BAB 1 PENDAHULUAN. dipungkiri kenyataan bahwa remaja sekarang sudah berperilaku seksual secara bebas.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa,

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah normanorma,

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja tertinggi berada pada kawasan Asia Pasifik dengan 432 juta (12-17 tahun)

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemahaman masyarakat tentang seksualitas sampai saat ini masihlah kurang.

PERILAKU SEKSUAL WABAL DI TINJAU DARI KUALITAS KOMUNIKASI ORANG TUA-ANAK TENTANG SEKSUALITAS S K R I P S I

BAB 1 PENDAHULUAN. yang rata-rata masih usia sekolah telah melakukan hubungan seksual tanpa merasa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dunia mengalami perkembangan pesat diberbagai bidang di abad ke 21

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja dalam pergaulan saat ini. Berbagai informasi mampu di

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dunia (WHO), definisi remaja (adolescence) adalah periode usia

BAB I PENDAHULUAN. petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan fisik remaja di awal pubertas terjadi perubahan penampilan

BAB I PENDAHULUAN. Seks bebas adalah hubungan seksual terhadap lawan jenis maupun

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan sosial-ekonomi secara total ke arah ketergantungan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang didalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang No.23 Tahun 1992 mendefinisikan bahwa kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. depan. Keberhasilan penduduk pada kelompok umur dewasa sangat. tergantung pada masa remajanya (BKKBN, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja diidentifikasikan sebagai masa peralihan antara anak-anak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku seksual khususnya kalangan remaja Indonesia sungguh

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan era global saat ini membawa remaja pada fenomena maraknya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk modernitas bagi sebagian remaja. Pengaruh informasi global (paparan media

BAB 1: PENDAHULUAN. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi perkembangan jiwa dan pertumbuhan tubuh.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB I PENDAHULUAN. tahun dan untuk laki-laki adalah 19 tahun. Namun data susenas 2006

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai 19 tahun. Istilah pubertas juga selalu menunjukan bahwa seseorang sedang

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat

BAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010)

HUBUNGA SEKSUAL SKRIPSII. Diajukan Oleh: F HUBUNGA

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seksual yang memuaskan dan aman bagi dirinya, juga mampu. berapa sering untuk memiliki keturunan (Kusmiran, 2012 : 94).

BAB I PENDAHULUAN. ke masa dewasa, yang disertai dengan berbagai perubahan baik secara fisik, psikis

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Periode perkembangan manusia terdiri atas tiga yaitu masa anak-anak,

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. aktivitas seksual remaja juga cenderung meningkat baik dari segi kuanitas

BAB I PENDAHULUAN. Tri Lestari Octavianti,2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS BEBAS DI SMA NEGERI 1 KADIPATEN KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsep diri adalah cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh,

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang potensial adalah generasi mudanya. Tarigan (2006:1)

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa.

SKRIPSI Diajukan UntukMemenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Oleh : ROBBI ARSYADANI J

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan

BAB I PENDAHULUAN. remaja. Kelompok usia remaja menurut WHO (World Health Organization) adalah kelompok umur tahun (Sarwono, 2008).

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perilaku seksual remaja saat ini sudah menjadi masalah dunia. Tidak dapat dipungkiri kenyataan bahwa remaja sekarang sudah berperilaku seksual secara bebas. Perilaku seksual menurut Sarwono (2006) adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis. Bentuk perilaku seksual dapat berupa perasaan tertarik, berkencan, bercumbu, masturbasi dan bersenggama. Sebagian dari perilaku seksual remaja mempunyai dampak yang serius yang dapat mengakibatkan terjadinya perasaan bersalah, depresi, marah, kehamilan yang tidak diinginkan, penyakit kelamin, penyakit menular dan HIV/AIDS serta aborsi. Survei Nasional Amerika Serikat melaporkan bahwa sebanyak 60,7% laki-laki dan 62,3% perempuan telah melakukan hubungan seksual semenjak duduk di kelas 3 SMA. Persentase tersebut menunjukkan meningkatnya penyebaran HIV dan PMS (Penyakit Menular Seksual) di kalangan remaja. Di Amerika Serikat, remaja merupakan kelompok utama dalam penyebaran AIDS; dilaporkan bahwa 25% kasus PMS setiap tahunnya terjadi pada remaja dan setengah dari remaja yang terinfeksi HIV telah terinfeksi sebelum usia mereka mencapai 25 tahun (Donenberg et al., 2006). Hasil penelitian di Amerika Serikat pada tahun 1995, menunjukkan 40% remaja perempuan usia 15 sampai 19 tahun telah melakukan hubungan seksual aktif 1

