BAB 3 METODE PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di

BAB IV METODE PENELITIAN

Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI ) Berat Tertahan (gram)

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: yang padat. Pada penelitian ini menggunakan semen Holcim yang

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC merek

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. A. Pelaksanaan Penelitian Proses pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut ini: Mulai

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

(Fv). Setelah dilakukan pengujian pendahuluan dilanjutkan dengan pengujian

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Fakultas Teknik Program Studi S-1 Teknik Sipil Laboratorium Teknologi Bahan Konstruksi

BAB III METODE PENELITIAN MULAI PERSIAPAN ALAT & BAHAN PENYUSUN BETON ANALISA BAHAN PENYUSUN BETON

MODUL PRAKTIKUM MATERIAL KONSTRUKSI

PEMERIKSAAN KANDUNGAN BAHAN ORGANIK PADA PASIR. Volume (cc) 1 Pasir Nomor 2. 2 Larutan NaOH 3% Secukupnya Orange

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN A.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

dengan menggunakan metode ACI ( American Concrete Institute ) sebagai dasar

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DATA LABORATORIUM DAN DATA HASIL PENGUJIAN

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC (Portland

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Metode Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

material lokal kecuali semen dan baja tulangan. Pembuatan benda uji, pengujian

BAB IV METODE PENELITIAN

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit

III. METODE PENELITIAN. Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini mengenai perbandingan hasil uji

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan

BAB V HASIL PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN

4. Gelas ukur kapasitas maksimum 1000 ml dengan merk MC, untuk menakar volume air,

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

Laporan Tugas Akhir Kinerja Kuat Lentur Pada Balok Beton Dengan Pengekangan Jaring- Jaring Nylon Lampiran

BAB IV METODE PENELITIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Fakultas Teknik Program Studi S-1 Teknik Sipil Laboratorium Teknologi Bahan Kontruksi

BAB IV. Gambar 4.1 Pasir Merapi 2. Semen yang digunakan adalah semen portland tipe I merk Gresik, lihat Gambar 4.2.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Kompetensi Kerja Nasional Indonesia). Salah satunya adalah Metode UJI MATERIAL GEDUNG melalui suatu pelatihan khusus.

PENGARUH LUBANG DALAM BETON TERHADAP KEKUATAN MEMIKUL BEBAN AKSIAL

BAB III UJI MATERIAL

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bahan atau Material Penelitian

Pemeriksaan Kadar Air Agregat Halus (Pasir) Tabel 1. Hasil Analisis Kadar Air Agregat Halus (Pasir)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Lampung. Benda uji pada penelitian ini berupa kubus dengan ukuran 5cm x

BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian laboratorium dengan membuat

III. METODE PENELITIAN. Konstruksi Fakultas Teknik Universitas Lampung. Benda uji dalam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Untuk memperoleh hasil penelitian yang baik dan sesuai, maka diperlukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

HASIL PENELITIAN AWAL (VICAT TEST) I. Hasil Uji Vicat Semen Normal (tanpa bahan tambah) Penurunan (mm)

BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian

KUAT LENTUR BALOK BETON TULANGAN BAMBU PETUNG TAKIKAN TIDAK SEJAJAR TIPE U LEBAR 1 DAN 2 CM PADA TIAP JARAK 5 CM

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini mengenai kajian penggunaan beton tanpa pasir berdasarkan

BAB III METODE PENELITIAN

DAFTAR ISI ABSTRAK ABSTACT. iii KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN. xii DAFTAR GAMBAR. xiii DAFTAR TABEL. xvi DAFTAR GRAFIK I-1

Transkripsi:

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Tinjauan Umum Metode peneletian yang digunakan dalam peneliatn ini adalah metode penelitian eksperimental laboratorium. Eksperimen yang dilakukan adalah pengujian analisis perbandingan kapasitas lentur balok beton bertulangan bambu petung vertikal dengan takikkan tidak sejajar bertipe U lebar 3 cm dengan jarak setiap takikkan 15 cm. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bahan dan Struktur Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3.2. Bahan Dibawah ini adalah bahan bahan yang digunakan dalam penelitian: a) Bambu jenis Bambu Petung Bambu yang digunakan adalah bambu bertipe petung (Dendrocalamus Asper). Umur bambu yang digunakan berumur lebih dari 2,5 tahun. Bambu Petung yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari daerah Desa Mojorejo, Kelurahan Ketitang, Kecamatan Nogosari, Boyolali. Gambar 3.1. Bambu Petung 25

26 b) Agregat halus dan agregat kasar Agregat halus (pasir) yang digunakan berasal dari daerah Kulonprogo dengan kriteria lolos saringan 9,5 mm. Agregat kasar (kerikil) yang digunakan berasal dari Merapi dengan kriteria lolos saringan 19,5 mm. (a) (b) Gambar 3.2. Agregat Halus (a) dan Agregat Kasar (b) c) Semen Semen yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen berjenis PPC yang banyak ditemukan dipasaran. Gambar 3.3. Semen PCC

27 d) Baja Baja yang digunakan sebagai sengkang dan tulangan balok dalam penelitian ini berdiameter 6 mm dan D 8 mm. (a) (b) Gambar 3.4. Baja Ulir (a) dan Baja Polos (b) e) Bahan pengawet (borak dan asam borik) Bahan yang digunakan sebagai pengawet bambu dalam penelitian ini adalah Boraks (Na 2 B 4 O 7 ) dan Asam Boriks (H 3 BO 3 ). (a) (b) Gambar 3.5. Boraks (Na 2 B 4 O 7 ) (a) dan Asam Boriks (H 3 BO 3 ) (b). f) Air Air yang digunakan dalam penelitian ini digunakan air yang berasal dari Laboratorium Struktur Teknik Sipil UNS.

