BAB V PEMBAHASAN. A. Penetapan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku. kepribadian siswa dalam menerapkan pendidikan karakter

dokumen-dokumen yang mirip
STRATEGI PEMBELAJARAN DALAM MENERAPKAN PENDIDIKAN KARAKTER DI MADRASAH IBTIDAIYAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian. Bangsa Indonesia sebagai bagian dari dunia, apabila

BAB I PENDAHULUAN. antara lain pemerintah, guru, sarana prasarana, dan peserta didik itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. sikap, perilaku, intelektual serta karakter manusia. Menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan yaitu kegiatan belajar oleh pembelajar (Siswa) dan kegiatan mengajar

I. PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan nasional yang dirumuskan dalam Undang-undang nomor 20 tahun

BAB VI PENUTUP. Pada bab ini dipaparkan tentang kesimpulan yang ditarik dari temuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan sumber daya manusia yang dapat diandalkan. Pembangunan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suatu masyarakat karena dapat menjadi suatu rambu-rambu dalam kehidupan serta

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak

BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peningkatan mutu pendidikan terus dilakukan dalam mewujudkan sumber

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E

I. PENDAHULUAN. yaitu: sikap, proses, produk, dan aplikasi. Keempat unsur utama tersebut

BAB I PENDAHULUAN. demokratis senantiasa memberi perhatian terhadap pendidikan melalui regulasi yang mengatur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan proses pembelajaran. Di dalam proses

BAB I PENDAHULUHAN. untuk mengenal Allah swt dan melakukan ajaran-nya. Dengan kata lain,

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya sangatlah tidak mungkin tanpa melalui proses pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Mitra Pustaka, 2006), hlm 165. Rhineka Cipta,2008), hlm 5. 1 Imam Musbikiin, Mendidik Anak Kreatif ala Einstein, (Yogyakarta:

BAB I PENDAHULUAN. Karakter merupakan hal sangat esensial dalam berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana tercantum di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH. Agus Munadlir Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP PGRI Wates

BAB VI PENUTUP. Pada bab ini akan dikemukakan mengenai A) Kesimpulan; B) Implikasi; dan C) Saran.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan karakter merupakan suatu upaya penanaman nilai-nilai karakter

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamika perubahan sosial budaya masyarakat. mengembangkan dan menitikberatkan kepada kemampuan pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah survei pernah dilakukan Mazzola (2003) tentang bullying di sekolah.

BAB I. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 2 pasal 3. 2

BAB I PENDAHULUAN. memajukan kesejahteraan umum dan mewujudkan ketertiban dunia, serta ingin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. cinta kasih, dan penghargaan terhadap masing-masing anggotanya. Dengan

SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR PENDIDIKAN GURU

BAB I PENDAHULUAN. Krisis Multidimensional, (Jakarta: PT Bumi Aksara.2011), Hlm. 14.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Kesimpulan ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran dari semua

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Disiplin merupakan hal paling penting dalam diri manusia untuk menjadikan kita individu yang patuh dan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pegangan untuk menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyengsarakan orang lain bahkan bangsa lain. Oleh karena itu perlu mengolah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Bab 2 pasal 3 UU Sisdiknas berisi pernyataan sebagaimana tercantum

I. PENDAHULUAN. berpengaruh dalam kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga awal dari. terbentuknya karakter bangsa. Salah satu karakteristik bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan karakter (character building) generasi bangsa. Pentingnya pendidikan

2015 STUDI TENTANG PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SANTRI AGAR MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

STANDAR UNIVERSITAS DHYANA PURA

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini proses pembelajaran hendaknya menerapkan nilai-nilai karakter.

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD

BAB I PENDAHULUAN. dengan memudarnya sikap saling menghormati, tanggung jawab,

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. Taqwa, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 1. Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 7.

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5).