(Singh et al., 1999), serta pada tahun 2001 ditemukan 45,6% pelajar sekolah menengah telah melakukan hubungan seksual aktif (Irwin et al., 2002). Jones (2005) mengungkapkan data bahwa dalam 20 tahun terakhir, terdapat peningkatan besar jumlah remaja putri yang berhubungan kelamin seperti di Inggris, Amerika Serikat, Kanada, dan Australia. Sekitar 17% remaja putri berhubungan kelamin sebelum usia 16 tahun, dan ketika mencapai usia 19 tahun, ¾ remaja putri pernah sekurangkuranganya satu kali berhubungan kelamin. Perilaku seksual remaja Indonesia dipengaruhi oleh informasi teknologi seperti internet, televisi, multimedia, gaya hidup glamour dan sebagainya. Remaja mengadopsi gaya hidup, sikap dan perilaku yang liberal terutama tentang seksualitas melalui media tersebut sementara pengetahuan tentang kesehatan reproduksi masih kurang. Meningkatnya dorongan seksual menyebabkan remaja mencari informasi seksual secara sembunyi-sembunyi karena dianggap bertentangan dengan norma sehingga terjerumus dalam persoalan seksualitas yang kompleks seperti hamil diluar nikah dan penyakit menular seksual (Novita, 2006). Kondisi serupa terjadi di negara berkembang, remaja memiliki risiko tinggi terpapar PMS, HIV dan KTD (Kehamilan Tidak Diinginkan). Setengah dari pengidap HIV di negara berkembang adalah perempuan yang berusia kurang dari 25 tahun. Selain itu, lebih dari 13 juta remaja perempuan di negara berkembang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan setiap tahunnya (Speizer etal., 2003). Masa remaja merupakan tahap kehidupan dimana orang mencapai proses kematangan emosional, psiko-sosial, dan seksual, yang ditandai dengan mulai

berfungsinya organ reproduksi dan segala konsekuensinya (Sawyer & Roberts, 1999). Perkembangan seksual masa remaja ditandai dengan menstruasi pada wanita dan mimpi basah pada pria (Hurlock,1994). Salah satu isu penting yang dihadapi remaja sehubungan dimulainya kematangan seksual dan berfungsinya alat reproduksi adalah risiko terjadinya hubungan seksual menyimpang dan tidak aman, karena remaja tidak tahu tentang kesehatan reproduksi dari sumber yang benar dan cara yang tepat (Suzuki et al., 2006). Berdasarkan Data Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI, 2007) menunjukkan bahwa remaja (15-24 tahun) pernah melakukan hubungan seksual pranikah (perempuan 2,7% dan laki-laki 14,2%). SKRRI pun melanjutkan analisanya dengan memetakan beberapa faktor yang mempengaruhi remaja melakukan seks pranikah yaitu pengaruh teman sebaya atau punya pacar, punya teman yang setuju dengan hubungan seks pranikah dan punya teman yang mendorong untuk melakukan seks pranikah. Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 tercatat 4,2% dari remaja telah melakukan hubungan seks sebelum mereka menikah dan data menunjukkan bahwa para remaja melakukan seks untuk pertama kali dalam usia relatif muda. Sebagian besar atau 70,2% dilakukan oleh remaja berusia antara 15-19 tahun dan 24,4%, remaja usia 20-24 tahun. Meskipun demikian, 5,4% remaja yang berusia 10-14 tahun juga ada dalam kelompok dimaksud. Data Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) pada kelompok resiko tinggi di Indonesia pada tahun 2011 dengan responden siswa SMA menemukan 3

