LARANGAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER SESUAI DENGAN PASAL 22 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 DAN PERATURAN KPPU NOMOR 2 TAHUN 2010

dokumen-dokumen yang mirip
KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

PEDOMAN PASAL 22. Tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender

Pedoman Larangan Persekongkolan Dalam Tender. Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

PERSAINGAN USAHA dan JASA KONSTRUKSI

OLEH Prof Dr Jamal Wiwoho,SH MHum. TENDER 2 1

TINJAUAN PUSTAKA. Persaingan dalam dunia bisnis merupakan salah satu bentuk perbuatan yang dapat

Pengantar Hukum Persaingan Usaha. Oleh: Ditha Wiradiputra Pelatihan Hukum Kontrak Konstruksi 11 Juni 2007

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

BAB V PENUTUP. Bab IV, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Proses pengadaan

BAB I PENDAHULUAN. Proses tender merupakan persaingan antara para penyedia barang

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT [LN 1999/33, TLN 3817]

HUKUM ACARA PERSAINGAN USAHA

LARANGAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

14. PELELANGAN GAGAL DAN TINDAK LANJUT PELELANGAN GAGAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

HUKUM MONOPOLI & PERSAINGAN USAHA

9. PELELANGAN GAGAL DAN TINDAK LANJUT PELELANGAN GAGAL. 1) Kelompok Kerja ULP menyatakan Pelelangan gagal, apabila :

Persaingan Usaha Tidak Sehat merupakan peraturan perundang-undangan yang dibentuk

Prosedur Pengadaan, Kontak Bisnis dan Pakta Integritas

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MAKALAH. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum. Dosen Pengampu : Ahmad Munir, SH., MH. Disusun oleh : Kelompok VII

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU 5/1999, LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

8. SELEKSI GAGAL DAN TINDAK LANJUT SELEKSI GAGAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar pengaturan hukum persaingan usaha adalah Undang-Undang Nomor 5

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

TRANSKRIP HASIL WAWANCARA

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Pada kenyataannya saat sekarang ini ekonomi pasar

BPK DAN KPPU MENYEPAKATI KERJASAMA DALAM PENANGANAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH PASAL DEMI PASAL

I. PENDAHULUAN. suatu ancaman bagi para pengusaha nasional dan para pengusaha asing yang lebih

2. Pemilihan langsung dapat dilaksanakan untuk pengadaan yang bernilai sampai dengan Rp ,00 (seratus juta rupiah);

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI [LN 1997/93, TLN 3720]

Pengadaan Barang dan Jasa di Pemerintahan

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG DIRUGIKAN AKIBAT PRAKTIK PERSEKONGKOLAN DALAM PENGADAAN TENDER

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menjadi langkah baru bagi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN NOMOR IX.H.1 : PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN TERBUKA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 001 TAHUN 2006 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR KEP-05/PM/2002 TENTANG PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN TERBUKA KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 19 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SALATIGA NOMOR 19 TAHUN 2011

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pelelangan dapat didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan untuk

JAWABAN SANGGAHAN ATAS PENGADAAN MAKAN DAN EXTRAFOODING DIKTUK BRIGADIR POLRI TA.2016 LANJUTAN TAHUN ANGGARAN 2017

BLACKLIST KONTRAKTOR NAKAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA [LN 1999/66, TLN 3843]

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 58 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGADAAN BARANG/JASA DI DESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /POJK.03/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 93, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3720)

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN

-1- OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.04/2014 TENTANG PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN TERBUKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Rancangan Undang-undang tentang Akuntan Publik

LAMPIRAN KEPUTUSAN KETUA BAPEPAM DAN LK NOMOR KEP-259/BL/2008 TANGGAL 30 JUNI 2008 PERATURAN NOMOR IX.H.1: PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN TERBUKA

UU No. 8/1995 : Pasar Modal

Penjelasan tentang proyek yang akan dikerjakan. Panitia lelang nengumumkan kontraktor yang lolos dalam tahap pra kualifikasi

DRAFT PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 19 UNDANG-UNDANG NO 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

PENJELASAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pengadaan merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan

ANALISIS POTENSI PENYIMPANGAN DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI Oleh:

