MAKTABAH AS SUNNAH

dokumen-dokumen yang mirip
Hukum Mengqadha' Puasa Ramadhan

Ternyata Hari Jum at itu Istimewa

Puasa Sunah Asyura: Waktu dan Keutamaannya

Derajat Hadits Fadhilah Surat Yasin

Berani Berdusta Atas Nama Nabi? Anda Memesan Sendiri Tempat di Neraka

Derajat Hadits Puasa TARWIYAH

Membaca Sebagian Al-Quran Dalam Khutbah Jum'at

Seribu Satu Sebab Kematian Manusia

Jangan Taati Ulama Dalam Hal Dosa dan Maksiat

Memperbaiki Kesalahan dalam Bulan Ramadhan

E٤٨٤ J٤٧٧ W F : :

Beberapa Kekeliruan Kaum Muslimin Seputar Lailatul Qadar

Memaksimalkan Waktu-Waktu Mustajab Untuk Berdoa

Engkau Bersama Orang Yang Kau Cintai

Hadits yang Sangat Lemah Tentang Larangan Berpuasa Ketika Safar

BEBERAPA MASALAH YANG BERKAITAN DENGAN PUASA RAMADHAN

HUKUM MENGENAKAN SANDAL DI PEKUBURAN

Sifat Allah Al-Hayiyyu, Yang Maha Pemalu

Dosa Bersumpah Dengan Menyebut Selain Allah

Dusta, Dosa Besar Yang Dianggap Biasa

Memperhatikan dan Menasihati Pemuda Untuk Shalat

Definisi Khutbah Jumat

Bukti Cinta Kepada Nabi

E٤٢ J٣٣ W F : :

Jika Beragama Mengikuti Kebanyakan Orang

Keutamaan Bulan Dzul Hijjah

Penetapan Awal Ramadhan dan Syawal

Selain itu hukum wajib atas Khutbah Jum'at, dikarenakan Nabi tidak pernah meninggalkannya. Hal ini termasuk dalam keumuman hadits:

Membatalkan Shalat Witir

BATASAN TAAT KEPADA ORANG TUA Secara umum kita diperintahkan taat kepada orang tua. Wajib taat kepada kedua orang tua baik yang diperintahkan itu sesu

Isilah 10 Hari Awal Dzul Hijjah dengan Ketaatan

Penulis : Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, M.Sc Dipublikasikan ulang dari

Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku`lah beserta orangorang yang ruku (Al Baqarah : 43)

Kewajiban Seorang Muslim Terhadap Alquran

Hukum Puasa 6 Hari di Bulan Syawal

Menjual Rokok HUKUM SEORANG PEDAGANG YANG TIDAK MENGHISAP ROKOK NAMUN MENJUAL ROKOK DAN CERUTU DALAM DAGANGANNYA.

Penetapan Awal Bulan Ramadhan dan Syawal

E١١٧ J١٠٩ W F : :

Umur Untuk Amal Shaleh

MACAM-MACAM AMALAN YANG DISYARIATKAN

Bismillahirrahmanirrahim

Marhaban Yaa Ramadhan 1434 H

Perjalanan Meraih Ridha Ar-Rahman

SEBAB-SEBAB PARA ULAMA BERBEDA PENDAPAT. (Dirangkum dari kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Raf ul Malaam an Aimatil A laam )

Ikutilah Sunnah dan Jauhilah Bid'ah

Kekeliruan-Kekeliruan Umat Islam di Hari Jumat

Keistimewaan Hari Jumat

Kekhususan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam Yang Tidak Dimiliki Oleh Umatnya

2. Perawi harus adil. Artinya, perawi tersebut tidak menjalankan kefasikan, dosa-dosa, perbuatan dan perkataan yang hina.

: : :

Suap Mengundang Laknat

Keutamaan 10 Hari Pertama Dzulhijjah

Mengangkat Kedua Tangan Saat Qunut

ISTILAH-ISTILAH DALAM ILMU HADITS

Para wanita di bulan ramadhan

Kecemburuan Seorang Suami Kepada Istri

Sunah Yang Hilang di Bulan Dzulhijjah

Umrah dan Haji Sebagai Penebus Dosa

BID AH SHALAT RAGHAIB

??????????????????????????????????????????????? :????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.

