara Untuk Memilih Penyelenggara Jaminan Sosial

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XV/2017 Eksploitasi Ekonomi Terhadap Anak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 69/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017

Bab IV Penutup. A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media

OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIII/2015 Pemberian Manfaat Pensiun Bagi Peserta Dana Pensiun

Kuasa Hukum : - Fathul Hadie Utsman, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 20 Oktober 2014;

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 006/PUU-I/2003

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 60/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 66/PUU-X/2012 Tentang Penggunaan Bahan Zat Adiktif

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 013/PUU-III/2005 (Perbaikan I tgl. 21 Juni 2005)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 138/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 017/PUU-IV/2006 Perbaikan Tanggal 12 September 2006

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 004/PUU-I/2003

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 34/PUU-XVI/2018 Langkah Hukum yang Diambil DPR terhadap Pihak yang Merendahkan Kehormatan DPR

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 51/PUU-VIII/2010 Tentang Pengujian UU No. 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji

INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (HAM)

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 69/PUU-XI/2013 Pemberian Hak-Hak Pekerja Disaat Terjadi Pengakhiran Hubungan Kerja

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah di Provinsi Aceh

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 004/SKLN-IV/2006 Perbaikan Tgl, 29 Maret 2006

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XV/2017 Kewenangan Pemerintah dalam Menetapkan Aliran Kepercayaan Terlarang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XV/2017

AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000)

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat

(Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia)

R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 066/PUU-II/2004

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 008/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl. 12 Mei 2006

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 89/PUU-XIV/2016 Bilangan Pembagi Pemilihan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XIII/2015 Surat Ijo Tidak Menjadi Dasar Hak Pemilikan Atas Tanah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA. Modul ke: 06Teknik. Fakultas. Yayah Salamah, SPd. MSi. Program Studi MKCU

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 2/PUU-XV/2017 Syarat Tidak Pernah Melakukan Perbuatan Tercela Bagi Calon Kepala Daerah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 85/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VIII/2010 Tentang UU Kesehatan Tafsiran zat adiktif

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA : 33/PUU-X/2012

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 012/PUU-I/2003

I. PEMOHON - Magda Safrina, S.E., MBA... Selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XIII/2015 Surat Ijo Tidak Menjadi Dasar Hak Pemilikan Atas Tanah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 99/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Larangan quick count pada pilpres

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 18/PUU-X/2012 Tentang Pembentukan Kabupaten Bengkayang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 102/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 65/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XI/2013 Tentang Penetapan Batam, Bintan dan Karimun Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 008/PUU-III/2005 (Perbaikan I Tgl. 31 Maret 2005)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 385 dan Pasal 423 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 76/PUU-XV/2017

KETETAPAN BADAN LEGISLATIF MAHASISWA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 82/PUU-XI/2013 Pengaturan Organisasi Kemasyarakatan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 73/PUU-XV/2017

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan

BAB I PENDAHULUAN. media yang didesain secara khusus mampu menyebarkan informasi kepada

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

Transkripsi:

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 005/PUU-I/2003 I. PEMOHON/KUASA II. 1. IJTI (Pemohon I) 2. PRSSNI (Pemohon II) 3. PPPI (Pemohon III) 4. ATVSI (Pemohon IV) 5. PERSUSI (Pemohon V) 6. KOMTEVE (Pemohon VI) PENGUJIAN UNDANG-UNDANG Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaraan: Pasal 7 ayat (2), Pasal 10 ayat (1) huruf g, Pasal 14 ayat (1), Pasal 15 ayat (1) huruf c dan d, Pasal 16 ayat (1), Pasal 18 ayat (1), Pasal 19 huruf a, Pasal 20, Pasal 21 ayat (1), Pasal 22 ayat (2), Pasal 26 ayat (2) huruf a, Pasal 27 ayat (1) huruf a, Pasal 31 ayat (2), (3) dan (4), Pasal 32 ayat (2), Pasal 33 ayat (4) dan (8), Pasal 34 ayat (5) huruf a, e, dan f, Pasal 36 ayat (2), Pasal 44 ayat (1), Pasal 47, Pasal 55 ayat (1), (2) dan (3), Pasal 60 ayat (3), Pasal 62 ayat (1) dan (2). Bertentangan dengan UUD 1945 1. Pasal 28 C ayat (2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam meperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya 2. Pasal 28 F Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia 3. Pasal 28 G ayat (1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan 4. Pasal 28 H ayat (2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan

5. Pasal 28 I Ayat (2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu Ayat (3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban III. ALASAN-ALASAN A. Pasal 7 ayat (2) huruf g UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran bertentangan dengan UUD 1945 hasil Amandemen karena: 1) Tidak ada satu pasal pun dalam UUD 1945 Hasil Amandemen yang memberikan legitimasi status KPI sebagai Lembaga Negara dan Akibat hukum dari pemberian status bagi KPI sebagai Lembaga Negara adalah rusaknya sendi-sendi ketatanegaraan RI; 2) Dengan terbuktinya penyimpangan UUD 1945 Hasil Amandemen oleh UU Penyiaran di dalam menempatkan KPI sebagai Lembaga Negara, maka setiap kewenangan KPI untuk menyusun Peraturan Pemerintah bersama dengan Pemerintah menjadi cacat hukum dan bertentangan dengan UUD 1945 Hasil Amandemen. Dengan demikian menjadi terang dan jelas bahwa UU Penyiaran tidak memahami dan mengerti secara benar tentang eksistensi dan status lembaga Negara sebagaimana diatur dalam UUD 1945 sehingga UU Penyiaran salah kaprah dalam menempatkan status KPI sebagai lembaga Negara ke dalam UU Penyiaran; B. Pasal 31ayat (4) jo. Pasal 32 ayat (2) jo. Pasal 33 ayat (4) dan ayat (8) jo. Pasal 55 ayat (3) jo. Pasal 60 ayat (3) UU Penyiaran jo. Pasal 62 ayat (1) dan (2) UU No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran bertentangan dengan BAB XA UUD 1945 hasil Amandemen karena: 1) Pasal-pasal di atas membuktikan bahwa kemandirian KPI adalah semu belaka karena KPI dalam membuat dan menjalankan regulasi harus bersama-sama pemerintah lebih menakutkan lagi, apabila KPI ini dibiayai oleh Pemerintah, maka KPI akan menjelma menjadi kepanjangan tangan pemerintah yang dapat memberangus kemerdekaan dan kebebasan

