EVALUASI OUTPUT DAN OUTCOME PADA PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT KOTA (JAMKESMASKOT) DI KOTA SEMARANG

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 : PENDAHULUAN. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya (Kemenkes RI, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. membuat setiap orang atau individu mampu untuk hidup produktif dalam segi

DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH. mutupelayanankesehatan.

BAB I BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E LIPERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 34 TAHUN 2012

I. PENDAHULUAN. mencapai kesejahteraan. Akan tetapi, masih banyak masyarakat dunia khususnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

Oleh : Rista Dewi Putriana, Hartuti Purnaweni

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan kesehatan masyarakat, oleh karena itu mendapatkan. layanan kesehatan adalah hak setiap warga negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. harus menerapkan sistem jemput bola, dan bukan hanya menunggu bola. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. beberapa indikator dari Indeks Pembangunan Manusia (Human Development. sosial ekonomi masyarakat (Koentjoro, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa (PBB) tahun 1948 tentang hak asasi manusia. Berdasarkan. kesehatan bagi semua penduduk (Universal Health Coverage).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh seluruh

BAB I PENDAHULUAN. upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada pandangan terhadap konsep sehat dengan perspektif yang lebih luas. Luasnya

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II PELAKSANAAN JAMKESMAS DI KOTA BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. orang per orang, tetapi juga oleh keluarga, kelompok dan bahkan masyarakat. Dalam

REALISASI JANJI KAMPANYE PROGRAM KESEHATAN BUPATI SEMARANG PERIODE Oleh : Agustin Maharani Fatmawati. Jurusan Ilmu Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. (GSI), safe motherhood, program Jaminan Persalinan (Jampersal) hingga program

EVALUASI KEBIJAKAN SURAT KETERANGAN TIDAK MAMPU DALAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT KOTA SEMARANG. Yulita Hendrartini Universitas Gadjah Mada

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945, yaitu pasal 28 yang menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkatnya kualitas pelayanan, maka fungsi pelayanan di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

BAB 1 PENDAHULUAN. baik dalam bentuk jasa maupun fasilitas. Bahkan untuk mengukur tingkat kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. sejak tahun 2001 dengan pengentasan kemiskinan melalui pelayanan kesehatan. gratis yang dikelola oleh Departemen Kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG JAMINAN KESEHATAN BAGI WARGA MISKIN KOTA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun (2009), kesehatan adalah

(GSI), safe motherhood, program Jaminan Persalinan (Jampersal) hingga program

Oleh : Misnaniarti FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SRIWIJAYA

BAB 1 : PENDAHULUAN. orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan dan peningkatan jasa pelayanan kesehatan dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam rangka mewujudkan komitmen global sebagaimana amanat resolusi

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan. Banyaknya pemahaman yang berbeda mengenai good governance

makalah konsep dasar mutu pelayanan kesehatan dan kebidanan. BAB I PENDAHULUAN

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP PESERTA JAMKESMAS DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH KARANGANYAR

BAB I PENDAHULUAN. kebawah masih dikatakan kurang, hal ini dapat dilihat dengan masih sulitnya

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan. Untuk mewujudkan hal tersebut, harus dilakukan secara

BAB 1 PENDAHULUAN. negara bertanggung jawab mengatur masyarakat agar terpenuhi

ANALISIS ADMINISTRASI KLAIM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL RAWAT JALAN RSUD KOTA SEMARANG TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan ikut memajukan. terpadu, termasuk di antaranya pembangunan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Karena

BAB 1 PENDAHULUAN. Evaluasi pelaksanaan..., Arivanda Jaya, FE UI, 2010.

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, dan aspek-aspek lainnya. Aspek-aspek ini saling berkaitan satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan untuk mewujudkan kondisi tersebut. Disamping itu berbagai upaya

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia pada undang-undang Nomor 36

BAB VII PENUTUP. penduduk Kota Magelang yang belum mempunyai jaminan kesehatan. Program

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang sejahtera. Seluruh kepentingan masyarakat dalam rangka

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Kesehatan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak asasi dan sekaligus merupakan investasi untuk keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN. terselenggara dengan sebaik-baiknya. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Implementasi Program Gerdu Kempling di Kelurahan Palebon Kecamatan Pedurungan Kota Semarang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah pangkal kecerdasan, produktivitas, kesejahteraan manusia,

