DAFTAR INVENTARISASI MASALAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KEWIRAUSAHAAN NASIONAL

dokumen-dokumen yang mirip
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEWIRAUSAHAAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEWIRAUSAHAAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DRAFT RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KEWIRAUSAHAAN NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2013, No.40 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENE

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA,

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR... TAHUN...

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012

BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL

Menimbang: a. bahwa Koperasi dan Usaha Kecil memiliki peran dan

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN INKUBATOR WIRAUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KOPERASI. Usaha Mikro. Kecil. Menengah. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93)

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN, PENGEMBANGAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

2 Mengingat penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hur

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA,

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 103 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 3 TAHUN 2015 T E N T A N G

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106 TAHUN 2017 TENTANG KAWASAN SAINS DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III BERBAGAI KEBIJAKAN UMKM

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA. NOMOR: 11 /Per/M.KUKM/ XII /2013

DRAFT RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PEMANFAATAN ALAT BANTU PRODUKSI LOKAL BAGI USAHA BIDANG PEREKONOMIAN

2017, No Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia secara menyeluruh dan terpadu; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur

WALIKOTA MAKASSAR, PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

2 Mengingat Menetapka : 1. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 No

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BONE BOLANGO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KABUPATEN BONE BOLANGO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49,

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KOTA TANGERANG SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

Transkripsi:

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KEWIRAUSAHAAN NASIONAL

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KEWIRAUSAHAAN NASIONAL NO 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 2 NOMOR...TAHUN... 3 TENTANG KEWIRAUSAHAAN NASIONAL 4 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 5 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 6 Menimbang: a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasar nilai-nilai Pancasila dan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan, kemajuan, dan kesatuan ekonomi nasional perlu ditumbuhkembangkan semangat berwirausaha melalui pembentukan wirausaha baru dengan didorong oleh programprogram kewirausahaan

nasional yang tangguh, mandiri, kreatif, dan profesional; 7 b. bahwa kewirausahaan nasional merupakan semangat, sikap, perilaku, dan kemampuan warga Negara Indonesia dalam menciptakan nilai tambah dan menerapkan kreativitas dan inovasi yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar; bahwa tujuan pembangunan nasional belum tercapai secara optimal dan daya saing nasional yang rendah karena tingkat kewirausahaan nasional masih rendah Bahwa tujuan pembangunan nasional harus tercapai secara optimal dan meningkatkan daya saing, maka kewirausahaan nasional perlu ditingkatkan Redaksi pada huruf (b) merupakan definisi sehingga tidak cocok diletakkan sebagai pertimbangan 8 c. bahwa pengaturan mengenai kewirausahaan saat ini masih tersebar dalam berbagai Peraturan Perundang-undangan dan belum diatur secara terpadu dan komprehensif; 9 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Kewirausahaan Nasional.

10 Mengingat: Pasal 20, Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 11 Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: 12 Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG KEWIRAUSAHAAN NASIONAL 13 BAB I KETENTUAN UMUM 14 Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 15 1. Kewirausahaan Nasional adalah hal-hal yang berkaitan dengan kewirausahaan dan Kewirausahaan Sosial dalam lingkup seluruh wilayah Indonesia. 16 2. Wirausaha adalah warga negara Indonesia yang memiliki kemampuan dalam mengenali dan mengelola diri serta berbagai peluang maupun sumber daya sekitarnya secara kreatif untuk menciptakan nilai tambah bagi diri dan lingkungannya secara berkelanjutan.

17 3. Wirausaha Sosial adalah Wirausaha yang menjalankan kegiatan usaha Kewirausahaan Sosial. 18 4. Wirausaha Pemula adalah Wirausaha 4. Wirausaha Pemula adalah atau Wirausaha Sosial yang memulai Wirausaha atau Wirausaha Sosial kegiatan berwirausaha dalam kategori perubahan redaksional khususnya yang memulai kegiatan usaha mikro dan kecil dengan jangka waktu kurang dari 42 (empat puluh dua) bulan sejak terdaftar di lembaga perizinan kata kategori mikro dan kecil berwirausaha dalam jangka waktu kurang dari 42 (empat puluh dua) bulan sejak terdaftar dan atau usaha. terdata di lembaga perizinan usaha. 19 5. Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku, dan kemampuan warga negara Indonesia dalam menangani usaha dan/ atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan/atau memperoleh keuntungan yang lebih besar. 20 6. Kewirausahaan Sosial adalah Kewirausahaan yang memiliki visi dan misi untuk menyelesaikan masalah sosial dan/ atau memberikan perubahan positif terhadap kesejahteraan masyarakat dan lingkungan melalui perencanaan, pembinaan, pengembangan dan pemberdayaan yang memiliki dampak terukur, dan menginvestasikan kembali sebagian besar keuntungannya untuk mendukung misi tersebut.

21 7. Rencana Induk Kewirausahaan Nasional yang selanjutnya disebut RIKN adalah 7. Rencana Induk Kewirausahaan Nasional yang selanjutnya disebut pedoman bagi pemerintah dan wirausaha RIKN adalah pedoman bagi dalam perencanaan dan pembangunan kewirausahaan nasional yang disusun pemerintah dan wirausaha dalam perencanaan dan pembangunan untuk jangka waktu tertentu dalam Perubahan Definisi kewirausahaan nasional yang rangka percepatan penumbuhkembangan disusun untuk jangka waktu kewirausahaan yang dibuat oleh Gugus Tugas Kewirausahaan Nasional. tertentu dalam rangka percepatan penumbuhkembangan kewirausahaan. 22 8. Gerakan Kewirausahaan Nasional adalah keseluruhan program dan kegiatan kewirausahaan yang bersifat terpadu, terstruktur dan sistematis guna mewujudkan kemandirian bangsa. 23 9. Pendidikan Kewirausahaan adalah proses pembentukan nilai, kultur, mental, dan karakter kewirausahaan yang terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal 24 10. Inovasi adalah kemampuan menerapkan kreativitas dalam rangka pemecahan masalah dan menemukan peluang. perubahan definisi baru Perubahan Definisi Perubahan definsi 8. Gerakan Kewirausahaan Nasional adalah upaya pemasyarakatan dan pembudayaan kewirausahaan yang melibatkan masyarakat, dunia usaha, akademisi, dan pemerintah pusat dan daerah secara terkoordinasi dan terpadu. 9. Pendidikan Kewirausahaan adalah Upaya yang dilakukan secara terarah dan berkesinambungan untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas dalam rangka meningkatkan kompetensi melalui pendidikan formal, nonformal, dan informal 10. Inovasi adalah Perubahan dan/ atau kombinasi perubahan dalam produk, metode, pasar, pasokan, dan organisasi baru yang menghasilkan nilai tambah. Pertimbangan gerakan ini merupakan upaya membangun semangat kewirausahaan bagi masyarakat Lebih terukur