28 3.3. Benda Uji Benda uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah berbentuk balok berjumlah 14 buah, dimana yang berjumlah 8 menggunakan tulangan Bambu Petung (2 balok digunkan sebagai penelitian jangka panjang) dan sisanya menggunakan tulangan baja ulir. Dimensi balok yang digunakan adalah P = 1700 mm, L = 110 mm, T = 150 mm seperti Gambar 3.6. Dimensi bambu Petung sendiri adalah P = 1650 mm, L = 20 mm, T = 5 mm dengan jarak setiap takikkan adalah 150 mm, dimensi takikkan P = 5 mm dan L = 30 mm seperti Gambar 3.7. Sebagai pembanding kekuatan lentur balok bertulangan bambu Petung maka dibuatlah balok dengan tulangan baja dengan ukuran balok yang sama. Pada balok pembamding ini, ditanamkan tulangan baja ulir dengan diameter D = 7,45 mm. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 3.8. Pada bagian tengan balok (850 mm) diharapkan akan terjadi lentur murni, maka dari itu pada bagian 1/3 tumpuan balok dipasang tulangan geser berdiameter 5,7 mm. Hal ini dimaksudkan agar pada bagian tengah balok tulangan yang berpengaruh hanya tulangan tarik saja dan menjadi bagian yang terlemah dari balok uji, sehingga kemungkinan patah benar benar terjadi pada daerah lentur murni. Hal diatas juga untuk menghindari kegagalan percobaan karena adanya gagal geser. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.8. Tabel 3.1. Benda Uji Kuat Lentur No. Tulangan Lebar Takikan Jumlah Sampel 1 Bambu Petung 30 mm 8 buah 2 Baja Ulir 8 mm - 6 buah

29 Gambar 3.6. Balok Benda Uji Gambar 3.7. Balok Takikan Tipe U Lebar 30 mm Gambar 3.8. Detail Benda Uji Balok Bertulangan Bambu

30 3.4. Peralatan Penelitian Alat alat yang digunakan pada penelitian ini berasal dari Laboratorium Bahan dan Struktur, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta, antara lain sebagai berikut: 3.4.1. Timbangan Ada tiga jenis timbangan yang digunakan pada penelitian ini, yaitu: a. Neraca dengan merek Yamato dari Laboratorium Bahan, dengan kapasitas 2 kg dan dengan ketelitian 0,1 gram. Neraca ini digunakan untuk menimbang bahan yang beratnya berada dibawah kapasitas dari neraca ini. b. Timbangan Bascule merek DSN Bola Dunia, dengan kapasitas berat mencapai 150 kg, dengan ketelitian 0,1 kg. Alat ini digunakan untuk menimbang berat material yang cukup berat diantaranya berupa pasir, kerikil, dan semen. c. Timbangan digital merk Quattro dengan kapasitas 2 kg (a) (b) (c) Gambar 3.9. Neraca Yamato (a), Timbangan Bascule (b), dan Timbangan Quartto

31 3.4.2. Ayakan dan Mesin Penggetar Ayakan Ayakan yang digunakan adalah merek Control, mempunyai jenis lobang bertipe bujur sangkar dengan ukuran 38 mm, 25 mm, 19 mm, 12,5 mm, 9,5 mm, 4,75 mm, 2,36 mm, 1,18 mm, 0,85 mm, 0,30 mm, 0,15 mm, dan pan. Mesin penggetar dengan merek Control, alat ini digunakan untuk menggetarkan ayakan material agregat kasar dan agregat halus yang dalam hal ini untuk menguji gradasi. Gambar 3.10. Ayakan dan Mesin Penggetar Ayakan Merek Control 3.4.3. Mesin Los Angles Mesin Los Angles dengan merek Control, berfungsi untuk menguji ketahanan aus (abrasi) dari agregat kasar (kerikil). Mesin Los Angles dapat dilihat pada gambar dibawah:

Gambar 3.11. Mesin Los Angles 32

33 3.4.4. Corong Konik / Conical Mould Corong konik dengan ukuran diameter atas sebesar 3,8 cm dan diameter bawah berukuran 8,9 cm ini berfungsi sebagai pengukur keadaan Saturated Surface Dry (SSD) pada agregat halus. Untuk lebih jelas lihat Gambar 3.9 berikut ini Gambar 3.12. Corong Kronik 3.4.5. Oven Oven yang digunakan bermerek Binder ini berfungsi sebagai alat pengeringan dari sempel material agregat kasar, agregat halus, dan bambu Petung untuk dilakukan tes pendahuluan. Gambar 3.13. Oven

