I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan wilayah yang mempunyai potensi obyek wisata. Pembangunan

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan kepariwisataan merupakan kegiatan yang bersifat sistematik,

PENDAHULUAN Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 4 Tahun 2007 Seri E Nomor 4 Tahun 2007 NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

cenderung akan mencari suasana baru yang lepas dari hiruk pikuk kegiatan sehari hari dengan suasana alam seperti pedesaan atau suasana alam asri yang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. pariwisata, seperti melaksanakan pembinaan kepariwisataan dalam bentuk

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D

BAB I PENDAHULUAN. (Firdaus, 2012). Pembentukan wilayah pengelolaan hutan dilakukan pada

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan sebagai destinasi wisata nasional dalam Masterplan Kementerian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pariwisata memiliki peran yang penting dalam perekonomian

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berintikan tiga segi,yakni segi ekonomis (sumber devisa, pajak-pajak) segi

BAB. I. PENDAHULUAN A.

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

BAB I PENDAHULUAN. kekayaaan sumber daya dan keanekaragaman hayati berupa jenis-jenis satwa maupun

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I.PENDAHULUAN. Komoditas minyak dan gas (migas) merupakan penghasil devisa utama bagi

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan Pantai Samas dahulu merupakan daerah yang terkenal dan UKDW

III KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata

Prinsip dan Kriteria EKOWISATA BERBASIS MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. dan ekosistemnya ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya

I. UMUM. Sejalan...

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 03/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS TAMAN NASIONAL MENTERI KEHUTANAN,

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA KOPENG. Oleh : Galuh Kesumawardhana L2D

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki sumber daya alam yang

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbentang antara

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 1999 SERI D NO. 7

BAB I PENDAHULUAN. wisata, sarana dan prasarana pariwisata. Pariwisata sudah berkembang pesat dan menjamur di

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PARIWISATA & PERKEBUNAN DI KABUPATEN KAPUAS HULU

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. unggulan di Indonesia yang akan dipromosikan secara besar-besaran di tahun 2016.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan pengenalan dan pemasaran produk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. menjadi pusat pengembangan dan pelayanan pariwisata. Objek dan daya tarik

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dengan panjang garis pantai mencapai 81.000 km, dan membentang antara garis 95º - 145º Bujur Timur dan 6º Lintang Utara - 11º Lintang selatan. Sebagai negara kepulauan, kekayaan sumberdaya alamnya meliputi juga kekayaan sumberdaya alam pesisir dan lautan. Kekayaan sumberdaya alam Indonesia hampir tidak tertandingi oleh negeri manapun di muka bumi ini. Kekayaan keanekaragaman hayatinya termasuk dalam daftar negara yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi, hanya tertandingi oleh negara Brazilia dan Zaire. Kekayaan jenis tumbuhan dan satwa di Indonesia tercatat dalam urutan pertama untuk mammalia (436 spesies, 51 % endemik); Kupu-kupu (121 spesies, 44 % endemik); Palem (477 spesies, 47 % endemik); keempat untuk reptil (512 spesies, 29 % endemik); kelima untuk burung (1.519 spesies, 28 % endemik); keenam untuk amphibi (270 spesies, 37 % endemik); dan ketujuh tumbuhan berbunga (29.375 spesies, 59 % endemik) ( Ditjen PHKA, 2006). Kenyataan lain yang menjadi perhatian secara nasional maupun internasional bahwa kekayaan yang hampir seluruhnya berada di kawasan hutan, kini menghadapi ancaman dan tekanan yang semakin besar, Penebangan hutan secara liar (illegal logging) adalah salah satu isu yang telah menjadikan citra Indonesia kurang menguntungkan. Banyak masyarakat Indonesia belum sepenuhnya tanggap akan fungsi hutan dan ekosistemnya yang sangat menjanjikan tersebut. Masih banyak yang menganggap hutan hanya sebagai penghasil kayu untuk memperoleh manfaat ekonomi secara cepat dan mudah. Hutan dan perairan dengan keanekaragaman hayati dan keunikan ekosistem yang ada di dalamnya belum dipandang sebagai satu kesatuan yang saling terkait, tidak hanya akan bermanfaat secara ekonomi, namun akan menjaga keberlanjutan manfaat itu sendiri termasuk budaya dan sosial.

