I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan

I. PENDAHULUAN. aktivitas hidupnya dan melanjutkan garis keturunannya. Dalam menjalin

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua orang individu atau lebih,

I. PENDAHULUAN. dasarnya, manusia berkembang dari masa oral, masa kanak-kanak, masa

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang

I. PENDAHULUAN. dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam kehidupan sehari-hari, sering

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi adalah peristiwa sosial yang terjadi ketika manusia berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif

1. PENDAHULUAN. Hal-hal yang sering dihadapi oleh para remaja pada umumnya adalah gejolak emosi dan

I. PENDAHULUAN. Peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP ) berada dalam masa

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan ini pula dapat dipelajari perkembangan ilmu dan teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh menjadi dewasa. Menurut Hurlock (2002:108) bahwa remaja. mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

I. PENDAHULUAN. berkembang melalui masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa hingga. Hubungan sosial pada tingkat perkembangan remaja sangat tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan Belajar Siswa, (Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2011), 2

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas. perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV PENERAPAN LATIHAN ASERTIF DALAM MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI SISWA YANG MEMILIKI ORANG TUA TUNGGAL (SINGLE PARENT)

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGUNGKAPKAN PENDAPAT MENGGUNAKAN TEKNIK ASSERTIVE TRAINING SISWA KELAS XII SMA

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung yang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGUNGKAPKAN PENDAPAT MENGGUNAKAN TEKNIK ASSERTIVE TRAINING SISWA KELAS XII SMA

BAB I PENDAHULUAN. kurang memahami apa yang sebenarnya diinginkan oleh dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. serta kebutuhan memungkinkan terjadinya konflik dan tekanan yang dapat

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu

BAB V HUBUNGAN MOTIVASI BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. Siswa sebagai generasi muda diharapkan berani untuk mengemukakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka akan diuraikan lebih jelas tentang: a) kemampuan

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. menganggap dirinya sanggup, berarti, berhasil, dan berguna bagi dirinya sendiri,

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS

PENDAHULUAN. membantu untuk menjalin hubungan kerja sama dan kemampuan memahami individu

Tabel validitas alat ukur kompetensi interpersonal

MENGURANGI KONSEP DIRI NEGATIF MENGGUNAKAN ASSERTIVE TRAINING PADA SISWA KELAS X SMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah elemen yang sangat penting

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA MAHASISWA AKTIVIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. didapatkan 10 siswa termasuk dalam kategori sangat rendah dan rendah yang

PERBEDAAN PERILAKU ASERTIF ANTARA ETNIS JAWA DENGAN ETNIS DAYAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendapatnya secara terbuka karena takut menyinggung perasaan orang lain. Misalnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

I. PENDAHULUAN. Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

PENGGUNAAN TEHNIK ASSERTIVE TRAINING UNTUK MENINGKATKAN PENYESUAIAN SOSIAL SISWA DI SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN. Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang

PENGGUNAAN TEKHNIK ASSERTIVE TRAINING DALAM MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI PADA SISWA KELAS VII

1. PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berhubungan dengan

maupun kelompok. Didalam menghadapi lingkungan, individu akan bersifat aktif

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, disadari atau tidak remaja akan kehilangan hak-hak pribadi

I. PENDAHULUAN. Keluarga adalah sekelompok individu yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak

BAB I PENDAHULUAN. dimana kedua aspek tersebut terjadi secara bersama-sama. Sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Pokok

BAB I. Pendahuluan. Nasional pada Bab II menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi

BAB II LANDASAN TEORI. merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi

I. PENDAHULUAN. menjadi kegiatan pokok bagi setiap manusia beradap. Berhasil atau tidaknya

BAB I PENDAHULUAN. lainnya, hubungan dengan manusia lain tidak lepas dari rasa ingin tahu tentang lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. untuk bisa mempertahankan hidupnya. Sebagai mahluk sosial manusia tidak lepas