34 3.4.6. Kerucut Abrams Kerucut Abrams yang terbuat dari baja dengan diameter atas sebesar 10 cm, diameter bawah sebesar 20 cm, dan tinggi 30 cm ini berfungsi sebagai alat pengukur nilai slump pada campuran beton. Berikut adalah gambar dari Kerucut Abram: Gambar 3.14. Kerucut Abram 3.4.7. Cetakan Benda Uji Silinder Cetakan ini berbentuk tabung atau silinder dengan diameter sebesar 15 cm dan tinggi sebesar 30 cm. Cetakan ini berfungsi sebagai alat cetak beton yang nantinya akan digunakan sebagai sampel uji kuat tekan beton. Gambar 3.15. Cetakan Benda Uji Silinder

34 3.4.8. Compression Testing Machine (CTM) Compression Testing Machine dengan merek Contro l ini berfungsi sebagai alat uji kuat desak atau tekan beton. Alat ini mempunyai kapasitas tekan hingga 2000 kn, berikut adalah gambar dari CTM: Gambar 3.16. Compression Testing Machine (CTM) 3.4.9. Universal Testing Machine (UTM) Universal Testing Machine atau mesin uji kuat tarik dengan merek SANS tipe SHT - 4106 memiliki kapasitas hingga 100 ton. Alat ini berfungsi untuk menguji kuat tarik dari sampel bambu Petung sejajar serat, kuat geser sejajar serat, serta uji kuat tekan dari bambu tersebut. Gambar 3.17. Universal Testing Machine (UTM)

35 3.4.10. Loading Frame Bentuk dasar loading fram berupa portal segi empat yang berdiri diatas lantai beton dengan perantara pelat dasar yang mempunyai tebal 14 mm. Agar loading frame tetap stabil maka pelat di baut ke lantai dan kedua kolom di hubungkan dengan balok WF berukuran 450 x 200 x 9 x 14 mm. Alat ini berfungsi sebagai alat utama dalam pengujian kekuatan kapasitas lentur balok pada penelitian ini. Gambar 3.18. Loading Frame Loading frame juga mempunyai alat utama yang digunakan dalam pengujian kapasitas lentur balok, diantaranya adalah: a) Dial Gauge Alat ini digunakan untuk mengukur penurunan yang terjadi pada balok. Kapasitas penurunan yang dimiliki oleh dial gauge adalah 50 mm dan 20 mm dengan tingkat ketelitian 0,01 mm.

36 Gambar 3.19. Dial Gauge b) Hydraulic Pump Digunakan sebagai pengontrol pembebanan yang disalurkan pada benda uji melalui hydraulic jack. Berikut adalah alat hydraulic pump: Gambar 3.20. Hydraulic Pump c) Hydraulic Jack Alat ini digunakan sebagai alat yang memberikan pembebanan pada kuat lentur dan kuat geser balok dengan kapasitas maksimum pembebanan hingga 25 ton seperti Gambar 3.21

37 Gambar 3.21. Hydraulic Jack d) Tranducer Alat ini berfungsi untuk melihat atau memonitor besarnya pembebanan yang dikeluarkan oleh hydraulic pump secara bertahap dan alat ini dapat dilihat pada Gambar 3.22. Gambar 3.22. Tranducer

38 e) Load Cell Alat ini digunakan untuk mentransfer sekaligus membaca beban dari hydraulic jack ke tranducer seperti Gambar 3.23. Gambar 3.23. Load Cell 3.4.11. Alat pendukung Selain alat alat yang digunakan diatas, ada beberapa alat pendukung yang digunakan untuk kelancaran dan kemudahan penelitian pada saat membuat benda uji balok, diantaranya yaitu: 1. Gelas ukur dengan kapasitas 250 ml, digunakan untuk meneliti kandungan zat lumpur dan zat organic pada agregat halus. 2. Gelas ukur dengan kapasitas 2000 ml, untuk mengukur kebutuhan air pada saat mix design. 3. Cetok semen, digunakan untuk memudahkan pengambilan agregat kasar maupun halus begitupula dengan semen. 4. Ember, sebagai wadah air dan sisa adukan. 5. Mollen, untuk mengaduk campuran beton.

39 3.5. Diagram Alir Penelitian Mulai Studi Literatur Pengadaan Bahan dan Bambu Pengawetan Bambu Pengujian Pendahuluan Pengujian Bahan Dasar Beton: Agregat Halus Agregat Kasar Pengujian Kuat Tarik Tulangan Baja Pengujian Karakteristik Bambu: Kadar Air dan Kerapatan Kuat Tekan Sejajar Serat Kuat Tarik Sejajar Serat Kuat Geser Sejajar Serat Kuat Lentur Mix Design dan Pembuatan Benda Uji Silinder Uji Kuat Tekan Mix Design Pembuatan Benda Uji Balok Uji Kuat Lentur (usia 28 hari) Analisis Data dan Pembahasan Kesimpulan dan Saran Selesai

40 Gambar 3.24. Diagram Alir Penelitian 3.6. Tahap Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bahan dan Struktur Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas maret Surakarta dengan tahapan penelitian sebgai berikut: 3.6.1. Tahap Studi Literatur dan Pengadaan Bahan Tahap persiapan diperlukan guna memperlancar kegiatan penelitian yang akan dilaksanakan di Laboratorium. Tahap persiapan tersebut berupa studi literatur dan pangadaan bahan. Studi literatur dapat dilakukan di lapangan, referensi dari buku, jurnal jurnal ilmiah, hasil penelitian, maupun ilmu pengetahun yang berasal dari internet. Untuk pengadaan alat dan bahan juga dipersiapkan agar penelitian dapat berjalan dengan lancar. Gambar 3.25. Proses Pengadaan dan Persiapan Bahan 3.6.2. Tahap Pengujian Pendahuluan Tahap pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sifat dan karakteristik material yang digunakan, sehingga dapat diketahui apakah material tersebut layak atau