UCAPAN SELAMAT HARI RAYA

Kekeliruan Sebagian Umat Islam di Bulan Rajab

Shalat Berjamaah Tidak di Rumah

Alhamdulillah Was Shalaatu Was Salaamu Alaa Rasuulillah, adapun setelah ini:

BENARKAH KHUTBAH SHOLAT DUA HARI RAYA DUA KALI

Kewajiban Menunaikan Amanah

Hadits Palsu Tentang Keutamaan Memakai Pakaian WOL

Otopsi Jenazah Dalam Tinjauan Syar'i

3 Wasiat Agung Rasulullah

Bacakanlah surat Yasin kepada orang yang meninggal dunia.

: :

Sifat-Sifat Ibadah Yang Benar

Tafsir Surat Al-Ikhlas

Khutbah Jum'at. Keutamaan Bulan Sya'ban. Bersama Dakwah 1

TAWASSUL. Penulis: Al-Ustadz Muhammad As-Sewed

{??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????},

Robiul Awal 1433 H Cetakan 1 TAKHRIJ HADITS ORANG YANG MENDAPATKAN RUKUKNYA IMAM

Tanda-Tanda Cinta Nabi Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam

"Sesungguhnya Kami telah menurunkan (Al Qur an) pada malam

HADITS-HADITS PENDEK

Adab-adab Yang Wajib di Dalam Puasa

Bab 7 Tentang Al Munawalah Para Ulama untuk Menyebarkan Ilmunya ke Seluruh Negeri

Marhaban Ya Ramadhan Ahad, 20 Sha'ban 1431 H / 1 Agustus 2010

Bersama Orang Tua Menuju Surga

Bab 23 Dholim dibawah dholim (yang besar)

ISTRI-ISTRI PENGHUNI SURGA

Hadits Palsu Tentang Surga Di Bawah Telapak Kaki Ibu

HADITS LEMAH DAN PALSU SEPUTAR RAJAB

Adab Makan Yang Dilupakan Muhammad Abu Hamdan

Mengenal Nama-Nama dan Sifat-Sifat Allah

DIANTARA AMALAN UNTUK MEMAKMURKAN RAMADHAN

SUNNAH NABI. Dan dikuatkan dengan Hadist dari Imam Bukhari disalah satu bab yaitu: sunnahnya berwudhu sebelum mandi

KUMPULAN FATWA. Hukum Membagi Agama Kepada Isi dan Kulit. Penyusun : Syekh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin. Terjemah : Muh. Iqbal Ahmad Gazali

Qawaid Fiqhiyyah. Niat Lebih Utama Daripada Amalan. Publication : 1436 H_2015 M

: : :

Adab Makan. Karya: Dr. Amin bin Abdullah asy-syaqawi. Terjemah : Muzaffar Sahidu Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad

Meraih Sifat Qona ah (Merasa Kecukupan)

Indahnya Mengikuti Sunnah

Kewajiban Haji dan Beberapa Peringatan Penting dalam Pelaksanaannya

Bab 42 Menghapal Ilmu

Transkripsi:

Hadist-Hadits Lemah Yang Berkaitan Dengan Bulan Ramadhan [ SALAFY Edisi XXIII/Ramadhan/1418 H/ 1998 M ] Seringkali kita mendengar para khatib di atas mimbar membawakan hadits-hadits tentang Ramadhan dan keutamaannya. Di antara hadits-hadits yang mereka bawakan ada yang shahih 1 dan ada yang dlaif, bahkan maudlu (palsu). Namun sangat disayangkan ketika membawakan hadits-hadits lemah, mereka tidak menerangkan tentang kelemahannya kepada hadirin yang awam tentang permasalahan hadits sehingga orang-orang yang mendengarnya menyangka bahwa hadits-hadits itu adalah ucapan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, padahal sama sekali bukan! Oleh karena itu penulis mencoba mengangkat permasalahan ini sebagai nasehat kepada seluruh kaum Muslimin, baik para khatib-nya maupun pendengarnya. Tidak Boleh Beramal Dengan Hadits Lemah Dalam Hal Fadhailul A mal (Keutamaan Amal) Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah berkata : [ Di kalangan Ahli Ilmu dan para penuntut ilmu telah masyhur bahwa hadits dlaif boleh diamalkan dalam fadlailul a mal. Mereka menyangka bahwa perkara ini tidak diperselisihkan. Bagaimana tidak, Imam Nawawi rahimahullah menyatakan dalam berbagai kitab beliau bahwa hal itu telah disepakati. Tetapi pernyataan beliau itu terbantah karena perselisihan dalam masalah ini ma ruf. Sebagian besar para muhaqiq (peneliti hadits) berpendapat bahwa hadits dlaif tidak boleh diamalkan secara mutlak, baik dalam perkara-perkara hukum maupun keutamaan-keutamaan. Syaikh Al Qasimi rahimahullah dalam Qawaid At Tahdits halaman 94 mengatakan bahwa pendapat tersebut (yakni hadits dlaif tidak diamalkan secara mutlak, pent.) diceritakan oleh Ibnu Sayyidin Nas dalam Uyunul Atsar dari Yahya bin Ma in dan dalam Fathul Mughits beliau menyandarkannya kepada Abu Bakar bin Al Arabi. Pendapat itu juga merupakan pendapat Bukhari, Muslim, dan Ibnu Hazm. 1 Hadits-hadits shahih tentang bulan Ramadhan dan keutamaannya dapat dili hat pada Muslimah edisi XIII Rubrik Kajian Kali Ini. 1

