PENGELOLAAN PEMBELAJARAN KELOMPOK BELAJAR PENDIDIKAN KESETARAAN PAKET B UPTD SKB BINA MANDIRI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO TESIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Pasal 26 ayat (3), yang menjelaskan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa lain di dunia. Kualitas manusia Indonesia tersebut dihasilkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal penting bagi kehidupan umat manusia. berkualitas yang akan mampu menghadapi tantangan kehidupan yang

Lamp 1. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PROSES UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iva Sucianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

Grafik 3.2 Angka Transisi (Angka Melanjutkan)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sehingga investasi dalam pendidikan bukan hanya memberikan dampak bagi

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah dan berkesinambungan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rangka peningkatan sumber daya manusia Indonesia, pemerintah

sendiri dari hasil pengalaman belajarnya.

2013, No.71 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 T

BAB I PENDAHULUAN. diawasi agar terlaksana secara efektif dan efisien. Rusman (2012:4) mengemukakan proses

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ahmad Wahyudi, 2015

MANAJEMEN PENYELENGGARAAN PROGRAM PERCEPATAN BELAJAR BAGI SISWA YANG MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN BAKAT ISTIMEWA DI SMP NEGERI 1 WONOGIRI TESIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab terhadap pembentukan sumber daya manusia yang unggul. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemajuan kehidupan masyarakat dalam suatu negara sangat dipengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kebutuhan siswanya. Sebagaimana Mulyasa mengungkapkan

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-I Jurusan Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh :

BUDAYA BELAJAR MATEMATIKA SEKOLAH ALTERNATIF. (Studi Etnografi di SMP Alternatif Bumi Madania Salatiga)

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) dikemukakan bahwa kurikulum untuk jenis

Standar kopetensi Pendidikan oleh Fauzan AlghiFari / / TP-B

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkatkan kualitas pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. kompleksitas zaman. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

BAB I PENDAHULUAN. Untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia dibutuhkan. pendidikan, karena pendidikan merupakan wahana untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. V SDN 02 Jatiharjo, Jatipuro, Karanganyar. 1. Nilai ulangan Formatif banyak yang kurang memenuhi KKM.

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam setiap jenjang pendidikan, Bahasa Indonesia juga sebagai mata

BAB I PENDAHULUAN. usaha manusia dalam rangka memajukan aktivitas. Pendidikan sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia. Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

BAB I PENDAHULUAN. berkurang apalagi tuntas, hal ini dikarenakan perkembangan ilmu pengetahuan

I. PENDAHULUAN. selalu dilakukan dari waktu ke waktu. Hal ini dimasudkan agar dapat. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 dalam Lapono (2009: 122)

tanya jawab, pemberian tugas, atau diskusi kelompok) dan kemudian siswa merespon/memberi tanggapan terhadap stimulus tersebut. Pembelajaran harus

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata

EKSPERIMENTASI ALAT PERAGA SIMETRI LIPAT DAN SIMETRI PUTAR PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU DARI RESPON SISWA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.

DORONGAN BELAJAR SISWA PASCA PEMBERIAN BOS TESIS

BAB II KAJIAN TEORETIS. Program Paket C dinyatakan bahwa: Kegiatan tutorial mencakup 3 hal yaitu

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting bagi setiap manusia, karena dengan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas,

UNJUK KERJA KOMITE SEKOLAH DI SMA NEGERI 3 SEMARANG TESIS

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting sebagai sarana yang tepat untuk

I. PENDAHULUAN. bertujuan menghasilkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang terdidik

BAB I PENDAHULUAN. penjelasan dari peneliti saja. Pembelajaran tidak berhasil dengan baik,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan visi, misi dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Visi

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT)

HUBUNGAN MOTIVASI TERHADAP HASIL BELAJAR SERVIS BAWAH DALAM PEMBELAJARAN BOLAVOLI PADA SISWA KELAS XI SMK PGRI 4 KOTA KEDIRI TAHUN AJARAN 2014/2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keterkaitan secara sinergis, antara lain kebijakan, kurikulum, tenaga pendidik dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No 20 tahun 2003 pasal 1 menegaskan bahwa pendidikan. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kegiatan pembelajaran merupakan suatu proses untuk mencapai kompetensi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan manusia atau lazim

I. PENDAHULUAN. atau berita, fakta, dan pendapat dari seorang penutur kepada pendengar.

Kinerja Tutor Pada Pembelajaran Program Paket B di Kecamatan Talaga Jaya Kabupaten Gorontalo

BAB I PENDAHULUAN. menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Hal semacam itulah yang

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PROSES UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

I. PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Dalam Undang-Undang tentang

BAB I PENDAHULUAN. persoalan-persoalan tersebut di atas,melalui pembaharuan dalam sistim pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. menjelaskan ayat sebagai berikut: 1

BAB I PENDAHULUAN. teknologi komunikasi dewasa ini, menuntut individu untuk memiliki berbagai