MANUAL PROCEDURE. Pelelangan Gagal dan Tindak Lanjut Pelelangan Gagal

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia mendirikan BUMN sebagaimana tertuang dalam Undang Undang

V. KESIMPULAN DAN SARAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. permasalahan yang ada dapat disimpulkan sebagai berikut:

BAB V. LEMBAR DATA KUALIFIKASI (LDK)

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.01/MEN/2012 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

Pedoman Pasal 47 Tentang. Tindakan. Administratif

LEMBARAN DAERAH KOTA BANJARMASIN TAHUN 2008 NOMOR 23

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

TINJAUAN ATAS SANKSI DAFTAR HITAM TERHADAP PENYEDIA BARANG/JASA PEMERINTAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Dalam menjamin terciptanya persaingan usaha yang sehat di

Transkripsi:

LARANGAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER SESUAI DENGAN PASAL 22 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 DAN PERATURAN KPPU NOMOR 2 TAHUN 2010 http://www.harianpilar.com I. Pendahuluan Pengadaan barang atau jasa pada proyek sebuah perusahaan atau instansi pemerintah sering dilakukan melalui proses tender untuk mendapatkan harga barang atau jasa murah dengan kualitas terbaik. Prinsip-prinsip umum yang perlu diperhatikan dalam tender adalah transparansi, penghargaan atas uang, kompetisi yang efektif dan terbuka, negosiasi yang adil, akuntabilitas dan proses penilaian, dan non-diskriminatif. Dalam prakteknya proses tender sering diwarnai dengan kecurangan dan persekongkolan yang dapat mengakibatkan persaingan yang tidak sehat. persekongkolan dalam tender ini betujuan untuk membatasi pesaing Iain yang potensial untuk berusaha dalam pasar bersangkutan dengan cara menentukan pemenang tender. Pengaturan pemenang tender tersebut banyak ditemukan pada pelaksanaan pengadaan barang dan/atau jasa yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah, BUMN, dan perusahaan swasta. Untuk itu diterbitkanlan peraturan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang memiliki ruang lingkup tidak hanya mencakup kegiatan pengadaan yang dilakukan oleh Pemerintah, tetapi juga kegiatan pengadaan yang dilakukan oleh perusahaan negara (BUMN/BUMD) dan perusahaan swasta. 1 Persekongkolan dapat terjadi di setiap tahapan proses tender, mulai dari perencanaan dan pembuatan persyaratan oleh pelaksana atau panitia tender, penyesuaian dokumen tender antara peserta tender, hingga pengumuman tender. Persekongkolan dalam tender tersebut dapat terjadi melalui kesepakatan-kesepakatan, baik tertulis maupun tidak tertulis. Persekongkolan mencakup jangkauan perilaku yang luas, antara lain usaha produksi dan/atau distribusi, kegiatan asosiasi perdagangan, penetapan harga, dan manipulasi lelang atau kolusi 1 http://www.hukumonline.com, Persekongkolan Tender Sebagai Suatu Tindakan yang Anti Persaingan Sehat 1

