Pengaruh Konsentrasi Inokulum dan Lama Hidrolisis Bagasse oleh Aspergillus niger pada Proses Produksi Bioetanol

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN. lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

Teknik Bioenergi Dosen Pengampu: Dewi Maya Maharani. STP, M.Sc

BAB I PENDAHULUAN. Energi (M BOE) Gambar 1.1 Pertumbuhan Konsumsi Energi [25]

BAB I PENDAHULUAN. samping itu, tingkat pencemaran udara dari gas buangan hasil pembakaran bahan

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan energi semakin meningkat dengan peningkatan jumlah

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini meningkat. Pada tahun

PEMBUATAN BIOETANOL DARI BIJI DURIAN MELALUI HIDROLISIS. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh : Fifi Rahmi Zulkifli

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi pisang nasional.

I. PENDAHULUAN. Saat ini persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia semakin

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia semakin tahun

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Sedangkan ketersediaan

SUBSTITUSI EKSTRAK AMPAS TEBU TERHADAP LAJU KEASAMAN DAN PRODUKSI ALKOHOL PADA PROSES PEMBUATAN BIOETHANOL BERBAHAN DASAR WHEY

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Segala penciptaan Allah SWT dan fenomena alam yang terjadi pasti terdapat

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji Somogyi-Nelson pada substrat kulit buah kakao

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BIOETHANOL. Kelompok 12. Isma Jayanti Lilis Julianti Chika Meirina Kusuma W Fajar Maydian Seto

PENGARUH KONSENTRASI RAGI TERHADAP KADAR ETANOL HASIL FERMENTASI JERAMI PADI (Oryza sativa) SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN BIOETANOL ALTERNATIF

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Sebagian besar produksi dihasilkan di Afrika 99,1 juta ton dan 33,2 juta ton

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup.

BAB I PENDAHULUAN. Advisory (FAR), mengungkapkan bahwa Indonesia adalah penyumbang

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan sudah tidak layak jual atau busuk (Sudradjat, 2006).

FKIP, UNIVERSITAS PGRI MADIUN ABSTRAK ), 25% (K 3. ), 9hari (L 3

I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang dan Masalah. Kebutuhan energi makin lama makin meningkat. Peningkatan kebutuhan

TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari

PENGGUNAAN PRETREATMENT BASA PADA DEGRADASI ENZIMATIK AMPAS TEBU UNTUK PRODUKSI ETANOL

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan

I. PENDAHULUAN. Persediaan bahan bakar fosil yang bersifat unrenewable saat ini semakin

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput

PENGARUH WAKTU TERHADAP KANDUNGAN GLUKOSA PADA REAKSI HIDROLISA ENZIMATIS DAUN API API (Avecennia alba) DENGAN MENGGUNAKAN SELULASE

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. menurun. Penurunan produksi BBM ini akibat bahan bakunya yaitu minyak

BAB III METODE PENELITIAN. variasi suhu yang terdiri dari tiga taraf yaitu 40 C, 50 C, dan 60 C. Faktor kedua

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Noor Azizah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan istilah yang tidak asing lagi saat ini. Istilah bioetanol

BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT SINGKONG MELALUI PROSES HIDROLISIS SDAN FERMENTASI DENGAN N SACCHAROMYCES CEREVISIAE

Jurnal Atomik., 2016, 01 (2) hal 65-70

PEMBUATAN ETANOL DARI KULIT PISANG MENGGUNAKAN METODE HIDROLISIS ENZIMATIK DAN FERMENTASI

I. PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan suatu bentuk energi alternatif, karena dapat. mengurangi ketergantungan terhadap Bahan Bakar Minyak dan sekaligus

I. PENDAHULUAN. itu, diperlukan upaya peningkatan produksi etanol secara besar-besaran

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PEMANFAATAN SAMPAH SAYURAN SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOETANOL.

I. PENDAHULUAN. yang tidak dapat diperbaharui) disebabkan oleh pertambahan penduduk dan

PEMBUATAN BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT SINGKONG MELALUI PROSES HIDROLISA ASAM DAN ENZIMATIS

SKRIPSI. PRODUKSI BIOETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae DARI BIJI DURIAN (Durio zibethinus Murr.) DENGAN VARIASI JENIS JAMUR DAN KADAR PATI

Mulai. Identifikasi Masalah. Studi Literatur. Pengadaan Alat dan Bahan a. Pengadaan alat b. Pengadaan tetes tebu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ervi Afifah, 2014 Produksi Gula Hidrolisat Dari Serbuk Jerami Padi Oleh Beberapa Fungi Selulolitik

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. sebagai bahan bakar. Sumber energi ini tidak dapat diperbarui sehingga

