A. PENGERTIAN, PRINSIP DAN TUJUAN REASURANSI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI

1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

SALINAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL LEMBAGA KEUANGAN NOMOR KEP /LK/ 2004 TENTANG DUKUNGAN REASURANSI OTOMATIS DALAM NEGERI DAN RETENSI SENDIRI

BAB II TINJAUAN MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DAN SYARAT-SYARAT PERJANJIAN ASURANSI BERDASARKAN KUHD

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI. 02-Dec-17

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin pesat, dan untuk itu masyarakat dituntut untuk bisa mengimbangi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI MENURUT HUKUM

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Asuransi dan Pengaturan Asuransi. sehingga kerugian itu tidak akan pernah terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional adalah upaya untuk meningkatkan seluruh aspek

DAPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDRAL LEMBAGA KEUANGAN

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR... TENTANG RETENSI SENDIRI DAN DUKUNGAN REASURANSI DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Surety Bond memiliki konsep sebagai penyedia jaminan, merupakan

PRINSIP DAN PRAKTEK REASURANSI JIWA

Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI. Hubungan antara Risiko dengan Asuransi 11/8/2014

BAB II LANDASAN TEORI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di

ALAT BUKTI ASURANSI AKIBAT HILANGNYA POLIS DALAM PERJANJIAN ASURANSI

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi rasa cemas yang timbul sebagai akibat dari kecelakaan tersebut maka

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 14 /POJK.05/2015 TENTANG RETENSI SENDIRI DAN DUKUNGAN REASURANSI DALAM NEGERI

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

ASPEK HUKUM PELAKSANAAN PERJANJIAN ASURANSI 1 Oleh : Irius Yikwa 2

ASPEK HUKUM PENGALIHAN TANGGUNG JAWAB HUKUM PADA PERJANJIAN ASURANSI MUH. ZULFIKAR S. KAMAH / D

PENULISAN HUKUM/SKRIPSI. Disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar kesarjanaan dalam bidang Ilmu Hukum

BAB II LANDASAN TEORI. dengan sudut pandang yang mereka gunakan dalam asuransi. Adapun definisi

BAB VI POLIS ASURANSI

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan dirinya dalam perkembangan yang sangat pesat, seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya selalu dihadapkan dalam dua hal, yaitu hal-hal baik dan hal-hal

ASURANSI. Created by Lizza Suzanti 1

BAB II ASURANSI PADA UMUMNYA. Asuransi dalam bahasa Belanda di sebut verzekering yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan jaminan dan perlindungan berkaitan dengan semakin tingginya

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pembangunan

Dokumen Perjanjian Asuransi

Oleh : Ni Putu Eni Sulistyawati I Ketut Sudantra. Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. Dalam zaman modern ini segala sesuatu memerlukan kecepatan dan

SOSIALIASI ASURANSI Dalam Rangka Penggunaan Transaksi Non Tunai Dalam Asuransi TKI. Jakarta, Februari 2015

BAB I PENDAHULUAN. tertanggung terhadap risiko yang dihadapi perusahaan. pertanggungan atas resiko atau kerugian yang dialami oleh tertanggung.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Verzekering (bahasa Belanda) berarti pertanggungan dalam suatu asuransi

BAB III PENUTUP. 1. Luas lingkup perlindungan asuransi Hull And Machineries (H/M) kapal

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya manusia juga tidak bisa terlepas dari kejadian-kejadian yang tidak

Jurnal Panorama Hukum

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya selalu dipenuhi dengan risiko. Risiko adalah kemungkinan

Ade Hari Siswanto 1, Fenni Indah Sari 1 1 Kantor Advokat Harisiswanto, Co. Jln. Kayu Manis II No. 14 Jakarta Timur

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang serius ialah lembaga jaminan. Karena perkembangan ekonomi akan

I. PENDAHULUAN. meminjam uang. Dalam hal ini orang yang menyimpan uang disebut nasabah.


PERANAN POLIS ASURANSI JIWA DALAM PENUNTUTAN KLAIM (STUDI PADA PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE DENPASAR)

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa

BAB III PENUTUP. 1. Tanggung Jawab Hukum Penanggung atas Penolakan Klaim Asuransi Jiwa. Tertanggung sudah sesual dengan peraturan perundang-undangan

MAKALAH HUKUM KOMERSIAL HUKUM ASURANSI. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Komersial Dosen Pembimbing : Disusun oleh : Kelompok 8