temuan kunci perilaku kelompok berisiko. Temuan kunci pertama, masih rendahnya pengetahuan komprehensif di kalangan remaja, hanya 22.30% responden yang memiliki pengetahuan komprehensif. 7,23% responden pernah berhubungan seks dan 51,18% diantaranya menggunakan kondom, 0,4% responden pernah menggunakan napza suntik. Temuan kedua bahwa sebanyak 7% remaja mengaku pernah berhubungan seksual. Dari remaja tersebut, 51% menjawab menggunakan kondom pada hubungan seks terakhir, dan 100% menggunakan kondom secara konsisten dalam hubungan seks setahun terakhir. Temuan ketiga, dari remaja yang pernah menggunakan napza, 11% diantaranya pernah menggunakan napza suntik (Kandun, 2011). Hasil penelitian Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) tahun 2004 di Yogyakarta menunjukkan perilaku seksual remaja dalam berpacaran antara lain meraba-raba payudara (45,5%), pernah melakukan hubungan seksual (12,1%) dan 75% mengaku sudah melakukan hubungan seksual 2-3 kali. Dari hasil sebuah penelitian yang dilakukan oleh Centra Mitra Remaja (CMR) Medan, Sumatra Utara. Hasil penelitian itu menyebutkan ada lima tahapan yang sering dilakukan oleh remaja yaitu dalam prilaku seks bebasnya yakni dating, kissing, necking, petting dan coitus. Diperoleh data bahwa hampir 40 persen remaja sudah pernah melakukan hubungan seks. Penelitian PKBI DI Jogjakarta selama tahun 2001 menunjukkan data angka sebesar 722 kasus kehamilan tidak diinginkan pada remaja. Menurut Fakta HAM 2002 data PKBI Pusat menunjukkan 2,3 juta kasus aborsi setiap tahun di mana 15 persen di antaranya dilakukan oleh remaja (belum menikah). Faktor

penyebab dari perilaku tersebut antara lain, lanjutnya, yaitu semakin panjangnya usia remaja, informasi tentang seks yang terbatas, melemahnya nilai-nilai keyakinan serta lemahnya hubungan dengan orang tua(yuwono,2001)(riaupos, 2011). Penelitian Nursal (2007) di SMU Negeri di Padang menunjukkan sebanyak 58 orang (16.6%) murid SMU Negeri di Padang berperilaku seksual berisiko,diantaranya 15 orang (4,3%) telah melakukan hubungan seksual. Alasan terbanyak yang dikemukakan adalah untuk mengungkapkan kasih sayang (80%), tempat tersering adalah rekreasi (53,3%)dan rumah (46,7%). Semua responden melakukan hubungan seksual dengan pacarnya (100%). Hampir setengah responden menyatakan hubungan seksual dimulai oleh keduanya (46,7%). Sementara itu hasil penelitian yang dilakukan oleh Harmaini tahun 2010 pada siswa-siswa SMA-SMK di Kota Pekanbaru dari 329 subyek penelitian di antara hasil penelitian adalah 68 persen sumber informasi tentang seks tidak didapatkan dari orang tua dan guru tapi dari buku porno, VCD/DVD, teman sebaya, internet dan novel. Ini menunjukkan bahwa akan terjadi penyimpangan informasi tentang seks pada remaja. Selanjutnya sudah sejauh mana perilaku seks remaja dalam berpacaran, hasil yang didapatkan adalah pelukan sebanyak 175 subyek (53 persen), berciuman 183 subyek (55 persen), meraba payudara sebanyak 65 subyek (19 persen) memegang alat kelamin sebanyak 40 subyek (12 persen) dan yang sudah melakukan hubungan badan atau intim sebanyak 28 orang (8 persen) (Riaupos,2011). Beberapa penelitian yang dilakukan mengenai risiko perilaku seksual remaja, diasumsikan ada tiga faktor yang mempengaruhi adanya kekhawatiran terjadinya