Karakter di Sekolah, (Jogjakarta: DIVA Press, 2013), hlm Jamal Ma ruf Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA DALAM PEMBELAJARAN SMA

ETIKA DAN MORAL dalam Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana mengubah kepribadian dan pengembangan diri. Oleh

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1

BAB I PENDAHULUAN. peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk

PENDIDIKAN KARAKTER SEBAGAI PEMBENTUK KARAKTER BANGSA

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa.

PROFIL AISYIYAH BOARDING SCHOOL BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. kearah suatu tujuan yang dicita-citakan dan diharapkan perubahan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

BAB I PENDAHULUAN. Dengan potensi tersebut, seseorang akanmenjadi manfaat atau tidak untuk dirinya

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Internalisasi Nilai-nilai Pendidikan Karakter Bangsa dalam. Proses Pembelajaran Menurut Kurikulum 2013 di SD Negeri 01

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA

PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER DI PERGURUAN TINGGI: KAJIAN TEORITIS PRAKTIS

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ajaran Islam penanaman nilai aqidah akhlak bagi manusia

BANK SOAL PLPG BANK SOAL PLPG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. generasi penerus. Karakter itu penting, karena banyak masyarakat memiliki

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus

BAB V PEMBAHASAN. melakukan pembiasaan dalam pendidikan karakter. Pada masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan satu dari sekian banyak hal yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sering didefinisikan dari praktek praktek yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar adalah ilmu-ilmu soasial terpadu yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu pilar dalam kemajuan bangsa, dan

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak

Memahami Budaya dan Karakter Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 2013, hlm Ismail, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, Rasail Media Group, Semarang, 2008, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN. Dari ketiga hal tersebut terlihat jelas bahwa untuk mewujudkan negara yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berakhlak mulia dan mampu menempatkan dirinya dalam situasi apapun. Karakter

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dampak globalisasi yang terjadi saat ini membawa masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan. melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Oleh karena itu untuk

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan bertujuan untuk menjadikan manusia

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kepribadian dan perilaku mereka sehari-hari. Krisis karakter yang

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah mempunyai tugas penting dalam menyiapkan siswa-siswi untuk

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merubah dirinya menjadi individu yang lebih baik. Pendidikan berperan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan fenomena manusia yang fundamental, yang juga

Transkripsi:

147 BAB V PEMBAHASAN A. Penetapan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku kepribadian siswa dalam menerapkan pendidikan karakter Berdasarkan data yang telah diperoleh dari kedua lokasi penelitian, yaitu MI Miftahul Huda Wonorejo dan MI Hidayatul Mubtadiin Sukorame menunjukkan strategi pembelajaran guru dalam menerapkan pendidikan karakter melalui penetapan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku kepribadian siswa dilaksanakan melalui perumusan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku ke dalam tujuan madrasah. Di kedua lembaga tersebut, hasil rumusan yang dihasilkan samasama direview dan dievaluasi secara rutin tiap tahun. Tujuannya adalah supaya nilai-nilai karakter yang ingin dicapai, secara dinamis dapat mengikuti tuntutan tujuan pendidikan yang selalu berkembang. Perbedaan staregi perumusan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku yang dilaksanakan di kedua lokasi penelitian secara umum dipengaruhi oleh perbedaan kondisi lingkungan madrasah. MI Miftahul Huda Wonorejo memiliki basis lingkungan masyarakat yang heterogen dan lebih dekat pada pusat kegiatan publik serta pemerintahan. Sedangkan MI Hidayatul Mubtadiin memiliki basis lingkungan pondok pesantren. Kondisi di atas menjadikan perbedaan strategi dalam menetapkan spesifikasi dan kualifikasi nilai karater yang ditetapkan.