Aku (Syaikh Albani) katakan bahwa inilah yang benar menurutku, tidak ada keraguan padanya karena beberapa perkara : Pertama, hadits dlaif hanya mendatangkan sangkaan yang salah (dhanul marjuh). Tidak boleh beramal dengannya berdasarkan kesepakatan. Barangsiapa mengecualikan boleh beramal dengan hadits dlaif dalam fadlailul a mal, hendaknya dia mendatangkan bukti. Sungguh sangat jauh! Kedua, yang aku pahami dari ucapan mereka tentang fadlail a mal yaitu amal-amal yang telah disyariatkan berdasarkan hadits shahih, kemudian ada hadits lemah yang menyertainya yang menyebutkan pahala khusus bagi orang yang mengamalkannya. Maka hadits lemah dalam keadaan semacam ini boleh diamalkan dalam fadlail a mal 2, karena hal itu bukan pensyariatan amal itu tetapi semata-mata sebagai keterangan tentang pahala khusus yang diharapkan oleh pelakunya. Oleh karena itu ucapan sebagian ulama dimaksudkan seperti ini. Seperti Syaikh Ali Al Qari rahimahullah dalam Al Mirqah 2/381 mengatakan bahwa hadits lemah diamalkan dalam perkara fadlail walaupun tidak didukung secara ijma sebagaimana keterangan Imam Nawawi. Yaitu pada amal yang shahih berdasarkan Kitab dan Sunnah. Dengan dasar inilah maka beramal dengan hadits lemah diperbolehkan jika telah ada hadits shahih yang menunjukkan disyariatkannya amal itu. Akan tetapi kebanyakan orang yang berpendapat seperti ini tidak memaksudkan makna itu. Buktinya kita menyaksikan mereka beramal dengan hadits-hadits dlaif yang tidak terkandung dalam hadits-hadits shahih. Seperti Imam Nawawi dan yang mengikutinya menganggap sunnah menjawab ucapan orang yang mengumandangkan iqamah ketika mengucapkan dua kalimat (qad qamatish shalah, qad qamatish shalah) dengan ucapan aqamahallah wa adamaha (semoga Allah menegakkannya dan melazimkannya), padahal hadits tentang masalah ini lemah 3. Amal ini tidak ditetapkan pensyariatannya kecuali pada hadits lemah tersebut. Meskipun demikian mereka menganggap hal itu sunnah. Padahal perkara sunnah adalah salah satu hukum di antara kelima hukum 4 yang harus ditetapkan berdasarkan dalil. Betapa banyak perkara-perkara yang mereka anggap disyariatkan dan disunnahkan bagi manusia hanya didasari dengan hadits-hadits dlaif yang tidak ada asal pensyariatannya dalam hadits shahih. Akan tetapi di sini tidak mungkin untuk mencantumkan berbagai contoh. Cukuplah salah satu contoh yang telah aku sebutkan. 2 Yakni dari segi adanya dalil tentang asal amal itu, bukan dari segi adanya dalil yang menetapkan pahala yang khusus pada amal itu. (Ilmu Ushulil Bida halaman 15) 3 Lihat keterangan kedlaifannya dalam Al Irwa 241, Ilmu Ushulil Bida 157. 4 Yakni wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram. 2