penyiaran seperti Dewan Pers dan Departemen Penerangan jaman orde baru yang dapat begitu saja membredel media cetak yang tak sepaham dengan pemerintah. Jadi dengan kata lain UU Penyiaran melalui KPI mempunyai kewenangan yang bersifat represif yang akan mematikan kebebasan dan kemerdekaan lembaga penyiaran; C. Pasal 55 ayat (1), (2) dan ayat (3) UU No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran bertentangan dengan BAB XA UUD 1945 hasil Amandemen karena: 1) Pasal 55 ayat (1), (2) dan (3) bertentangan dengan prinsip-prinsip mengenai hak asasi manusia serta lebih jauh lagi adanya kebebasan berserikat berkumpul dan menyatakan pendapat serta hak untuk berkomunikasi dan memperoleh serta menyalurkan informasi yang tercermin dalam BAB XA UUD 1945 hasil amandemen; D. Pasal 10 ayat (1) huruf g UU No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran bertentangan dengan Pasal 28 C ayat (2), Pasal 28 H ayat (2) UUD 1945 hasil Amandemen karena: 1) Pengambilan-alihan semena-mena terhadap seluruh kegiatan penyiaran yang dilakukan oleh pemerintah bersama dengan KPI justru mematikan peranan dan eksistensi masyarakat in casu penyiaran untuk memajukan dirinya demi kepentingan masyarakat, bangsa, negaranya, yang kemudian pada akhirnya Tujuan utama dari penyiaran nasional sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UU Penyiaran akan sulit tercapai; 2) Pengambil-alihan semena-mena terhadap seluruh kegiatan penyiaran yang dilakukan oleh Pemerintah bersama dengan KPI yang dituangkan dalam UU Penyiaran terbukti bertentangan dengan Hak Asasi Manusia sebagaimana diatur dalam UUD 1945. benar adanya KPI harus independent, namun berarti keanggotaan yang berasal dari organisasi penyiaran harus dihalang-halangi karena untuk keanggotaan tersebut, dapat saja disyaratkan untuk terlebih dahulu lulus fit and proper test. Dengan dilarangnya keanggotan KPI yang berasal dari organisasi penyiaraan justru menunjukakan tidak adanya itikad baik yang ditunjukan oleh UU Penyiaran sebagaimana itikad baik yang ditunjukan oleh UU No. 40 Tahun

1999 tentang Pers yang merangkul semua pihak terkait, baik organisasi wartawan, organisasi perusahaan pers dan tokoh masyarakat, ahli di bidang pers, dan lain sebagainya sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (3) UU Pers. Hal tersebut sangat ironis karena bagian mengingat dalam UU penyiaran sangat jelas menyebutkan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, tetapi isi dari UU Penyiaran jelas-jelas bertolak belakang dengan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers; E. Pasal 14 ayat (1), Pasal 15 ayat (1) huruf c dan d, Pasal 31 ayat (2), Pasal 16 ayat (1), Pasal 19 huruf a, Pasal 31 ayat (3) UU No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran bertentangan dengan Pasal 28 I ayat (2) UUD 1945 hasil Amandemen karena: 1) Lembaga penyiaran publik yang bersifat tidak komersial dan memiliki jangkauan siaran di seluruh wilayah RI serta mendapatkan sumber dana tetap yaitu APBN/APBD, iuran penyiaran, sedangkan disisi lain lembaga penyiaran publik diberikan hak-hak istimewa oleh Negara untuk mendapatkan sumber dana lain melalui siaran iklan dan sumbangan masyarakat; 2) Lembaga penyiaran swasta yang bersifat komersial yang hanya memiliki jangkauan siaran sangat terbatas di wilayah RI, hanya mempunyai sumber dana yang salah satunya adalah siaran iklan. 3) Dengan adanya diskriminasi-diskriminasi berupa jangkauan siaran diseluruh wilayah RI serta pemberian hak-hak istimewa yang diberikan UU Penyiaran kepada lembaga publik, diniscayakan akan mematikan usaha dari lembaga penyiaran swasta secara perlahan-lahan karena pemasukan terbesar yang diperoleh lembaga penyiaran swasta adalah melalui siaran iklan dikaitkan dengan dibatasinya jangkauan siaran di wilayah RI bagi lembaga penyiaran swasta; 4) Pemberian hak-hak istimewa yang diberikan oleh UU Penyiaran kepada lembaga penyiaran publik tanpa mempedulikan eksistensi dari lembaga penyiaran swasta merupakan suatu bentuk diskriminasi-diskriminasi yang bertentangan dan melanggar hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam UUD 1945 Hasil Amandemen, hal mana pada gilirannya akan mematikan