BAB I PENDAHULUAN. diupayakan dan mewujudkan potensinya menjadi aktual dan terwujud dalam

BAB I PENDAHULUAN. depan, seperti pendidikan formal di universitas mahasiswa diharapkan aktif, kunci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang sangat kompleks. Banyak hal yang

PERILAKU ASERTIF PADA REMAJA AWAL MADE CHRISTINA NOVIANTI DR. AWALUDDIN TJALLA ABSTRAKSI

BAB IV ANALISIS TERAPI RASIONAL EMOTIF DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KONFRONTASI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK KORBAN BULLYING

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hasil akhir dari pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Proses timbulnya perilaku tersebut ialah ketika seseorang dalam suatu titik. perilaku yang dinamakan perilaku agresif.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia mempunyai bakat dan kemampuan yang berbeda-beda, sehingga membutuhkan pendidikan yang berbeda-beda pula.

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. merupakan sebentuk komunikasi. Sedangkan Rogers bersama Kuncaid

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan yang diarahkan pada peningkatan intelektual dan emosional anak

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Membolos merupakan salah satu perilaku siswa di sekolah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ini maka dapat dijelaskan bahwa tinjauan pustaka adalah teori-teori yang relevan

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

1. PENDAHULUAN. sistem pendidikan nasional No.20 tahun 2003 yang menyatakan tegas

BAB I PENDAHULUAN. ke arah positif maupun negatif, maka intervensi edukatif dalam bentuk

1. PENDAHULUAN. sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang harus hidup di tengah lingkungan sosial. Melalui proses sosialisasi. mengadakan interaksi sosial dalam pergaulannya.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Sebagai makluk hidup sosial, seorang individu sejak lahir hingga sepanjang hayat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

VI. KESIMPULAN DAN SARAN. dan pergaulan teman sebaya dengan perilaku delinkuen remaja pada siswa-siswi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014

I. PENDAHULUAN. menghantarkan siswa atau peserta didik agar mampu menghadapi perubahan

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tak akan terlepas dari kodratnya, yaitu manusia sebagai makhluk sosial, yang mana ia harus hidup berdampingan dengan manusia lainnya dan sepanjang hidupnya bersosialisasi dengan orang lain dalam proses interaksi. Interaksi sosial menghasilkan banyak bentuk sosialisasi. Bisa berupa interaksi antar individu, interaksi individu dengan kelompok, dan interaksi antar kelompok. Sedangkan syarat terjadinya interaksi sosial adalah terjadi kontak sosial dan terjadi komunikasi. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa adanya orang lain. Ini tetap berlaku pada diri orang yang anti sosial sekalipun. Kepekaan sosial ini bukan sekedar bawaan sejak lahir dan diperoleh hanya dengan cara dipelajari, melainkan penggabungan dari keduanya. Hal ini membuktikan bahwa interaksi sosial telah ada dengan adanya kepekaan sosial.

2 Interaksi sosial dapat membantu individu mengembangkan potensi yang berada didalam dirinya melalui bantuan orang lain. Tanpa adanya interaksi, maka manusia tak dapat berbuat apapun. Interaksi sosial terjadi jika dua orang atau lebih saling berhadapan, bekerja sama, berbicara, berjabat tangan atau bahkan terjadi persaingan dan pertikaian. Melalui interaksi sosial, seseorang dapat saling menunjukkan perilaku satu sama lain, dan hal ini menyebabkan pertukaran perilaku antar pribadi. Mereka dapat saling mempengaruhi satu sama lain, dengan cara mengimitasi, sugesti yang timbul, adanya identifikasi, dan timbulnya simpati terhadap orang lain. Namun tak selamanya interaksi itu berjalan lancar, karena masing-masing individu memiliki tingkat kesukarannya dalam melakukan interaksi sosial ini. Berinteraksi sosial mampu menyatukan dua orang atau lebih, ataupun sebaliknya. Dalam interaksi sosial dibutuhkan kemampuan individu untuk menyatakan dan mengekspresikan dirinya dengan enak dalam berbagai situasi sosial. Interaksi sosial ini mengajarkan individu untuk mengungkapkan diri dengan cara sedemikian sehingga terefleksi kepekaannya terhadap perasaan dan hak orang lain. Seperti yang dikemukakan oleh Murray dan McClelland (dalam Walgito, 2002:57), bahwa individu mempunyai motif atau dorongan sosial. Dengan adanya dorongan atau motif sosial pada individu, maka individu akan mencari orang lain untuk mengadakan hubungan atau untuk mengadakan interaksi. Dengan demikian, maka akan terjadilah interaksi antara individu satu dengan individu yang lain.