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan adalah sebuah proses dengan metode-metode tertentu

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA. Imam Gunawan

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI TESIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah aspek penting dalam perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. negeri ini menghadapi persaingan global, khususnya dalam bidang. pendidikan nonformal. Pendidikan formal diperoleh melalui lembaga

BAB I PENDAHULUAN. diberikan kepada siswa di semua jenjang pendidikan. Siswa dituntut untuk

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan amanat pembukaan Undang-Undang Negara. kehidupan bangsa. Salah satu wahana dalam mencerdaskan setiap warga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses pendidikan dapat berlangsung dalam dua tahapan, yakni proses

I. PENDAHULUAN. sepanjang hayat (long life education). Hal ini sesuai dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kegiatan pelaksanaan pendidikan di sekolah, guru merupakan orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sarana penting pengembangan ilmu dan pondasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan bidang pendidikan dilakukan guna memperluas

BAB I PENDAHULUAN. menekankan pada keterampilan berbahasa. Keterampilan berbahasa tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan. Oleh karena itu setiap tenaga

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah pokok yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia adalah masalah yang berhubungan dengan mutu atau

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UPAYA TUTOR DALAM MENERAPKAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN MANDIRI PADA WARGA BELAJAR PAKET C DI PKBM PELITA PRATAMA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inquiri ilmiah (Scientific

Transkripsi:

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN KELOMPOK BELAJAR PENDIDIKAN KESETARAAN PAKET B UPTD SKB BINA MANDIRI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO TESIS Diajukan kepada : Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Oleh : Sukino Q 100070637 MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Amanat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa pendidikan nasional diselenggarakan melalui tiga jalur, yaitu: pendidikan formal, nonformal, dan informal. Melalui jalur pendidikan nonformal, pemerintah melalui Dirjen Pendidikan Luar Sekolah (PLS), yang kini berubah nama menjadi Dirjen Pendidikan Nonformal dan Informal (PNFI) menyelenggarakan berbagai program yang salah satu diantaranya adalah Pendidikan Kesetaraan, yang terdiri atas (1) Paket A setara SD, (2) Paket B setara SMP, dan (3) Paket C setara SMA (Sudibyo, 2003: 44). Peran pendidikan Kesetaraan yang meliputi program Paket A, B, dan C sangat strategis dalam rangka pemberian bekal pengetahuan dan program penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun. Penyelenggaraan program ini terutama ditujukan bagi masyarakat putus sekolah karena keterbatasan ekonomi (Gaol, 2008: 8). Mengingat kebhinekaan budaya, keragaman latar belakang, karakteristik, kecepatan, dan kesempatan belajar siswa serta tuntutan untuk menghasilkan lulusan yang bermutu, diperlukan standar proses, yaitu standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah termasuk pendidikan nonformal khususnya pada pendidikan kesetaraan Paket A, Paket B, dan Paket C harus dilaksanakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, 1

2 memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, dan perkembangan fisik dan psikologis siswa (Sudibyo, 2008:781). Pendekatan kelompok muncul karena pendekatan individual dan pendekatan massal mengandung banyak kelemahan. Pendekatan individual yang intensif karena kekuatan komunikasi langsung, face to face ternyata kurang luas jangkauannya, sehingga terlampau mahal dan banyak waktu yang diperlukan. Sebaliknya pendekatan massal mampu menjangkau daerah dan sasaran yang luas karena bantuan kekuatan media massa, tetapi sering menampakkan kelemahan karena efeknya kurang intensif disertai alur komunikasi yang sepihak saja. Pendekatan kelompok banyak dipilih karena diangap bisa mengambil kekuatan kedua pendekatan tersebut di atas dengan menekan kelemahannya. Kelompok belajar (learning Group) dapat dianggap sebagai perujudan pendekatan kelompok dalam dunia pendidikan. Kelompok belajar dalam maknanya yang lebih luas berarti setiap kelompok yang memungkinkan para warganya bisa belajar secara efektif dan efisien. Batasan operasional tentang kelompok belajar ini bermakna luas, sehingga dengan sendirinya tidak sematamata merujuk pada kelompok belajar dari Direktorat Pendidikan Masyarakat saja. Kelompok tani yang dibina oleh Departemen Pertanian sepintas seperti sekumpulan petani saja, akan tetapi bila ditelaah secara seksama ternyata juga merupakan kelompok belajar. Kelompok belajar bukan sekedar merupakan kelompok sasaran informasi atau pesan, juga bisa berfungsi sebagai wahana pembelajaran yang bisa 2