25 11. Hak Kekayaan Intelektual adalah hak yang timbul dari hasil olah pikir yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia. 26 12. Insentif adalah suatu sarana untuk Perubahan definisi 12. Insentif adalah bentuk memotivasi wirausaha dan wirausaha sosial baik berupa materi maupun dukungan materi maupun bentuk lainnya kepada wirausaha dan bentuk lainnya yang diberikan dengan wirausaha sosial yang sengaja untuk meningkatkan dimaksudkan untuk produktivitas kerja. meningkatkan semangat, perlindungan dan produktifitas usaha. 27 13. Pembiayaan adalah penyediaan dana oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dunia usaha, dan masyarakat melalui lembaga keuangan bank dan bukan bank, serta koperasi untuk mengembangkan dan memperkuat permodalan kewirausahaan. Perubahan Definisi 13. Pembiayaan adalah penyediaan dana oleh Pemerintah Pusat dan Daerah, dunia usaha, dan masyarakat melalui bank, koperasi dan lembaga keuangan bukan bank untuk mengembangkan dan memperkuat permodalan usaha. Sesuai dengan UU No.20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah 28 14. Penjaminan adalah sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur tentang penjaminan. Perubahan Definisi 14. Penjaminan adalah kegiatan pemberian jaminan oleh Penjamin atas pemenuhan kewajiban finansial Terjamin kepada Penerima Jaminan Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Penjaminan

29 15. Pemberdayaan adalah upaya yang Perubahan Definisi 15. Pemberdayaan adalah upaya Sesuai dengan UU No. 20 Tahun dilakukan Pemerintah, Pemerintah yang dilakukan oleh Pemerintah 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil Daerah, dunia usaha, dan masyarakat Pusat dan Daerah, dunia usaha, dan Menengah secara sinergis dalam bentuk dan masyarakat secara sinergis penumbuhkembangan kewirausahaan. dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan usaha. 30 16. Sistem Informasi Kewirausahaan adalah tatanan, prosedur, dan mekanisme untuk pengumpulan, pengolahan, penyampaian, pengelolaan, dan penyebarluasan data dan/atau informasi kewirausahaan yang terintegrasi dalam mendukung kebijakan mengenai kewirausahaan nasional. Perubahan Definisi 16. Sistem Informasi Kewirausahaan adalah tatanan, prosedur, dan mekanisme untuk pengumpulan, pengolahan, penyampaian, pengelolaan, dan penyebarluasan data dan/atau informasi kewirausahaan yang terintegrasi dalam mendukung kewirausahaan. 31 17. Kemitraan adalah kerja sama antara wirausaha pemula dengan usaha menengah dan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan yang memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Perubahan Definsi 17. Kemitraan adalah kerja sama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku yang melibatkan antar pelaku usaha. Sesuai UU No.20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah 32 18. Sistem Inovasi Nasional adalah suatu jaringan rantai antara institusi publik, lembaga riset dan teknologi, universitas serta sektor swasta dalam suatu pengaturan kelembagaan yang secara sistemik dan berjangka panjang dapat mendorong, mendukung, dan perubahan definisi sistem inovasi nasional 18. Sistem Inovasi Nasional adalah metode dalam upaya untuk melakukan perubahan yang melibatkan institusi publik, lembaga riset dan teknologi, akademisi serta sektor swasta

menyinergikan kegiatan untuk menghasilkan, mendayagunakan, merekayasa inovasi-inovasi di berbagai sektor, dan menerapkan serta mendiseminasikan hasilnya dalam skala nasional agar manfaat nyata temuan dan produk inovatif dapat dirasakan masyarakat. 33 19. Inkubator Kewirausahaan adalah suatu lembaga intermediasi yang melakukan proses inkubasi terhadap Peserta Inkubasi. perubahan kalimat Inkubator Kewirausahaan dalam suatu pengaturan kelembagaan secara sistematik. 19. Inkubator Wirausaha adalah suatu lembaga intermediasi yang melakukan proses inkubasi terhadap Peserta Inkubasi. Sesuai dengan Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2013 Tentang Pengembangan Inkubator Wirausaha 34 20. Inkubasi adalah suatu proses pembinaan, pendampingan, dan pengembangan yang diberikan oleh Inkubator Wirausaha kepada Peserta Inkubasi. 35 21. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. perubahan definisi inkubasi 20. Inkubasi adalah suatu proses pembinaan, pendampingan, dan pengembangan yang diberikan oleh Inkubator Wirausaha kepada Peserta Inkubasi (Tenant). Sesuai dengan Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2013 Tentang Pengembangan Inkubator Wirausaha

36 22. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintah Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 37 23. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 38 24. Menteri adalah menteri yang 24. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang usaha kecil dan menengah. perubahan definisi Menteri tugas dan tanggung jawabnya dibidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. 39 BAB II ASAS DAN TUJUAN 40 Pasal 2 Kewirausahaan Nasional berasaskan: 41 a. kekeluargaan; 42 b. demokrasi ekonomi; 43 c. kebersamaan; 44 d. efisiensi berkeadilan; 45 e. kesejahteraan; 46 f. berkelanjutan; 47 g. kemandirian; 48 h. keseimbangan; 49 i. kesatuan ekonomi nasional; 50 j. kreativitas; 51 k. inovasi; 52 l. pendayagunaan; 53 m. pemberdayaaan. Sesuai dengan UU No.20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

54 Pasal 3 Pasal 3 Kewirausahaan Nasional bertujuan penggantian kata kewirausahaan Kewirausahaan Nasional menumbuh kembangkan semangat menjadi berwirausaha. bertujuan menumbuhkembangkan Kewirausahaan yang inovatif dalam rangka semangat membangun perekonomian nasional berwirausaha yang inovatif dalam berdasarkan demokrasi ekonomi yang rangka membangun perekonomian berkeadilan. nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan. 55 BAB III RENCANA INDUK KEWIRAUSAHAAN NASIONAL 56 Pasal 4 (1) Perencanaan dilakukan melalui penyusunan rencana induk kewirausahaan. 57 (2) Rencana induk kewirausahaan ditetapkan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun. 58 Pasal 5 Penyusunan rencana induk kewirausahaan dilakukan Pemerintah dan Pemerintah Daerah. penambahan kata Pusat dan penambahan ayat Pasal 5 (1) Penyusunan rencana induk kewirausahaan dilakukan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan. (2) Ketentuan lebih lanjut penyusunan rencana induk

kewirausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. 59 Pasal 6 (1) Rencana induk kewirausahaan secara nasional disusun oleh Pemerintah. Penambahan kata Pusat pada Pemerintah dan penambahan ayat Pasal 6 (1) Rencana induk kewirausahaan secara nasional disusun oleh Pemerintah Pusat (2) Rencana induk kewirausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah Sesuai dengan UU No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah dan diusulkan menjadi satu pasal saja 60 (2) Rencana induk kewirausahaan di provinsi disusun oleh gubernur. 61 (3) Rencana induk kewirausahaan di kabupaten/kota disusun oleh bupati/walikota. 62 Pasal 7 (1) Rencana induk kewirausahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) diwujudkan dengan Rencana Induk Kewirausahaan Nasional. 63 (2) Dalam penyusunan Rencana Induk Kewirausahaan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri melakukan koordinasi lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan. 64 (3) Rencana Induk Kewirausahaan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Menteri. 65 Pasal 8 Pasal 6 Ayat (2) Pasal 6 Ayat (3) Pasal 7 Ayat (1) 7 Ayat (2) 7 Ayat (3)