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN STANDAR PELAYANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelayanan di bidang kesehatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan. Salah satu misi tersebut adalah memelihara dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Harapan masyarakat terhadap terpenuhinya derajat kesehatan yang

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Berlandaskan pada Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea ke-4

Marita Ahdiyana, M. Si

BAB I PENDAHULUAN. (PBB) tahun 1948 (Indonesia ikut menandatangani) dan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan (preventif) untuk meningkatkan kualitas hidup serta memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Namun seiring berkembangnya zaman, rumah sakit pada era globalisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan. Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan

EVALUASI KEBIJAKAN PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan kesehatan bukan menjadi hal baru bagi negara berkembang, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. termasuk ke Perguruan Tinggi dan Lembaga Swadaya Masyarakat. SJSN. mencakup beberapa jaminan seperti kesehatan, kematian, pensiun,

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS yang

jaminan kesehatan nasional. (Kemenkes, 2015).

BIDANG BINA PENGEMBANGAN SUMBER DAYA KESEHATAN

BAB VIII PENUTUP. dengan menggunakan jaminan kesehatan. Pemanfaatan jamkesda terdiri dari

BAB IV PENUTUP. 1. Peran KPA dalam penanggulangan HIV dan AIDS di Kota. Semarang adalah mengkoordinasikan segala kegiatan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelayanan kesehatan salah satu bagian terpenting dalam

Promotif, Vol.3 No.1 Okt 2013 Hal 19-26

AKUNTABILITAS KINERJA PELAYANAN KESEHATAN BAGI PESERTA JAMKESMAS DI RSUD KABUPATEN SIDOARJO. SKRIPSI

BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

Hubungan Kemitraan Antara Pasien dan Dokter. Indah Suksmaningsih Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kelompok dan bahkan oleh masyarakat. Untuk dapat mewujudkan keadaan sehat

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis (UU No. 36 Tahun 2009). Maka kesehatan merupakan kebutuhan dasar. manusia untuk dapat hidup layak dan produktif.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara di dunia yang menganut prinsip negara

BAB I PENDAHULUAN. secara global dalam konstitusi WHO, pada dekade terakhir telah disepakati

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

BAB I. PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Dunia (WHO 1948), menetapkan bahwa kesehatan adalah hak fundamental

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2025 adalah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu hal yang sangat penting bagi manusia, perlu diketahui

Transkripsi:

1 EVALUASI OUTPUT DAN OUTCOME PADA PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT KOTA (JAMKESMASKOT) DI KOTA SEMARANG Oleh : Golda Oktavia, Hartuti Purnaweni, Aloysius Rengga JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS DIPONEGORO Jalan Profesor Haji Soedarto Sarjana Hukum, Tembalang, Semarang 12693 Telepon (024) 7465407 Faksimile (024) 7465405 Laman : http://www.fisip.undip.ac.id email : fisip@undip.ac.id ABSTRAK Cakupan kepesertaan program Jamkesmaskot di Kota Semarang pada tahun 2013 yang bertambah sebanyak 11.559 jiwa dari tahun 2011, serta banyaknya keluhan dari masyarakat yang berpengaruh terhadap mutu pelayanan kesehatan program Jamkesmaskot, menjadi latar belakang penelitian ini. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui output dan outcome dari Program Jamkesmaskot di Kota Semarang. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif, dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian yang berkaitan dengan indikator output menunjukkan bahwa cakupan kepesertaan untuk program Jamkesmaskot sudah mencapai 100%, mutu dan akses pelayanan kesehatan sudah semakin baik dan mudah dijangkau. Kemudian berkaitan dengan indikator outcome dapat disimpulkan bahwa program Jamkesmaskot berdampak positif, antara lain seluruh warga miskin dan/atau tidak mampu di Kota Semarang sudah mendapatkan jaminan pemeliharaan pelayanan kesehatan, rasa aman bagi warga miskin di Kota Semarang, serta warga yang hampir miskin tidak jatuh menjadi miskin akibat menderita sakit. Sedangkan dampak negatifnya antara lain ada beberapa warga yang bermental miskin sehingga memungkinkan warga yang sebenarnya tergolong mampu ikut mengakses pelayanan kesehatan, terjadi diskriminasi antara pasien umum dengan pasien Jamkesmaskot, serta adanya selisih biaya kesehatan yang merugikan pihak rumah sakit. Disarankan perlunya pengawasan terhadap pembuatan SKTM, pembuatan tempat penampung aspirasi publik agar masyarakat dapat memberikan masukan serta perbaikan terhadap standar biaya kesehatan agar dapat mengikuti inflasi sehingga rumah sakit tidak merasa dirugikan. Kata Kunci : Evaluasi Program, Jamkesmaskot, Output, Outcome, Kota Semarang