Bersamaan dengan masuknya isu lingkungan ke dalam politik dan berbagai segi kehidupan, muncullah istilah ekowisata. Kekhawatiran akan lingkungan tidak lagi merupakan minat khusus, melainkan sudah menjadi minat banyak orang yang akhir-akhir ini mengunjungi alam karena timbulnya keinginan kuat untuk melihat berbagai bagian dunia. Salah satu pengelolaan hutan yang diyakini baik oleh para pakar pembangunan maupun konservasi mampu memberikan manfaat ekonomi, budaya dan sosial secara berkelanjutan adalah pengembangan ecotourism, di Indonesia dikenal dengan istilah ekowisata. Ekowisata adalah salah satu mekanisme pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Ekowisata tidak hanya diyakini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi secara regional maupun lokal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, namun juga memelihara kelestarian sumber daya alam, dalam hal ini keanekaragaman hayati sebagai daya tarik wisata. Ekowisata kini berkembang sebagai fenomena penting dalam bisnis perjalanan dan konservasi, sebagai kesatuan program yang mendorong para pejalan lebih peka terhadap lingkungan. Makin besarnya jumlah dan kualitas para wisatawan ekologi, memberi pengaruh yang signifikan, baik dalam pemasukan devisa, pengelolaan hutan maupun peranannya pada perlindungan keanekaragaman hayati. Tak mengherankan jika banyak negara yang memiliki kawasan lindung kini mempertimbangkan ekowisata sebagai pola dalam mengelola alamnya (Rahzen, 2000). Kecenderungan meningkatnya minat wisata tersebut terlihat dari jumlah pengunjung di beberapa taman nasional di dunia. Yose Mite National Park di Amerika Serikat rata-rata setiap tahunnya di datangi 3.400.000 wisatawan (Lestaryono, 2000). Mewakili Taman Nasional di wilayah Asia Tenggara, Kinabalu National Park di Sabah Malaysia pada tahun 2004 dikunjungi 415.360 wisatawan dan 43.430 wisatawan diantaranya mendaki Gunung Kinabalu (Kinabalu National Park, 2005). Ekowisata kini tumbuh dan berkembang seiring dengan semakin meningkatnya kunjungan wisata ke negara kita. Kawasan-kawasan alami mencoba menerapkan konsep ekowisata untuk menghadirkan pengunjung. Ekowisata

sebagai daya tarik sebuah kawasan tentunya akan memanfaatkan peluang meningkatnya angka kunjungan wisata ke Indonesia. Keberhasilan pariwisata Indonesia tidak terlepas dari keberadaan pengunjung mancanegara yang datang ke Indonesia. Berdasarkan data Statistik Wisatawan datang ke Indonesia pada tiga tahun terakhir, memang menunjukkan angka yang tidak selalu meningkat. Tahun 2005 wisatawan asing yang berkunjung di Indonesia sebanyak 5.002.101 orang, tahun 2006 sebanyak 4.871.351 dan tahun 2007 sebanyak 5.505.759 orang (BPS, 2007). Sektor wisata menjadi bagian penting dalam penghasil devisa negara. Berdasarkan Statistik Kunjungan Wisatawan, pada tahun 2007 diperoleh devisa dari kunjungan wisatawan mancanegara sebesar US $ 5.345.980.000 sedangkan total devisa negara pada tahun 2007 adalah US $ 56.900.000.000. Dengan kedatangan wisatawan mancanegara telah menyumbang devisa sebesar 9,4 % dari total devisa negara pada tahun 2007 (BPS, 2007). Untuk meningkatkan angka devisa tersebut setiap tahunnya perlu peningkatan program pariwisata Indonesia. Diantaranya peningkatan pengelolaan objek-objek wisata di daerah. Selain itu prinsip keberlanjutan dalam penyelenggaraan kegiatan wisata tersebut juga harus menjadi perhatian utama, sehingga hasil yang diperoleh dapat berlangsung dalam jangka panjang. Pengembangan ekowisata yang merupakan keterpaduan antara konservasi alam dan industri wisata menjadi pilihan tepat untuk mewujudkan keberlanjutan kegiatan wisata. Di dalam Pedoman Umum Pengembangan Ekowisata Daerah (Depdagri, 2000), mendefinisikan ekowisata merupakan suatu kegiatan pengembangan wisata yang bertanggung jawab di daerah yang masih alami atau di daerah-daerah yang dikelola secara kaidah alam dimana tujuannya selain untuk menikmati keindahannya, juga melibatkan unsur pendidikan, pemahaman, dan dukungan terhadap usaha-usaha konservasi sumber daya alam dan meningkatkan pendapatan masyarakat setempat. Dari definisi tersebut dapat dinyatakan bahwa konsep ekowisata merupakan bagian integral dari pariwisata yang mengutamakan upaya konservasi sumber daya alam, pengembangan ekonomi dan pemberdayaan