Lembaga Penyiaran swasta yang juga sama artinya dengan menghidupkan kembali ekonomi Negara atau state capitalism. F. Pasal 14 ayat (1), Pasal 15 ayat (1) huruf d, Pasal 31 ayat (2), Pasal 21 ayat (1), Pasal 22 ayat (2), UU No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran bertentangan dengan Pasal 28 I ayat (2) dan (3), Pasal 28 F UUD 1945 hasil Amandemen karena: 1) UU Penyiaran telah menciptakan diskriminasi terhadap lembaga penyiaran komunitas yaitu menghambat penyampain informasi untuk memperkenalkan budaya dan identitas bangsa yang dilakukan oleh lembaga penyiaran komunitas kepada masyarakat dengan cara membatasinya jangkauan siaran di wilayah RI sehingga tujuan dari penyelenggaraan lembaga penyiaran komunitas sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (2) huruf b UU Penyiaran tidak akan tercapai; 2) UU Penyiaran telah memberikan hak-hak istimewa kepada lembaga penyiaran publik tanpa mempedulikan tujuan dari lembaga penyiaran komunitas yaitu untuk mendidik dan memajukan masyrakat dalam mencapai kesejahteraan guna mendiskripsikan identitas bangsa; 3) UU Penyiaran telah menghambat hak masyarakat untuk mendapat informasi untuk mengenal budaya, identitas bangsa dan pendidikan sehingga tujuan umum dari penyelenggaraan penyiaran nasional sulit tercapai; 4) Dengan adanya pemberian hak-hak istimewa yang diberikan oleh UU Penyiaran kepada lembaga penyiaran publik tanpa mempedulikan eksistensi dari lembaga penyiaran komunitas, maka UU Penyiaran telah melakukan diskriminasi-diskriminasi, menghambat untuk memperoleh dan menyampaikan informasi yang jelas-jelas bertentangan dengan UUD 1945 Hasil Amandemen; G. Pasal 27 ayat (1) huruf a, Pasal 31 ayat (3), UU No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran bertentangan dengan Pasal 28 F, Pasal 28 I ayat (2) dan (3), UUD 1945 hasil Amandemen karena: 1) UU Penyiaran telah memberikan hak istimewa kepada lembaga penyiaran berlangganan berupa jangkauan siaran ke seluruh wilayah RI untuk

menyampaikan informasi kepada masyarakat, sedangkan UU Penyiaran memberikan jangkuan siaran yang sangat terbatas kepada lembaga penyiaran swasta untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat, oleh karenanya UU Penyiaran telah mengabaikan peranan dari lembaga penyiran swasta yang juga berhak menyampaikan informasi kepada masyarakat. 2) Dengan adanya pemberian hak istimewa yang diberikan oleh UU Penyiaran kepada lembaga penyiaran publik tanpa mempedulikan eksistensi dari lembaga penyiaran komunitas, maka undang-undang penyiaran telah melakukan diskriminasi-diskriminasi, menghambat untuk untuk memperoleh dan menyampaikan informasi yang jelas-jelas bertentangan dan melanggar HAM sebagaimana diatur dalam UUD 1945 Hasil Amandemen; H. Pasal 26 ayat (2) huruf a, Pasal 47 UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran bertentangan dengan Pasal 28 I ayat (2) UUD 1945 hasil Amandemen karena: 1) UU Penyiaran telah melakukan diskriminasi antara lembaga penyiaran berlangganan dengan lembaga penyiaran publik, swasta dan komunitas berkaitan dengan sensor internal; 2) UU Penyiaran telah memberikan hak istimewa kepada lembaga penyiaran berlangganan berupa sensor internal, sedangkan UU Penyiaran mengharuskan lembaga penyiaran publik, swasta dan komunitas untuk melalui lembaga sensor sehingga berpotensi mematikan kebebasan dan kemerdekaan siaran. Seharusnya UU Penyiaran memberikan hak yang sama kepada lembaga penyiaran publik, swasta, dan komunitas untuk melakukan sensor internal; 3) Dengan adanya diskriminasi ini, maka secara langsung atau tidak langsung UU Penyiaran menciptakan kecemburuan antar lembaga penyiaran sehingga dapat menimbulkan perpecahan antar lembaga penyiaran yang pada akhirnya tidak tercapainya tujuan umum dari penyelenggaraan penyiaran nasional;

I. Pasal 34 ayat (5) huruf a, e dan f UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran bertentangan dengan Pasal 28 F, Pasal 28 H ayat (2) Pasal I ayat (2) UUD 1945 hasil Amandemen karena: 1) UU Penyiaran telah melakukan diskriminasi terhadap lembaga penyiaran dengan menentukan pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran, sementara UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers justru telah menghapus ketentuan pencabutan izin kepada lembaga media cetak; 2) UU Penyiaran tidak konsisten melaksanakan semangat dari UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers sehubungan dengan kebebasan dan kemerdekaan pers dan penyiaran, padahal dalam bagian mengingat di UU Penyiaran, jelas-jelas dicantumkan UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers sebagai bagian dari isi UU Penyiaran itu sendiri; 3) Seharusnya UU Penyiaran menghapus ketentuan tentang perizinan yang tidak relevan dengan penyelenggaraan penyiaran agar suasana demokratis yang sedang berkembang di masyarakat dalam era reformasi ini dapat terus berjalan sesuai dengan perkembangan zaman dalam Negara modern sebagaimana diikuti oleh UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers; 4) Ketentuan pencabutan perizinan penyelenggaraan penyiaran terhadap lembaga penyiaran merupakan suatu langkah mundur bagi Indonesia di dalam melaksanakan demokrasi dan perlindungan serta penghargaan atas HAM karena hal tersebut akan mengembalikan ke rezim Orde Baru yang bersifat otoriter dan sentralistik. Selain itu juga merupakan cara sistematis yang dilakukan oleh Negara untuk menghambat masyarakat penyiaran di dalam memperoleh dan menyampaikan informasi kepada masyarakat; J. Pasal 36 ayat (2) UU No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran bertentangan dengan Pasal 28 E ayat (2), Pasal 28 F UUD 1945 hasil Amandemen karena: 1) UU Penyiaran telah mengintervensi kebebasan dan kemerdekaan pers in casu penyiaran untuk menyampaikan informasi serta mengurangi hak masyarakat untuk mendapatkan informasi berkaitan dengan persentase materi isi siaran.