dalam tender (collusive tender) yang dapat terjadi melalui kesepakatan antar pelaku usaha, antar pemilik pekerjaan maupun antar kedua pihak 2. Praktek persekongkolan dalam tender ini dilarang karena dapat menimbulkan persaingan tidak sehat dan bertentangan dengan tujuan dilaksanakannya tender tersebut, yaitu untuk memberikan kesempatan yang sama kepada pelaku usaha agar dapat ikut menawarkan harga dan kualitas yang bersaing. Sehingga pada akhirnya dalam pelaksanaan proses tender tersebut akan didapatkan harga yang termurah dengan kualitas yang terbaik. Larangan persekongkolan dalam tender sebagaimana diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat bertujuan 3 memupuk budaya berbisnis yang jujur dan sehat sehingga dapat terus menerus mendorong dan meningkatkan daya saing diantara pelaku usaha. Reformasi birokrasi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintahan dengan dibentuknya lembaga pemerintah yang menjadi regulator yaitu Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (LKPP) berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007. LKPP menerbitkan peraturan presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan barang jasa pemerintah yang mengatur tentang persekongkolan dalam pengadaan barang jasa pemerintah untuk mereduksi kerugian Negara dalam proses pengadaan barang jasa, pelelangan atau tender dilakukan untuk barang jasa pemerintah diatas nilai Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) untuk pekerjaan pengadaan barang, pekerjaan konstruksi, dan jasa lainnya. Sedangkan untuk jasa konsultasi diatas nilai Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). 4 II. Permasalahan a. Apakah yg dimaksud dengan persekongkolan dalam tender? b. Bagaimana bentuk-bentuk persekongkolan dalam tender dan sanksi bagi pelaku persekongkolan tender. III. Pembahasan 1. Pengertian dan unsur-unsur persekongkolan dalam tender a. Pengertian Persekongkolan Persekongkolan adalah suatu kerjasama antara dua pihak atau lebih yang secara bersama-sama melakukan tindakan yang melanggar hukum. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dalam Pasal 1 Ayat (8) menjelaskan bahwa persekongkolan atau konspirasi usaha adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan 2 http://www.hukumonline.com, Persekongkolan Tender Sebagai Suatu Tindakan yang Anti Persaingan Sehat 3 Buku Saku KPPU, Pedoman Pasal 22 tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender, hlm.6 4 Ibid, hlm.7 2

pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol. 5 Tender adalah tawaran mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang atau untuk menyediakan jasa. Dalam hal ini tidak disebut jumlah yang mengajukan penawaran (oleh beberapa atau oleh satu pelaku usaha dalam hal penunjukan/pemilihan langsung). 6 Pengertian tender tersebut mencakup tawaran mengajukan harga untuk: 1) Memborong atau melaksanakan suatu pekerjaan. 2) Mengadakan barang dan/atau jasa. 3) Membeli suatu barang dan/atau jasa. 4) Menjual suatu barang dan/atau jasa. Pengertian tentang persekongkolan dalam tender menurut beberapa negara adalah suatu perjanjian antara beberapa pihak untuk memenangkan pesaing dalam suatu tender. Sejalan pengertian-pengertian tersebut, persekongkolan dalam tender sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999 adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih dalam rangka memenangkan peserta tender tertentu. Persekongkolan dalam tender dapat dilakukan secara terang-terangan maupun diam-diam melalui tindakan penyesuaian, penawaran sebelum dimasukkan, atau menciptakan persaingan semu, atau menyetujui dan/atau memfasilitasi, atau pemberian kesempatan ekslusif, atau tidak menolak melakukan suatu tindakan meskipun mengetahui bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk mengatur dalam rangka memenangkan peserta tender tetentu. 7 b. Unsur-unsur persekongkolan unsur-unsur persekongkolan dalam tender yaitu: 1) Unsur Pelaku Usaha Pelaku usaha adalah tiap orang perorangan atau badan usaha baik yang berbentuk badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi (Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999). 8 5 J.C.T.Simoragkir, Dkk, Kamus Hukum, hlm 49. 6 Pasal 22, Penjelasan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 7 Buku Saku KPPU, Pedoman Pasal 22 tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender, hlm.11 8 Buku Saku KPPU, Pedoman Pasal 22 tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender, hlm.14 3

2) Unsur Bersekongkol Bersekongkol adalah kerjasama dan dilakukan oleh pelaku usaha dengan pihak lain atas inisiatif siapapun dengan cara apapun dalam upaya memenangkan peserta tender tertentu. Unsur bersekongkol antara lain dapat berupa: a) kerjasama antara dua belah pihak atau lebih; b) secara terang-terangan maupun diam-diam melakukan tindakan penyesuaian dokumen dengan peserta lain; c) membandingkan dokumen tender sebelum penyerahan; d) menciptakan persaingan semu; e) menyetujui dan/atau memfasilitasi terjadinya persekongkolan. 9 3) Unsur Pihak Lain Pihak lain adalah para pihak (vertikal maupun horizontal) yang terlibat dalam proses tender yang melakukan persekongkolan baik pelaku usaha sebagai peserta tender dan/atau subyek hukum lainnya yeng terkait dengan tender. 10 4) Unsur Persaingan Usaha Tidak Sehat Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha. 11 2. Bagaimana bentuk-bentuk persekongkolan dalam tender dan sanksi bagi pelaku persekongkolan tender. a. Bentuk persekongkolan dalam tender Persekongkolan dalam tender dapat dibedakan pada tiga jenis, yaitu persekongkolan horizontal, persekongkolan vertikal, dan gabungan persekongkolan vertikal dan horizontal. Berikut penjelasan atas ketiga jenis persekongkolan tersebut. 12 1) Persekongkolan Horizontal Merupakan persekongkolan yang terjadi antara pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa dengan sesama pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa pesaingnya. Persekongkolan ini dapat dikategorikan sebagai persekongkolan dengan menciptakan persaingan semu di antara peserta tender 2) Persekongkolan Vertikal Merupakan persekongkolan yang terjadi antara salah satu atau beberapa pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa dengan panitia tender atau panitia lelang atau pengguna barang dan jasa atau pemilik atau pemberi pekerjaan. 9 Ibid, hlm 15 10 Ibid, hlm 16 11 Ibid, hlm 16 12 Ibid, hlm 18 4