(1) Rencana Induk,Kewirausahaan Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) menjadi dasar rencana induk kewirausahaan di provinsi. 66 (2) Perencanaan Pengelolaan Kewirausahaan tingkat daerah provinsi diwujudkan dengan rencana induk kewirausahaan provinsi. 67 (3) Rencana induk kewirausahaan provinsi disusun berdasarkan potensi kewirausahaan provinsi. 68 (4) Rencana induk kewirausahaan provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Gubernur. 69 Pasal 9 (1) Rencana induk kewirausahaan provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) menjadi dasar rencana induk kewirausahaan di kabupaten/ kota. 70 (2) Rencana induk,kewirausahaan di kabupaten/kota diwujudkan dengan rencana induk kewirausahaan kabupaten/kota. 71 (3) Rencana induk kewirausahaan kabupaten/kota disusun berdasarkan potensi kewirausahaan di kabupaten/kota. 72 (4) Rencana induk kewirausahaan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan bupati/walikota. Pasal 8 Ayat (1) Pasal 8 Ayat (2) Pasal 8 Ayat (3) Pasal 8 Ayat (4) Pasal 9 Ayat (1) Pasal 9 Ayat (2) Pasal 9 Ayat (3) Pasal 9 Ayat (4) 73 BAB IV

KEWIRAUSAHAAN SOSIAL 74 Pasal 10 Kewirausahaan Sosial memiliki karakteristik sebagai berikut: 75 a. Memiliki visi dan misi sosial untuk menyelesaikan masalah sosial masyarakat dan/atau memberikan perubahan positif terhadap kesejahteraan masyarakat dan lingkungan hidup; 76 b. Memiliki kegiatan usaha yang sebagian besar keuntungannya digunakan kembali untuk menjalankan visi dan misi sosial; 77 c. Melibatkan partisipasi dan memberdayakan masyarakat atau komunitas yang menjadi fokus kegiatan usahanya; dan 78 d. Menerapkan prinisip-prinsip tata kelola usaha yang baik. 79 Pasal 11 (1) Kewirausahaan Sosial dilakukan oleh Wirausaha Sosial dengan bentuk entitas antara lain Yayasan, perkumpulan, dan koperasi. 80 (2) Bentuk entitas scbagaimana dimaksud pada ayat (1) menjalankan kegiatan usahanya dengan menerapkan karakteristik Kewirausahaan Sosial sebagaimana dimaksud pada Pasal 10. perubahan kalimat dengan mengganti kalimat entitas antara lain Yayasan, perkumpulan dan koperasi menjadi sesuai dengan ketentuan yang berlaku perubahan kalimat sebagaimana Pasal 11 ayat (2) dengan menyesuaikan Pasal 11 ayat (1) Pasal 11 (1) Kewirausahaan Sosial dilakukan oleh Wirausaha dengan bentuk badan usaha dan/ atau badan hukum sesuai Ketentuan dan Perundang- Undangan yang berlaku. (2) Bentuk badan usaha dan/ atau badan hukum scbagaimana dimaksud pada ayat (1) menjalankan kegiatan usahanya dengan menerapkan

karakteristik Kewirausahaan Sosial sebagaimana dimaksud pada Pasal 10. 81 Pasal 12 Ketentuan lebih lanjut mengenai Kewirausahaan Sosial diatur dengan Peraturan Pemerintah 82 BAB V TUGAS DAN WEWENANG PEMERINTAH Bagian Kesatu Tugas 83 Pasal 13 Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertugas : penambahan kata Pusat Pasal 13 Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertugas : Sesuai dengan UU No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah dan diusulkan menjadi satu pasal saja 84 a. membimbing, mendukung, dan memfasilitasi penyelenggaraan penumbuhkembangan Kewirausahaan Nasional secara berkelanjutan dan berke sinambungan; dan 85 b. membantu ketersediaan infrastruktur Kewirausahaan yang diperlukan untuk menumbuhkembangan Kewirausahaan Nasional. 86 Bagian Kedua Wewenang

87 Pasal 14 Pemerintah dan Pemerintah Daerah berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Kewirausahaan Nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 88 Bagian Ketiga Gugus Tugas Kewirausahaan Nasional penambahan kata Pusat Pemerintah Mengusulkan perubahan Gugus Tugas menjadi Kelompok Kerja Pasal 14 Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Kewirausahaan Nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketiga Kelompok Kerja Kewirausahaan Nasional Sesuai dengan UU No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah dan diusulkan menjadi satu pasal saja 89 Pasal 15 (1) Untuk membahas dan memutuskan kebijakan tentang Kewirausahaan Nasional sehubungan dengan kebijakan lintas sektoral, Pemerintah membentuk sebuah gugus tugas Kewirausahaan Nasional sebagai wadah koordinasi. 90 (2) Gugus tugas Kewirausahaan Nasional dipimpin oleh Menteri Koordinator yang membidangi perekonomian dengan beranggotakan antara lain Menteri, menteri yang membidangi urusan keuangan, dan menteri teknis terkait. 91 (3) Keanggotaan gugus tugas Kewirausahaan Nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Presiden. perubahan Pasal 15 Ayat (1) perubahan gugus tugas kewirausahaan nasional dikoordinasi oleh menteri penyederhanaan pengaturan (pasal) 92 Pasal 16 Pasal 15 (1) Dalam hal pengembangan kewirausahaan nasional pemerintah membuat kebijakan tentang kelompok kerja kewirausahaan. (2) Kelompok kerja sebagaimana dimaksud Ayat (1) dikoordinasi oleh Menteri (3) Ketentuan keanggotaan,tugas, wewenang dalam kelompok kerja diatur dalam keputusan Menteri Sesuai dengan hasil kajian naskah akademis halaman 33 Akan Diatur Secara Teknis Dalam Keputusan Menteri