2) Adanya pembatasan yang sangat ketat dalam materi siaran dalam negeri yang harus ditayangkan oleh lembaga penyiaran swasta dan lembaga penyiaran publik merupakan pemaksaan yang sistematis untuk menghalangi masyarakat penyiaran untuk menyampaikan informasi kepada publik serta menghalangi hak masyarakat untuk mendapatkan informasi dari lembaga penyiaran; 3) Adanya pemaksaan muatan materi siaran dalam negeri sebesar 60% di dalam UU Penyiaran yang dapat dianggap sebagai indoktrinasi, maka UU Penyiaran telah secara sengaja menyimpang dari tujuan umum penyelenggaraan penyiaran nasional; K. Pasal 44 ayat (1) UU No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran bertentangan dengan Pasal 28 D ayat (1), Pasal 28 G ayat (1) UUD 1945 hasil Amandemen karena: 1) UU Penyiaran telah menciptakan ketakutan-ketakutan kepada lembaga penyiaran untuk menyampaikan informasi kepada publik dengan cara mewajibkan ralat isi siaran dan/atau berita dari suatu sanggahan meskipun hal tersebut belum terbukti benar sehingga mematikan kebebasan dan kemerdekaan pers untuk menciptakan demokratisasi; 2) Sangat ironis, apabila isi siaran harus diralat yang hanya didasarkan pada sanggahan-sanggahan belaka tanpa dapat dibuktikan terlebih dahulu bahwa sanggahan-sanggahan tersebut mengandung nilai-nilai kebenaran sehingga isi siaran dan/atau berita harus ralat; 3) Lembaga penyiaran tidak memperoleh perlindungan hukum dan tidak mempunyai kepastian hukum di dalam menyampaikan siaran dan/atau berita karena setiap saat terbuka peluang untuk disanggah oleh pihak lain tanpa mempunyai bukti-bukti yang kuat; 4) Dampak yang akan terjadi sehubungan dengan adanya ralat suatu siaran dan/atau berita karena ada sanggahan, meskipun belum terbukti benar adalah informasi yang sesat (misleading information) karena publik dipastikan tidak akan mendapatkan informasi yang benar dan jujur dari lembaga penyiaran. Adanya sanggahan saja tidak cukup untuk melakukan ralat, namun perlu dibuktikan kebenaran sanggahan tersebut atau dalam hal

ini sebaiknya upaya hukum dijalankan meminta putusan pengadilan yang memerintahkan ralat atas isi siaran/berita; 5) Seharusnya UU Penyiaran mengadopsi ketentuan-ketantuan yang terdapat dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya mengenai mekanisme hak jawab yaitu sesorang atau badan hukum yang tidak puas dengan isi siaran/berita dari lembaga penyiaran dapat mengajukan hak jawab, dan manakala lembaga hak jawab ini tidak digunakan atau digunakan tetapi tidak puas, yang bersangkutan dapat saja menempuh upaya hukum baik secara pidana maupun perdata, sehingga biarlah Pengadilan yang menentukan apakah ini siaran/berita tersebut salah atau benar agar terciptanya supremasi hukum; L. Pasal 47 UU No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran bertentangan dengan Pasal 28 E ayat (2), Pasal 28 F, Pasal 28 I aayat (1) UUD 1945 hasil Amandemen karena: 1) UU Penyiaran melakukan pengontrolan dan mengintervensi semangat kebebasan dan kemerdekaan pers in casu lembaga penyiaran dengan cara melakukan penyensoran terhadap isi siaran in casu film dan/atau iklan sehingga kebebasan dan kemerdekaan untuk menyatakan pikiran sesuai dengan hati nurani bagi masyarakat penyiaran di dalam menyampaikan informasi kepada publik menjadi terabaikan; 2) Dengan adanya lembaga sensor bagi seluruh film dan/atau iklan, maka makna dari isi informasi yang disampaikan oleh lembaga penyiaran kepada publik serta hak masyarakat untuk mendapatkan informasi secara utuh menjadi tidak tercapai; M. Pasal 18 ayat (1), Pasal 20, Pasal 55 ayat (1) UU No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran bertentangan dengan Pasal 28 D ayat (1), UUD 1945 hasil Amandemen karena: 1) UU penyiaran telah memberikan ketidakpastian hukum bagi lembaga penyiaran karena disatu sisi memperbolehkan lembaga swasta untuk menyelenggarakan penyiaran di beberapa wilayah, sedangkan disisi lainnya dilarangnya lembaga penyiaran swasta menyelenggarakan penyiaran di beberapa wilayah. Bentuk konkrit dari adanya ketidakpastian