risiko seksual pada remaja. Pertama, suatu kecenderungan remaja mengalami kematangan seksual lebih awal karena pergaulan sosial yang sangat permisif dan usia pernikahannya semakin lama tertunda karena lamanya masa sekolah, dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi (Gubhaju, 2002). Kedua, banyak remaja tidak tahu bagaimana cara mencari informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi, baik di sekolah (teman sebaya) maupun di rumah (orang tua). Peluang diskusi mengenai kesehatan reproduksi sangat terbatas, bahkan banyak orangtua dan guru menganggap bicara mengenai seks itu tabu (Aras et al., 2007). Ketiga, semakin meningkatnya arus globalisasi teknologi informasi membuat akses remaja terhadap sumber informasi seksual dari media yang keliru, baik cetak maupun elektronik, semakin meningkat terutama dari internet (Ajuwon, 2006). Tiga faktor di atas jelas mempengaruhi tendensi perilaku seksual remaja pranikah. Berbagai upaya telah dilakukan untuk merespon masalah remaja, antara lain melalui program di sekolah, masyarakat, keluarga dan kelompok sebaya. Dari berbagai upaya tersebut, keluarga terutama pola asuh orangtua, telah diidentifikasi sebagai pengaruh yang sangat penting dalam membentuk sikap dan perilaku seksual remaja. Proses pola asuh orangtua meliputi kedekatan orangtua-remaja, pengawasan orangtua dan komunikasi orangtua-remaja tentang topik seksualitas. Di antara proses pola asuh tersebut, komunikasi orangtua-remaja tentang seksualitas telah diketahui merupakan pengaruh yang paling penting dan signifikan terhadap sikap dan perilaku seksual remaja (Hutchinson & Montgomery, 2007).

Perilaku seks bebas pada remaja tidak terjadi secara tiba-tiba. Hal ini terjadi akibat atau merupakan penumpukan perilaku interaksi keseharian remaja dengan keluarga. Oleh karena itu orangtua wajib untuk selalu berkomunikasi dan memperhatikan perkembangan putra-putrinya. Sulit remaja berkomunikasi, khususnya dengan orangtua, pada akhirnya akan menyebabkan perilaku seksual yang tidak diharapkan. Semakin jelek taraf komunikasi antara anak dan orangtua, maka semakin besar kemungkinan remaja untuk melakukan tindakan seksual (Sarwono,2006). Komunikasi efektif orangtua - remaja telah diidentifikasi sebagai strategi utama dalam meningkatkan perilaku seksual bertanggung jawab dan pengalaman seksual yang minim pada remaja (Burgess et al., 2005). Melalui komunikasi, orangtua seharusnya menjadi sumber informasi dan pendidik utama tentang seksualitas bagi remajanya. Namun demikian, orangtua sering menghadapi kesulitan untuk membicarakan masalah seksual kepada remajanya, begitu pun sebaliknya (Kirby & Miller, 2002). Diskusi terbuka tentang seksualitas menjadi sulit bagi orangtua maupun remaja oleh karena pantangan sosial budaya di sekitarnya (Miller & Whitaker, 2001). Dari hasil peninjauan dan wawancara peneliti terhadap orang tua- remaja serta remaja tersebut dilapangan sebagian besar orangtua tidak mendiskusikan secara langsung mengenai hubungan seksual, tetapi hanya memberitahukan bahwa pada umur puberitas akan mendapatkan haid atau mimpi basah. Mereka masih menganggap hal demikian masih tabu untuk diceritakan dan juga ketidaktahuan orang