masyarakat yang dilakukan secara baik, benar, bertanggungjawab serta berkelanjutan. Kawasan-kawasan alami yang memiliki potensi alam mempesona, terus meningkatkan pengelolaan dan strategi promosi untuk menghadirkan pengunjung. Diantaranya dilakukan oleh pengelola kawasan Taman Nasional yang berjumlah 50 kawasan dan tersebar di seluruh Indonesia. Taman Nasional Betung Kerihun yang merupakan salah satu diantara 50 kawasan tersebut. Luas kawasan ini mencapai 800.000 ha, terletak di kabupaten Kapuas Hulu provinsi Kalimantan Barat. Nilai strategis kawasan konservasi ini adalah letaknya yang berada tepat di tengah-tengah pulau Kalimantan sehingga di istilahkan kawasan Heart of Borneo dan berbatasan langsung dengan Suaka Margasatwa Lanjak Entimau Sarawak (Malaysia) sehingga diprogramkan oleh pemerintah Indonesia dan Malaysia sebagai Kawasan Konservasi Lintas Batas. Fungsi lain kawasan ini adalah sebagai kawasan perlindungan tata air bagi Sungai Kapuas yang merupakan urat nadi kehidupan masyarakat Kalimantan Barat. Di sekitar kawasan, bermukim 7 (tujuh) sub etnis suku Dayak yang memiliki atraksi dan karya budaya yang berbeda-beda. Berdasarkan kondisi potensi tersebut, maka Taman Nasional Betung Kerihun memiliki peluang besar untuk memanfaatkan potensi kawasan, sesuai dengan amanat yang diemban dalam pengelolaan kawasan yaitu pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, selain fungsi perlindungan dan pengawetan. Keanekaragaman hayati, keragaman budaya dan keindahan bentang alam tropis yang diwarisi kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun, merupakan aset penting untuk menjadikan kawasan ini sebagai tujuan dalam peta baru tradisi perjalanan wisata. Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun dengan luas 800.000 ha terbagi menjadi dua Bidang Wilayah Pengelolaan dan empat Seksi Wilayah Pengelolaan yaitu Seksi Wilayah Embaloh, Seksi Wilayah Sibau, Seksi Wilayah Mendalam dan Seksi Wilayah Bungan. Masing-masing wilayah memiliki perbedaan karakteristik objek. Seksi Wilayah Embaloh lebih menonjolkan objek alam (nature) sebagai daya tarik, Seksi Wilayah Sibau dan Mendalam

menampilkan kekayaan Budaya (culture), sedangkan Wilayah Seksi Bungan memiliki daya tarik berupa kegiatan petualangan (Adventure). Dengan tiga tipe potensi objek tersebut, Taman Nasional Betung Kerihun memiliki motto pengembangan wisata yaitu You got it all, nature, culture and adventure in Betung Kerihun National Park (Sujito, 1999). Angka kunjungan ke kawasan Taman Nasional Betung Kerihun masih sangat kecil, pada tahun 2006 dalam data base pengunjung TNBK hanya tercatat 74 orang wisatawan asing (Balai TNBK, 2006). Pihak pengelola kawasan hanya mentargetkan 100 orang wisatawan asing pertahun. Hal ini dikarenakan keberadaan kawasan yang masih relatif baru, karena penunjukan kawasan Taman Nasional baru pada tahun 1995, aksesibilitas untuk mencapai kawasan masih sangat sulit, terutama sarana transportasi yang masih terbatas. Taman Nasional Gunung Rinjani di Provinsi Nusa Tenggara Barat, yang menawarkan atraksi wisata minat khusus berupa pendakian gunung pada tahun 2005 dikunjungi 1.899 wisatawan mancanegara dan 85.072 wisatawan nusantara. Mewakili wilayah Kalimantan dengan aksesibilitas yang hampir serupa dengan kawasan Taman Nasional Betung Kerihun, Kawasan Taman Nasional Tanjung Puting di Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 2005 dikunjungi 948 wisatawan asing dan 795 wisatawan nusantara (Dephut. 2006). Kedatangan pengunjung ke kawasan Taman Nasional Betung Kerihun, walaupun jumlahnya masih sangat kecil, namun telah memberikan dampak positif yang langsung kepada masyarakat sekitar kawasan. Masyarakat menerima pendapatan dari kunjungan wisatawan sebagai penyedia jasa trasportasi lokal dari kota kabupaten menuju kawasan taman nasional, sebagai pemandu lokal, porter dan penyedia atraksi budaya. Sedangkan manfaat tidak langsung yang dirasakan adalah masyarakat sudah mulai melakukan perlindungan terhadap potensi-potensi sumber daya alam dari ancaman kerusakan. Dengan demikian dukungan masyarakat terhadap konservasi akan semakin besar. Khusus untuk wilayah Seksi Bungan yang terletak di sebelah Timur kawasan, memiliki nilai penting untuk pengembangan ekowisata berbasis minat khusus, karena sebelum kawasan ini ditetapkan sebagai Taman Nasional, paket