hukum bagi lembaga penyiaran swasta adalah dikenakannya sanksi administratif bagi lembaga penyiaran swasta apabila melanggar Pasal 20 UU a quo sehingga akan menimbulkan kebingungan bagian lembaga penyiaran swasta untuk emntaati pasal yang mana; 2) Dengan adanya pertentangan antara pasal 18 ayat (2) uu a quo dengan Pasal 20 uu a quo maka hak asasi dari lembaga penyiaran swasta untuk memperoleh kepastian hukum menjadi terabaikan; N. Pasal 55 ayat (1) kata setiap orang UU No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran bertentangan dengan Pasal 28 D ayat (1), UUD 1945 hasil Amandemen karena: 1) UU Penyiaran telah memberikan ketidakpastian hukum kepada lembaga penyiaran karena memberikan sanksi administratif kepada setiap orang (natuurlijk persoon) sehubungan dengan pelanggaran penyelenggaraan penyairan, sedangkan di sisi lain mewajibkan status hukum dari lembaga penyiaran adalah bedan hukum Indonesia (rechtpersoon) merupakan 2 (dua) subyek hukum yang berbeda sehingga mempunyai tanggung jawab yang berbeda pula; 2) Dengan adanya sanksi administratif bagi setiap orang yang melakukan pelanggaran sehubungan dengan penyelenggaraan penyiaran, maka akan mengakibatkan ketidakpastian hukum yang sangat bertentangan dengan hak asasi manusia terhadap setiap orang yang bekerja di lembaga penyiaran berkaitan dengan bentuk pertanggung jawaban hukumnya; IV. PETITUM 1. Menerima dan mengabulkan Permohonan Hak Uji Materiil UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyairan Para Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Pasal 7 ayat (2), Pasal 10 ayat (1) huruf g, Pasal 14 ayat (1), Pasal 15 ayat (1) huruf c dan d, Pasal 16 ayat (1), Pasal 18 ayat (1), Pasal 19 huruf a, Pasal 20, Pasal 21 ayat (1), Pasal 22 ayat (2), Pasal 26 ayat 2) huruf a, Pasal 27 ayat (1) huruf a, Pasal 31 ayat (2, 3 dan 4), Pasal 32 ayat (2) Pasal 33 ayat (4 dan 8), Pasal 34 ayat (5) huruf a, e dan f, Pasal 36 ayat (2), Pasal 44 ayat (1), Pasal 47, Pasal 55 ayat (1,2 dan 3), Pasal 60 ayat (3), Pasal 62 ayat

(1) dan (2) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 Hasil Amandemen dan oleh karena itu Pasal-Pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; 3. Memerintahkan Pasal-Pasal yang tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat tersebut di atas untuk dimuat dalam Berita Negara;

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 005/PUU-I/2003 Perbaikan Tgl, 05 November 2003 I. PEMOHON/KUASA 1. IJTI (Pemohon I) 2. PRSSNI (Pemohon II) 3. PPPI (Pemohon III) 4. ATVSI (Pemohon IV) 5. PERSUSI (Pemohon V) 6. KOMTEVE (Pemohon VI) II. PENGUJIAN UNDANG-UNDANG Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaraan: Pasal 7 ayat (2), Pasal 10 ayat (1) huruf g, Pasal 14 ayat (1), Pasal 15 ayat (1) huruf c dan d, Pasal 16 ayat (1), Pasal 18 ayat (1), Pasal 19 huruf a, Pasal 20, Pasal 21 ayat (1), Pasal 22 ayat (2), Pasal 26 ayat (2) huruf a, Pasal 27 ayat (1) huruf a, Pasal 31 ayat (2), (3) dan (4), Pasal 32 ayat (2), Pasal 33 ayat (4) dan (8), Pasal 34 ayat (5) huruf a, e, dan f, Pasal 36 ayat (2), Pasal 44 ayat (1), Pasal 47, Pasal 55 ayat (1), (2) dan (3), Pasal 60 ayat (3), Pasal 62 ayat (1) dan (2). Bertentangan dengan UUD 1945 1. Pasal 28 C ayat (2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam meperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya 2. Pasal 28 F Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia 3. Pasal 28 G ayat (1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan

4. Pasal 28 H ayat (2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan 5. Pasal 28 I Ayat (2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu Ayat (3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban III. ALASAN-ALASAN A. Pasal 7 ayat (2) huruf g UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran bertentangan dengan UUD 1945 hasil Amandemen karena: 1. Tidak ada satu pasal pun dalam UUD 1945 Hasil Amandemen yang memberikan legitimasi status KPI sebagai Lembaga Negara dan Akibat hukum dari pemberian status bagi KPI sebagai Lembaga Negara adalah rusaknya sendi-sendi ketatanegaraan RI; 2. Dengan terbuktinya penyimpangan UUD 1945 Hasil Amandemen oleh UU Penyiaran di dalam menempatkan KPI sebagai Lembaga Negara, maka setiap kewenangan KPI untuk menysusun Peraturan Pemerintah bersama dengan Pemerintah menjadi cacat hukum dan bertentangan dengan UUD 1945 Hasil Amandeman. Dengan demikian menjadi terang dan jelas bahwa UU Penyiaran tidak memahami dan mengerti secara benar tentang eksistensi dan status lembaga Negara sebagaimana diatur dalam UUD 1945 sehingga UU Penyiaran salah kaprah dalam menempatkan status KPI sebagai lembaga Negara ke dalam UU Penyiaran; B. Pasal 31ayat (4) jo. Pasal 32 ayat (2) jo. Pasal 33 ayat (4) dan ayat (8) jo. Pasal 55 ayat (3) jo. Pasal 60 ayat (3) UU Penyiaran jo. Pasal 62 ayat (1) dan (2) UU No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran bertentangan dengan BAB XA UUD 1945 hasil Amandemen karena: Pasal-pasal di atas membuktikan bahwa kemandirian KPI adalah semu belaka karena KPI dalam membuat dan menjalankan regulasi harus bersama-