Persekongkolan ini dapat terjadi dalam bentuk dimana panitia tender atau panitia lelang atau pengguna barang dan jasa atau pemilik atau pemberi pekerjaan bekerjasama dengan salah satu atau beberapa peserta tender. 3) Persekongkolan Horizontal dan Vertikal Merupakan persekongkolan antara panitia tender atau panitia lelang atau pengguna barang dan jasa atau pemilik atau pemberi pekerjaan dengan pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa. Persekongkolan ini dapat melibatkan dua atau tiga pihak yang terkait dalam proses tender. Salah satubentuk persekongkolan ini adalah tender fiktif, dimana baik panitia tender, pemberi pekerjaan, maupun para pelaku usaha melakukan suatu proses tender hanya secara administratif dan tertutup. Tender yang berpotensi menciptakan persaingan usaha tidak sehat atau menghambat persaingan usaha adalah : 13 1) Tender yang bersifat tertutup atau tidak transparan dan tidak diumumkan secara luas, sehingga mengakibatkan para pelaku usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi tidak dapat mengikutinya; 2) Tender bersifat diskriminatif dan tidak dapat diikuli oleh semua pelakuusaha dengan kompetensi yang sama; 3) Tender dengan persyaratan dan spesifikasi teknis atau merek yang mengarah kepada pelaku usaha tenentu sehingga menghambat pelakuusaha lain untuk ikut. b. Indikasi Persekongkolan Untuk mengetahui telah terjadi tidaknya suatu persekongkolan dalam tender, berikut dijelaskan berbagai indikasi persekongkolan yang sering dijumpai pada pelaksanaan tender. 14 1) Indikasi persekongkolan pada saat penencanaan, antara Ialn meliputi: a) Pemilihan metode pengadaan yang menghindari pelaksanaan tender/lelang secara terbuka. b) Pencantuman spesifikasi teknik, jumlah, mutu, dan/atau waktu penyerahan barang yang akan ditawarkan atau dijual atau dilelang yang hanya dapat disuplai oleh satu pelaku usaha tertentu. c) Tender/lelang dibuat dalam paket yang hanya satu atau dua peserta tertentu yang dapat mengikuti/melaksanakannya. d) Ada keterkaitan antara sumber pendanaan dan asal barang/jasa e) Nilai uang jaminan lelang ditetapkan jauh lebih tinggi dari pada nilai dasar lelang. f) Penetapan tempat dan waktu lelang yang sulit dicapai dan diikuti. 13 Buku Saku KPPU, Pedoman Pasal 22 tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender, hlm.20 14 Ibid, hlm 21 5