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN ASURANSI

BAB III KETENTUAN ASURANSI JIWA TAKAFUL DALAM. KUH Dagang Pasal ( ) A. Dasar Hukum Asuransi Jiwa dalam KUH Dagang Pasal ( )

BAB II PERJANJIAN ASURANSI DAN BENTUK-BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERJANJIAN ASURANSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seperti telah dimaklumi, bahwa dalam mengarungi hidup dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI JIWA DAN KLAIM ASURANSI JIWA

BAB I PENDAHULUAN. risiko yang mungkin dapat menggangu kesinambungan usahanya. 1. kelancaran aktifitas dalam dunia perdagangan pada umumnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang

BAB I PENDAHULUAN. hal yang dilakukan baik menggunakan sarana pengangkutan laut maupun melalui

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PELAKSANAAN ASURANSI TERHADAP DEBITUR SECARA TANGGUNG RENTENG DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 1278 KUH PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi atan pertanggungan merupakan sesuatu yang sudah tidak

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

SYARAT-SYARAT UMUM POLIS ASURANSI JIWA Pasal 1 ARTI BEBERAPA ISTILAH

I. PENDAHULUAN. pesat saat ini. Peningkatan ini dapat dilihat dari semakin tingginya kebutuhan

Lex Administratum, Vol. V/No. 9/Nov/2017

ABSTRACT Keywords: the key points of the insurance, insurance law Kata kunci : poin-poin penting dalam asuransi, hukum asuransi A.

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, undang-undang yang mengatur asuransi sebagai sebuah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemakaian kedua istilah ini mengikuti istilah dalam bahasa Belanda, yaitu assurantie

SISTEM PERUSAHAAN ASURANSI

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa dan mewujudkan pembangunan nasional.dalam poladasar

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI. Asuransi atau dalam bahasa Belanda Verzekering yang berarti

I. PENDAHULUAN. rasa tidak aman yang lazim disebut sebagai risiko. kelebihan. Oleh karena itu manusia sebagai makhluk yang mempunyai sifat-sifat

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

KONSORSIUM ASURANSI RISIKO KHUSUS (KARK) Frequently Asked Questions (FAQ) KOSMIK Edisi I 26 Januari 2016

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum UPN Veteran Jawa Timur.

KEWENANGAN RELATIF KANTOR LELANG DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DEBITUR DI INDONESIA. Oleh : Revy S.M.Korah 1

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI, POLIS ASURANSI DAN INVESTASI. asuransi tradisional misalnya term life (asuransi jiwa berjangka); whole life

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER

I. PENDAHULUAN. Bahaya kebakaran pada kehidupan manusia banyak yang mengancam. keselamatan harta kekayaan, jiwa, dan raga manusia.

PEMBAYARAN KLAIM ASURANSI JIWA AKIBAT TERTANGGUNG BUNUH DIRI (PT ASURANSI JIWA MANULIFE INDONESIA)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Perjanjian berdasarkan Pasal 1313 BW adalah suatu perbuatan dengan

HUKUM ASURANSI. Lecture: Andri B Santosa

BAB II URAIAN TEORITIS. Sapto (2004) melakukan penelitian dengan judul Evaluasi Atas. Pengakuan Pendapatan dan Beban Dalam Kaitannya Dengan PSAK No.

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

PERAN ASURANSI KEPADA PERUSAHAAN PENGANGKUTAN BARANG MELALUI DARAT YANG MENGALAMI KERUSAKAN ATAU KEHILANGAN BARANG

BAB I PENGENALAN ASURANSI

PERUSAHAAN ASURANSI ATA 2014/2015 M6/IT /NICKY/

DASAR & HUKUM ASURANSI KESEHATAN BAB 4

BAB I PENDAHULUAN. musibah. Manusia dalam menjalankan kehidupannya selalu dihadapkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua belah pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LAMPIRAN VI SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13 /SEOJK.05/2016 TENTANG PELAPORAN PRODUK ASURANSI BAGI PERUSAHAAN ASURANSI

Transkripsi:

BAB XIII REASURANSI Dalam bab-bab sebelumnya telah dipaparkan secara mendalam tentang asuransi jiwa,asuransi kerugian,dan asuransi aneka. Berikut ini akan dipaparkan juga produk jasa reasuransi dan karakternya yang mencangkup pengertian,prinsip,dan tujuan reasuransi;polis dan premi reasuransi;dan cara pelaksanaan reasuransi. A. PENGERTIAN, PRINSIP DAN TUJUAN REASURANSI Sebagaimana dengan penjelasan asuransi yang di muka, berikut ini diuraikan pengertian, prinsip, serta tujuan reasuransi. 1. Pengertian Reasuransi Sudah menjadi kebiasan para penanggung untuk selalu membagi setiap risiko yang diperoleh kepada penanggung lain,agar risiko yang menjadi bebannya lebih ringan danteman penanggung lainnya mendapat keuntungan.biasanya perbuatan saling memberi ini didasarkan pada suatu perjanjian tertulis yang disebut pertanggungan ulang atau perjanjian reasuransi. Sebagai contoh,apabila penanggung A mendapat objek pertanggungan,maka sebagian dari objek tersebut diberikan kepada temannya penanggung B,dan sebaliknyaapabila penanggung B mendapat objek pertanggungan,maka sebagian diberikan kepada penanggung A,sehingga penanggung A mendapat sebagian dari risiko penanggung B,dan penanggung Bmendapat sebagian dari risiko penanggung A. Selain itu masih ada bentuk lain,yaitu mempertanggungkan lagi benda pertanggungannya kepada perusahaan reasuransi,baik swasta maupun negara.yang dimaksud dengan perusahaan reasuransi adalah perusahaan reasuransi yang khusus hanya menjalankan pertanggungan ulang (reasuransi) secara professional saja,dan tidak menerima tawaran dari penaggung pertama yang akan mereasuransikan objek pertanggungannya kepada perusahaan reasuransi.

Bentuk lain dari perbuatan pertanggungan ulang adalah perbuatan perusahaan reasuransi professional itu untuk membuang sisa risikonya ke perusahaan reasurasi professional luar negeri. 2. Prinsip Reasuransi Ada beberapa prinsip yang harus dipenuhi dalam reasuransi. Prisip-prinsip tersebut meliputi:prinsip itikad baik,prinsip insurable interest,prinsip idemnitas,prinsip subrogasi,dan prinsip follow the fortunes. 2.1 Prinsip Itikad Baik Prinsip itikad baik merupakan kemauan berbuat baik dari setiap pihak untuk melakukan perbuatan hukum agar akibat dari kehendak atau perbuatan hokum itu dapat tercapai dengan baik. Dalam bidang perjanjian reasuransi,maka penanggung pertama / tertanggung kedua harus memberitahukan kepada penanggung ulang / penanggung kedua segala sesuatu mengenairisiko yang akan dilimpahkan kepadanya dan sebaliknya sipenanggung ulang tidak boleh mencari -cari alasan yang tidak masuk akal dengan maksud untuk menghindari kewjibannya membayar ganti rugi yang menurut hukum harus dilasanakan. 2.2 Prinsip Insurable Interest Insurale interest (kepentingan yang dipertanggungkan) merupakan hak atau kewajiban tertanggung terhadap benda pertanggungan.kkepentingan dalam reasuransi adalah kewajiban penanggung pertama untuk mengganti kerugian terhadap tertanggung pertama. 2.3. Prinsip Idemnitas Isi dari prinsip idemnitas adalah keseimbangan. Keseimbangan tersebut mencangkup antara jumlah ganti kerugian dengan kerugian yang benar-benar diderita oleh tertanggung dan kesimbangan antara jumlah pertanggungan dengan nilai sebenarnya dari benda pertanggungan. Reasuransi dalam hal asuransi kerugian, prinsip idemnitas berlaku sepenuhnya. Pembagian premi dan penggatian jumlah ganti rugi kerugian antara penanggung pertama dengan penanggung kedua ( penanggung ulang ) adalah seimbang dengan pembagian yang telah ditetapkan dalam perjanjian reasuransi.