3 Siswa sebagai anggota masyarakat hendaknya memiliki kemampuan interaksi sosial yang baik, terutama di lingkungan sekolah. Hal ini disebabkan karena sebagian besar waktu siswa digunakan untuk berinteraksi dengan orang-orang yang berada di lingkungan sekolahnya. Tak heran jika siswa satu sama lain sangat saling mempengaruhi, baik dari perilaku, cara berbicara, cara berpakaian, dan lain-lain. Namun permasalahan yang sering ditemui saat ini adalah beberapa siswa yang mengalami kesulitan dalam interaksi sosial sehingga ia merasa dikucilkan dari teman-temannya yang lebih mampu berinteraksi dengan orang-orang di lingkungan sekolah. Sedangkan di lingkungan sekolah siswa dituntut mampu berkomunikasi dengan baik dengan warga sekolah yakni guru, staf tata usaha dan teman sebaya, maupun personil sekolah lainnya. Slameto (2003:68) mengatakan bahwa metode mengajar guru yang kurang berinteraksi dengan siswa secara akrab, akan menyebabkan proses belajarmengajar kurang lancar, siswa akan merasa jauh dari guru, sehingga menyebabkan siswa enggan berpartisipasi secara aktif dalam proses pembelajaran. Sikap siswa yang akhirnya kurang berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar tersebut merupakan salah satu interaksi sosial yang rendah. Selain itu, apabila ketika siswa yang ingin bertanya namun guru memarahinya, maka akan berdampak pada perilaku siswa yang selanjutnya mungkin saja tidak berani lagi untuk bertanya bahkan dalam hal lain, temanteman yang lain juga akan ikut mengucilkannya karena guru yang mengajar

4 mereka menjadi marah di dalam kelas. Hal-hal seperti itu harus diperhatikan dalam pola mengajar guru karena akan membawa dampak terhadap perilaku siswa yang selanjutnya bisa saja berdampak terhadap prestasi belajar siswa. Berdsarkan uraian diatas, maka penulis memberikan suatu alternatif penyelesaian terhadap permasalahan tersebut. Salah satu cara yang dapat digunakan dalam meningkatkan interaksi sosial siswa dengan menggunakan teknik assertive training. Satu solusi dari pendekatan behavior yang notabene dengan cepat mencapai popularitas adalah assertive training. Dalam teknik konseling assertive training, individu dapat melatih dirinya dalam mengungkapkan perasaan yang ia rasakan yang selama ini ia pendam. Teknik ini membantu individu mengatakan tidak dan meningkatkan penghargaan terhadap dirinya. Dengan hal ini telah terbentuk, maka interaksi sosial menjadi lebih lancar. Karena dengan assertive training ini, dapat berhubungan dengan individu lain dengan konflik, kekhawatiran dan penolakan yang lebih sedikit dan membantu individu mengungkapkan rasa kasih dan respon-respon positif yang lain. Pernyataan dalam buku Assertion Training (Rees dan Graham: 1991) yang menjelaskan bahwa seseorang akan mampu menanyakan alasan orang lain memberikan penilaian buruk tentang dirinya. Ketika ia berani dan merasa berhak mengetahui alasan tersebut, maka saat itulah berkurangnya kecemasan