41 tidak untuk penelitian. Adapun pengujian yang dilaksanakan adalah sebagai berikut: 3.6.2.1. Pengujian Karakteristik Bambu Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui sifat fisika dan mekanika dari bambu. Bagian bambu yang dijadikan benda uji bersal dari pangkal dan ujung bambu, hal ini dilakukan dengan harapan dapat mewakili sifat dari bambu secara keseluruhan. Adapun pengujian mengaju pada: 1. Kadar air (ISO 3130 1975) Pada pengujian kadar air, sampel yang digunakan sepanjang 12 cm dengan lebar 1 cm. Sampel mula mula ditimbang terlebih dahulu, kemudian di masukkan dalam oven selama 24 jam, kemudian sampel yang telah dioven tersebut ditimbang lagi. 2. Kerapatan (ISO 3130 1975) Pada uji kerapatan bambu, sampel yang digunakan sepanjang 12 cm dan lebar 1 cm. Cara menghitung kerapatan adalah dengan membandingkan antara berat dan volume benda uji. Gambar 3.26. Uji Kadar Air dan Kerapatan Bambu

42 3. Kuat Tekan Sejajar Serat (ISO 3132 1975) Pada pengujian ini sampel yang digunakan berukuran panjang yaitu 2 x diameter bambu. Pengujian kuat tekan sejajar serat dilakukan dengan cara meletakkan benda uji secara vertikal pada plat datar, kemudian ditekan dengan menggunakan alat UTM hingga diperoleh beban maksimum. Gambar 3.27. Kuat Tekan Sejajar Serat 4. Kuat Tarik Sejajar Serat (ISO 3346 1975) Pada uji ini digunakan sampel dengan ukuran panjang 30 cm dan lebar 2 cm. Pengujiannya adalah dengan menjepit kedua ujung sampel pada mesin UTM, dan kemudian ditarik hingga diperoleh beban maksimum.

43 Gambar 3.28. Kuat Tarik Sejajar Serat 5. Kuat Geser Sejajar Serat (ISO 3347 1975) Pada pengujian ini digunakan sampel dengan panjang yaitu 2 x diameter dan berbentuk menyerupai huruf L atau siku. Pengujiannya adalah dengan menekan salah satu sisi L tersebut menggunakan mesin UTM hingga sampel bambu pecah dan diperoleh beban maksimum. Gambar 3.29. Kuat Geser Sejajar Serat 6. Kuat Lentur (ISO 3133 1975 dan ISO 3349 1975) Pada pengujian ini digunakan sampel bambu dengan pangjang 40 cm dan lebar 5 cm. Pengujiannya adalah dengan meletakkan bambu secara horizontal pada 2 tumpuan, kemudian sampel ditekan di tengah bentang hingga diperoleh beban maksimumnya. Gambar 3.30. Kuat Lentur

44 3.6.2.2. Pengujian Bahan dasar Beton Dalam pengujian bahan dasar beton, pengujian hanya dilakukan pada agregat kasar dan agregat halus saja, sedangkan semen dan air tidak dilakukan pengujian. a) Agregat halus Pengujian agregat halus antara lain: 1. Gradasi Agregat Halus (ASTM C-136) Pengujian gradasi agregat halus harus dilakukan agar diperoleh sifat pengerjan dan kohesi campuran beton yang baik. Tujuan Pengujian ini untuk mengetahui variasi diameter butiran pasir, persentase gradasi dan modulus kehalusannya. Alat dan Bahan 1. Satu set ayakan dengan susunan diameter lubang 9,5 mm, 4,75 mm, 2,36 mm, 1,18 mm, 0,85 mm, 0,30 mm, 0,15 mm, dan pan 2. Mesin penggetar ayakan 3. Timbangan 4. Pasir kering oven Cara Kerja 1. Menyiapkan pasir sebanyak 3000 gram. 2. Memasang saringan dengan susunan sesuai dengan urutan besar diameter lubang dan yang paling bawah adalah pan. 3. Memasukkan pasir ke dalam saringan teratas kemudian ditutup rapat. 4. Memasang susunan saringan tersebut pada mesin penggetar selama 5 menit, kemudian mengambil susunan tersebut. 5. Memindahkan pasir yang tertinggal dalam masing-masing saringan ke dalam cawan lalu ditimbang. 6. Menghitung modulus kehalusan.