2.4. Prinsip Subrogasi Subrogasi adalah penyerahan hak menuntut dari tertanggung kepada penanggung, manakala jumlah ganti kerugian sepenuhnya sudah diganti oleh penanggung.dalam reasuransi, penanggun ulang yangsudah membayar ganti kerugian kepada penanggung pertama berhak atas subrogasi itu.jadi, jika penanggung pertama menerima subrogasi, maka penanggung ulang pun mendapat subrogasi dari penanggungpertama sebanding dengan jumlah penyertaannya. Dalam hal ini penanggung ulang memperoleh recovery (perolehan kembali ). 2.5. Prinsip Follow the Fortunes Prinsip follow the fortunes adalah prinsip yang menyatakan bahwa penanggung ulang akan mengikuti suka duka penanggung pertama. Prinsip ini hanya berlaku khusus bagi reasuransi. Prinsip ini menghendaki penanggung ulang tidak boleh mempertimbangkan secara tersendiri terhadap objek pertanggungan. Akibatnya,segala sesuatu, termasuk peraturan perjanjian yang berlaku bagi penanggung pertama, berlaku pula bagi penanggung ulang. 3. Tujuan Reasuransi Berdasarkan pengertian reasurasi, maka dapatlah diketahui apa tujuan dari program ini. Secara singkat dapat dikatakan bahwa tujuan reasuransi adalahmelemparkan kembali risikko suatu perusahaan asuransi kepada perusahaan lain untuk mengurangi beban yang kemungkinan akan ditanggungnya. B. POLIS DAN PREMI ASURANSI Pada tahap akhir dari prosedur penutupan reasurasi, yaitu apabila kedua belah pihak merasa sudah cukup memenuhi persyaratan, maka dapat dikeluarkan polis asuransi. Adapun fungsi polis reasuransi paada dasarnya sama dengan fungsi polis asuransi, yaitu: sebagai perjanjian pertanggungan ; sebagai bukti jaminan dari penanggung ulang kepada penanggung petama untuk mengganti kerugian yang mungkin dialami oleh tertanggung, sebagai bukti premi reasuransi oleh penanggung pertama kepada penanggung ulang sebagai balas jasa atas jaminan dari penanggung ulang.

Besarnya premi yang harus dibayar sesuai dengan perjanjian reasuransi seperti yang tertera dalam polis. Apabila perjanjian reasueansi itu memerintahkan suatu perbuatan hukum tertentu kepada penanggung pertama, misalnya harus membuat laporan mengenai pembagian premi dan lain-lain yang erhubungan dengan hal tersebut, maka dalam kolom Bordeaux pada perjanjian reasuransi harus diberi keterangantentang syarat-syarat yang harus dilakukan oleh penanggungpertama yang bersifat reporting atau non-reporting. Apabila bordeaux disyaratkan reporting maka harus dinyatakan kapan laporan tersebut harus dibuat dan apa syarat-syarat yang harus dilakukan.tetapi jika bordeaux disyaratkan non-reporting maka laporan tidak dilakukansecara tertib dan terinci. Laporan yang dimaksudadalah pendek, mengenai jumlah-jumlah premi yang ditahan penanggung pertama dan jumlah-jumlah premi yang disetor kepada penanggung ulang. C. CARA PELAKSANAAN REASURANSI Ada berbagai macam cara atau metode pelaksanaan reasuransi. Beberapametode / cara pelaksanaan reasuransi antara lain reasuransi fakultatif dan reasuransi wajib (berdasarkan perjanjian ). 1. Reasuransi Fakultatif Reasuransi fakultatif pada dasarnya memberikan kebebasan kepada penanggung pertama agar tidak terikat mengalihkan dan penanggung ulang juga tidak terikat untuk menerima penawaran dan peralihan risiko. Pada satu pihak, penanggung pertama mempunyai kebebasan. Artinya tidak terikat untuk menawarkan atau memindahkan tanggung jawabnya (Resiko yang ada padanya karena ditutup perjanjian asuransi) atau tidak kepada siapapun. Sedangkan pihak lain yaitu penanggung ulang juga tidak terikat untuk menerima suatu atau setiap penawaran atau pemindahtanganan apapun dari penanggung pertama. Jadi, reasurasi fakultatif memberikan kebebasan bertindak atas dasar kewenangan dan kekuasaan yang dimiliki oleh para pihak yang akan mengadakan perjanjian. Reasuransi fakultatif biasanya ditutup dengan metode proporsional atau menurut perbandingan. Dalam hal ini penanggung pertama telah memegang untuk dirinya sendiri suatu bagian tertentu dari