perjalanan melintasi wilayah Kalimantan Barat hingga ke Kalimantan timur yang dikenal dengan perjalanan Lintas Kalimantan (Cross Borneo) telah lebih dulu diselenggarakan oleh biro perjalanan internasional dan masyarakat setempat. Paket tersebut hingga saat ini masih diminati oleh pengunjung, khususnya dari mancanegara. Dengan berbagai potensi alam dan adanya kegiatan wisata yang sudah berjalan sebelum kawasan Taman Nasional ini ditetapkan, pihak pengelola kawasan harus mambuat perencanaan ekowisata untuk wilayah ini terutama menyangkut penataan zonasi, karena ada kepentingan wisata dan ada kepentingan sosial masyarakat di ruang yang sama, sehingga perlu penataan ruang yang jelas untuk kedua aktivitas tersebut. Sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, sebuah kawasan taman nasional harus dikelola dengan sistem zonasi dan kegiatan pariwisata alam dan pemanfaatan jasa lingkungan hanya dilakukan di dalam sebuah zona pemanfaatan. Sehubungan dengan hal tersebut, untuk memenuhi kepentingan pengembangan wisata di wilayah ini, kegiatan masyarakat setempat di dalam kawasan taman nasional dan pengelolaan kawasan untuk kepentingan perlindungan dan pengawetan maka konsep ekowisata yang digunakan dalam Pedoman Umum Pengembangan Ekowisata Daerah dianggap tepat. 1.2. Kerangka Pemikiran Penerapan konsep ekowisata yang dituangkan dalam Pedoman Umum Pengembangan Ekowisata Daerah yang merupakan perpaduan antara konservasi dan industri wisata, konsep pemanfaatan yang sesuai untuk mendapatkan nilai ekonomi dari kawasan konservasi dan keberpihakannya pada lingkungan serta pelibatan masyarakat setempat dalam penyelenggaraanya. Sehingga konsep ini merupakan gagasan ideal yang bisa membantu terlaksananya pembangunan berkelanjutan. Pengembangan pariwisata alam merupakan serangkaian program kegiatan pembangunan untuk pariwisata alam yang meliputi pengelolaan pemanfaatan lahan dan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sesuai dengan azas pemanfaatan ruang dengan mengakomodasi semua kepentingan secara terpadu,

serasi, seimbang dan berkelanjutan (PHKA, 2001). Sehingga ekowisata merupakan bagian integral dari kegiatan pariwisata alam, dimana prinsip keseimbangan dan keberlanjutan sebagai dasar penyelenggaraan. Persoalan penataan zonasi yang belum definitif, dan kajian untuk menemukenali potensi-potensi objek di dalam zona tersebut belum dilakukan secara maksimal serta pemanfaatan ruang secara bersama oleh masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan hidup mereka dan ruang untuk kegiatan wisata alam, sangat berpotensi menimbulkan konflik. Solusi yang akan diterapkan mengatasi persoalan tersebut, agar kepentingan pengembangan potensi objek dan pemanfaatan ruang oleh masyarakat dan kegiatan wisata alam berimbang, dengan ini harus ada penataan areal wisata wilayah tersebut. Untuk mempermudah melakukan analisis keruangan dalam penataan ruang, menggunakan SIG ( Sistem Informasi Geografis). Menurut Gunn (1994) dalam proses perencanaan kawasan wisata, bantuan dari teknologi komputer cukup dapat membantu. Dengan program Sistem Informasi Geografis (SIG) akan diperoleh peta yang memperlihatkan sumberdaya yang paling sesuai bagi kegiatan wisata dan yang paling sensitif. Selanjutnya hasil dari proses penentuan ini akan dapat membantu pembuat kebijakan (policy makers) untuk membuat perencanaan wisata secara lebih lokal. Tahapan perancanaan zona pemanfaatan yang akan dilakukan dimulai dengan studi pendahuluan untuk mengumpulkan data dan informasi tentang potensi wisata yang sudah terdata dalam rencana pengelolaan kawasan, mengumpulkan data dan informasi melalui loporan-laporan kegiatan yang terkait dengan kegiatan wisata, melakukan pendataan objek wisata dan aktifitas masyarakat dalam kawasan, membuat analisis spasial dan analisis secara deskriptif dari data dan informasi yang terkumpul, membuat formulasi rencana zona pemanfaatan dan areal-areal wisata di dalamnya. Penerapan konsep ekowisata seperti yang dijelaskan dalam Pedoman Umum Pengembangan Ekowisata Daerah tersebut akan mendasari pembentukan zona pemanfaatan dan areal-areal wisata yang akan dikembangkan di wilayah Seksi Bungan.