45 2. Kadar Lumpur Agregat Halus (ASTM C-117) Kadar lumpur sangat mempengaruhi sifat suatu agregat halus (pasir) yang digunakan dalam campuran beton. Agregat halus (pasir) dengan kadar lumpur dibawah 5 % sangat baik digunakan dalam campuran beton, sebaliknya jika pasir mengandung lebih dari 5 % kadar lumpur, maka pasir harus dicuci terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai campuran beton. Tujuan Mengetahui kadar lumpur yang terkandung dalam pasir. Alat dan Bahan 1. Pasir kering oven 2. Air bersih 3. Gelas ukur ukuran 250 cc 4. Oven 5. Timbangan 6. Cawan Cara Kerja 1. Menyiapkan sampel pasir dan mengeringkannya dalam oven. 2. Mengeringkan pasir dalam oven dengan temperatur 110 0 C selama 24 jam. 3. Mengambil pasir kering oven 100 gram lalu dimasukkan ke dalam gelas ukur 250 cc. 4. Menuangkan air ke dalam gelas ukur hingga setinggi 10 cm di atas permukaan pasir. 5. Mengocok air dan pasir minimal 10 kali, lalu membuang airnya. 6. Mengulangi perlakuan di atas hingga air tampak bersih. 7. Memasukkan pasir kedalam cawan lalu mengeringkan pasir dalam oven dengan temperatur 110 0 C selama 24 jam. 8. Setelah selesai cawan dikeluarkan dan diangin-anginkan hingga mencapai suhu kamar. 9. Menimbang pasir dalam cawan.

46 10. Menghitung kadar lumpur. Membandingkan dengan persyaratan PBI NI-2 1971, yaitu kadar lumpur maksimum 5 %, Bila lebih dari 5 % maka sebelum digunakan pasir harus dicuci terlebih dahulu. Gambar 3.31. Pengujian Kadar Lumpur Agregat Halus 3. Kadar Zat Organik dalam Agregat Halus (ASTM C-40) Kadar organic pada agregat halus (pasir) juga sangat menentukan kualitas pada saat membuat campuran beton. Menurut percobaan Abrams Harder dengan menggunakan larutan NaOH 3 % kadar zat organik dapat ditentukan dengan intensitas warna, berikut adalah tabel percobaan Abrams Harder: Tabel 3.2. Pengaruh Zat Organik Terhadap Persentase Penurunan Kekuatan Beton No. Warna Persentase kandungan zat organik 1 Jernih 0% 2 Kuning muda 0 % - 10 % 3 Kuning tua 10 % - 20 % 4 Kuning kemerahan 20 % - 30 % 5 Coklat kemerahan 30 % - 50 %

47 6 Coklat tua 50 % - 100 % (Sumber : Tabel Rooseno, 1995 dalam Ameldi, 2014)

48 Tujuan Mengetahui kadar zat organik dalam pasir berdasarkan tabel perubahan warna (Tabel 3.2). Alat dan Bahan 1. Pasir kering oven 2. Larutan NaOH 3 % 3. Gelas ukur 250 cc 4. Oven 5. Timbangan 6. Cawan Cara Kerja 1. Mengambil pasir kering oven sebanyak 130 gr dan dimasukkan ke dalam gelas ukur. 2. Memasukkan NaOH 3 % hingga volume mencapai 200 cc. 3. Mengocok pasir selama ± 10 menit. 4. Mendiamkan campuran tersebut selama 24 jam. 5. Mengamati warna air yang terjadi, bandingkan dengan Tabel 3.2. Gambar 3.32. Uji Kadar Zat Organik dalam Agregat Halus

49 4. Spesific Gravity Agregat Halus (ASTM C-128) Pengujian specific gravity sangat diperlukan guna menentukan berat jenis dari agregat halus tersebut, sehingga proporsi berat agregat halus (pasir) yang digunakan dalam campuran beton dapat dihitung. Tujuan 1. Mengetahui bulk spesific gravity, yaitu perbandingan antara berat pasir dalam kondisi kering dengan volume pasir total. 2. Mengetahui bulk specific gravity SSD, yaitu perbandingan antara berat pasir jenuh dalam kondisi kering permukaan dengan volume pasir total. 3. Mengetahui apparent spesific gravity, yaitu perbandingan antara berat pasir kering dengan volume butir pasir. 4. Mengetahui daya serap (absorpsion), yaitu perbandingan antara berat air yang diserap dengan berat pasir kering. Alat dan Bahan 1. Cawan alumunium 2. Volumetric flask 3. Conical mould 4. Timbangan 5. Oven 6. Pasir kering oven 500 gr 7. Air bersih Cara Kerja 1. Membuat dalam kondisi SSD (Saturated Surface Dry) 2. Mengambil pasir yang telah disediakan. Dianggap kodisi lapangan SSD. 3. Memasukkan ke dalam conical mould 1/3 tinggi lalu ditumbuk dengan temper sebanyak 15 kali, tinggi jatuh temper 2 cm. 4. Pasir ditambah lagi hingga 2/3 tinggi lalu ditumbuk lagi sebanyak 15 kali. 5. Pasir ditambah hingga penuh lalu ditumbuk lagi sebanyak 15 kali. 6. Memasukkan pasir lagi sampai penuh kemudian diratakan permukaannya.