5 interaksi sosialnya terhadap teman-temannya dan warga sekolah yang lain dapat berkurang. Jadi teknik yang diajarkan dalam assertive training sangat bermanfaat sebagai salah satu penyelesaian masalah, untuk berbagai macam karakteristik kepribadian yang unik, dapat digunakan untuk banyak hal, diantaranya adalah meningkatkan kemampuan interaksi sosial siswa. Menurut Corey (2009) pendekatan behavioral berupa assertive training ini bisa diterapkan terutama pada situasi interpersonal dimana individu mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan yang layak atau benar. Pendapat tersebut didukung oleh Lutfi (2007) yang menyatakan bahwa assertive training merupakan latihan keterampilan sosial yang diberikan pada individu yang diganggu kecemasan, tidak mampu mempertahankan hak-haknya, terlalu lemah, membiarkan orang lain merongrong dirinya, tidak mampu mengekspresikan amarahnya dengan benar dan cepat tersinggung. Siswa berusia remaja sangat bergantung pada teman sebaya. Mereka memiliki solidaritas yang tinggi terhadap teman karibnya. Tak jarang mereka selalu menyetujui setiap ajakan teman-temannya, padahal mereka sebenarnya ingin mengatakan tidak. Hal ini disebabkan karena mereka menghindari konflik diantara interaksi sosial antar individu

6 Berpedoman pada observasi awal yang dilakukan di SMAN 2 Muhammadiyah Bandar Lampung, tepatnya pada kelas XI IPS, penulis mendapatkan bahwa ada siswa yang terisolir dari teman sekelasnya, hal ini ditandai dengan kecenderungan siswa diam dan menyendiri dan kurang suka berkumpul dengan teman-temannya pada saat jam belajar mengajar berlangsung dan pada waktu jam istirahat, ada siswa yang susah mengemukakan pendapat dimuka umum, baik dalam kelas maupun lingkungan sekolah, ada siswa yang sulit bekerja dalam kelompok, hal ini ditandai dengan kurang aktifnya siswa dalam diskusi kelompok, ada siswa yang suka bertindak semena-mena terhadap teman sekelasnya, dan dengan sesuka hatinya meminta temannya yang untuk melakukan pekerjaan kelas. Hal-hal tersebut merupakan bagian dari interaksi sosial siswa dengan teman sebaya yang rendah di lingkungan sekolahnya. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Meningkatkan Kemampuan Interaksi Sosial Siswa Melalui Assertive Training di SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013-2014.

7 1. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat terlihat masalah dalam penelitian ini adalah rendahnya interaksi sosial siswa, maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut: 1. Siswa masih takut mengungkapkan yang ia rasakan dikarenakan menghindari terjadinya konflik satu sama lain 2. Ada siswa yang suka menyendiri dari teman-temannya. 3. Siswa kurang mampu mengemukakan pendapat dengan penuh keyakinan dihadapan teman sebayanya 4. Terdapat siswa yang tidak mau bertegur sapa terlebih dahulu apabila bertemu dengan guru dan teman-temannya 5. Ada siswa yang sulit bekerja sama dalam suatu kelompok 6. Ada siswa yang semena-mena terhadap teman sekelasnya 2. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah adalah usaha untuk menetapkan batasan-batasan dari masalah penelitian yang akan diteliti. Maka memberikan batasan-batasan permasalahan untuk menghindari penafsiran yang berbeda-beda, sehingga ruang lingkup dari penelitian itu lebih jelas. Adapun batasan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah membahas tentang Meningkatkan