sama pemerintah lebih menakutkan lagi, apabila KPI ini dibiayai oleh Pemerintah, maka KPI akan menjelma menjadi kepanjangan tangan pemerintah yang dapat memberangus kemerdekaan dan kebebasan penyiaran seperti Dewan Pers dan Departemen Penerangan jaman orde baru yang dapat begitu saja membredel media cetak yang tak sepaham dengan pemerintah. Jadi dengan kata lain UU Penyiaran melalui KPI mempunyai kewenangan yang bersifat represif yang akan mematikan kebebasan dan kemerdekaan lembaga penyiaran; C. Pasal 55 ayat (1), (2) dan ayat (3) UU No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran bertentangan dengan BAB XA UUD 1945 hasil Amandemen karena: Pasal 55 ayat (1), (2) dan (3) bertentangan dengan prinsip-prinsip mengenai hak asasi manusia serta lebih jauh lagi adanya kebebasan berserikat berkumpul dan menyatakan pendapat serta hak untuk berkomunikasi dan memperoleh serta menyalurkan informasi yang tercermin dalam BAB XA UUD 1945 hasil amandemen; D. Pasal 10 ayat (1) huruf g UU No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran bertentangan dengan Pasal 28 C ayat (2), Pasal 28 H ayat (2) UUD 1945 hasil Amandemen karena: a. Pengambilan-alihan semena-mena terhadap seluruh kegiatan penyiaran yang dilakukan oleh pemerintah bersama dengan KPI justru mematikan peranan dan eksistensi masyarakat in casu penyiaran untuk memajukan dirinya demi kepentingan masyarakat, bangsa, negaranya, yang kemudian pada akhirnya Tujuan utama dari penyiaran nasional sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UU Penyiaran akan sulit tercapai; b. Pengambil-alihan semena-mena terhadap seluruh kegiatan penyiaran yang dilakukan oleh Pemerintah bersama dengan KPI yang dituangkan dalam UU Penyiaran terbukti bertentangan dengan Hak Asasi Manusia sebagaimana diatur dalam UUD 1945. Benar adanya KPI harus independent, namun berarti keanggotaan yang berasal dari organisasi penyiaran harus dihalang-halangi karena untuk keanggotaan tersebut, dapat saja disyaratkan untuk terlebih dahulu lulus fit and proper test. Dengan

dilarangnya keanggotan KPI yang berasal dari organisasi penyiaraan justru menunjukakan tidak adanya itikad baik yang ditunjukan oleh UU Penyiaran sebagaimana itikad baik yang ditunjukan oleh UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers yang merangkul semua pihak terkait, baik organisasi wartawan, organisasi perusahaan pers dan tokoh masyarakat, ahli di bidang pers, dan lain sebagainya sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (3) UU Pers. Hal tersebut sangat ironis karena bagian mengingat dalam UU penyiaran sangat jelas menyebutkan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, tetapi isi dari UU Penyiaran jelas-jelas bertolak belakang dengan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers; E. Pasal 14 ayat (1), Pasal 15 ayat (1) huruf c dan d, Pasal 31 ayat (2), Pasal 16 ayat (1), Pasal 19 huruf a, Pasal 31 ayat (3) UU No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran bertentangan dengan Pasal 28 I ayat (2) UUD 1945 hasil Amandemen karena: a. Lembaga penyiaran publik yang bersifat tidak komersial dan memiliki jangkauan siaran di seluruh wilayah RI serta mendapatkan sumber dana tetap yaitu APBN/APBD, iuran penyiaran, sedangkan di sisi lain lembaga penyiaran publik diberikan hak-hak istimewa oleh Negara untuk mendapatkan sumber dana lain melalui siaran iklan dan sumbangan masyarakat; b. Lembaga penyiaran swasta yang bersifat komersial yang hanya memiliki jangkauan siaran sangat terbatas di wilayah RI, hanya mempunyai sumber dana yang salah satunya adalah siaran iklan. c. Dengan adanya diskriminasi-diskriminasi berupa jangkauan siaran diseluruh wilayah RI serta pemberian hak-hak istimewa yang diberikan UU Penyiaran kepada lembaga publik, diniscayakan akan mematikan usaha dari lembaga penyiaran swasta secara perlahan-lahan karena pemasukan terbesar yang diperoleh lembaga penyiaran swasta adalah melalui siaran iklan dikaitkan dengan dibatasinya jangkauan siaran di wilayah RI bagi lembaga penyiaran swasta;

d. Pemberian hak-hak istimewa yang diberikan oleh UU Penyiaran kepada lembaga penyiaran publik tanpa mempedulikan eksistensi dari lembaga penyiaran swasta merupakan suatu bentuk diskriminasi-diskriminasi yang bertentangan dan melanggar hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam UUD 1945 Hasil Amandemen, hal mana pada gilirannya akan mematikan Lembaga Penyiaran swasta yang juga sama artinya dengan menghidupkan kembali Ekonomi Negara atau state capitalism. F. Pasal 14 ayat (1), Pasal 15 ayat (1) huruf d, Pasal 31 ayat (2), Pasal 21 ayat (1), Pasal 22 ayat (2), UU No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran bertentangan dengan Pasal 28 I ayat (2) dan (3), Pasal 28 F UUD 1945 hasil Amandemen karena: a. UU Penyiaran telah menciptakan diskriminasi terhadap lembaga penyiaran komunitas yaitu menghambat penyampaian informasi untuk memperkenalkan budaya dan identitas bangsa yang dilakukan oleh lembaga penyiaran komunitas kepada masyarakat dengan cara membatasinya jangkauan siaran di wilayah RI sehingga tujuan dari penyelenggaraan lembaga penyiaran komunitas sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (2) huruf b UU Penyiaran tidak akan tercapai; b. UU Penyiaran telah memberikan hak-hak istimewa kepada lembaga penyiaran publik tanpa mempedulikan tujuan dari lembaga penyiaran komunitas yaitu untuk mendidik dan memajukan masyrakat dalam mencapai kesejahteraan guna mendiskripsikan identitas bangsa; c. UU Penyiaran telah menghambat hak masyarakat untuk mendapat informasi untuk mengenal budaya, identitas bangsa dan pendidikan sehingga tujuan umum dari penyelenggaraan penyiaran nasional sulit tercapai; d. Dengan adanya pemberian hak-hak istimewa yang diberikan oleh UU Penyiaran kepada lembaga penyiaran publik tanpa mempedulikan eksistensi dari lembaga penyiaran komunitas, maka UU Penyiaran telah melakukan diskriminasi-diskriminasi, menghambat untuk memperoleh dan menyampaikan informasi yang jelas-jelas bertentangan dengan UUD 1945 Hasil Amandemen;