(1)Gugus tugas Kewirausahaan Nasional bertugas untuk: 93 a. merumuskan dan menetapkan kebijakan umum Kewirausahaan Nasional melalui Rencana Induk Kewirausahaan Nasional; 94 b. menetapkan langkah-langkah yang diperlukan terkait Kewirausahaan Nasional; 95 c. membahas dan memberikan jalan keluar atas permasalahan strategis yang timbul dalam hal Kewirausahaan Nasional, termasuk yang berhubungan dengan kebijakan sektoral Pemerintah. 96 (2) Gugus tugas kewirausahaan nasional dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mengundang, meminta masukan, dan/atau bantuan instansi pemerintah atau pihak lain yang dipandang perlu 97 (3) Ketua gugus tugas kewirausahaan nasional secara berkala melaporkan perkembangan pelaksanaan tugasnya kepada Presiden. 98 Pasal 17 Menteri yang tergabung dalam gugus tugas Kewirausahaan Nasional, bertugas untuk: Akan Diatur Secara Teknis Dalam Keputusan Menteri Akan Diatur Secara Teknis Dalam Keputusan Menteri Akan Diatur Secara Teknis Dalam Keputusan Menteri Akan Diatur Secara Teknis Dalam Keputusan Menteri Akan Diatur Secara Teknis Dalam Keputusan Menteri Akan Diatur Secara Teknis Dalam Keputusan Menteri 99 a. menyusun program tahunan gugus tugas Kewirausahaan Nasional; 100 b. mengajukan program tahunan gugus tugas Kewirausahaan Nasional kepada Menteri Koordinator Bidang Akan Diatur Secara Teknis Dalam Keputusan Menteri Akan Diatur Secara Teknis Dalam Keputusan Menteri

Perekonomian untuk memperoleh arahan; 101 BAB VI PEMBANGUNAN SUMBER DAYA WIRAUSAHA Bagian Kesatu Inovasi 102 Pasal 18 (1) Pemerintah mendorong terciptanya inovasi untuk mendukung program Kewirausahaan Nasional. 103 (2) Inovasi sebagaimana pada ayat (1), dilaksanakan dengan menetapkan Sistem Inovasi Nasional yang disusun dalam Rencana Induk Kewirausahaan Nasional. 104 Pasal 19 Dalam melaksanakan Sistem Inovasi Nasional, Menteri melakukan konsultasi, koordinasi, dan kerja sama dengan lembaga pemerintah dan non pemerintah, wakil-wakil kelompok masyarakat, serta komunitas ilmiah dan universitas, peneliti, pakar teknologi dan inovator dalam rangka keterpaduan penguatan Sistem Inovasi Nasional. 105 Pasal 20 Penguatan Sistem Inovasi Nasional sebagaimana dimaksud pada pasal 18 ayat (2) diutamakan meliputi inovasiinovasi di bidang kesehatan, ketahanan pangan, ketahanan energi, bioteknologi, industri manufaktur, teknologi

infrastruktur, transportasi dan industri pertahanan, teknologi pemrosesan pertanian dan pemrosesan ikan laut dalam, manajemen bencana alam, serta inovasi lainnya yang berbasis ilmu pengetahuan yang dikaitkan dengan penumbuhkembangan Wirausaha dan Wirausaha Sosial. 106 Bagian Kedua Gerakan Kewirausahaan Nasional 107 Pasal 21 Gerakan Kewirausahaan Nasional berfungsi sebagai wadah untuk mencapai tujuan menumbuhkembangkan mental Kewirausahaan dan meningkatkan jumlah Wirausaha dan Wirausaha Sosial di Indonesia, melalui: Perubahan dan penambahan butir a. Pemasyarakatan Kewirausahaan 108 a. pendidikan dan pelatihan Kewirausahaan; Perubahan dan penambahan butir b. pendidikan dan pelatihan Kewirausahaan; 109 b. pengembangan Kewirausahaan; Perubahan dan penambahan butir c. pengembangan Kewirausahaan; 110 c. pembudayaan Kewirausahaan; Perubahan dan penambahan butir d. pembudayaan Kewirausahaan; 111 d. peran serta keluarga dan masyarakat. Perubahan dan penambahan butir e. peran serta keluarga dan masyarakat. 112 Pasal 22

Gerakan Kewirausahaan Nasional bertujuan untuk menumbuhkembangkan Wirausaha dan Wirausaha Sosial yang handal untuk menjadi sarana pengembangan produk lokal dan potensi daerah yang berdaya saing global. 113 Bagian Ketiga Pendidikan Kewirausahaan 114 Pasal 23 Pendidikan dan pelatihan Kewirausahaan sebagaimana dimaksud Pasal 21 huruf a dilaksanakan berdasarkan nilai-nilai dan karakter dalam upaya membentuk kepribadian dan keahlian Wirausaha dan Wirausaha Sosial. penambahan kata pelatihan pada kalimat Pendidikan Kewirausahaan Bagian Ketiga Pendidikan dan Pelatihan Kewirausahaan 115 Pasal 24 (1) Nilai-nilai Kewirausahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 mencakup : ketentuan pasal 24ayat (1) dihapus Karena sudah tercermin dalam Bab II Azas dan Tujuan (Pasal 2) 116 a. keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa; 117 b. kedisiplinan, keberanian, pantang menyerah, kerja keras, kreatif, dan inovatif;

118 c. amanah, mandiri, dan tanggung jawab; dan 119 d. kepedulian pada alam dan sesama manusia. 120 (2) Nilai-nilai Kewirausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan inti kurikulum Pendidikan Kewirausahaan. ketentuan pasal 24ayat (2) dihapus Karena sudah tercermin dalam Bab II Azas dan Tujuan (Pasal 2) 121 Pasal 25 Nilai-nilai dan karakter yang ingin dibentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 adalah 122 a. Instrumental; 123 b. Prestatif; 124 c. Keluwesan Bergaul; 125 d. Kerja Keras; 126 e. Efikasi Diri; 127 f. Pengambilan Resiko; 128 g. Swakendali; 129 h. Inovatif; dan 130 i. Kemandirian. ketentuan pasal 25 dihapus Karena sudah tercermin dalam Bab II Azas dan Tujuan (Pasal 2) 131 Pasal 26 (1) Pendidikan Kewirausahaan dapat dituangkan dalam kurikulum pendidikan meliputi substansi komponen muatan wajib, muatan lokal dan pengembangan diri pada jalur pendidikan formal dan nonformal serta jenis pendidikan khusus lainnya yang memfokuskan pada Kewirausahaan. penambahan kata pelatihan pada kalimat Pendidikan Kewirausahaan Pasal 26 (1) Pendidikan dan Pelatihan Kewirausahaan dituangkan dalam kurikulum pendidikan meliputi substansi komponen muatan wajib, muatan lokal dan pengembangan diri pada jalur pendidikan formal dan nonformal serta jenis