148 Secara garis besar, pendidikan karakter yang dicanangkan pemerintah memiliki tujuan sebagai berikut : Membina dan mengambangkan karakter warga negara sehingga mampu mewujudkan masyarakat yang ber-ketuhanan Yang maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmad kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dan keadilan sosial bagi seluruh akyat Indonesia. 1 Penjabaran secara operasional dari tujuan di atas dirumuskan oleh Kementerian Pendidikan Nasional yang menetapkan tema pembangunan karakter bangsa dan pendidikan karakter adalah : Membangun generasi yang jujur, cerdas, tangguh, dan peduli (jurdastangli). Seperti tampak pada konfigurasi nilai-nilai di atas, keempat nilai ini masing-masing dipilih dari olah hati, olah pikir, olah raga, dan olah rasa/karsa, berdasarkan pertimbangan bahwa kondisi masyarakat Indonesia saat ini sangat membutuhkan pengembangan karakter dengan empat nilai utama tersebut. Dengan kata lain, pengembangannya dijadikan prioritas utama secara Nasional. 2 Tujuan pendidikan karakter secara mendasar adalah mendorong lahirnya pribadi-pribadi yang baik (insan kamil), salah satunya melalui kegiatan pendidikan di sekolah. Secara praktis sekolah diharapkan mampu melakukan perencanaan, melaksanakan kegiatan, dan evaluasi terhadap tiaptiap komponen yang di dalamnya memuat nilai-nilai karakter secara terintegrasi (terpadu). Pengertian terpadu lebih menunjuk kepada pembinaan nilai-nilai karakter pada tiap komponen pendidikan sesuai dengan ciri khas masing-masing sekolah. 3 Ciri khas tiap tiap sekolah dapat dimunculkan melalui pengembangan muatan kurikulum baku yang telah diprogramkan 1 Damiyati Zuhdi, dkk, Model Pendidikan Karakter (Yogyakarta: Multi Presindo, 2013), 24. 2 Ibid.,25 3 Novan Ardi Wiyani, Membumikan Pendidikan, 87-88

149 maupun melalui pengembangan nilai tambah seperti pengembangan kultur/budaya sekolah. Dalam rangka mengoptimalkan pengembangan tersebut, sekolah perlu memperhatikan prinsip penting dalam pelaksanaannya, yaitu : sekolah sebaiknya merumuskan visi, misi dan tujuan sekolah yang secara tegas menyebutkan keinginan terwujudnya kultur dan karakter mulia di sekolah. Visi dan misi merupakan acuan sekaligus cita-cita yang ingin dicapai sekolah dengan program-programnya. Selanjutnya untuk mewujudkan visi, misi dan tujuan sekolah tersebut, sekolah harus mengintegrasikan nilai-nilai karakter mulia pada segala aspek kehidupan bagi seluruh warga sekolah, terutama para siswa. 4 Di MI Miftahul Huda Wonorejo, perumusan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dalam bentuk visi, misi, dan tujuan madrasah dilaksanakan dengan orientasi memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan pengembangan karakter siswa secara menyeluruh termasuk karakter islami. Hal ini mengingat kondisi sosial masyarakat yang heterogen dan layanan kegiatan pendidikan keagamaan di masyarakat tidak merata, sehingga dipilih strategi dengan penekanan penjabaran nilai-nilai karakter yang ingin dicapai secara rinci untuk tiap-tiap mata pelajaran dan tingkat kelas. Dengan penjabaran tersebut diharapkan nilai-nilai karakter yang ada bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari oleh siswa baik di dalam maupun diluar sekolah dalam bentuk perilaku yang nyata. 4 Marzuki, Pendidikan Karakter Islami (Jakarta : Amzah, 2015), 107.