suatu resiko yang telah disetujui dan sisanya direasuransikan dengan pembayaran berdasarkan premi semula dikurangi dengan komisi. 2. Reasuransi berdasarkan perjanjian atau reasuransi wajib Reasuransi berdasarkan perjanjian, merupakan suatu perjanjian dasar yang mengatur hubungan reasuransi antara penanggung pertama dengan penanggung ulang secara terus menerus sampai perjanjian yang bersangkutan diputuskan oleh para pihak. Perjanjian yang terjadi diantara para pihak secara mendasar pada hakikatnya mengatur hal-hal sebagai berikut. Bahwa semua usaha/kegiatan yang dilakukan oleh penanggung pertama direasuransikan atau akan direasuransikan kepada penanggung ulang, sepanjang penanggung pertama sudah memenuhi syarat-syarat. Sebagai konsekuiensinya penanggung ulang tidak dapat menolak permintaan reasuransi dari penanggung pertama. Oleh karena itu reasuransi berdasarkan perjanjian ini, menciptakan adanya hubungan timbal balik antara penanggung pertama dengan penanggung ulang. Jadi, perjanjian ini mempunyai sifat otomatis yang penuh, semua kelebihan dari retensi penanggung pertama sampai pada waktu batas akngka maksimum tertentu harus direasuransikan oleh penanggung pertama kepada penanggung ulang. Penanggung ulang wajib menerima sampai batas yang sudah disepakati. Setiap kelebihan dari jumlah tersebut akan direasuransikan secara fakultatif. Reasuransi berdasarkan perjanjian ini pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu : reasuransi dengan perjanjian berdasarkan atas perbandingan dan reasuransi dengan perjanjian yang tidak berdasarkan atas perbandingan. 2.1. Reasuransi dengan perjanjian berdasarkan atas perbandingan. Sifat dasar dan cirri umum dari semua reasuransi dengan perjanjian yang proporsional adalah penanggung ulang wajib untuk menerima suatu bagian tertentu (sudah ditentukan terlebih dahulu) dari penanggung pertama pada setiap pelimpahan. Perbandingan yang sama berlaku juga untuk premi. Reasuransi dengan perjanjian proporsional ini dapat berbentuk quota share atau surplus. Reasuransi quota share

Reasuransi quota share adalah suatu perjanjian reasuransi dengan suatu persentase tertentu dari masing-masing dan setiap resiko yang diterima oleh penanggung pertama harus dialokasikan kepada penanggung ulang. Mengenai berapa jumlah yang akan dialokasikan, tergantung dari jumlah maksimum berapa yang akan disetujui. Dengan demikian, penanggung pertama terikat untuk memindahtangankan/mengalihkan setiap sekian persen sesuai dengan persetujuan resiko resiko dan dalam batas perjanjian kepada penanggung ulang. Sedang penanggung ulang terikat untuk menerima pemindahan resiko tersebut. Dalam hal ini, penanggung pertama tidak boleh mengecualikan resiko yang telah ia terima dari tertanggung. Artinya dia akan tetap menahannya sendiri apabila baik atau ia hanya akan melimpahkan apabila jelek. Oleh karena itu, ia tidak memilikikebebasan untuk melimpahkan atau tidak atas resiko berdasarkan taksiran teknisnya sendiri. Reasuransi Surplus Reasuransi Surplus adalah suatu perjanjian reasuransi yang mewajibkan penanggung pertam untuk mengalihakan suatu resiko dengan segera, apabila resiko yang bersangkutan melebihi batas/nilai yang sudah disetujui terlebih dahulu dan penanggung ulang terikat untuk menerima resiko perjanjian tersebut. Artinya apabila dalam perkiraan teknis suatu resiko itu adalah aman, atau dengankata lain menurut perkiraan teknis kerugian yang terjadi adalah tipis, maka resiko semacam itu disebut resiko yang baik. Jadi, dalam hal ini dapat terjadi adanya suatu kemungkinan bahwa banyaknya jenis retensi pada penanggung pertama sama banyaknya dengan jenis resiko yang diasuransikan. Karena banyaknya jenis resiko, maka diperlukan daftar dari jumlah-jumlah maksimal yang tetap dipegang oleh penanggung pertama sebagai beban sendiri yang biasa disebut daftar batas atau daftar limit. Sedangkan penanggung ulang hanya bertanggung jawab sampai batas tertentu untuk setiap resiko. Oleh karena itu, penanggung pertam mempunyai beban untuk mengadakan analisis untuk setiap resiko, dan diberitahukan kepada penanggung ulang berapa yang direasuransikan dan premi yang bersangkutan.