132 (2) Pendidikan Kewirausahaan sebagaimana yang dimaksud ayat (1) terdiri dari tiga muatan kognitif, afektif, dan psikomotorik yang dilaksanakan secara terpadu dan kontekstual sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pemerintah perubahan mengusulkan pendidikan khusus lainnya yang memfokuskan pada Kewirausahaan. (2) Pendidikan dan Pelatihan Kewirausahaan sebagaimana yang dimaksud ayat (1) disesuaikan dengan standar kurikulum pendidikan yang berlaku 133 (3) Pendidikan Kewirausahaan dilaksanakan sejak Pendidikan Anak Usia Dini hingga Pendidikan Tinggi. 134 Bagian Keempat Inkubator Kewirausahaan 135 Pasal 27 Inkubator Kewirausahaan bertujuan untuk: penambahan kata pelatihan pada kalimat Pendidikan Kewirausahaan Bagian Keempat Inkubator Wirausaha Pasal 27 (3) Pendidikan dan pelatihan Kewirausahaan dilaksanakan sejak Pendidikan Anak Usia Dini hingga Pendidikan Tinggi. Sudah diatur pada Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2013 Tentang Pengembangan Inkubator Wirausaha Sudah diatur pada Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2013 Tentang Pengembangan Inkubator Wirausaha 136 a. menciptakan dan mengembangkan usaha baru yang mempunyai nilai ekonomi dan berdaya saing tinggi; 137 b. mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya manusia terdidik dalam menggerakkan perekonomian dengan Pasal 27 huruf (a) Pasal 27 huruf (b) Sudah diatur pada Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2013 Tentang Pengembangan Inkubator Wirausaha Sudah diatur pada Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2013

memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi. 138 Pasal 28 Sasaran pengembangan Inkubator Kewirausahaan adalah: 139 a. Penciptaan dan penumbuhan Wirausaha baru dan Wirausaha Sosial baru dan penguatan kapasitas Wirausaha Pemula yang berdaya saing tinggi; Pasal 28 Pasal 28 huruf (a) Tentang Pengembangan Inkubator Wirausaha Sudah diatur pada Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2013 Tentang Pengembangan Inkubator Wirausaha Sudah diatur pada Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2013 Tentang Pengembangan Inkubator Wirausaha 140 b.penciptaan dan penumbuhan usaha baru yang mempunyai nilai ekonomi dan berdaya saing tinggi; 141 c. peningkatan nilai tambah pengelolaan potensi ekonomi melalui pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi; 142 d.peningkatan aksesibilitas Wirausaha Pemula untuk mengikuti program inkubasi; 143 e. peningkatan kemampuan dan keahlian pengelola Inkubator Kewirausahaan untuk memperkuat kompetensi Inkubator Kewirausahaan; dan 144 f. pengembangan jejaring untuk memperkuat akses sumber daya manusia, kelembagaan, permodalan, pasar, informasi, dan teknologi. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pasal 28 huruf (b) Pasal 28 huruf (c) Pasal 28 huruf (d) Pasal 28 huruf (e) Pasal 28 huruf (f) Sudah diatur pada Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2013 Tentang Pengembangan Inkubator Wirausaha Sudah diatur pada Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2013 Tentang Pengembangan Inkubator Wirausaha Sudah diatur pada Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2013 Tentang Pengembangan Inkubator Wirausaha Sudah diatur pada Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2013 Tentang Pengembangan Inkubator Wirausaha Sudah diatur pada Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2013 Tentang Pengembangan Inkubator Wirausaha

Inkubator Kewirausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. 145 BAB VII PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA Bagian Kesatu Hak Kekayaan Intelektual 146 Pasal 29 (1) Wirausaha dan Wirausaha Sosial dapat mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual atas produk, jasa, atau desain yang dihasilkan dari kegiatan usahanya sebagai sarana promosi efektif yang memberikan nilai tambah pada kegiatan usahanya. 147 (2) Menteri bekerja sama dengan kementerian, lembaga pemerintah non kementerian lainnya, dan/atau Pemerintah Daerah untuk memberikan bantuan terhadap Wirausaha dan Wirausaha Sosial dalam upaya sosialisasi, penyuluhan terhadap kesadaran atas Hak Kekayaan Intelektual. 148 Pasal 30 (1) Pemerintah melalui kementerian yang terkait mendorong para Wirausaha dan perubahan kata non kementerian lainnya Menteri bekerja sama dengan kementerian/lembaga, dan/atau Pemerintah Daerah dan/atau unsur masyarakat untuk memberikan bantuan terhadap Wirausaha dan Wirausaha Sosial dalam upaya sosialisasi, penyuluhan terhadap kesadaran atas Hak Kekayaan Intelektual.

Wirausaha Sosial untuk mendaftarkan hak kekayaan intelektualnya atas produk, jasa, atau desain yang dihasilkan dari kegiatan usahanya; 149 (2) Dukungan Pemerintah dalam pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: 150 a. upaya pendataan produk, jasa, atau desain yang dihasilkan dari Kewirausahaan; 151 b. memfasilitasi pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual; dan 152 c. pemberian Insentif bagi Wirausaha dan Wirausaha Sosial atas kepemilikan Hak Kekayaan Intelektual tersebut; 153 (3) Kegiatan pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual didorong agar Kewirausahaan yang berbasis produk, jasa, atau desain dapat memperoleh perlindungan hukum dan dapat memperoleh manfaat ekonomi dari eksploitasi atas produk, jasa, atau desain tersebut. 154 Pasal 31 (1) Pemerintah memberikan kemudahan kepada Wirausaha Pemula dalam menghapus kata Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual b. Memfasilitasi pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual

pengurusan Hak Kekayaan Intelektual, antara lain berupa fasilitas pembiayaan proses pendaftaran dan pemeliharaan Hak Cipta dan Hak Kekayaan Intelektual. 155 (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengurusan Hak Kekayaan Intelektual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah 156 Bagian Kedua Infrastruktur Kewirausahaan 157 Pasal 32 (1) Pemerintah berkewajiban mengembangkan Kewirausahaan dengan menghapus Pasal 32 menciptakan infrastruktur Kewirausahaan Nasional yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut: 158 a. Informasi usaha; Pasal 32 Ayat (1) huruf (a) 159 b. Sarana dan prasarana; Pasal 32 Ayat (1) huruf (b) 160 c. Pembiayaan; Pasal 32 Ayat (1) huruf (c) 161 d. Perizinan; Pasal 32 Ayat (1) huruf (d) 162 e. Kemitraan; dan Pasal 32 Ayat (1) huruf (e) Karena Sudah diatur pada Pasal 10 UU No.20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