G. Pasal 27 ayat (1) huruf a, Pasal 31 ayat (3), UU No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran bertentangan dengan Pasal 28 F, Pasal 28 I ayat (2) dan (3), UUD 1945 hasil Amandemen karena: a. UU Penyiaran telah memberikan hak istimewa kepada lembaga penyiaran berlangganan berupa jangkauan siaran ke seluruh wilayah RI untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat, sedangkan UU Penyiaran memberikan jangkuan siaran yang sangat terbatas kepada lembaga penyiaran swasta untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat, oleh karenanya UU Penyiaran telah mengabaikan peranan dari lembaga penyiaran swasta yang juga berhak menyampaikan informasi kepada masyarakat. b. Dengan adanya pemberian hak istimewa yang diberikan oleh UU Penyiaran kepada lembaga penyiaran publik tanpa mempedulikan eksistensi dari lembaga penyiaran komunitas, maka undang-undang penyiaran telah melakukan diskriminasi-diskriminasi, menghambat untuk untuk memperoleh dan menyampaikan informasi yang jelas-jelas bertentangan dan melanggar HAM sebagaimana diatur dalam UUD 1945 Hasil Amandemen; H. Pasal 26 ayat (2) huruf a, Pasal 47 UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran bertentangan dengan Pasal 28 I ayat (2) UUD 1945 hasil Amandemen karena: a. UU Penyiaran telah melakukan diskriminasi antara lembaga penyiaran berlangganan dengan lembaga penyiaran publik, swasta dan komunitas berkaitan dengan sensor internal; b. UU Penyiaran telah memberikan hak istimewa kepada lembaga penyiaran berlangganan berupa sensor internal, sedangkan UU Penyiaran mengharuskan lembaga penyiaran publik, swasta dan komunitas untuk melalui lembaga sensor sehingga berpotensi mematikan kebebasan dan kemerdekaan siaran. Seharusnya UU Penyiaran memberikan hak yang sama kepada lembaga penyiaran publik, swasta, dan komunitas untuk melakukan sensor internal;

c. Dengan adanya diskriminasi ini, maka secara langsung atau tidak langsung UU Penyiaran menciptakan kecemburuan antar lembaga penyiaran sehingga dapat menimbulkan perpecahan antar lembaga penyiaran yang pada akhirnya tidak tercapainya tujuan umum dari penyelenggaraan penyiaran nasional; I. Pasal 34 ayat (5) huruf a, e dan f UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran bertentangan dengan Pasal 28 F, Pasal 28 H ayat (2) Pasal I ayat (2) UUD 1945 hasil Amandemen karena: a. UU Penyiaran telah melakukan diskriminasi terhadap lembaga penyiaran dengan menentukan pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran, sementara UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers justru telah menghapus ketentuan pencabutan izin kepada lembaga media cetak; b. UU Penyiaran tidak konsisten melaksanakan semangat dari UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers sehubungan dengan kebebasan dan kemerdekaan pers dan penyiaran, padahal dalam bagian mengingat di UU Penyiaran, jelas-jelas dicantumkan UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers sebagai bagian dari isi UU Penyiaran itu sendiri; c. Seharusnya UU Penyiaran menghapus ketentuan tentang perizinan yang tidak relevan dengan penyelenggaraan penyiaran agar suasana demokratis yang sedang berkembang di masyarakat dalam era reformasi ini dapat terus berjalan sesuai dengan perkembangan zaman dalam Negara modern sebagaimana diikuti oleh UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers; d. Ketentuan pencabutan perizinan penyelenggaraan penyiaran terhadap lembaga penyiaran merupakan suatu langkah mundur bagi Indonesia di dalam melaksanakan demokrasi dan perlindungan serta penghargaan atas HAM karena hal tersebut akan mengembalikan ke rezim Orde Baru yang bersifat otoriter dan sentralistik. Selain itu juga merupakan cara sistematis yang dilakukan oleh Negara untuk menghambat masyarakat penyiaran di dalam memperoleh dan menyampaikan informasi kepada masyarakat;

J. Pasal 36 ayat (2) UU No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran bertentangan dengan Pasal 28 E ayat (2), Pasal 28 F UUD 1945 hasil Amandemen karena: a. UU Penyiaran telah mengintervensi kebebasan dan kemerdekaan pers in casu penyairan untuk menyampaikan informasi serta mengurangi hak masyarakat untuk mendapatkan informasi berkaitan dengan persentase materi isi siaran. b. Adanya pembatasan yang sangat ketat dalam materi siaran dalam negeri yang harus ditayangkan oleh lembaga penyiaran swasta dan lembaga penyiaran publik merupakan pemaksaan yang sistematis untuk menghalangi masyarakat penyiaran untuk menyampaikan informasi kepada publik serta menghalangi hak masyarakat untuk mendapatkan informasi dari lembaga penyiaran; c. Adanya pemaksaan muatan materi siaran dalam negeri sebesar 60% di dalam UU Penyiaran yang dapat dianggap sebagai indoktrinasi, maka UU Penyiaran telah secara sengaja menyimpang dari tujuan umum penyelenggaraan penyiran nasional; K. Pasal 44 ayat (1) UU No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran bertentangan dengan Pasal 28 D ayat (1), Pasal 28 G ayat (1) UUD 1945 hasil Amandemen karena: a. UU Penyiaran telah menciptakan ketakutan-ketakutan kepada lembaga penyiaran untuk menyampaikan informasi kepada publik dengan cara mewajibkan ralat isi siaran dan/atau berita dari suatu sanggahan meskipun hal tersebut belum terbukti benar sehingga mematikan kebebasan dan kemerdekaan pers untuk menciptakan demokratisasi; b. Sangat ironis, apabila isi siaran harus diralat yang hanya didasarkan pada sanggahan-sanggahan belaka tanpa dapat dibuktikan terlebih dahulu bahwa sanggahan-sanggahan tersebut mengandung nilai-nilai kebenaran sehingga isi siaran dan/atau berita harus ralat; c. Lemabaga penyiaran tidak memperoleh perlindungan hukum dan tidak mempunyai kepastian hukum didalam menyampaikan siaran dan/atau