150 Di MI Hidayatul Mubtadiin yang memiliki basis lingkungan pesantren, orientasi perumusan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku ditekankan pada pemenuhan muatan kurikulum baku dengan mensinergikan dengan muatan kurikulum di pesantren. Nilai-nilai karakter yang akan dicapai ditetapkan menyesuaikan dengan kekhasan madrasah yang berada dalam lingkungan pesantren. B. Pemilihan pendekatan pembelajaran dalam menerapkan pendidikan karakter Paparan data pada bab sebelumnya menunjukkan terdapat perbedaan strategi pemilihan pendekatan pembelajaran yang dilaksanakan guru dalam menerapkan pendidikan karakter pada siswa. Budaya madrasah dan kondisi sosial masyarakat ikut berperan dalam pemilihan dan pelaksanaan strategi tersebut. Di MI Miftahul Huda Wonorejo, strategi pemilihan sistem pendekatan pembelajaran ditetapkan dan dilaksanakan melalui pengintegrasian nilai-nilai karakter ke dalam pembelajaran dan kultur sekolah dengan melibatkan seluruh stake holder secara maksimal dan menyeluruh. Hal ini bertujuan supaya kegiatan penanaman karakter dapat berlangsung secara komprehensif dan hasilnya juga maksimal dan menyeluruh sesuai kebutuhan siswa. Di MI Hidayatul Mubtadiin Sukorame yang berada dalam lingkungan pesantren, sistem pendekatan pembelajaran ditetapkan dengan penekanan pada model pendidikan pesantren. Hal ini diawali dari para guru yang dituntut untuk dapat menjadi model dalam kegiatan pembelajaran.

151 Orientasi pembelajaran di kelas juga mengedepankan kegiatan berdasarkan perkembangan kognitif siswa dimana siswa pada usia MI yang termasuk dalam usia prakonvensional dididik dengan kepatuhan. Selain itu, penekanan pendidikan karakter dilakukan melalui inkulkasi nilai yang dalam prosesnya memperhatikan nilai-nilai lama yang telah tertanam dalam diri siswa untuk selanjutnya diselaraskan dengan nilai-nilai baru yang hendak ditanamkan. Jamal Ma`mur memaparkan bahwa pendidikan karakter yang terintegrasi secara terpadu dalam pembelajaran bertujuan mengenalkan nilai-nilai, diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, dan internalisasi nilai-nilai ke dalam tingkah laku siswa sehari-hari melalui proses pembelajaran, baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. 5 Lebih lanjut disebutkan bahwa untuk madrasah dengan muatan lokal yang diajarkan secara maksimal, pendidikan karakter memiliki medan teramat luas. Sehingga, karakter siswa di madrasah seharusnya lebih dinamis, kreatif dan inovatif. 6 Sejalan dengan pendapat di atas, Heri Gunawan menjelaskan bahwa pada dasarnya kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan siswa menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai dan menjadikannya perilaku. 7 5 Jamal Ma`mur Asmani, Buku Panduan, 58-59. 6 Ibid., 60 7 Heri Gunawan, Pendidikan Karakter, 224.

152 Menurut Damiyati Zuchdi dkk, strategi pengembangan karakter lewat kultur sekolah sangat penting dilakukan dengan melibatkan siswa membangun kehidupan sekolah mereka. Untuk menciptakan kultur sekolah yang bermoral, perlu diciptakan lingkungan sosial yang dapat mendorong siswa memiliki moralitas yang baik/karakter terpuji. 8 Sebagai contoh, apabila sekolah dapat menciptakan lingkungan sosial sekolah yang menjunjung tinggi kejujuran dan rasa tanggung jawab maka lebih mudah bagi siswa untuk berkembang menjadi pribadi-pribadi yang jujur dan bertanggung jawab. Namun demikian, masyarakat secara umum juga perlu memiliki kultur yang senada dengan yang dikembangkan di sekolah. Istilah komprehensif digunakan dalam pendidikan nilai (karakter) mencakup berbagai aspek meliputi isi, metode, proses, dan peran komponen pendidikan yang harus komprehensif. Praktisnya, disamping segi akademik tetap ditekankan, yang juga sangat esensial adalah pemberian pendidikan mengenai kewajiban warga Negara dan nilai-nilai, serta sifatsifat yang dianggap baik oleh kebanyakan orang tua, pendidik, dan anggota masyarakat secara keseluruhan. Selanjutnya yang tidak kalah penting pula adalah perlunya diajarkan ketrampilan mengatasi masalah, berfikir kritis dan kreatif. Dan membuat keputusan sendiri dengan penuh tanggung jawab. 9 Pendidikan nilai/moral seharusnya tidak menggunakan pendekatan indoktrinasi dalam menanamkan karakter yang diinginkan, tetapi harus lebih kepada inkulkasi (penanaman) nilai. Ciri-ciri utama 8 Damiyati Zuchdi dkk., Model Pendidikan,42-43 9 Ibid.,8-9.