8 Kemampuan Interaksi Sosial Siswa Melalui Assertive Training di SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013-2014. 3. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu Apakah dapat meningkatkan kemampuan interaksi sosial dengan menggunakan teknik assertive training pada siswa kelas XI IPS di SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung tahun pelajaran 2013 2014?. B. Tujuan Penelitian dan Kegunaan 1. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan interaksi sosial siswa melalui assertive training di SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013 2014. 2. Kegunaan Penelitian Manfaat penelitian ini dapat dilihat dari segi teoritis dan praktis yaitu sebagai berikut: 1. Secara teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kajian secara teoritik bagi ilmu bimbingan dan konseling (di sekolah), khususnya

9 tentang peningkatan interaksi sosial pada siswa SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung. 2. Secara Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan, sumbangan informasi dan pemikiran bagi guru bimbingan konseling di sekolah, guru bidang studi, dan terhadap siswa di SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung mengenai peningkatan interaksi sosial siswa melalui teknik assertive training. C. Ruang Lingkup Penelitian Dalam hal ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian ini agar penelitian lebih jelas dan tidak menyimpang dari tujuan yang telah ditetapkan, diantaranya adalah; 1. Ruang lingkup ilmu Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup ilmu bimbingan dan konseling. 2. Ruang lingkup objek Ruang lingkup objek dari penelitian ini adalah kemampuan interaksi sosial siswa melalui assertive training.

10 3. Ruang lingkup subjek Ruang lingkup subjek penelitian ini adalah siswa SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung kelas XI pada jurusan IPS. 4. Ruang lingkup wilayah Ruang lingkup wilayah dalam penelitian ini adalah SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung. 5. Ruang lingkup waktu Ruang lingkup waktu dalam penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun pelajaran 2013-2014. D. Kerangka Pikir Kerangka pikir merupakan gambaran mengenai hubungan antarvariabel dalam suatu penelitian, yang diuraikan oleh jalan pikiran melalui kerangka logis. Kerangka pikir memuat teori, dalil, atau konsep-konsep yang akan dijadikan dasar dalam penelitian. Siswa adalah makhluk sosial yang merupakan anggota masyarakat, setiap siswa hendaknya memiliki kemampuan interaksi sosial yang baik, terutama di lingkungan sekolah. Hal ini disebabkan karena sebagian besar waktu siswa

11 digunakan untuk berinteraksi dengan orang-orang yang berada di lingkungan sekolahnya, baik itu dengan teman sebaya, guru atau warga sekolah lainnya. Namun tidak sedikit siswa yang mengalami hambatan dalam berkomunikasi, disadari ataupun tidak. Sehingga kelancaran ia dalam berinteraksi sangat kurang. Untuk membantu siswa mengungkapkan apa yang dirasakan, diinginkan, dan membantu siswa meningkatkan kemampuannya mengekspresikan dirinya dengan nyaman dalam berbagai situasi sosial. Dengan interaksi yang baik kepada teman sebaya serta kepada pendidik di sekolah, secara tidak langsung siswa mampu meningkatkan prestasi belajar siswa. Semakin ia aktif dalam proses belajar mengajar, maka semakin baik materi yang ia dapatkan. Namun jika siswa tidak mampu berinteraksi dengan baik, maka ia akan memiliki rasa takut dalam menanyakan pelajaran yang belum ia mengerti. Dan bahkan ia ragu bertanya dengan temannya sendiri. Hal ini membuktikan bahwa interaksi sosial memiliki peran penting dalam kehidupan sehari-hari. Pernyataan tersebut sejalan dengan pernyataan Slameto (2003:54) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar itu banyak jenisnya, namun dapat digolongkan menjadi dua, yaitu internal dan eksternal. Salah satu faktor dari faktor eksternal adalah faktor sekolah yang didalamnya termuat interaksi dengan sesama siswa.