163 f. Sosialisasi dan Promosi. Pasal 32 Ayat (1) huruf (f) 164 (2) Informasi usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditujukan untuk: 165 a. membuat dan memberikan kemudahan pemanfaatan bank data dan jaringan informasi usaha. 166 b. menyebarluaskan informasi mengenai pasar, sumber pembiayaan dan pendanaan, penjaminan, serta teknologi. 167 c. memberikan jaminan transparansi akses dana tanpa adanya diskriminasi. 168 (3) Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mencakup pengadaan prasarana umum yang dapat meningkatkan penumbuhkembangan usaha. Pasal 32 Ayat (2) Pasal 32 Ayat (2) huruf (a) Pasal 32 Ayat (2) huruf (b) Pasal 32 Ayat (2) huruf (c) Pasal 32 Ayat (3) Karena Sudah diatur pada UU No.20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Karena Sudah diatur pada Pasal 9 UU No.20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah 169 (4) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c mencakup: 170 a. perluasan sumber Pembiayaan dengan memfasilitasi dunia usaha untuk dapat mengakses kredit perbankan, lembaga keuangan bukan bank, dan sumber pembiayaan lainnya serta pemberian Pasal 32 Ayat (4) Pasal 32 Ayat (4) huruf (a) Sudah diatur dalam Pasal 21 UU No.20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

jaminan risiko kredit dari pemerintah. 171 b. memperbanyak jaringan lembaga Pembiayaan yang dapat diakses oleh dunia usaha dengan menggunakan sistem konvensional maupun sistem syariah dengan. jaminan Pemerintah. 172 c. pemberian kemudahan Pembiayaan secara cepat dan murah dengan akses agunan dan tanpa agunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 173 (5) Perizinan usaha dimaksud pada ayat (1) huruf d dimaksudkan untuk: 174 a. menyederhanakan perizinan dan tata cara usaha dengan sistem pelayanan terpadu. 175 b. memberikan keringanan biaya perizinan. 176 c. ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dalam Peraturan Pemerintah. 177 (6) Kemitraan yang dimaksud pada ayat (1) huruf e dimaksudkan untuk: Pasal 32 Ayat (4) huruf (b) Pasal 32 Ayat (4) huruf (c) menghapus Pasal 32 Ayat (5) menghapus Pasal 32 Ayat (5) huruf (a) menghapus Pasal 32 Ayat (5) huruf (b) menghapus Pasal 32 Ayat (5) huruf (c) menghapus Pasal 32 Ayat (6) Sudah diatur dalam Pasal 12 UU No.20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Karena Sudah diatur pada Pasal 11 dan 25 UU No.20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

178 a. mewujudkan kemitraan antar wirausaha. menghapus Pasal 32 Ayat (6) huruf (a) 179 b. mewujudkan hubungan yang saling menguntungkan dalam pelaksanaan transaksi usaha. 180 c. mendorong terbentuknya struktur pasar yang menjamin pertumbuhan persaingan usaha yang sehat dan perlindungan terhadap konsumen. menghapus Pasal 32 Ayat (6) huruf (b) menghapus Pasal 32 Ayat (6) huruf (c) 181 d. mencegah terjadinya monopoli usaha oleh perorangan atau kelompokkelompok tertentu yang merugikan aktivitas usaha. 182 (7) Sosialisasi dan promosi pada ayat (1) huruf f ditujukan untuk: 183 a. meningkatkan sosialisasi dan promosi produk di dalam dan di luar negeri. 184 b. memberikan Insentif melalui pembiayaan secara mandiri dalam kegiatan sosialisasi dan promosi produk di dalam dan di luar negeri. menghapus Pasal 32 Ayat (6) huruf (d) menghapus Pasal 32 Ayat (7) menghapus Pasal 32 Ayat (7) huruf (a) menghapus Pasal 32 Ayat (7) huruf (b) Sudah diatur dalam Pasal 14 UU No.20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

185 Bagian Ketiga Sudah diatur dalam UU No.20 Perizinan bagi Wirausaha Pemula Tahun 2008 Tentang UMKM, Peraturan Pemerintah No.17 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan UU menghapus Bagian Ketiga No.20 Tahun 2008 Tentang UMKM, dan Peraturan Presiden No.98 Tahun 2014 Tentang IUMK 186 Pasal 33 Sudah diatur dalam UU No.20 Perizinan bagi Wirausaha Pemula dimaksud Tahun 2008 Tentang UMKM, untuk memberikan kepastian hukum dan Peraturan Pemerintah No.17 Tahun sarana pemberdayaan bagi pelaku usaha 2013 Tentang Pelaksanaan UU menghapus Pasal 33 mikro dan kecil dalam mengembangkan No.20 Tahun 2008 Tentang UMKM, usahanya. dan Peraturan Presiden No.98 187 Pasal 34 Tujuan pengaturan mengenai perizinan bagi Wirausaha Pemula untuk: menghapus Pasal 34 Tahun 2014 Tentang IUMK Sudah diatur dalam UU No.20 Tahun 2008 Tentang UMKM, Peraturan Pemerintah No.17 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan UU No.20 Tahun 2008 Tentang UMKM, dan Peraturan Presiden No.98 Tahun 2014 Tentang IUMK 188 a. mendapatkan kepastian dan perlindungan dalam berwirausaha di lokasi yang telah ditetapkan; menghapus Pasal 34 huruf (a) Sudah diatur dalam UU No.20 Tahun 2008 Tentang UMKM, Peraturan Pemerintah No.17 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan UU No.20 Tahun 2008 Tentang UMKM, dan Peraturan Presiden No.98 Tahun 2014 Tentang IUMK

189 b. mendapatkan pendampingan untuk Sudah diatur dalam Pasal 16 UU pengembangan usaha; No.20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan menghapus Pasal 34 huruf (b) Menengah 190 c. mendapatkan kemudahan dalam akses pernbiayaan ke lembaga keuangan bank dan non-bank; dan 191 d. mendapatkan kemudahan dalam pemberdayaan dari pemerintah, pemerintah daerah dan/atau lembaga lainnya. menghapus Pasal 34 huruf (c) menghapus Pasal 34 huruf (d) Sudah diatur dalam Pasal 22 UU No.20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Sudah diatur dalam Pasal 22, Pasal 23, UU No.20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah 192 Pasal 35 (1) Perizinan diberikan kepada Wirausaha Pemula sesuai persyaratan yang ditentukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri. menghapus Pasal 35 Ayat (1) Sudah diatur dalam UU No.20 Tahun 2008 Tentang UMKM, Peraturan Pemerintah No.17 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan UU No.20 Tahun 2008 Tentang UMKM, dan Peraturan Presiden No.98 Tahun 2015 Tentang IUMK, Permendagri No.83 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pemberian Izin Usaha Mikro dan Kecil.

193 (2) Perizinan bagi Wirausaha Pemula Sudah diatur dalam UU No.20 diberikan dalam bentuk naskah satu Tahun 2008 Tentang UMKM, lembar. Peraturan Pemerintah No.17 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan UU No.20 Tahun 2008 Tentang UMKM, dan Peraturan Presiden No.98 menghapus Pasal 35 Ayat (2) Tahun 2015 Tentang IUMK, Permendagri No.83 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pemberian Izin Usaha Mikro dan Kecil. 194 (3) Pemberian perizinan bagi Wirausaha Pemula tidak dikenakan biaya, retribusi, dan/atau pungutan lainnya. 195 (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan bagi Wirausaha Pemula sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. menghapus Pasal 35 Ayat (3) menghapus Pasal 35 Ayat (4) Sudah diatur dalam UU No.20 Tahun 2008 Tentang UMKM, Peraturan Pemerintah No.17 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan UU No.20 Tahun 2008 Tentang UMKM, dan Peraturan Presiden No.98 Tahun 2015 Tentang IUMK, Permendagri No.83 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pemberian Izin Usaha Mikro dan Kecil. Sudah diatur dalam UU No.20 Tahun 2008 Tentang UMKM, Peraturan Pemerintah No.17 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan UU No.20 Tahun 2008 Tentang UMKM, dan Peraturan Presiden No.98 Tahun 2015 Tentang IUMK, Permendagri No.83 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pemberian Izin Usaha Mikro dan Kecil.