153 inkulkasi nilai adalah : mengkomunikasikan kepercayaan disertai alasan yang mendasarinya, mengontrol penyampaian nilai yang dikehendaki dan mencegah yang tidak dikehendaki, serta memberikan kebebasan bagi adanya perilaku yang berbeda-beda sampai pada tingkat yang dapat diterima. 10 Sejalan dengan pendapat di atas, Mulyasa memaparkan bahwa agar tertanam dalam diri manusia, nilai-nilai harus didalami dan dihayati melalui internalisasi nilai. Dalam pendidikan karakter, tahap-tahap internalisasi nilai mencakup tiga hal, yaitu : Pertama; tranformasi nilai. Pada tahap ini guru sekedar menginformasikan nilai-nilai yang baik dan kurang baik melalui komunikasi verbal kepada siswa. Kedua; Transaksi nilai, yaitu suatu tahap pendidikan karakter dengan jalan melakukan kominikasi dua arah, atau interaksi timbal balik antara guru dan siswa. Ketiga; transinternalisasi, yakni bahwa tahap ini lebih dari sekedar transaksi. Penampilan guru dihadapan siswa bukan lagi sosok fisiknya, melainkan sikap mental, dan kepribadiannya. 11 C. Pemilihan dan penetapan metode dan teknik pembelajaran dalam menerapkan pendidikan karakter Salah satu faktor yang menentukan sejauh mana keberhasilan kegiatan pembelajaran adalah pemilihan metode dan teknik pembelajaran yang tepat dan sesuai. Tepat dan sesuai dalam arti mampu mengakomodasi tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Sesuai uraian pada bab 10 Ibid.,17. 11 E. Mulyasa, Manajemen Pendidikan, 167.

154 sebelumnya, pemilihan metode dan teknik pembelajaran yang sesuai hanya mungkin dilakukan jika teknik dan metode yang dikuasai guru memiliki variasi yang memadai. Kegiatan pembelajaran yang menggunakan metode dan teknik pembelajaran yang dianggap sesuai harus pula didukung dengan bahan pembelajaran yang memadai. Untuk iu guru juga harus pandai berkreasi memodifikasi dan memperkaya bahan pembelajaran. Dengan metode dan teknik pembelajaran yang sesuai serta didukung bahan pembelajaran yang cukup akan mampu menciptakan situasi belajar yang mendukung terselenggaranya penanaman karakter secara maksimal. Setiap lembaga pendidikan pasti memiliki kekhasan yang tidak sama dengan lembaga pendidikan lainya. Kekhasan tersebut akan berimplikasi pula dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru, termasuk dalam pelilihan metode dan teknik pembelajaran. Di MI Hidayatul Mubtadiin Sukorame, strategi pemilihan metode dan teknik pembelajaran menekankan pada penciptaan situasi belajar yang mendukung kegiatan pendidikan melalui pembiasaan dan keteladanan serta kepatuhan melalui perintah dan larangan. Guru sebagai pelaku pendidikan yang langsung berinteraksi dengan siswa dalam kegiatan pembelajaran harus mampu menjadi teladan, menunjukkan kebiasaan yang mencerminkan karakter positif dan memiliki wibawa guna menanamkan nilai karakter pada siswa terutama melalui perintah dan larangan. Mulyasa, memaparkan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar manusia dalam mencapai tujuan, yang dalam prosesnya diperlukan