2 PENDAHULUAN Latar Belakang Resolusi WHO ke 58 tahun 2005 di Jenewa menetapkan bahwa Universal Health Coverage (UHC) merupakan sebuah isu penting bagi negara maju dan negara berkembang. Tujuan dari UHC adalah untuk memastikan bahwa semua orang mendapatkan pelayanan kesehatan yang mereka butuhkan tanpa memikirkan berapa biaya yang akan dikeluarkan. Hal ini berkaitan dengan inti dari administrasi publik yaitu memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Salah satu kepentingan publik yang terpenting adalah bidang kesehatan maka negara di dunia tidak terkecuali Negara Indonesia berkewajiban untuk menjamin kesehatan bagi seluruh warga masyarakatnya secara adil dan tanpa memandang bulu. Pada dasarnya Pemerintah Indonesia sudah banyak mengeluarkan program kesehatan untuk menjamin kesehatan warga negaranya. Bahkan di daerah sudah ada jaminan kesehatan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk membantu pemerintah pusat dalam mencapai UHC. Salah satu program yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah adalah program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) sesuai dengan amanat dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pelayanan kesehatan Jamkesda ditujukan bagi masyarakat miskin di daerah. Kenapa masyarakat miskin yang menjadi sasaran? Hal ini cukup beralasan, karena kemiskinan dan kesehatan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Chriswardani Suryawati dalam jurnalnya yang berjudul Memahami Kemiskinan Secara Multidimensional (2005), menjelaskan keterkaitan antara pembangunan kesehatan dan ekonomi yaitu apabila pembangunan kesehatan dan gizi berhasil, maka status kesehatan dan status gizi akan meningkat yang kemudian berakibat pada peningkatan kemampuan, keterampilan, dan kecerdasan untuk bekerja dengan baik, sehingga pendapatan individu, masyarakat, dan negara meningkat.

3 Pada kenyataannya pelayanan kesehatan Jamkesda yang sasarannya adalah masyarakat miskin belum berjalan sesuai dengan target yang ditetapkan. Sebagai contoh di Provinsi Jawa Tengah berdasarkan data yang diperoleh dari Laporan Pencapaian SPM Kesehatan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah (2012), diketahui bahwa cakupan pelayanan kesehatan dasar masyarakat miskin tahun 2010 hanya sekitar 47,30% masyarakat miskin yang mendapatkan pelayanan kesehatan, sementara tahun 2011 naik menjadi 66,43%, dan tahun 2012 turun drastis menjadi 36,45%. Cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat miskin juga masih sangat jauh dari target yang ditetapkan, yakni 100%. Pada tahun 2010 hanya 3,71% masyarakat miskin yang mendapatkan pelayanan kesehatan rujukan. Pada tahun 2011 naik menjadi 6,82% dan tahun 2013 kembali naik menjadi 8,13%. Salah satu daerah yang pelayanan kesehatan dasar maupun pelayanan kesehatan rujukannya masih di bawah target yang ditetapkan adalah Kota Semarang. Padahal Kota Semarang merupakan ibukota dari Provinsi Jawa Tengah. Menurut hasil wawancara dengan Staf Seksi Pemberdayaan dan Pembiayaan Kesehatan Bidang PKPKL DKK Semarang, cakupan pelayanan kesehatan dasar maupun rujukan pasien masyarakat miskin yang masih jauh dari target bisa disebabkan oleh hampir semua daerah di Jawa Tengah gagal dalam memberikan pelayanan menyeluruh kepada masyarakat miskin, karena adanya pembatasan pembiayaan kesehatan atau juga karena memang tingkat kesehatan masyarakat miskin yang meningkat sehingga tidak mengakses pelayanan kesehatan. Dilatarbelakangi oleh hal tersebut maka penelitian ini ditujukan untuk mengevaluasi program Jaminan Kesehatan di Kota Semarang yang diberi nama Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Kota (Jamkesmaskot). Berdasarkan data, cakupan kepesertaan program Jamkesmaskot meningkat, seperti yang terlihat pada Tabel berikut:

4 Tabel 1.1. Cakupan Kepesertaan Program Jamkesmaskot No Tahun Jumlah Penduduk Miskin Cakupan Jamkesmas Cakupan Jamkesmaskot 1. 2011 448.398 jiwa 306.700 jiwa 141.698 jiwa 2. 2013 373.978 jiwa 220.721 jiwa 153.257 jiwa Sumber: Bappeda Kota Semarang, 2013 Pada tahun 2011, dari sebanyak 448,398 jiwa penduduk miskin di Kota Semarang yang dilayani oleh Jamkesmas sebanyak 306.700 jiwa dan sisanya sebanyak 141.698 jiwa dilayani oleh Jamkesmaskot. Sedangkan pada tahun 2013, dari sebanyak 373.978 jiwa penduduk miskin di Kota Semarang yang dilayani oleh Jamkesmas sebanyak 220.721 jiwa dan sisanya sebanyak 153.257 jiwa dilayani oleh Jamkesmaskot. Walaupun jumlah masyarakat miskin menurun tetapi cakupan kepesertaan untuk program Jamkesmaskot bertambah sebanyak 11.559 jiwa. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa masih banyak kesulitan yang dialami oleh masyarakat miskin untuk mendapatkan pembebasan biaya kesehatan. Masyarakat merasa dipersulit oleh proses atau alur yang ada. Padahal tujuan dari program Jamkesmaskot adalah meningkatkan akses dan mutu pelayanan serta cakupan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan atau tidak mampu. Walaupun cakupan kepesertaan program Jamkesmaskot sudah mencapai 100%, namun banyaknya keluhan dari masyarakat berpengaruh terhadap mutu pelayanan kesehatan program Jamkesmaskot. Mutu pelayanan kesehatan dapat dilihat dari tingkat kepuasan penerima bantuan. Berbagai permasalahan di atas menjadi alasan peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul Evaluasi Output dan Outcome pada Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Kota (Jamkesmaskot) di Kota Semarang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui output dan outcome dari Program Jamkesmaskot di Kota Semarang.

5 TEORI a. Evaluasi Kebijakan Winarno (2007:225) menyatakan bahwa evaluasi dilakukan karena tidak semua program kebijakan publik meraih hasil yang diinginkan. Seringkali terjadi, kebijakan publik gagal meraih maksud dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian, evaluasi kebijakan ditujukan untuk melihat sebab-sebab kegagalan suatu kebijakan atau untuk mengetahui apakah kebijakan publik yang telah dijalankan meraih dampak yang diinginkan. b. Indikator Evaluasi Indikator evaluasi menurut Bridgman dan David (Badjuri dan Yuwono, 2002) dipilih untuk menilai output dan outcome dari Program Jamkesmaskot di Kota Semarang. Fokus penilaian untuk indikator output adalah apakah hasil dari kebijakan dan berapa orang yang berhasil mengikuti kebijakan tersebut. Sedangkan fokus penilaian untuk indikator outcome adalah apa dampak dari program Jamkesmaskot di Kota Semarang, baik dampak positif maupun dampak negatif, yang diterima oleh masyarakat dan pihak yang terkena kebijakan. METODE PENELITIAN Tipe penelitian dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif, untuk mendeksripsikan dan menganalisis sejauh mana masyarakat miskin telah mendapatkan haknya di bidang kesehatan, sejauh mana program Jamkesmaskot mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dan bagaimana dampak program Jamkesmaskot bagi pihak-pihak yang terkena kebijakan. Data primer dan sekunder merupakan sumber data dalam penelitian ini, yang dihimpun berdasarkan survei di lapangan melalui wawancara terstruktur, observasi partisipasi pasif, dan studi kepustakaan. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Output a. Cakupan Kepesertaan Program Jamkesmaskot telah mencakup seluruh warga miskin dan/tidak mampu di Kota Semarang yang tidak tercakup oleh program Jamkesmas, karena indikatornya berdasarkan isi SPM adalah semua