196 Bagian Keempat Bidang Usaha Yang Dicadangkan 197 Pasal 36 (1) Untuk menumbuhkan iklim usaha dan kesempatan berusaha, maka disusun daftar bidang usaha yang dicadangkan untuk Wirausaha Pemula, mikro, dan kecil. menghapus Bagian Keempat menghapus Pasal 36 Ayat (1) Sudah diatur pada Peraturan Presiden No.76 Tahun 2007 Tentang Kriteria Dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal, (Bab VIII Pasal 13 15) Sudah diatur pada Peraturan Presiden No.76 Tahun 2007 Tentang Kriteria Dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal, (Bab VIII Pasal 13 15) 198 (2) Daftar bidang usaha yang dicadangkan untuk Wirausaha Pemula, mikro, dan kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. 199 (3) Ketentuan mengenai sektor usaha yang dibatasi diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. menghapus Pasal 36 Ayat (2) menghapus Pasal 36 Ayat (3) Sudah diatur pada Peraturan Presiden No.76 Tahun 2007 Tentang Kriteria Dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal, (Bab VIII Pasal 13 15) Sudah diatur pada Peraturan Presiden No.76 Tahun 2007 Tentang Kriteria Dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di

200 BAB VIII PEMBERDAYAAN KEWIRAUSAHAAN Bidang Penanaman Modal, (Bab VIII Pasal 13 15) 201 Pasal 37 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah mendukung dan memfasilitasi Wirausaha dan Wirausaha Sosial baik di tingkat pusat maupun daerah untuk bersinergi, mencari dan menggunakan potensi lokal daerah agar menjadi produk unggulan nasional. 202 (2) Dukungan Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup: 203 a. pengelolaan Kewirausahaan dengan sistem zonasi berdasarkan potensi dan keunggulan daerah. 204 b. pembentukan etalase bisnis berbasis potensi produk Kewirausahaan. 205 c. pemberian dukungan teknis berupa pelatihan, penyuluhan, dan pendampingan kepada Wirausaha dan Wirausaha Sosial. perubahan Pasal 37 penambahan kata Pusat kata zonasi berdasarkan potensi perubahan Pasal 37 Ayat 2 Huruf (b) penambahan kegiatan magang (1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mendukung dan memfasilitasi Wirausaha dan Wirausaha Sosial baik di tingkat pusat maupun daerah. (2) Dukungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup: a. pengelolaan Kewirausahaan berdasarkan potensi dan keunggulan daerah. b. Pembentukan Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT) berbasis produk unggulan daerah c. pemberian dukungan teknis berupa pelatihan, penyuluhan, magang dan pendampingan kepada Wirausaha dan Wirausaha Sosial. 206 d. peningkatan fungsi inkubator sebagai lembaga layanan

pengembangan usaha terhadap Wirausaha dan Wirausaha Sosial. 207 (3) Dukungan Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) huruf c dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. 208 BAB IX INSENTIF Bagian Kesatu Pembiayaan 209 Pasal 38 (1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah wajib memberikan insentif untuk kegiatan kewirausahaan dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya. 210 (2) Dalam memberikan insentif Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat bekerjasama dengan BUMN, BUMD, BUM Desa dan pelaku usaha. penambahan kata pusat kata wajib dan penambahan kata Pusat penambahan kata pusat (3) Dukungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) huruf (c) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pasal 38 (1) Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah memberikan insentif untuk kegiatan kewirausahaan dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya. (2) Dalam memberikan insentif Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat bekerjasama dengan BUMN, BUMD, BUM Desa dan pelaku usaha. Sesuai dengan UU No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah Ketentuan ini harus dikonfirmasi dengan Kementerian Keuangan 211 (3) Pemerintah dan Pemerintah Daerah memberikan insentif dalam bentuk antara lain: penambahan kata pusat (3) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

memberikan insentif dalam bentuk antara lain: 212 a. kemudahan persyaratan perizinan; 213 b. penyederhanaan tata cara dalam memperoleh pendanaan; 214 c. pemberian keringanan persyaratan jaminan tambahan; 215 d. penyebarluasan informasi mengenai kemudahan, penyelenggaraan pelatihan; 216 e. keringanan suku bunga; dan 217 f. loket khusus untuk layanan dan informasi kredit kecil. 218 Bagian Kedua Penjaminan Pasal 38 Ayat 3 Huruf (f) Bagian Kedua Karena terlalu teknis untuk diatur dalam Undang-Undang Sudah diatur pada UU No.1 Tahun 2016 tentang Penjaminan 219 Pasal 39 (1) Untuk mewujudkan Kewirausahaan Nasional, Pemerintah dan Pemerintah Daerah bekerjasama dengan lembaga Penjamin yang memberikan jaminan Pasal 39 Ayat (1) Sudah diatur pada UU No.1 Tahun 2016 tentang Penjaminan

untuk mendapatkan kemudahan permodalan. 220 (2) Pelaksanaan pemberian jaminan untuk mendapatkan kemudahan permodalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 221 Bagian Ketiga Pendampingan dan Pembinaan Pasal 39 Ayat (2) Sudah diatur pada UU No.1 Tahun 2016 tentang Penjaminan 222 Pasal 40 (1) Pemerintah melakukan pendampingan dan pembinaan bagi Wirausaha dan Wirausaha,Sosial melalui program konsultasi, pendidikan, pelatihan, Kemitraan, peningkatan daya saing, pemberian dorongan inovasi dan perluasan pasar, serta penyebaran informasi yang seluas-luasnya. 223 (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendampingan dan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. 224 Bagian Keempat Insentif Pajak dan Insentif lainnya Bagian Keempat Sudah diatur pada UU Tentang Pajak 225 Pasal 41 Pasal 41 Ayat (1)