2) lndikasi persekongkolan pada saat pembentukan Panitia, antara lain meliputi: a) Panitia yang dipilih tidak memiliki kualifikasi yang dibutuhkan sehinggamudah dipengaruhi. b) Panitia terafiliasi dengan pelaku usaha tertentu. c) Susunan dan kinerja Panitia tidak diumumkan atau cenderung ditutup-tutupi. 3) Indikasi persekongkolan pada saat prakualifikasi perusahaan atau pralelang, antara lain meliputi: a) Persyaratan untuk mengikuti prakualififasi membatasi dan/atau mengarah kepada pelaku usaha tertentu. b) Adanya kesepakatan dengan pelaku usaha tertentu mengenai spesifikasi, merek, jumlah, tempat, dan/atau waktu penyerahan barang dan jasa yang akan ditender atau dilelangkan. c) Adanya kesepakatan mengenai cara, tempat, dan/atau waktu pengumuman tender/lelang. d) Adanya pelaku usaha yang diluluskan dalam prakualifikasi walaupun tidak atau kurang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. e) Panitia memberikan perlakuan khusus/istimewa kepada pelaku usaha tertentu. f) Adanya persyaratan tambahan yang dibuat setelah pra-kualifikasi dan tidak diberitahukan kepada semua peserta. g) Adanya pemegang saham yang sama diantara peserta atau Panitia atau pemberi pekerjaan maupun pihak lain yang terkait langsung dengan tender/lelang (benturan kepentingan) 4) lndikasi persekongkolan pada saat pembuatan persyaratan untuk mengikuti tender lelang maupun pada saat penyusunan dokumen tender lelang antara lain meliputi adanya persyaratan tender/lelang yang mengarah kepada pelaku usaha tertentu terkait dengan senifikasi barang, mutu, kapasitas dan waktu penyerahan yang harus dipenuhi 15. 5) lndlkasi persekongkolan pada saat pengumuman tender atau lelang, antara lain meliputi: 16 a) Jangka waktu pengumuman tender/lelang yang sangat terbatas. b) Informasi dalam pengumuman tender lelang dengan sengaja dibuat tidak lengkap dan tidak memadai. Sementara, informasi yang Iebih lengkap diberikan hanya kepada pelaku usaha tertentu. c) Pengumuman tender/ielang dilakukan melalui media dengan jangkauan yang sangat terbatas, misalnya pada surat kabar yang tidak dikenal ataupun pada papan pengumuman yang jarang dilihat publik atau pada surat kabar dengan 15 Buku Saku KPPU, Pedoman Pasal 22 tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender, hlm.20 16 Buku Saku KPPU, Pedoman Pasal 22 tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender, hlm.24 6

jumlah eksemplar yang tidak menjangkau sebagian besar target yang diinginkan. d) Pengumuman tender/lelang di muat pada surat kabar dengan ukuran iklan yang sangat kecil atau pada bagian/lay-out surat kabar yang seringkali dilewatkan oleh pembaca yang menjadi target tender/lelang. 6) lndikasi persekongkolan pada saat pengambilan dokumen tender lelang, antara lain meliputi: 17 a) Dokumen tender/lelang yang diberikan tidak sama bagi seluruh calon peserta tender/lelang. b) Waktu pengambilan dokumen tenderllelang yang diberikan sangatterbatas. c) Alamat atau tempat pengambilan dokumen tender/ielang sulit ditemukan oleh calon peserta tender/lelang. d) Panitia memindahkan tempat pengambilan dokumen tender/ielang secara tiba-tiba menjelang penutupan waklu pengambilan dan perubahan tersebut tidak diumumkan secara terbuka. 7) lndikasi persekongkolan pada saat penemuan Harga Perkiraan Sendiri atau harga dasar lelang, antara lain meliputi: 18 a) Adanya dua atau Iebih harga perkiraan sendiri atau harga dasar atas satu produk atau jasa yang ditender/dilelangkan. b) Harga perkiraan sendiri atau harga dasar hanya diberikan kepada pelaku usaha tertentu. c) Harga perkiraan sendiri atau harga dasar ditentukan berdasarkan pertimbangan yang tidak jelas dan tidak wajar. 8) lndikasi persekongkolan pada saat penjelasan tender atau open house lelang, antara Iain meliputi: 19 a) Informasi atas barang/jasa yang ditender atau dilelang tidak jelas dan cenderung ditutupi. b) Penjelasan tender/lelang dapat diterima oleh pelaku usaha yang terbatas sementara sebagian besar calon peserta lainnya tidak dapat menyetujuinya. c) Panitia bekerja secara tertutup dan tidak memberi layanan atau informasi yang seharusnya diberikan secara lerbuka. d) Salah satu calon peserta tender/lelang melakukan perlemuan tertutup ndengan Panitia. 9) Indikasi persekongkolan pada saat penyerahan dan pembukaan dokumen atau kotak penawaran tender/lelang, antara Iain meliputi: 20 17 Ibid, hlm 25 18 Ibid, hlm 26 19 Ibid, hlm 27 20 Buku Saku KPPU, Pedoman Pasal 22 tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender, hlm.27 7