3 diandalkan dalam pendidikan luar sekolah. Dalam kelompok belajar dapat terjadi tukar-menukar pengetahuan, pengalaman, bahkan keterampilan antara sesama warga belajar. Suasana kelompok belajar yang tidak kaku bisa mendorong keberanian untuk berpartisipasi dalam proses belajar. Bruner (2005), mengemukakan asumsinya bahwa proses belajar mengajar pengetahuan (cognitive learning) seharusnya didasarkan sepenuhnya atas tiga hal: Pertama, adanya dorongan yang tumbuh dari dalam siswa. Kedua, adanya kebebasan siswa untuk memilih dan berbuat dalam kegiatan belajar. Ketiga, siswa tidak merasa terikat oleh pengaruh ganajaran dan hukuman yang datang dari luar dirinya yaitu dari anak didik. Dengan kata lain, siswa akan merasa bahwa belajar itu merupakan bagian dari kehidupannya, dilakukan atas dorongan dari dalam dirinya bila kegiatan belajar ini sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan dirinya dan penghargaan akan datang dari siswa sendiri, antara lain adanya kepuasan atas kemampuan diri untuk melakukan dan menghasilkan sesuatu yang dipelajari (the autonomy of self reward). Kelompok belajar bisa berkembang menjadi kelompok kerja (working group) manakala para warganya merasa perlu merealisasikan hasil belajar mereka dalam bentuk kegiatan usaha bersama. Pengalaman belajar bersama dapat membina rasa kegotongroyongan yang bisa menjadi modal yang penting bagi pembangunan masyarakat. Kelompok belajar pendidikan luar sekolah lebih didasarkan pada kemauan dan kemampuan masyarakat pada umumnya dan warga belajar pada khususnya serta bersifat fleksibel. Karena hal tersebut, umumnya kelompok belajar pendidikan luar sekolah (PLS) terkesan asal ada dan tidak terawat jika 3

4 dibandingkan dengan pendidikan sekolah, maka keadaannya jauh tertinggal. Kajian tentang upaya mengembangkan kelompok belajar PLS sangat diperlukan. Kondisi nyata pengelolaan pembelajaran kelompok belajar pendidikan kesetaraan Paket B Bina Mandiri UPTD SKB Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo memang belum optimal, guru pamong yang sangat terbatas, referensi yang minim, fasilitas gedung dan peralatan pembelajaran yang kurang memadai, alokasi anggaran yang belum mencukupi biaya operasional, dan sebagainya. Kelompok belajar Paket B Bina Mandiri UPTD SKB Kecamatan Sukoharjo memiliki ciri khas, antara lain : perencanaan dalam kegiatan yang berbeda dengan pendidikan sekolah pada umumnya, pelaksanaan kegiatannya yang tidak penuh waktu, artinya berlangsung tidak dalam satu minggu, tetapi sering dilaksanakan akhir pekan, dan penilaian yang dilaksanakan di akhir kegiatan atau akhir tahun yang berbeda dengan pendidikan sekolah pada umumnya. B. Fokus Penelitian Berawal dari latar belakang di atas, maka fokus penelitian ini sebagai berikut : Bagaimana ciri-ciri pengelolaan pembelajaran Kelompok Belajar Pendidikan Kesetaraan Paket B Bina Mandiri UPTD SKB Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo? Sedangkan subfokus penelitian adalah, 1. Bagaimana ciri-ciri perencanaan pembelajaran di SKB Bina Mandiri? 2. Bagaimana ciri-ciri pengorganisasian di SKB Bina Mandiri? 3. Bagaimana ciri-ciri pelaksanaan pembelajaran di SKB Bina Mandiri? 4. Bagaimana ciri-ciri evaluasi pembelajaran di SKB Bina Mandiri? 4

5 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum penelitian adalah mendeskripsikan ciri-ciri pengelolaan pembelajaran Paket B di SKB Bina Mandiri Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo 2. Tujuan khusus penelitian ini, yaitu mendeskripsikan tentang : a. Ciri-ciri perencanaan pembelajaran di SKB Bina Mandiri. b. Ciri-ciri pengorganisasian di SKB Bina Mandiri. c. Ciri-ciri pelaksanaan (actuating) pembelajaran di SKB Bina Mandiri. d. Ciri-ciri evaluasi pembelajaran di SKB Bina Mandiri. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis, dapat digunakan sebagai bahan penelitian dan pengembangan sejenis berikutnya, yaitu tentang pengelolaan kelompok belajar Paket B. 2. Manfaat praktis, bagi pemerintah dapat mengimplementasikan pengelolaan pembelajaran Kelompok Belajar Pendidikan Kesetaraan Paket B Bina Mandiri UPTD SKB Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo, dan bagi masyarakat yang tidak tamat SMP dapat melanjutkan dan memanfaatkan kelompok belajar paket B tersebut sebagai jembatan mengikuti pendidikan setara SMP. E. Definisi Istilah 1. Pendidikan kesetaraan paket B adalah pendidikan yang setara atau sederajat dengan jenjang SLTP (SMP/MTs). 5

6 2. Pengelolaan pembelajaran ialah pengelolaan yang mencakup perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan penilaian dalam pembelajaran. 3. Bina Mandiri merupakan salah satu kelompok belajar paket B yang berada di bawah naungan UPTD SKB Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo. 6