50 7. Mengangkat conical mould lalu mengukur penurunan pasir yang terjadi. Pasir berada dalam kondisi SSD apabila penurunan yang terjadi sebesar 1/3 tinggi conical mould. 8. Mengambil pasir dalam kondisi SSD sebanyak 500 gram dan memasukkan ke dalam volumetric flask dan direndam dalam air selama 24 jam. 9. Menimbang berat volumetric flask + air + pasir (c). 10. Mengeluarkan pasir dari volumetric flask lalu menimbang volumetric flask + air (b). 11. Mengeringkan pasir dalam oven selam 24 jam. 12. Menimbang pasir yang telah kering oven (a). 13. Menganalisa hasil pengujian. b) Agregat Kasar Pengujian agregat kasar antara lain: 1. Gradasi Agregat Kasar (ASTM C-136) Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui diameter dari agregat kasar (kerikil) yang akan digunakan dalam campuran beton. Diameter yang digunakan harus memenuhi syarat mix design yang telah direncanakan. Tujuan Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui variasi ukuran butiran dan agregat kasar, prosentase, dan modulus halusnya. Alat dan Bahan 1. Satu set ayakan dengan susunan diameter lubang 38 mm, 25 mm, 19 mm, 12,5 mm, 9,5 mm, 4,75 mm, 2,36 mm, pan dan mesin penggetar 2. Timbangan 3. Sampel kerikil oven sebanyak 3000 gram Cara kerja 1. Menyiapkan kerikil yang telah dioven selama 24 jam dengan suhu 110 0 C seberat 3000 gram.

51 2. Menyiapkan satu set ayakan dan menyusun berurutan mulai dari diameter bawah ke atas: pan, 2,36 mm, 4,75 mm, 9,5 mm, 12,5 mm, 19 mm, 25 mm, 38 mm. 3. Menuangkan kerikil ke dalam ayakan paling atas dan menutup rapatrapat susunan ayakan tersebut dan diletakkan dimesin getar. 4. Menghidupakan mesin getar selama ± 5 menit. 5. Menimbang dan mencatat berat agregat kasar yang tertinggal di atas masing-masing ayakan. 2. Abrasi Agregat Kasar (ASTM C-131) Pengujian ini digunakan untuk mengetahui tingkat kekerasan dari agregat kasar (kerikil) yng digunakan dalam campuran beton. Tujuan Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kekerasan kerikil, prosentase dan modulus kehalusannya. Alat dan Bahan 1. Mesin Los Angeles (dipakai 12 bola baja) 2. Set ayakan dengan diameter lubang 19,5 mm, 12,5 mm, 9,5 mm, 2 mm, dan pan 3. Mesin penggetar 4. Timbangan 5. Kerikil lolos saringan 19,5 mm dan tertampung saringan 12,5 mm 6. Kerikil lolos saringan 12,5 mm dan tertampung saringan 9,5 mm Cara Kerja 1. Mencuci agregat kasar sampai bersih kemudian mengeringkan dalam oven dengan suhu 110 0 C selama 24 jam. 2. Mengambil kerikil dari oven dan membiarkannya hingga suhu kamar kemudian mengayak dengan ayakan Ø 19 mm, 12,5 mm, 9,5 mm, 2 mm. 3. Mengayak sampel hingga lolos ayakan 19,5 mm dan tertampung diayakan 12,5 mm sebanyak 5 kg.

52 4. Mengayak sampel hingga lolos ayakan 12,5 mm dan tertampung diayakan 9,5 mm sebanyak 5 kg. 5. Memasukkan benda uji yang sudah diayak sebanyak 10 kg ke mesin Los Angeles. 6. Mengunci lubang-lubang mesin Los Angeles rapat-rapat lalu hidupkan mesin. 7. Mengatur perputaran mesin sampai 500 kali perputaran. 8. Setelah diputar, mengeluarkan sampel dari mesin Los Angeles kemudian menimbang hasil perputaran yang tertahan pada ayakan 2 mm (b). 9. Mencatat hasil pengujian. 3. Spesific Gravity Agregat Kasar (ASTM C-127) Pengujian specific gravity sangat diperlukan guna menentukan berat jenis dari agregat kasar tersebut, sehingga proporsi berat agregat kasar (kerikil) yang digunakan dalam campuran beton dapat dihitung. Tujuan 1. Mengamati bulk spesific gravity, yaitu perbandingan antara berat kerikil dalam kondisi kering dengan volume pasir total. 2. Mengetahui bulk spesific SSD, yaitu perbandingan antara berat kerikil jenuh dalam kondisi kering permukaan dengan volume kerikil total. 3. Mengetahui apparent spesific gravity, yaitu perbandingan antara berat kerikil kering dengan volume butir kerikil. 4. Mengetahui daya serap (absorbsion), yaitu perbandingan antara berat air yang diserap dengan berat kerikil kering. Alat dan Bahan 1. Timbangan / neraca kapasitas 5 kg ketelitian 100 mg 2. Bejana dan kontainer 3. Ember 4. Oven 5. Agregat kasar