a) Adanya dokumen penawaran yang diterima setelah batas waktu. b) Adanya dokumen yang dimasukkan dalam satu amplop bersama-sama dengan penawaran peserta tender/lelang yang Iain. c) Adanya penawaran yang diterima oleh Panitia dari pelaku usaha yang tidak mengikuti atau tidak Iulus dalam proses kualifikasi atau proses administrasi. d) Terdapat penyesuaian harga penawaran pada saat-saat akhir sebelum memasukkan penawaran. e) Adanya pemindahan lokasi/tempat penyerahan dokumen penawaran secara tiba-tiba tanpa pengumuman secara terbuka. 10) lndikasi persekongkolan pada saat evaluasi dan penetapan pemenang tender/lelang, antara lain meliputi: 21 a) Jumlah pesena tender/lelang yang lebih sedikit dari jumlah peserta tender/lelang dalam tender atau lelang sebelumnya. b) Harga yang dimenangkan jauh lebih tinggi atau lebih rendah dari harga tender/lelang sebelumnya oleh perusahaan atau pelaku usaha yang sama. c) Para peserta tender/lelang memasukkan harga penawaran yang hamper sama. d) Pesena tender/lelang yang sama, dalam tender atau lelang yang berbeda mengajukan harga yang berbeda untuk barang yang sama, tanpa alasan yang logis untuk menjelaskan perbedaan tersebut. e) Panitia cenderung untuk memberi keistimewaan pada pesena tender/lelang tertentu. f) Adanya beberapa dokumen penawaran tender/lelang yang mirip. g) Adanya dokumen penawaran yang ditukar atau dimodifikasi oleh Panitia. h) Proses evaluasi dilakukan ditempat yang terpencil dan tersembunyi. i) Perilaku dan penawaran para peserta tender/lelang dalam memasukkan penawaran mengikuti pola yang sama dengan beberapa tender atau lelang sebelumnya. 11) lndikasi persekongkolan pada saat pengumuman calon pemenang, antara lain meliputi: 22 a) Pengumuman diumumkan secara terbatas sehingga pengumuman tersebut tidak diketahui secara optimal oleh pelaku usaha yang memenuhi persyaratan, misalnya diumumkan pada media massa yang tidak jelas atau diumumkan melalui faksimili dengan nama pengirim yang kurang jelas. b) Tanggal pengumuan tender/lelang ditunda dengan alasan yang tidak jelas. c) Peserta tender/lelang memenangkan tender atau lelang cenderung berdasarkan giliran yang tetap. 21 Ibid, hlm 28 22 Ibid, hlm 29 8

d) Ada peserta tender/lelang yang memenangkan tender atau lelang secara terus menerus di wilayah tertentu. e) Ada selisih harga yang besar antara harga yang diajukan pemenang tender/lelang dengan harga penawaran peserta lainnya, dengan alas an yang tidak wajar atau tidak dapat dijelaskan. 12) Indikasi persekongkolan pada saat pengajuan sanggahan, antara Iain meliputi: 23 a) Panitia tidak menanggapi sanggahan peserta tender lelang. b) Panitia cenderung menutup-nutupi proses dan hasil evaluasi. 13) lndikasi persekongkolan pada seat penunjukan pemenang tender lelang dan penandatanganan kontrak. antara lain meliputi: 24 a) Surat penunjukan pemenang tender/lelang telah dikeluarkan sebelum proses sanggahan diselesaikan. b) Penerbitan surat penunjukan pemenang tender/lelang mengalami penundaan tanpa alasan yang dapat dipenanggung jawabkan. c) Surat penunjukan pemenang tender/lelang tidak lengkap. d) Konsep kontrak dibuat dengan menghilangkan hal-hal penting yang seharusnya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kontrak. e) Penandatanganan kontrak dilakukan secara terlutup. f) Penandatanganan kontrak mengalami penundaan tanpa alasan yang tidak dapat dijelaskan. 14) lndikasi persekongkolan pada saat pelaksanaan dan evaluasi pelaksanaan, antara Iain meliputi: 25 a) Pemenang tender/lelang mensubkontrakan pekerjaan kepada perusahaan lain atau peserta tender/lelang yang kalah dalam tender atau lelang tersebut; b) Volume atau nilai proyek yang diserahkan tidak sesuai dengan ketentuan awal, tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan. c) Hasil pengerjaan tidak sesuai atau lebih rendah dibandingkan dengan ketentuan yang diatur dalam spesifikasi teknis, tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan. 23 Buku Saku KPPU, Pedoman Pasal 22 tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender, hlm.30 24 Ibid, hlm 31 25 Ibid, hlm 31 9