6 yang sakit terlayani, serta jumlah masyarakat miskin yang sakit dan berkunjung terlayani. Dilihat dari indikator tersebut maka cakupan peserta Jamkesmaskot sudah mencapai 100%. Selain itu, masih dibukanya mekanisme Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) di Kota Semarang juga turut mendukung pencapaian universal coverage di Kota Semarang, karena masyarakat miskin dan/atau tidak mampu yang tidak terdaftar dalam database kepesertaan masih dapat mengakses dan memanfaatkan program Jamkesmaskot melalui mekanisme SKTM. Lihat Tabel 1.2 mengenai Cakupan Kepersertaan (Universal Coverage): Tabel 1.2. Cakupan Kepersertaan (Universal Coverage) N Indikator O. Kinerja 1. Persentase keluarga miskin yang mendapat pelayanan kesehatan Target Kondisi Awal Kondisi Akhir Persentase (Capaian 2012) (Capaian 2013) 100% 100% 100% 100% 2. Persentase penduduk yang menjadi peserta jaminan pemeliharaan kesehatan 55% 55,79% 56,91% 100% Sumber: LAKIP Kota Semarang 2013 b. Mutu Pelayanan Kesehatan Azwar (1996:48) dalam bukunya yang berjudul Pengantar Administrasi Kesehatan mengemukakan bahwa mutu pelayanan hanya dapat diketahui apabila sebelumnya telah dilakukan penilaian, baik terhadap tingkat kesempurnaan, sifat, wujud serta ciri-ciri pelayanan kesehatan, dan ataupun kepatuhan terhadap standar pelayanan. Mutu pelayanan kesehatan menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan,

7 yang disatu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat rata-rata penduduk, serta di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan (Azwar, 1996:51). Mutu pelayanan kesehatan apabila dilihat dari penyelenggaraan program Jamkesmaskot sudah baik karena dijalankan sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan yang telah ditetapkan. Hanya saja kurangnya sumber daya manusia dan fasilitas kesehatan serta alur yang panjang membuat pelayanan yang diberikan dirasa masyarakat kurang memuaskan. Berikut pernyataan dari Kepala Puskesmas Pandanaran mengenai mutu pelayanan kesehatan: Kalau untuk pelayanan dasar sudah cukup mutunya, tapi masyarakat namanya ketidakpuasan itu relatif ya. Untuk puskesmas selama ini pelayanan dasar sudah dioptimalkan dengan baik dan sudah sesuai dengan aturan yang ada (wawancara tanggal: 25 Februari 2015). Sementara dari aspek kepuasan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan dalam program Jamkesmaskot, rata-rata masyarakat mengatakan bahwa keberadaan program Jamkesmaskot sangat membantu masyarakat karena masyarakat tidak perlu mengeluarkan biaya kesehatan untuk berobat. Sehingga masyarakat miskin dan/atau tidak mampu di Kota Semarang merasa terjamin dengan adanya Jamkesmaskot. Namun terkait dengan mekanisme atau alur yang harus dijalankan, sebagian besar masyarakat juga sepakat bahwa proses untuk mendapatkan jaminan kesehatan melalui program Jamkesmaskot dirasa masyarakat terlalu lama. Terutama alur yang harus dijalankan ketika masyarakat dirujuk ke rumah sakit. Berikut pernyataan dari seorang warga Wonosari yang pernah berobat baik di puskesmas maupun di rumah sakit: Menurut saya program Jamkesmaskot ini sangat membantu masyarakat miskin ya, khususnya saya. Kalau tidak ada Jamkesmaskot berobat mahal, saya tidak kuat bayar, ya meskipun proses yang harus dilalui itu panjang. Lagipula petugas di puskesmas baik hanya saja petugas di rumah sakit rada judes tapi ya sudah biasa menghadapi petugas yang