53 6. Air jernih. Cara Kerja 1. Mengambil kerikil (sampel) kemudian dicuci untuk menghilangkan kotoran. 2. Mengeringkan kerikil dalam oven dengan suhu 110 0 C selama ± 24 jam. 3. Mendiamkan kerikil setelah dioven hingga mencapai suhu ruang. 4. Menimbang kerikil seberat 3000 gram (a). 5. Memasukkan kerikil ke dalam kontainer dan direndam selam 24 jam. 6. Setelah 24 jam, menimbang kontainer dan kerikil dalam keadaan terendam dalam air. 7. Mengangkat kontainer dari dalam air kemudian mengeringkan kerikil dengan dilap. 8. Menimbang kerikil dalam kondisi SSD (b). 9. Menimbang kontainer (dalam keadaan tercelup air). 10. Menghitung berat agregat dalam air dengan cara mengurangkan hasil penimbangan langkah ke-6 dengan kontainer (c). 3.6.2.3. Pengujian Kuat Tarik Tulangan Baja Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui tegangan leleh dan tegangan maksimum baja sehingga diketahui mutu baja yang digunakan. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan alat Universal Testing Machine (UTM), dengan tahap sebagai berikut: a. Mengukur diameter tulangan baja lalu menghitung luasnya (A). b. Meletakkan pada alat tarik lalu memberikan beban (P). c. Mencatat beban saat baja terjadi leleh, beban maksimum baja dan beban saat baja mengalami putus. Dalam penelitian ini baja yang diuji yaitu baja ulir D 7,45 mm sebagai tulangan utama dan baja polos diameter 5,6 mm sebagai sengkang.

54 Gambar 3.33. Pengujian Kuat Tarik Tulangan Baja 3.6.3. Rencana Campuran Beton (Mix Design) dan Pembuatan Benda Uji Silinder Rencana campuran beton bertujuan untuk menentukan proporsi campuran material pembentuk beton agar memenuhi persyaratan umum maupun teknis, sehingga beton yang dibuat dapat sesuai dengan yang direncanakan. Perancangan proporsi campuran beton ini menggunakan metode SNI 03-2834-2000 (Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal), berikut ini adalah langkah langkah perancangan mix design: 1. Menetapkan kuat tekan beton yang disyaratkan (fc ) pada umur tertentu dan nilai standar deviasi (S r ) berdasarkan hasil pengalaman praktek pelaksana. 2. Menghitung nilai tambah (margin) (M).

55 3. Menetapkan kuat tekan rata-rata yang direncanakan (f cr). 4. Menetapkan jenis semen PPC kegunaan tipe 1. 5. Menentukan jenis agregat, berupa agregat alami atau batu pecah berdasarkan Tabel 2.3. 6. Menetapkan faktor air-semen berdasarkan jenis semen, jenis agregat kasar dan kuat tekan rata-rata. 7. Menetapkan faktor air-semen maksimum berdasarkan Tabel 2.4. 8. Menentukan nilai slump. 9. Menetapkan besar butir agregat maksimum. 10. Menetapkan jumlah air yang diperlukan per meter kubik beton, berdasarkan ukuran maksimum agregat, jenis agregat, dan nilai slump yang diinginkan. 11. Menghitung Berat semen yang diperlukan dan kebutuhan semen minimum. 12. Menentukan daerah gradasi agregat halus berdasarkan Tabel 2.6 13. Menetapkan nilai perbandingan antara agregat halus dan agregat kasar. 14. Menghitung nilai berat jenis agregat campuran. 15. Menghitung kebutuhan agregat campuran. 16. Menghitung berat agregat halus yang diperlukan. 17. Menghitung berat agregat kasar yang diperlukan.

56 3.6.4. Pengujian Kuat Tekan Beton Mix Design Pengujian beton dilakukan pada saat umur beton telah mencapai 28 hari. Sampel pengujian beton berupa silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kuat tekan maksimal beton dengan cara diberikan beban yang maksimal. Alat yang digunakan dalam pengujian ini adalah Compression Testing Machine (CTM) dengan tata cara pengujian yang umum digunakan yaitu mengacu pada standar ASTM 39 atau yang disyaratkan PBI 1989, berikut ini langkah langkah dalam pengujian beton: 1. Menyiapkan benda uji silinder beton yang akan diuji. 2. Meletakkan benda uji silinder beton pada alat uji kuat tekan CTM. 3. Mengatur jarum CTM tepat pada posisi nol. 4. Menyalakan CTM kemudian membaca jarum penunjuk beban sampai silinder beton hancur. 5. Mencatat besarnya nilai beban tekan maksimum yang kemudian digunakan untuk menghitung nilai kuat tekan silinder beton. Gambar 3.34. Pengujian Kuat Tekan Beton Mix Design

57 3.6.5. Tahap Pembuatan Benda Uji Dalam penelitian ini, benda uji balok beton bertulang dibuat seperti Gambar 3.6, yang ditanam tulangan bambu petung pipih bertakikan dan baja ulir seperti Gambar 3.8 dengan jumlah tercantum pada Tabel 3.1. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pembuatan benda uji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mencari dan menyiapkan bambu Petung yang akan dijadikan tulangan. Kemudian bambu dipotong berbilah-bilah dengan ukuran yang telah ditentukan. Gambar 3.35. Mempersiapkan Tulangan Bambu Petung 2. Bagian bambu yang digunakan adalah bagian kulitnya dengan ketebalan 30% dari ketebalan total.

58 Gambar 3.36. Membuat Tulangan Bambu Petung 3. Tulangan bambu dibentuk pipih dengan dimensi P = 1650 mm, L = 20 mm dan T = 5,2 mm. Gambar 3.37. Pengukuran Bambu 4. Bambu diawetkan dengan cara direndam dengan air yang diberi zat boraks dan asam boriks dengan perbandingan 3:2, konsentrasi 10% selama 5 hari lalu dikeringkan dengan cara diangin-angin selama 7 hari. Gambar 3.38. Pengawetan Bambu 5. Kemudian bambu yang telah dibilah bilah sesuai dengan ukuran dibuat takikan/coakan yang berbentuk U sejajar dengan jarak 15 cm dan lebar takikan 3 cm.