2.2. Reasuransi dengan perjanjian yang tidak berdasarkan atas perbandingan Reasuransi dengan perjanjian yang tidak proporsional dapat diadakan melalui suatu perjanjian. Dalam pernjanjian yang dibuat, oleh para pihak dengan jelas diatur bahwa penanggung ulang berkewajiban membayar ganti rugi kerugian yang melebihi batas tertentu. Batas tertentu adalah jumlah kerugian tertentu yang dengan tegas telah diperjanjikan, tetap menjadi tanggung jawab penanggung pertama. Jadi penanggung ulang tidak berkewajiban membayar, kecuali kerugian yang melebih batas tertentu/ prioritas sebagaimana telah diperjanjikan terlebih dahulu. Oleh karena itu, tanggungjawab penanggung ulang menjadi sangat bervariasi tergantung pada kerugian riil. Besarnya premi bisanya ditentukan/berdasarkan suatu taksiran dari penanggung ulang, daengan mengadakan analisis terhadap setiap resiko yang bersangkutan. Reasuransi dengan pernjanjian yang non proporsional, dibagi menjadi dua jenis, yaitu: kelebihan kerugian dan penghentian kerugian. Kelebihan kerugian (excess of loss) Reasuransi non proporsional excess of loss, merupakan jenis reasuransi yang lazim dipergunakan, karena pertimbangan praktis dan ekonomis. Reasuransi ini memberikan proteksi kepada penanggung pertama untuk setiap peristiwa. Pada reasuransi non proporsional excess of loss, terdapat tiga hal pokok yang harus dipenuhi, yaitu : kerugian bersih terakhir, satu peristiwa, dan retensi yang tetap. Kerugian bersih terakhir artinya, kerugian dari penanggung pertama haruslah suatu kerugian yang actual. Atau dengan kata lain merupakan suatu kerugian riil yang diderita setalah dikurangi dari pembayaran apapun, termasuk dari penanggung ulang, atas dasar reasuransi yang proporsional. Jadi, hanya kerugian bersih yang dibayar oleh penanggung ulang. Suatu peristiwa dianggap sebagai suatu peristiwa tunggal, karena sulit untuk menentukan suatu rangkaian peristiwa itu tunggal atau tidak, sehingga dipergunakan pedoman dengan jumlah jam yang pada umumnya berkisar antara 48 jam atau 72 jam. Jadi, peristiwa yang terjadi pada suatu waktu dalam batas waktu secara berturut turut, atau tidak terjadi selama waktu yang ditentukan dapat dianggap sebagai suatu peristiwa tunggal.

Sedangkan suatu retensi tetap dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan antara retensi penanggung pertama dengan penanggung ulang. Penghentian Kerugian (stop loss) Reasurasnsi non proporsional stop loss ini bertujuan untuk membatasi tanggung jawab penanggung pertama pada satu periode/tenggang waktu, biasanya satu tahun. Reasuransi ini bermaksud memberikan proteksi kepada penanggung jawab pertama bukan atas peristiwa tunggal, tetapi atas kerugian keseluruhan yang diderita selama jangka waktu tertentu. Apabila jumlah keseluruhan melebihi suatu batas perioritas tertentu maka penanggung ulang akan membayar kelebihannya sampai pada jumlah maksimum tertentu. Prioritas atau batas dapat dinyatakan berdasarkan persentase penghasilan premi dari satu waktu (misalnya 1 tahun) atau berdasarkan sautu angka mutlak, atau juga berdasarkan kedua cara tersebut.

DAFTAR PUSTAKA Mashudi, M dan Moch. Chidir Ali. Hukum Asuransi, Bandung : Penerbit Mandar Maju, 1998. Prihantoro, M. Wahyu. Aneka Produk Asuransi dan Karakteristiknya, Yogyakarta : Pnerbit Kanisius, 2000.. Manajemen Pemasaran dan Tata Usaha Asuransi, Yogyakarta : Penerbit Kanisius, 2001.. Aneka Program Asuransi Sosial dan Penyelesaiannya, Yogyakarta : Penerbit Kanisius, 2001. Prawoto, Agus. Hukum Asuransi dan Kesehatan Perusahaan Asuransi, Yogyakarta : BPFE, 1995. Purba, Radiks. Mengenal Asuransi Angkutan Darat dan Udara, Jakarta : Penerbit Djambatan, 1997. Prodjodikoro, Wirjono. Hukum Asuransi Di Indonesia, Jakarta : Penerbit Intermasa, 1996 Sastrawidjaja, M. Suparman, Aspek Aspek Hukum Asuransi dan surat Berharga, Bandung : Alumni Bandung, 1997. Subekti, R dan R Tjitrosudibio. Kitab Undang Undang Hukum dagang dan Undang Undang Kepailitan, Jakarta : PT Pradnya Paramita, 2002.. Kitab Undang Undang Hukum Perdata, Jakarta : PT Pradnya Paramita, 1974