155 12 Ibid., 165. 13 Ibid., 166. 14 Ibid., metode yang efektif dan menyenangkan. Oleh karena itu, ada suatu prinsip umum dalam memfungsikan metode, yaitu pembelajaran perlu disampaikan dalam suasana interaktif, menyenangkan, menggembirakan, penuh dorongan, motivasi, dan memberikan ruang gerak yang lebih leluasa kepada siswa dalam membentuk kompetensi dirinya untuk mencapai tujuan. 12 Hal ini berimplikasi pada keharusan tersedianya pilihan metode atau teknik pembelajaran yang bervariasi. Pilihan metode pembelajaran karakter yang telah lama ada antara lain pembiasaan. Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan berulang-ulang agar sesuatu itu menjadi kebiasaan. Pembiasaan sebenarnya berintikan pengalaman, yang dibiasakan itu adalah sesuatu yang diamalkan. 13 Lebih lanjut diuraikan terkait metode pembiasaan yang juga dikenal dengan istilah operan conditioning, mengajarkan siswa untuk membiasakan perilaku terpuji, disiplin, giat belajar, bekerja keras, ikhlas, jujur, dan bertanggung jawab atas setiap tugas yang telah diberikan. Metode pembiasaan ini perlu diterapkan oleh guru dalam proses pembentukan karakter, untuk membiasakan peserta didik dengan sifat-sifat baik dan terpuji, impuls-impuls positif menuju neokortek agar tersimpan dalam sistem otak, sehingga aktivitas yang dilakukan terekam dalam sistem otak. 14 Pilihan model pembelajaran selanjutnya adalah mendidik dengan perintah dan larangan. Perintah merupakan tuntutan yang harus dibuktikan dengan perbuatan, sehingga akan berimplikasi kepada ketaatan,

156 sementara larangan merupakan tuntutan untuk tidak melakukan perbuatan yang berimplikasi kepada meninggalkan. Biasanya perintah diberikan karena didalamnya ada manfaat. Demikian juga dengan larangan, tidaklah suatu perbuatan dilarang kecuali di dalamnya ada kemadharatan. 15 Di sekolah, perintah dan larangan biasa dirumuskan dalam bentuk aturan tata tertib yang merupakan pedoman bagi sekolah untuk menciptakan suasana sekolah yang aman dan tertib. Perintah dan larangan merupakan bantuan sederhana bagi siswa untuk melakukan kebaikan dan menghindari kesalahan dengan tujuan menanamkan kesadaran kepada anak tentang pentingnya sebuah kebaikan. Jika siswa telah memahami secara konkrit terhadap nilainilai dari sebuah aturan maka akan melaksanakannya dengan kesadaran, bukan keterpaksaan. 16 Sejalan dengan pendapat di atas, Heri Gunawan menyampaikan bahwa sekolah sebagai small community harus mewujudkan tata kehidupan sekolah yang madani dengan cara menyusun tatakrama dan tata kehidupan sosial sekolah sebagai acuan norma yang karus ditaati. Acuan ini selain mencakup tata tertib sekolah, juga meliputi semua aspek kehidupan sosial sekolah yang mengatur hubungan antar siswa, guru dengan siswa, antar guru, antar warga sekolah, dan antara warga sekolah dengan masyarakat. 17 Pribadi guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pendidikan, terutama dalam pendidikan karakter. Sebagaimana diuraikan Mulyasa, manusia merupakan makhluk yag suka mencontoh. 15 Amirullah Syarbini, Buku Pintar, 52-53. 16 Ibid., 54-55. 17 Heri Gunawan, Pendidikan Karakter., 266-267.