TNBK Potensi Kawasan Perlindungan Pengawetan Pemanfaatan : - Wisata Alam - Penelitian - Pendidikan - Kegiatan penunjang Budidaya Potensi objek wisata belum di manfaatkan maksimal Pemanfaatan Ruang oleh Masyarakat Kawasan Pemanfaatan Ruang untuk Ekowisata Penataan Zonasi dengan Konsep Ekowisata Wisata Berkelanjutan Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran 1.3. Perumusan Masalah Sebelum kawasan Taman Nasional Betung Kerihun di tetapkan yaitu pada tahun 1995, kegiatan wisata alam di wilayah tersebut sudah berjalan. Penyelenggaraannya dilakukan oleh biro-biro perjalanan internasional yang bekerjasama dengan masyarakat setempat. Hal ini dikarenakan adanya jalur perjalanan Lintas Kalimantan (Cross Borneo) melewati wilayah tersebut. Selanjutnya setelah kawasan ini menjadi kawasan taman nasional, pihak Balai Taman Nasional Betung Kerihun dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) melakukan pengembangan objek dengan mempersiapkan atraksi-atraksi lain yang potensial seperti arung jeram di Sungai Kapuas, penjelajahan sungai dan penelusuran gua prasejarah. Namun masih kurangnya kegiatan survei potensi

untuk menemukenali objek wisata alam yang berada di dalam kawasan dan belum definitifnya tata batas zonasi, membuat keterbatasan dalam pengembangan kegiatan wisata di wilayah tersebut. Permasalahan lain adalah adanya aktifitas masyarakat memanfaatkan ruang yang sama dengan ruang kegiatan wisata alam kawasan di dalam kawasan sehingga berpotensi timbulnya konflik. Seperti pembuatan ladang oleh masyarakat di sekitar objek potensial, atau sebaliknya mengembangkan objek yang berada di dalam wilayah yang dilindungi oleh masyarakat setempat. Dengan adanya aplikasi konsep ekowisata yang mengacu pada Pedoman Umum Pengembangan Ekowisata Daerah di dalam perencanaan zona pemanfaatan Taman Nasional di Wilayah Seksi Bungan, akan menjadi solusi terhadap permasalahan pengayaan potensi wisata alam dan potensi konflik pemanfaatan ruang. 1. 4. Tujuan Aplikasi konsep ekowisata yang mengacu pada Pedoman Umum Pengembangan Ekowisata Daerah di dalam perencanaan zona pemanfaatan Taman Nasional untuk pariwisata di wilayah Seksi Bungan Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun bertujuan : 1. Menilai objek dan daya tarik wisata alam yang akan di kembangkan di Seksi Wilayah Bungan kawasan Taman Nasional Betung Kerihun. 2. Menganalisis pemanfaatan ruang untuk kegiatan masyarakat dan kegiatan wisata di wilayah Seksi Bungan kawasan Taman Nasional Betung Kerihun sebagai bahan perencanaan zona pemanfaatan. 3. Menganalisis pemanfaatan ruang sebagai bahan perencanaan zona pemanfaatan dan areal-areal wisata di dalamnya 1.5. Manfaat Hasil dari penelitian ini diharapkan akan memberi manfaat kepada : a. Pemerintah Daerah sebagai bahan masukan dalam perencanaan dan pengembangan wilayah Daerah Kabupaten Kapuas Hulu.

b. Balai Taman Nasional Betung Kerihun sebagai bahan masukan dalam perencanaan pengembangan ekowisata wilayah seksi Bugan. c. Pelaku wisata dan masyarakat sekitar kawasan khususnya yang akan terlibat dengan program ekowisata kawasan agar lebih memahami kebijakan penataan ruang di dalam Wilayah Seksi Bungan kawasan Taman Nasional Betung Kerihun.