8 begitu (wawancara tanggal: 25 Februari 2015). Dilihat dari kedua aspek di atas, dapat diketahui bahwa mutu pelayanan kesehatan di Kota Semarang sudah meningkat perlahan-lahan, secara bertahap, karena masih ada beberapa masyarakat yang kurang puas dengan pelayanan kesehatan terutama yang diberikan oleh rumah sakit. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa tujuan kedua dari Program Jamkesmaskot yaitu meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan/atau tidak mampu dapat terlaksana di Kota Semarang dengan baik. c. Akses Pelayanan Kesehatan Pengertian aksesibilitas menurut Wikipedia adalah derajat kemudahan dicapai oleh orang, terhadap suatu objek, pelayanan ataupun lingkungan. Aksesiblitas pelayanan publik merupakan tingkat kemudahan untuk mencapai suatu pelayanan publik yang diselenggarakan oleh negara. Oleh karena itu, akses pelayanan kesehatan untuk program Jamkesmaskot dilihat dari persebaran fasilitas kesehatan dan kemudahan masyarakat miskin dalam mengakses program Jamkesmaskot. Jumlah puskesmas utama yang banyak dan tersebar di seluruh kecamatan Kota Semarang serta adanya puskesmas keliling memudahkan masyarakat untuk mengakses program Jamkesmaskot. Sementara akses ke rumah sakit dilihat dari persebaran rumah sakit yang bekerjasama dengan program Jamkesmaskot belum mencakup seluruh kecamatan di Kota Semarang. Terlepas dari letak puskesmas dan rumah sakit, akses pelayanan kesehatan melalui program Jamkesmaskot sudah lebih baik karena masyarakat miskin dan/tidak mampu di Kota Semarang tetap dapat mengakses program Jamkesmaskot, meskipun tidak masuk dalam database kepesertaan. Hanya saja mengenai kartu Jamkesmaskot yang tidak dicetakkan dan dibagikan menyulitkan pasien Jamkesmaskot yang rumahnya jauh dari loket verifikasi untuk menukarkan kartu KIM atau surat

9 SKTM dengan kartu Jamkesmaskot jika ingin berobat. 2. Outcome a. Dampak Positif Program Jamkesmaskot membawa dampak positif dan negatif baik bagi pemerintah, masyarakat maupun stakeholder yang terkait. Dampak positif dari program Jamkesmaskot antara lain seluruh warga miskin dan/atau tidak mampu di Kota Semarang sudah mendapatkan jaminan pemeliharaan pelayanan kesehatan. Dengan kata lain seluruh warga miskin di Kota Semarang sudah terfasilitasi sehingga mereka dapat mengakses pelayanan kesehatan secara gratis. Selain itu, program Jamkesmaskot memberikan rasa aman bagi warga miskin di Kota Semarang karena mereka sudah terlindungi, sehingga tidak perlu memikirkan biaya yang harus dikeluarkan apabila mereka menderita sakit. Semakin mahal dan meningkatnya biaya kesehatan setiap tahun membawa dampak yang besar bagi seluruh warga terutama warga miskin dan/atau tidak mampu yang untuk memenuhi kebutuhan seharisehari seperti makan saja sudah susah. Oleh karena itu, dengan adanya program Jamkesmaskot masyarakat miskin yang menderita sakit dapat memperoleh haknya di bidang kesehatan dengan mengakses pelayanan kesehatan secara gratis. Dampak positif lainnya yaitu warga yang rawan miskin atau hampir miskin tidak jatuh menjadi miskin akibat menderita sakit yang memerlukan biaya tinggi karena sudah difasilitasi oleh pemerintah melalui program Jamkesmaskot, sehingga secara tidak langsung program Jamkesmaskot dapat mengurangi tingkat kemiskinan di Kota Semarang. Dengan adanya program Jamkesmaskot, warga yang rawan miskin tidak perlu sampai menjual asetnya atau berhutang untuk berobat karena sudah mendapatkan jaminan kesehatan melalui program Jamkesmaskot. b. Dampak Negatif Selain dampak positif ada juga dampak negatif dari adanya program Jamkesmaskot bagi masyarakat maupun stakeholder yang terkait. Dampak negatif dari adanya program Jamkesmaskot