12 Masalah dalam penelitian ini adalah interaksi sosial. Berdasarkan penelitian pendahuluan pada siswa SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung, masalah dalam interaksi sosial juga sering ditemukan pada siswa, seperti siswa masih takut mengungkapkan yang ia rasakan dikarenakan ia menghindari konflik, adapula siswa yang enggan bertegur sapa dengan guru, terdapat siswa yang terisolir dari rekan-rekannya. Pada penelitian ini, peneliti mencoba mengemukakan alternatif lain untuk menyelesaian permasalahan tersebut yaitu melalui teknik assertive training. Corey (2009:215) menjelaskan bahwa: assertive training (latihan asertif) merupakan penerapan latihan tingkah laku dengan sasaran membantu individu-individu dalam mengembangkan cara-cara berhubungan yang lebih langsung dalam situasi-situasi interpersonal. Fokusnya adalah mempraktekkan melalui permainan peran, kecakapan-kecakapan bergaul yang baru diperolah sehingga individu-individu diharapkan mampu mengatasi ketakmemadaiannya dan belajar mengungkapkan perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran mereka secara lebih terbuka disertai keyakinan bahwa mereka berhak untuk menunjukkan reaksi-reaksi yang terbuka itu. Menurut Zastrow (dalam Nursalim 2005:129) menyatakan latihan asertif dirancang untuk membimbing manusia menyatakan, merasa dan bertindak pada asumsi bahwa mereka memiliki hak untuk menjadi dirinya sendiri dan untuk mengekspresikan perasaannya secara bebas. Dalam hubungan dengan orang lain seseorang diharapkan dapat berperilaku asertif artinya seseorang mampu mengekspresikan dirinya secara terbuka tanpa menyakiti atau melanggar hak-hak orang lain, maupun mempertahankan dan meningkatkan

13 penguat dalam situasi interpersonal melalui suatu ekspresi perasaan atau keinginan. Menurut Corey (1995:8) menyatakan bahwa asumsi dasar dari pelatihan asertifitas adalah bahwa setiap orang mempunyai hak untuk mengungkapkan perasaannya, pendapat apa yang diyakini serta sikapnya terhadap orang lain dengan tetap menghormati dan menghargai hak-hak orang tersebut. Dapat disimpulkan bahwa asertivitas merupakan suatu kemampuan individu untuk mengungkapkan apa yang diinginkan, dirasakan dan dipikirkan dengan jujur pada orang lain namun tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan orang lain yang tujuan dari sikap asertif adalah untuk menyenangkan orang lain dan menghindari konflik dengan segala akibatnya. Melalui assertive training kurang tegasnya siswa yang menjadi kurang efektifnya interaksi sosial siswa dapat diubah menjadi lebih asertif sehingga siswa bisa memiliki kemampuan interaksi sosial yang lebih baik, sehingga interaksi sosial siswa pun terbentuk dan meningkat menjadi lebih baik. Dan siswa yang memiliki sikap agresif dapat mengendalikan dirinya sehingga ia mampu berinteraksi menjadi lebih baik lagi. Berdasarkan uraian tersebut, maka muncul kerangka pikir untuk melihat apakah kemampuan interaksi sosial siswa dapat ditingkatkan dengan menggunakan teknik assertive training. Untuk lebih memperjelas maka kerangka pikir dapat digambarkan sebagai berikut :

14 Rendahnya interaksi sosial siswa Penggunaan teknik Assertive Training Siswa menjadi meningkat interaksi sosialnya Gambar 1.1. Alur kerangka pikir E. Hipotesis Hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat peningkatan kemampuan interaksi sosial setelah diberi teknik assertive training pada siswa kelas XI IPS SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung tahun pelajaran 2013-2014. Berdasarkan hipotesis penelitian tersebut, maka hipotesis statistik yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Ho : Kemampuan interaksi sosial tidak dapat ditingkatkan pada siswa kelas XI SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung tahun pelajaran 2013-2014 dengan menggunakan teknik assertive training. Ha : Kemampuan interaksi sosial dapat ditingkatkan pada siswa kelas XI SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung tahun pelajaran 2013-2014 dengan menggunakan teknik assertive training.