157 Termasuk siswa yang suka mencontoh pribadi gurunya dalam membentuk pribadinya. Keteladanan guru sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan pribadi para siswanya. Karena itu, dalam mengefektifkan dan menyukseskan pendidikan karakter di sekolah, setiap guru dituntut untuk memiliki kompetensi kepribadian yang memadai, bahkan kompetensi ini akan melandasi kompetensi-kompetensi lainnya. 18 D. Penetapan norma-norma dan batas minimal standar keberhasilan sebagai pedoman evaluasi hasil pembelajaran dalam menerapkan pendidikan karakter Keberhasilan program pendidikan melalui pembelajaran di kelas hanya dapat dinilai atau diukur apabila memiliki goal yang jelas yang dirumuskan dalam bentuk muatan, norma, atau nilai karakter dengan batas minimal kriteria ketuntasan yang jelas. Pada kedua MI yang menjadi objek penelitian ini, yaitu MI Miftahul Huda Wonorejo dan MI Hidayatul Mubtadiin Sukorame, terlihat bahwa strategi penetapan norma-norma dan batas minimal dilakukan dengan berpijak pada regulasi pendidikan nasional. Perbedaan yang ada terletak pada orientasi pengembangan norma-norma ke dalam nilai karakter dalam pembelajaran. Di MI Miftahul Huda Wonorejo norma-norma dan batas minimal ketuntasan dirumuskan secara rinci untuk tiap mata pelajaran sebagai pedoman guru dalam melaksanakan evaluasi hasil pembelajaran. Selain itu norma-norma dan batas minimal selalu divaluasi dan ditingkatkan 18 E.Mulyasa, Manajemen Pendidikan,171-172

158 secara berkelanjutan guna memenuhi tuntuan pembentukan krakter yang selalu berubah sesuai kondisi masyarakat. Strategi penetapan norma-norma dan batas minimal sebagai pedoman evaluasi hasil pembelajaran di MI Hidayatul Mubtadiin dilaksanakan dengan mengedepankan pencapaian standar nasional dan lokal. Standar lokal dimaksud adalah standar norma-norna dan nilai karakter pada pendidikan pesantren yang lebih mengarah kepada pembentukan dasar religius (islami) pada siswa. Norma-norma atau nilai karakter yang telah ditetapkan dievaluasi melalui authentic assessment, dengan tujuan evaluasi yang dilakukan mampu mengukur secara menyeluruh baik pencapaian akademik siswa maupun keberhasilan penanaman karakter pada pribadi siswa. Menurut Novan Ardy Wiyani, karakter adalah nilai yang diwujudkan dalam tindakan (value in action), disebut juga nilai-nilai yang dioperasionalkan dalam tindakan (operative value). Oleh karena itu, setting sekolah berorientasi pada penetapan norma-norma dan kerangka hasil pendidikan yang kemudian direfleksikan dalam perwujudan nilai-nilai dalam perilaku keseharian. Lulusan sekolah harus memiliki sejumlah perilaku khas sebagaimana nilai yang dijadikan rujukan sekolah tersebut. 19 Sebagaimana disampaikan Mulyasa, hasil pendidikan karakter merupakan prestasi siswa secara keseluruhan, yang menjadi indikator kepribadian berkarakter dan derajat perubahan tingkah laku yang bersangkutan. Hasil ini 19 Novan Ardy Wiyani, Membumikan Pendidikan,70-71

159 merupakan dasar pedoman guru dalam melaksanakan evaluasi hasil pembelajaran yang telah dicapai. 20 Penilaian hasil pendidikan karakter pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan untuk mengukur perubahan tingkah laku (karakter) yang telah terbentuk. Selanjutnya hal yang harus diperhatikan dalam menilai pendidikan karakter adalah : penilaian dapat harus mengukur seluruh program pendidikan karakter, penilaian dilakukan secara rasional dan efisien, dan penilaian harus dapat mengukur standar nasional dan lokal yang kompleks dengan berbagai cara. 21 Pengembangan kegiatan evaluasi atau penilaian yang mampu mengukur dengan tepat apa yang ingin dinilai akan memudahkan guru dalam menjalankan perannya sebagai evaluator pembelajaran. Menurut Jamal Ma`mur Asmani, sebagai evaluator guru harus selalu mengevaluasi metode pembelajaran yang selama ini dipakai dalam pendidikan karakter. Selain itu, juga harus mampu mengevaluasi hasil pembelajaran karakter berupa sikap perilaku yang ditampilkan siswa. Evaluasi adalah wahana meninjau kembali efektifitas, efisiensi dan produktifitas sebuah program. 22 20 E. Mulyasa, Manajemen Pendidikan,202 21 Ibid., 200. 22 Jamal Ma`mur Asmani, Buku Panduan,82.