10 adalah: Dampak sosial yaitu ada sebagian warga yang bermental miskin dan menggantungkan dirinya pada program bantuan yang diberikan oleh Pemerintah sehingga memungkinkan warga yang sebenarnya tergolong mampu ikut mengakses pelayanan kesehatan melalui program Jamkesmaskot. Program Jamkesmaskot membawa efek samping tersebut dimana ada sebagian masyarakat yang pada saat pendataan mengaku-ngaku miskin supaya mendapatkan bantuan kesehatan. Selain dampak positif, masih dibukanya mekanisme SKTM juga berdampak negatif sehingga membuka kesempatan bagi warga yang sebenarnya mampu ikut mengakses program Jamkesmaskot. Selain itu, terjadi diskriminasi oleh pihak rumah sakit pada pasien Jamkesmaskot karena standar biaya yang ditetapkan pemerintah tidak mengikuti inflasi, juga masih sering ditemui perbedaan persepsi antara Dinas Kesehatan Kota (DKK) Semarang dan Rumah Sakit dalam menerjemahkan Peraturan Walikota No. 28 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Bagi Warga Miskin dan/atau Tidak Mampu di Kota Semarang. Seperti misalnya tentang jenis-jenis pelayanan yang belum masuk Perwal tersebut, ada juga masalah terkait selisih harga obat yang merugikan pihak rumah sakit, karena standar biaya untuk program Jamkesmaskot yang berbeda dengan pihak rumah sakit. Pada akhirnya, rumah sakit harus mengikuti standar biaya yang ada untuk program Jamkesmaskot yang terkadang belum dilakukan pembaharuan terhadap biaya kesehatan. Oleh karena itu, diperlukan keaktifan dari rumah sakit untuk mengajukan perubahan aturan dalam MoU jika dirasa adanya perubahan biaya kesehatan agar rumah sakit tidak merasa dirugikan dan tetap memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu. PENUTUP 1. Kesimpulan Berkaitan dengan indikator output dapat disimpulkan bahwa cakupan kepesertaan program Jamkesmaskot di Kota Semarang sudah mencapai 100%. Mutu pelayanan kesehatan di Kota

11 Semarang sudah meningkat perlahan-lahan secara bertahap dengan adanya program Jamkesmaskot. Akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan melalui program Jamkesmaskot juga sudah semakin mudah dibandingkan pada awal program Jamkesmaskot tahun 2009. Kemudian berkaitan dengan indikator outcome dapat disimpulkan bahwa program Jamkesmaskot membawa dampak positif dan negatif. Dampak positif dari program Jamkesmaskot antara lain seluruh warga miskin dan/atau tidak mampu di Kota Semarang sudah mendapatkan jaminan pemeliharaan pelayanan kesehatan, program Jamkesmaskot memberikan rasa aman bagi warga miskin di Kota Semarang, serta warga yang rawan miskin atau hampir miskin tidak jatuh menjadi miskin akibat menderita sakit yang memerlukan biaya tinggi. Sementara dampak negatif dari program Jamkesmaskot antara lain ada beberapa warga yang bermental miskin dan menggantungkan dirinya pada program bantuan yang diberikan oleh Pemerintah, terjadi diskriminasi antara pasien umum dan pasien Jamkesmaskot oleh pihak rumah sakit, karena standar biaya yang ditetapkan pemerintah tidak mengikuti inflasi, serta masih sering ditemui perbedaan persepsi antara DKK dan Rumah Sakit dalam menerjemahkan Peraturan Walikota No. 28 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Bagi Warga Miskin dan/atau Tidak Mampu di Kota Semarang, seperti tentang jenis pelayanan yang belum masuk Perwal tersebut dan selisih harga obat yang merugikan pihak rumah sakit. 2. Saran Mekanisme Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) perlu dipertahankan, dengan perbaikanperbaikan seperti misalnya pengawasan terhadap pembuatan SKTM, membuat tempat penampung aspirasi publik agar masyarakat dapat memberikan masukan dan evaluasinya kepada pelaksana program Jamkesmaskot, serta perlunya perbaikan terhadap standar biaya kesehatan agar harga obat yang

12 ditetapkan untuk program Jamkesmaskot dapat mengikuti inflasi, sehingga rumah sakit tidak dirugikan. Pada akhirnya pemberi pelayanan kesehatan yaitu puskesmas dan rumah sakit tetap menjaga mutu pelayanan kesehatan bagi pasien Jamkesmaskot. DAFTAR PUSTAKA Azwar, Azrul. (1996).Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta, Pustaka Sinar Harapan. Badjuri, Abdulkahar dan Teguh Yuwono. 2002. Kebijakan Publik Konsep & Strategi. Semarang: Universitas Diponegoro. Suryawati, Chriswardani. 2005. Memahami Kemiskinan Secara Multidimensional. Universitas Diponegoro. Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Yogyakarta: Media Pressindo. Laporan Pencapaian SPM Kesehatan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012