Yang terpenting di sini adalah hendaklah orang-orang yang menyelisihi hal ini mengetahui bahwa beramal dengan hadits lemah dalam perkara fadlail tidak mutlak menurut orang-orang yang berpendapat dengannya. Al Hafidh Ibnu Hajar berkata dalam Tabyinul Ujab halaman 3-4 bahwa para Ahli Ilmu telah bermudah-mudah dalam membawakan hadits-hadits tentang fadlail walaupun memiliki kelemahan selama tidak maudlu (palsu). Seharusnya hal ini diberi syarat yaitu orang yang beramal dengannya meyakini bahwa hadits itu lemah dan tidak memasyhurkannya sehingga orang tidak beramal dengan hadits lemah dan mensyariatkan apa yang tidak disyariatkan. Atau sebagian orang-orang jahil menyangka bahwa hadits itu adalah shahih. Hal ini juga ditegaskan oleh Al Ustadz Abu Muhammad bin Abdus Salam dan lain-lain. Hendaklah setiap orang khawatir jika termasuk dalam ancaman Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam : Barangsiapa menceritakan dariku satu hadits yang dianggap dusta, maka dia termasuk pendusta. Maka bagaimana orang yang mengamalkannya?! Tidak ada perbedaan antara mengamalkan suatu hadits dalam perkara hukum atau dalam perkara fadlail, sebab semuanya adalah syariat. Inilah tiga syarat penting diperbolehkannya beramal dengan hadits lemah : 1. Hadits ini tidak maudlu 2. Orang yang mengamalkannya mengetahui bahwa hadits itu dlaif. 3. Tidak memasyhurkan beramal dengannya. Tetapi sangat disayangkan kita menyaksikan kebanyakan ulama lebih-lebih orang awam meremehkan syarat-syarat ini. Mereka mengamalkan suatu hadits tanpa mengetahui kelemahannya. Kalaupun mereka mengetahui kelemahannya, mereka tidak mengetahui apakah kelemahannya ringan atau sangat parah sehingga tidak boleh diamalkan. Kemudian mereka memasyhurkannya sebagaimana halnya beramal dengan hadits shahih! Oleh karena itu banyak ibadah-ibadah di kalangan kaum Muslimin yang tidak shahih dan memalingkan mereka dari ibadah-ibadah yang shahih yang diriwayatkan dengan sanad-sanad yang shahih. Kemudian syarat-syarat tersebut menguatkan pendapat kami bahwa sebagian besar ulama tidak menginginkan makna yang kami anggap kuat tadi. Sebab satu pun di antara syarat-syarat itu tidak diterapkan sebagaimana yang tampak. 3