(1) Insentif pajak dan insentif lainnya diberikan kepada pelaku usaha yang bermitra dengai Wirausaha Pemula dalam melakukan pembinaan yang meliputi soal pemasaran, pengembangan sumber daya manusia, permodalan, manajemen, dan teknologi. 226 (2) Insentif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: Pasal 41 Ayat (2) 227 a. pengurangan pajak penghasilan; Pasal 41 Ayat (2) huruf (a) 228 b. pembebasan bea masuk atas impor; Pasal 41 Ayat (2) huruf (b) 229 c. pembebasan penangguhan pajak impor; 230 d. penyusutan atau amortisasi yang dipercepat; dan/atau 231 e. keringanan pajak bumi dan bangunan. 232 (3) Insentif lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengutamaan kesempatan dalam pengadaan barang atau jasa pemerintah, memberikan kelonggaran untuk memanfaatkan bidang usaha yang dicadangkan untuk usaha kecil, pengeluaran dalam rangka pembinaan dan pengembangan kemitraan diperhitungkan sebagai biaya Pasal 41 Ayat (2) huruf (c) Pasal 41 Ayat (2) huruf (d) Pasal 41 Ayat (2) huruf (e) Pasal 41 Ayat (3) Sudah diatur pada UU Tentang Pajak Sudah diatur pada UU Tentang Pajak Sudah diatur pada UU Tentang Pajak Sudah diatur pada UU Tentang Pajak Sudah diatur pada UU Tentang Pajak Sudah diatur pada UU Tentang Pajak Sudah diatur pada UU Tentang Pajak

yang dapat dikurangkan dalam perhitungan pajak. 233 (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Insentif pajak dan Insentif lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah. 234 Pasal 42 Dalam hubungan Kemitraan pelaku usaha dilarang memiliki dan/atau menguasai Wirausaha Pemula sebagai mitra usahanya dalam pelaksanaan hubungan kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1). 235 Bagian Kelima Sinergi Wirausaha Pasal 41 Ayat (4) Pasal 42 Bagian Kelima Sudah diatur pada UU Tentang Pajak Sudah diatur dalam Pasal 35 UU No.20 Tahun 2008 Tentang UMKM Harus diberi pengertian atau didefinisikan tentang istilah Sinergi 236 Pasal 43 Pemerintah memprioritaskan sinergi antar BUMN, BUMD, BUM Desa dengan Wirausaha dan/atau Wirausaha Sosial sepanjang sinergi tersebut dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pasal 43 Harus diberi pengertian atau didefinisikan tentang istilah Sinergi 237 Pasal 44

Tujuan sinergi BUMN, BUMD, dan BUM Desa dengan Wirausaha dan/atau Wirausaha Sosial adalah untuk memperkuat perekonomian nasional dengan memperhatikan fleksibilitas, efisiensi dan efektivitas serta ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 44 Harus diberi pengertian atau didefinisikan tentang istilah Sinergi 238 Pasal 45 Ketentuan lebih lanjut tentang sinergi antara BUMN, BUMD, BUM Desa dengan Wirausaha dan/atau Wirausaha Sosial sebagaimana dimaksud pada Pasal 36 dan Pasal 37 diatur dengan Peraturan Pemerintah. 239 BAB X SISTEM INFORMASI KEWIRAUSAHAAN NASIONAL Pasal 45 Harus diberi pengertian atau didefinisikan tentang istilah Sinergi 240 Pasal 46 (1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah berkewajiban menyelenggarakan Sistem Informasi Kewirausahaan yang terintegrasi dengan sistem informasi yang dikembangkan oleh kementerian atau lembaga Pemerintah nonkementerian. perubahan Pasal 46 Ayat 1 Pasal 46 (1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah berkewajiban menyelenggarakan Sistem Informasi Kewirausahaan Nasional yang terintegrasi. 241 (2) Sistem informasi sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) digunakan

untuk kebijakan dan evaluasi tentang Kewirausahaan Nasional 242 Pasal 47 (1) Sistem Informasi Kewirausahaan mencakup pengumpulan, pengolahan, penyampaian, pengelolaan, dan penyebarluasan data dan/atau informasi tentang kewirausahaan. perubahan Pasal 47 Ayat (1) Pasal 47 (1) Sistem Informasi Kewirausahaan Nasional mencakup pengumpulan, pengolahan, penyampaian, pengelolaan, dan penyebarluasan data dan/atau informasi. 243 (2) Data dan/atau informasi Kewirausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat data dan/atau informasi mengenai jumlah, jenis usaha, omset dan program inkubasi. perubahan Pasal 47 Ayat (2) (2) Ketentuan lebih lanjut tentang Sistem Informasi Kewirausahaan Nasional sebagaimana dimaksud Ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri 244 (3) Data dan informasi Kewirausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disajikan secara akurat, cepat, dan tepat guna serta mudah diakses oleh masyarakat. 245 Pasal 48 (1) Menteri dalam menyelenggarakan Sistem Informasi Kewirausahaan dapat meminta data dan informasi di bidang Kewirausahaan kepada kementerian, lembaga Pemerintah nonkementerian, dan Pemerintah Daerah, termasuk Pasal 47 Ayat (3) perubahan Pasal 48 Ayat (1) Pasal 48 (1) Menteri dalam menyelenggarakan Sistem Informasi Kewirausahaan dapat meminta data dan informasi di bidang Akan diatur lebih teknis dalam Peraturan Menteri

penyelenggara urusan Pemerintahan di bidang bea dan cukai, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Badan Pusat Statistik, dan badan/lembaga lainnya. Kewirausahaan kepada instansi atau lembaga terkait. 246 (2) Kementerian, lembaga Pemerintah nonkementerian, dan Pemerintah Daerah, termasuk penyelenggara urusan pemerintahan di bidang bea dan cukai, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Badan Pusat Statistik, dan badan/lembaga lainnya berkewajiban memberikan data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mutakhir, akurat, dan cepat. perubahan Pasal 48 Ayat (2) (2) Instansi atau lembaga terkait baik Pusat maupun Daerah sesuai kewenangannya harus memberikan data dan informasi sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) 247 Pasal 49 Data dan informasi Kewirausahaan yang dipublikasikan melalui sistem informasi Kewirausahaan bersifat terbuka dan transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain oleh menteri. 248 Pasal 50 Ketentuan lebih lanjut mengenai Sistem Informasi Kewirausahaan sebagaimana dimakud pada Pasal 46, Pasal 47, dan Pasal 48 diatur dalam Peraturan Pemerintah. 249 BAB XI Bertentangan dengan UU No. 20 Tahun 2008 Tentang UMKM dan

SANKSI ADMINISTRATIF DAN KETENTUAN PIDANA Bagian Kesatu Sanksi Administratif 250 Pasal 51 (1) Setiap pelaku usaha yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha dan/atau denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah). 251 (2) Ketentuan lebil lanjut mengenai tata cara pemberian sanksi administratif sebagaimana diinaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. 252 Pasal 52 Setiap orang yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan mengaku atau memakai nama Wirausaha Pemula sehingga mendapatkan kemudahan untuk memperoleh dana, Insentif atau fasilitas yang diperuntukkan bagi Wirausaha Pemula dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah). Pemerintah Mengusulkan Bab XI Pemerintah Mengusulkan Pasal 51 Ayat (1) Pemerintah Mengusulkan Pasal 51 Ayat (2) Pemerintah Mengusulkan Pasal 52 Peraturan Pemerintah No.17 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah Bertentangan dengan UU No. 20 Tahun 2008 Tentang UMKM dan Peraturan Pemerintah No.17 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah Bertentangan dengan UU No. 20 Tahun 2008 Tentang UMKM dan Peraturan Pemerintah No.17 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah Telah diatur Pada Pasal 40 UU No.20 Tahun 2008 Tentang UMKM