c. Aturan dan Sanksi 1) KPPU berwenang untuk menjatuhkan sanksi administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan pasal 22, berupa: 26 a) perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan/atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan/atau merugikan masyarakat; dan/atau b) penetapan pembayaran ganti rugi ( pasal 47 ayat (2) butir f); dan/atau c) pengenaan denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh Iima miliar rupiah) 2) Terhadap pelanggaran pasal 22 juga dapat dikenakan hukuman pidana pokok 27 a) pidana denda serendah-rendahnya Rp 5.000.000.000,00 (Iima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah), b) atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan. c) pidana denda serendah-rendahnya Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) d) atau pidana kurunganpengganti denda selama-iamanya 3 (tiga) bulan (pasal 48 ayat (3)), dalam ha! pelaku usaha dan/atau menolak menyerahkan alat bukti yang diperlukan dalam penyelidikan dan/atau pemeriksaan atau menolak diperiksa, menolak memberikan informasi yang diperlukan dalam penyelidikan dan/atau pemeriksaan, atau menghambat proses penyelidikan dan/atau pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 41 ayat (1) dan (2). 3) Terhadap pidana pokok tersebut, juga dapat dijatuhkan pidana tambahan terhadap pelanggaran pasal 22 berupa: 28 a) pencabutan izin usaha, atau b) larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran lerhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun, atau c) penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain. Terhadap persekongkolan dalam tender yang melibatkan Pegawai atau Pejabat Pemerintah (PNS atau yang diperbantukan pada BUMN, BUMD, atau Swasta), maka untuk menegakkan hukum persaingan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyampaikan 26 Pasal 47, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 27 Pasal 48, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat 28 Pasal 49, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat 10

informasi tentang persekongkolan tersebut kepada atasan Pegawai atau Pejabat bersangkutan atau Kejaksaan, maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk mengambil tindakan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. IV. Penutup 1. Persekongkolan dalam tender merupakan salah satu kegiatan yang dilarang berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, karena dapat menghambat persaingan usaha dan merugikan kepentingan umum. Pemerintah melalui Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pedoman Pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, memberikan pedoman guna memperjelas pengaturan mengenai persekongkolan dalam tender. 2. Persekongkolan adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol. 3. Persekongkolan dalam tender dapat berupa persekongkolan horizontal antara pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa dengan sesama pelaku usaha atau penyedia barang dana jasa; secara vertikal dengan panitia tender atau panitia lelang atau pengguna barang jasa atau pemilik atau pemberi pekerjaan; atau persekongkolan horizontal dan vertikal yaitu persekokolan fiktif. 4. Aturan dan sanksi sehubungan persekongkolan diatur dalam Pasal 47 s.d 49 Undangundang Nomor 5 Tahun 1999 yaitu berupa sanksi administratif dan sanksi pidana. 11

Daftar Pustaka: Buku dan Internet Buku Saku KPPU, Pedoman Pasal 22 tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender. Kamus Hukum, J.C.T.Simoragkir, Dkk. Peraturan Perundang-undangan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pedoman Pasal 22 Undangundang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Penulis: Tim UJDIH BPK Perwakilan Kalimantan Timur Disclaimer: Seluruh informasi yang disediakan dalam tulisan hukum adalah bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pemberian informasi hukum semata dan bukan merupakan pendapat instansi. 12