Menurutku (Syaikh Albani), Al Hafidh Ibnu Hajar cenderung kepada tidak boleh beramal dengan hadits lemah berdasarkan ucapan beliau yang telah lewat bahwa tidak ada perbedaan antara mengamalkan suatu hadits dalam perkara hukum atau dalam fadlail sebab semuanya adalah syariat. Inilah yang hak, karena hadits dlaif yang tidak ada penguatnya kemungkinan adalah dusta, bahkan pada umumnya dusta dan palsu. Hal ini ditegaskan oleh sebagian ulama. Orang yang membawakan hadits dlaif termasuk dalam ucapan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam : yang tampak bahwa hadits itu dusta. Yaitu dia menampakkan seperti itu. Oleh karena itu, Al Hafidh menambahkan dengan ucapannya : Maka bagaimana dengan orang yang mengamalkannya?! Hal ini dikuatkan dengan perkataan Imam Ibnu Hibban bahwa setiap orang yang ragu terhadap apa yang dia riwayatkan, shahih atau tidak shahih, maka dia termasuk dalam hadits (yang berisi ancaman tersebut). Dan kita katakan seperti perkataan Al Hafidh : Maka bagaimana dengan orang yang mengamalkannya? Inilah penjelas dari maksud ucapan Al Hafidh tersebut. Adapun jika ucapan beliau dimaksudkan kepada larangan memakai hadits maudlu dan tidak ada perbedaan antara perkara hukum dan fadlail, adalah sangat jauh dari konteks ucapan Al Hafidh. Sebab ucapan beliau adalah dalam pembahasan hadits dlaif, bukan maudlu. Sebagaimana hal itu tidak tersembunyi. Apa yang kami sebutkan tidak menafikan bahwa Al Hafidh menyebutkan syarat-syarat itu untuk mengamalkan hadits dlaif. Sebab kita katakan bahwa Al Hafidh menyebutkan perkara itu kepada orang-orang yang membolehkan memakai hadits lemah dalam perkara fadlail selama tidak maudlu. Seakan-akan beliau berkata kepada mereka : Jika kalian berpendapat demikian maka seharusnya kalian menerapkan syarat-syarat ini. Al Hafidh tidaklah menyatakan dengan tegas bahwa dia menyetujui mereka dalam pembolehan (beramal dengan hadits-hadits lemah, pent.) dengan syarat-syarat itu. Bahkan di akhir ucapan beliau menegaskan sebaliknya seperti yang telah kita terangkan. Kesimpulannya bahwa beramal dengan hadits lemah dalam perkara fadlailul a mal tidak diperbolehkan sebab menyelisihi hukum asal dan tidak ada dalilnya. Orang yang membolehkannya harus memperhatikan syarat-syarat tersebut dan konsisten dengan syarat-syarat itu ketika mengamalkan hadits lemah. Wallahul Muwaffiq. ] Sampai di sini keterangan Syaikh Al Albani dalam Tamamul Minah halaman 34-38. 4

Hadits-Hadits Lemah Yang Berkaitan Dengan Bulan Ramadhan Setelah kita mengetahui bahwa pendapat yang kuat dalam masalah hadits dlaif adalah tidak boleh dipakai sekalipun dalam fadlailul a mal dan seandainya diperbolehkan harus dipenuhi syarat-syarat tersebut. Maka pada pembahasan terakhir ini kita akan menukil beberapa hadits lemah yang diucapkan para khatib dan diamalkan di bulan Ramadhan dari kitab Shifat Shaum Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam fi Ramadhan karya Syaikh Salim Al Hilali dan Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid halaman 109-113. Beliau berdua menyebutkan beberapa hadits beserta penilaiannya. Seandainya hamba-hamba itu mengetahui apa yang ada di bulan Ramadhan niscaya umatku berangan-angan agar Ramadhan setahun penuh. Sesungguhnya Surga dihiasi untuk Ramadhan dari ujung tahun ke tahun berikutnya. (Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah 1886, Ibnul Jauzi dalam kitab Al Maudlu at 2/188-189, Abu Ya la dalam Musnad-nya sebagaimana di dalam Al Mathalib Al Aliyah (qaf 46/alif-ba/naskah manuskrip) dari jalan Jarir bin Ayub Al Bajali dari Sya bi dari Nafi bin Bardah dari Abu Mas ud Al Ghifari) Hadits ini maudlu, cacatnya pada Jarir bin Ayub. Ibnu Hajar menyebutkan biografinya dalam Lisanul Mizan 2/101 dan berkata : Dia terkenal dengan kelemahannya. Kemudian Ibnu Hajar menukil ucapan Abu Nu aim tentang dia : Dia pemalsu hadits. Sedang dari Bukhari : Dia meriwayatkan hadits mungkar. Dan dari Nasa i : Dia matrukul hadits (ditinggalkan haditsnya)!! Ibnul Jauzi menghukumi dia sering memalsukan hadits. Wahai manusia, kalian telah dinaungi bulan yang agung, bulan yang di dalamnya ada suatu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Allah menjadikan puasa pada bulan itu sebagai kewajiban dan shalat malam sebagai sunnah. Barangsiapa bertaqarub di dalamnya dengan satu kebaikan, maka dia seperti menunaikan suatu kewajiban pada bulan lain Ramadhan adalah bulan yang awalnya adalah rahmat, pertengahannya adalah ampunan dan akhirnya adalah kemerdekaan dari api neraka. Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah nomor 1887, Al Muhamili dalam Amalinya nomor 293, Al Ashbahani dalam At Targhib (qaf/178, ba /naskah manuskrip) dari jalan Ali bin Zaid bin Jad an dari Sa id bin Al Musayyib dari Salman. 5