tua terhadap kesehatan reproduksi. Sehingga remaja lebih banyak mendapat informasi dari luar seperti teman sebaya, media elektronik dan lain-lain. Berkaitan dengan hal tersebut, orangtualah yang dianggap mempunyai peran penting dalam membentuk sikap remaja. Pembentukan sikap dapat dilakukan oleh orangtua melalui pendidikan seks untuk meningkatkan pengetahuan remaja tentang seksualitas. Mohammadi et al. (2006) mengemukakan bahwa remaja yang memiliki kesulitan berkomunikasi dengan orangtuanya tentang masalah seksualitas, mereka cenderung memiliki sikap permisif (serba boleh) terhadap hubungan seksual. Perkembangan remaja tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor, tetapi banyak faktor di dalam kehidupan mereka. Kehadiran teman sebaya (peer group) menjadi pusat informasi utama bagi mereka untuk mencari tahu akses agar dapat memperoleh informasi tentang seks. Karena remaja lebih banyak berada diluar rumah bersamasama teman sebaya sebagai kelompok, maka dapatlah dimengerti bahwa pengaruh teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar pengaruhnya. Misalnya sebagian besar remaja mengetahui bahwa bila mereka memakai model pakaian yang sama dengan pakaian anggota kelompok yang populer, maka kesempatan baginya untuk diterima oleh kelompok menjadi lebih besar. Demikian pula bila anggota kelompok mencoba merokok, minum alkohol, obat obat terlarang, seks bebas, maka remja cenderung mengikutinya tanpa memperdulikan akibat dari perilakunya tersebut (Hurlock, 2003). Hasil wawancara tersebut di atas didukung oleh data SKRRI 2002-2003, yang menunjukkan bahwa di Indonesia orangtua belum dijadikan sebagai sumber utama