59 Gambar 3.39. Pembuatan Takikan pada Bambu 6. Kemudian bambu yang telah ditakik dirangkai menjadi satu dengan tulangan sengkang dengan diameter 5,6 mm. Gambar 3.40. Perakitan Tulangan 7. Membuat bekisting dengan dimensi bagian dalam P = 1700 mm, L = 110 mm dan T = 150 mm.

60 Gambar 3.41. Pembuatan Bekisting 8. Memasukan tulangan bambu yang telah dirangkai ke dalam bekisting. 9. Mengolesi oli pada bagian dalam bekisting sebelum dicor. 10. Menimbang material beton sesuai kebutuhan mix design. Gambar 3.42. Menimbang Material 11. Kemudian material beton dimasukkan ke dalam mollen untuk diaduk. Gambar 3.43. Memasukkan Material Kedalam Molen 12. Untuk mengetahui kelecakan atau work ability adukan beton maka dilakukan uji slump dengan menggunakan kerucut Abrams.

61 Gambar 3.44. Uji Slump 13. Beton segar yang telah diaduk dan diuji slump, dituang ke dalam bekisting yang telah disiapkan sebelumnya, kemudian dipadatkan menggunakan alat penggetar atau batang besi dengan cara ditusuk-tusuk. Gambar 3.45. Memasukkan Beton Segar Kedalam Bekisting 14. Setelah dipadatkan, permukaan beton kemudian diratakan dengan menggunakan cetok. 15. Kemudian beton yang telah selesai dicor didiamkan selama kurang lebih 24 jam pada ruangan yang terbebas dari tetesan hujan secara langsung.

62 16. Setelah kurang lebih 24 jam, bekisting dapat dibongkar dan dilakukan curing dengan menggunakan karung basah yang diselimutkan ke beton serta disiram secara berkala selama 7 hari. Gambar 3.46. Curing Beton 17. Setelah 7 hari curing, kemudian balok beton didiamkan selama 28 hari terhitung semenjak hari pengecoran dilakukan. Hal ini dilakukan guna mendapatkan mutu beton yang diharapkan serta siap untuk diuji. 3.6.6. Tahap Pengujian Kuat Lentur Pengujian kuat lentur dilakukan untuk mengetahui nilai kuat lentur pada benda uji berupa beton balok bertulangan bambu maupun bertulangan baja. Pengujian dilakukan pada saat beton berumur 28 hari dan alat yang digunakan adalah loading frame dan alat pembagi gaya menjadi 2 gaya sama besar. Tetapi seblum dilakukan pengujian pada beton balok, maka beton balok harus di cat terlebih dahulu dan digambar kotak kotak untuk mengetahui retakan yang terjadi pada benda uji balok pada saat uji kuat lentur dilakukan.

63 Gambar 3.47. Pengecatan dan Penggambaran Notasi Balok Berikut adalah model pembebanan yang akan diberikan pada balok: P 100 500 500 500 100 1/3 L 1/3 L 1/3 L Gambar 3.48. Pembebanan Benda Uji Secara umum setup alat uji yang digunakan untuk pengujian kapasitas lentur benda uji sudah sesuai standar dengan 2 titik pembebanan. Adapun setting up alatnya adalah sebagai berikut : Hydraulic Pump Loading Frame Hydraulic Jack Transducer Pembagi Beban Benda Uji Balok Dial Gauge Transduce Gambar 3.49. Setting Up Alat Penguji Balok

64 Adapun tahapan dalam pengujian adalah sebagai berikut : 1. Mempersiapkan semua peralatan pengujian. 2. Menempatkan benda uji balok ke alat uji dan memposisikan benda uji berada di tengah tengah alat uji. Gambar 3.50. Mengatur Balok pada Loading Cell 3. Menempatkan pembagi beban di atas benda uji balok dan memposisikannya berada di tengah tengah benda uji balok. Gambar 3.51. Mengatur Pembagi Beban pada Balok 4. Menaruh beban yang sudah di-setting dengan load cell, transducer, hydraulic jack, dan hydraulic pump di atas pembagi beban.

65 Gambar 3.52. Menempatkan Load Cell dan Beban pada Balok 5. Men-setting dial gauge yang diletakkan pada tengah balok. Gambar 3.53. Men-setting Dial Gauge pada Tengah Balok 6. Memulai pengujian kuat lentur. Gambar 3.54. Pengujian Balok

66 7. Mencatat penurunan yang terjadi di setiap interval pembebanan 50 kg. Gambar 3.55. Pencatatan Penurunan Balok 8. Menggambar pola retakan yang terjadi pada benda uji balok. Gambar 3.56. Penggambaran Retakan pada Balok 9. Melakukan tahap 7 dan 8 sampai benda uji balok mengalami keruntuhan. 3.6.7. Tahap Analisis Data Pada tahap ini, data yang diperoleh dari hasil pengujian dianalisis untuk mendapatkan hubungan antara variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian. 3.6.8. Tahap Kesimpulan dan Saran Pada tahap ini, data yang telah dianalisis dibuat suatu kesimpulan yang berhubungan dengan tujuan penelitian.