Sanad hadits ini lemah, karena kelemahan Ali bin Zaid. Ibnu Sa ad berkata : Dia (Ali bin Zaid) lemah, tidak dapat dijadikan hujah. Ahmad bin Hambal berkata : Dia dlaif. Ibnu Abi Haitsamah berkata : Dia dlaif dalam segala hal. Ibnu Khuzaimah berkata : Aku tidak berhujah dengannya karena hapalannya jelek. Demikian dalam Tahdzibut Tahdzib 7/322-323. Ibnu Khuzaimah berkata setelah meriwayatkan hadits tersebut, dengan ucapan : Jika hadits ini shahih. Ibnu Hajar berkata dalam Al Athraf : Tidak diperselisihkan tentang Ali bin Zaid bin Ja ad, dia adalah dlaif. Ibnu Abi Hatim menukil dari ayahnya (Abu Hatim) di dalam I lalul Hadits 1/249 : Hadits ini mungkar. Puasalah kalian, niscaya kalian sehat. Ini adalah potongan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Adi dalam Al Kamil 7/2521 dari jalan Nahsyal bin Said dari Ad Dlahhak dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma. Nahsyal adalah matruk, dia berdusta dan Ad Dlahhak tidak mendengar langsung dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma. Diriwayatkan pula oleh At Thabrani dalam Al Ausath (1/qaf-69/alif-Majma ul Bahrain). Demikian pula Ibnu Bukhait dalam Juz u-nya sebagaimana dalam Syarhul Ihya 7/401 dari jalan Muhammad bin Sulaiman bin Abu Dawud dari Zuhair bin Muhammad dari Suhail bin Abu Shalih dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu. Sanad hadits ini lemah. Abu Bakar Al Atsram berkata : Aku mendengar Ahmad berkata, mereka (orang-orang Syam) meriwayatkan beberapa hadits mungkar dari Zuhair. Abu Hatim berkata : Hapalan Zuhair jelek. Haditsnya ketika di Syam lebih mungkar daripada haditsnya di Irak karena hapalannya jelek. Al Ajali berkata : Hadits-hadits yang diriwayatkan oleh penduduk Syam darinya tidak menakjubkan aku. Demikian dalam Tahdzibul Kamal 9/417. Aku (Syaikh Ali) katakan bahwa Muhammad bin Sulaiman adalah penduduk Syam. Biografinya terdapat dalam Tarikh Dimasyk (15/qaf 386/naskah manuskrip). Riwayatnya dari Zuhair --sebagaimana ditegaskan oleh para imam-- adalah mungkar. Di antaranya adalah hadits ini. Barangsiapa membatalkan (puasanya) satu hari dari bulan Ramadhan tanpa udzur dan sakit, maka tidak dapat diqadla walaupun dia puasa sepanjang tahun. 6

Hadits ini disebutkan oleh Bukhari dalam Shahih-nya (Fathul Bari 4/160) secara mu alaq (tanpa sanad). Disebutkan sanad-sanadnya oleh Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya 1987, Tirmidzi 723, Abu Dawud 2397, Ibnu Majah 1672, Nasa i dalam Al Kubra, sebagaimana dalam Tuhfatul Asyraf 10/373, Al Baihaqi 4/228, Ibnu Hajar dalam Ta liqut Ta liq 3/170 dari jalan Abul Muthawwis dari ayahnya dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu. Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari 4/161 : Hadits ini banyak diperselisihkan pada Habib bin Abi Tsabit. Sehingga hadits ini memiliki tiga ilat (cacat), yaitu : Idltirab (sanadnya goncang), keadaan Abul Muthawwis majhul (tidak dikenal), Abul Muthawwis mendengar dari ayahnya dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu diragukan. Ibnu Khuzaimah setelah meriwayatkan hadits ini berkata dengan ucapan : Aku tidak mengetahui siapa Ibnul Muthawwis dan ayahnya. Sehingga hadits ini juga dlaif. Demikian empat hadits yang di-dlaif-kan oleh para ulama. Meskipun demikian masih sering terdengar dan terbaca pada setiap bulan Ramadhan yang diberkahi ini khususnya. Memang sebagian hadits tersebut mengandung makna shahih yang terdapat dalam syariat kita yang lurus ini, namun tidak boleh kita sandarkan hadits yang tidak shahih itu kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Wallahu A lam. 7