bagi remaja dalam memperoleh informasi kesehatan reproduksi. Sebanyak 45,2% remaja perempuan dan 56,5% remaja laki-laki usia 15-24 tahun menerima informasi mengenai perubahan fisik pada anak laki-laki atau anak perempuan saat pubertas dari teman sebayanya, sedangkan yang bersumber dari orangtuanya hanya sebesar 33,5% remaja perempuan dan 14,6% remaja laki-laki (BPS et al., 2003). Survei yang dilakukan oleh LDFE-UI(Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi-Unuversitas Indonesia), dan BKKBN tahun 2002, memberikan gambaran bahwa persentase remaja yang mendapatkan informasi tentang isu kesehatan reproduksi oleh keluarga (orangtua atau anggota keluarga lain) relatif sedikit; sebanyak 42,2% remaja menerima informasi tentang haid, yang mendapatkan penjelasan tentang penyakit menular seksual sebanyak 16,9% dan hanya 15,5% remaja yang menerima informasi tentang hubungan suami istri. Data tersebut di atas mengindikasikan bahwa orangtua belum dijadikan sumber utama bagi remaja dalam memperoleh informasi kesehatan reproduksi. Alasan orangtua tidak bersedia membicarakan topik tersebut dengan remajanya antara lain karena: (1) orangtua merasa bahwa hal tersebut adalah tanggung jawab orang lain; (2) merasa malu dan (3) kurang memahami topik yang dibicarakan (Burgess et al., 2005). Ketika orangtua berdiskusi tentang seksualitas dengan anak remajanya, sebagian besar orangtua cenderung menunjukkan sikap bertahan, sikap menghindar, kurang mendukung dan berorientasi pada aturan (Martino et al., 2008).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi orangtuaremaja merupakan salah satu bentuk proses pola asuh yang memiliki pengaruh penting terhadap pembentukan sikap dan perilaku seksual remaja. Orangtua memegang peranan penting untuk mencegah hubungan seksual pranikah pada remaja melalui komunikasi antara orangtua dengan remaja tentang isu seksualitas. Selain itu kehadiran teman sebaya (peer group) menjadi pusat informasi utama bagi mereka untuk mencari tahu akses agar dapat memperoleh informasi tentang seks. Karena itu, media sangat berperan dalam membentuk perspektif seorang remaja dalam memahami masalah seks. Remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka dapatlah dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga (Hurlock, 2003). Salah satu fenomena yang melanda Kabupaten Kampar yang dikenal dengan Kota Serambi Makkah saat ini adalah tingginya kasus Nikah karena Kecelakaan atau hamil diluar nikah. Bahkan ada salah satu Kecamatan di Kabupaten Kampar dari 10 pasang pengantin hanya tiga pasangan yang murni menikah tampa kasus. Kondisi tersebut sangat meresahkan masyarakat Kampar, sehingga perlu adanya upaya-upaya untuk menekan tingginya kasus tersebut. Ini menggambarkan bahwa betapa banyaknya remaja melakukan pernikahan dini disebabkan kehamilan yang tidak diinginkan. Yang kesemuanya ini disebabkan oleh kegiatan seks bebas di kalangan remaja dan mahasiswa (IPKB, 2012).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Penasehat Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian (BP4) Kecamatan Tambang Kabupaten Kampar tahun 2012 tercatat sebanyak 632 perkawinan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 201 orang perempuan (31,8%) melakukan perkawinan dibawah usia 20 tahun di 17 desa Kecamatan Tambang dari jumlah tersebut ada beberapa kasus remaja putri tersebut telah hamil diluar nikah, dari data tersebut tidak semua yang tercatat di BP4 karena beberapa dari pasangan yang hamil diluar nikah tidak melakukan pernikahan di kantor BP4. Sehingga penulis tertarik untuk meneliti perilaku remaja terhadap seks pranikah dengan memilih judul Pengaruh Antara Komunikasi Orangtua-Remaja dan Teman Sebaya Terhadap Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang Riau Tahun 2013 1.2. Permasalahan Orangtua memegang peranan penting untuk mencegah hubungan seksual pranikah pada remaja melalui komunikasi antara orangtua dengan remaja tentang isu seksualitas. Namun demikian, orangtua masih menganggap masalah seksualitas adalah hal yang tabu untuk dibicarakan dengan remaja. Sehingga remaja mencari informasi dari luar seperti media elektronik dan media cetak serta teman sebayanya. Jika remaja tidak mendapatkan informasi kesehatan reproduksi yang benar dan sesuai dengan perkembangan usianya, padahal informasi tersebut dapat mempengaruhi pengetahuan yang diikuti dengan sikap dan perilakunya. Sehingga permasalahan yang

akan diteliti yaitu Apakah ada pengaruh Antara Komunikasi Orangtua - Remaja dan Teman Sebaya Terhadap Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang Riau Tahun 2013 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis pengaruh komunikasi orangtua-remaja dan teman sebaya terhadap perilaku seks pranikah pada Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang Riau tahun 2013. 1.4. Hipotesis Ada pengaruh komunikasi orangtua-remaja dan teman sebaya terhadap perilaku seks pranikah pada Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang Riau tahun 2013. 1.5. Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan pertimbangan bagi pembuat kebijakan dilingkungan Depertemen Pendidikan Nasional untuk menambah kurikulum pendidikan, tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi di SMPN dan MTSN. 2. Sebagai bahan masukan bagi puskesmas khususnya dan pembuat kebijakan dilingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar untuk mengembangkan program kesehatan reproduksi bagi remaja.

3. Sebagai bahan informasi bagi aparat pemerintah di Kecamatan Tambang dalam menyikapi maraknya pergaulan bebas agar dapat dilakukan pengendalian dan pencegahan perilaku seks pranikah pada remaja. 4. Penelitian ini secara fundamental bermanfaat bagi perubahan perilaku remaja, khususnya remaja putri dari perilaku seks pranikah menjadi perilaku sehat dalam berhubungan dengan lawan jenis 5. Sebagai pengembangan wawasan penelitian dalam bidang penelitian kesehatan reproduksi remaja khususnya perilaku seks pranikah