berita karena setiap saat terbuka peluang untuk disanggah oleh pihak lain tanpa mempunyai bukti-bukti yang kuat; d. Dampak yang akan terjadi sehubungan dengan adanya ralat suatu siaran dan/atau berita karena ada sanggahan, meskipun belum terbukti benar adalah informasi yang sesat (misleading information) karena publik dipastikan tidak akan mendapatkan informasi yang benar dan jujur dari lembaga penyiaran. Adanya sanggahan saja tidak cukup untuk melakukan ralat, namun perlu dibuktikan kebenaran sanggahan tersebut atau dalam hal ini sebaiknya upaya hukum dijalankan meminta putusan pengadilan yang memerintahkan ralat atas isi siaran/berita; e. Seharusnya UU Penyiaran mengadopsi ketentuan-ketantuan yang terdapat dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya mengenai mekanisme hak jawab yaitu sesorang atau badan hukum yang tidak puas dengan isi siaran/berita dari lembaga penyiaran dapat mengajukan hak jawab, dan manakala lembaga hak jawab ini tidak digunakan atau digunakan tetapi tidak puas, yang bersangkutan dapat saja menempuh upaya hukum baik secara pidana maupun perdata, sehingga biarlah Pengadilan yang menentukan apakah ini siaran/berita tersebut salah atau benar agar terciptanya supremasi hukum; L. Pasal 47 UU No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran bertentangan dengan Pasal 28 E ayat (2), Pasal 28 F, Pasal 28 I ayat (1) UUD 1945 hasil Amandemen karena: a. UU Penyiaran melakukan pengontrolan dan mengintervensi semangat kebebasan dan kemerdekaan pers in casu lembaga penyiaran dengan cara melakukan penyensoran terhadap isi siaran in casu film dan/atau iklan sehingga kebebasan dan kemerdekaan untuk menyatakan pikiran sesuai dengan hati nurani bagi masyarakat penyiaran di dalam menyampaikan informasi kepada publik menjadi terabaikan; b. Dengan adanya lembaga sensor bagi seluruh film dan/atau iklan, maka makna dari isi informasi yang disampaikan oleh lembaga penyiaran kepada publik serta hak masyarakat untuk mendapatkan informasi secara utuh menjadi tidak tercapai;

M. Pasal 18 ayat (1), Pasal 20, Pasal 55 ayat (1) UU No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran bertentangan dengan Pasal 28 D ayat (1), UUD 1945 hasil Amandemen karena: a. UU penyiaran telah memberikan ketidakpastian hukum bagi lembaga penyiaran karena disatu sisi memperbolehkan lembaga swasta untuk menyelenggarakan penyiaran di beberapa wilayah, sedangkan disisi lainnya dilarangnya lembaga penyiaran swasta menyelenggarakan penyiaran di beberapa wilayah. Bentuk konkrit dari adanya ketidakpastian hukum bagi lemabaga penyiaran swasta adalah dikenakananya sanksi administratif bagi lembaga penyiaran swasta apabila melanggar Pasal 20 UU a quo sehingga akan menimbulkan kebingungan sebagian lembaga penyiaran swasta untuk emntaati pasal yang mana; b. Dengan adanya pertentangan antara pasal 18 ayat (2) uu a quo dengan Pasal 20 uu a quo maka hak asasi dari lembaga penyiaran swasta untuk memperoleh kepastian hukum menjadi terabaikan; N. Pasal 55 ayat (1) kata setiap orang UU No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran bertentangan dengan Pasal 28 D ayat (1), UUD 1945 hasil Amandemen karena: a. UU Penyiaran telah memberikan ketidakpastian hukum kepada lembaga penyiaran karena memberikan sanksi administratif kepada setiap orang (natuurlijk persoon) sehubungan dengan pelanggaran penyelenggaraan penyairan, sedangkan di sisi lain mewajibkan status hukum dari lembaga penyiaran adalah bedan hukum Indonesia (rechtpersoon) merupakan 2 (dua) subyek hukum yang berbeda sehingga mempunyai tanggung jawab yang berbeda pula; b. Dengan adanya sanksi administratif bagi setiap orang yang melakukan pelanggaran sehubungan dengan penyelenggaraan penyiaran, maka akan mengakibatkan ketidak pastian hukum yang sangat bertentangan dengan hak asasi manusia terhadap setiap orang yang bekerja di lembaga penyiaran berkaitan dengan bentuk pertanggung jawaban hukumnya;

IV. PETITUM 1. Menerima dan mengabulkan Permohonan Hak Uji Materiil UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyairan Para Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Pasal 7 ayat (2), Pasal 10 ayat (1) huruf g, Pasal 14 ayat (1), Pasal 15 ayat (1) huruf c dan d, Pasal 16 ayat (1), Pasal 18 ayat (1), Pasal 19 huruf a, Pasal 20, Pasal 21 ayat (1), Pasal 22 ayat (2), Pasal 26 ayat 2) huruf a, Pasal 27 ayat (1) huruf a, Pasal 31 ayat (2, 3 dan 4), Pasal 32 ayat (2) Pasal 33 ayat (4 dan 8), Pasal 34 ayat (5) huruf a, e dan f, Pasal 36 ayat (2), Pasal 44 ayat (1), Pasal 47, Pasal 55 ayat (1,2 dan 3), Pasal 60 ayat (3), Pasal 62 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 Hasil Amandemen dan oleh karena itu Pasal-Pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; 3. Memerintahkan Pasal-Pasal yang tidak mempunyai kekuatan hukum mingikat tersebut di atas untuk dimuat dalam Berita Negara;