BIOETANOL DARI BONGGOL POHON PISANG BIOETHANOL FROM BANANA TREE WASTE

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tersebut, pemerintah mengimpor sebagian BBM. Besarnya ketergantungan

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorium jurusan pendidikan biologi Universitas Negeri Gorontalo. Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. disegala bidang industri jasa maupun industri pengolahan bahan baku menjadi

Peralatan dan Metoda

PEMBUATAN BIOETANOL DARI RUMPUT GAJAH

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN SACCHAROMYCES CEREVISIAE TERHADAP TINGKAT PRODUKSI BIOETANOL DENGAN BAHAN BAKU TETES TEBU

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting, terutama di jaman modern dengan mobilitas manusia yang sangat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009

KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA

PRODUKSI GULA REDUKSI DARI BAGASSE TEBU MELALUI HIDROLISIS ENZIMATIK MENGGUNAKAN CRUDE ENZYME SELULASE DAN XYLANASE

I. PENDAHULUAN. Pada masa sekarang konsumsi bahan bakar minyak sangat tinggi,

3 METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. alternatif penanganan limbah secara efektif karena dapat mengurangi pencemaran

BAB I. PENDAHULUAN. bahan bakar fosil. Kebutuhan energi nasional ditopang minyak bumi sekitar 51,66%,

BAB I PENDAHULUAN. Pakan sangat penting bagi kesuksesan peternakan unggas karena dalam

KUALITAS BIOETANOL LIMBAH PADAT BASAH TAPIOKA DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA. Skripsi

Pengaruh Rasio Pelarut dan Berat Yeast pada Proses Fermentasi Pati Keladi (Colocasia esculenta) menjadi Etanol

PEMBUATAN BIOETANOL DARI AMPAS UMBI DAHLIA DENGAN HIDROLISA ENZIMATIK

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kebutuhan bahan bakarnya

BIOETANOL DARI LIGNOSELULOSA: POTENSI PEMANFAATAN LIMBAH PADAT DARI INDUSTRI MINYAK KELAPA SAWIT

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

BAB I PENDAHULUAN. bakar alternatif pengganti minyak bumi yang terbaru dan lebih ramah lingkungan. Salah

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - November 2011 :

BAB I PENDAHULUAN. fosil (Meivina et al., 2004). Ditinjau secara global, total kebutuhan energi dunia

I. PENDAHULUAN. zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik sehingga. memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi (Gunam et al., 2004).

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL HASIL FERMENTASI TEPUNG UMBI KETELA POHON (Manihot utilissma, Pohl) VARIETAS MUKIBAT DENGAN PENAMBAHAN Aspergillus niger

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah

Hak Cipta milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. selulosa dan lignin yang terdapat pada dinding sel tumbuhan. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat seiring dengan terus meningkatnya pertumbuhan

1.3 TUJUAN PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini di laksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

PENGARUH WAKTU FERMENTASI DAN PERSENTASE STARTER PADA NIRA AREN (Arenga pinnata) TERHADAP BIOETHANOL YANG DIHASILKAN

PEMBUATAN BIOETANOL DARI KULIT NANAS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Fermentasi dan Variasi Kadar Urea terhadap ph Setelah Fermentasi

PEMANFAATAN KULIT JAGUNG (Zea mays) UNTUK PRODUKSI GLUKOSA MENGGUNAKAN KAPANG Trichoderma sp.

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri semakin berkurang, bahkan di

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Nanas. Masyarakat Indonesia menkonsumsi nanas hanya 53%, dan sisanya masih

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

Transkripsi:

SP-015-010 Proceeding Biology Education Conference (ISSN: 2528-5742), Vol 13(1) 2016: 827-831 Pengaruh Konsentrasi Inokulum dan Lama Hidrolisis Bagasse oleh Aspergillus niger pada Proses Produksi Bioetanol Nasrul Rofiah Hidayati*, Pujiati, Devi Triana Rahayu IKIP PGRI MADIUN *Corresponding author: nasrul.rofiah@gmail.com Abstract: Keywords: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi inokulum Aspergillus niger dan lama hidrolisis terhadap kadar bioetanol bagasse. Proses produksi bioetanol salah satunya adalah hidrolisis menggunakan kapang Aspergillus niger. Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimen dengan menggunakan hidrolisis oleh kapang Aspergillus niger. Penelitian ini terdiri dari 2 variabel bebas, yaitu konsentrasi inokulum Aspergillus niger yang terdiri dari 4 level meliputi P1 (0 ml/g), P2 (0,2 ml/g), P3 (0,4 ml/g), P4 (0,6 ml/g), dan lama hidrolisis yang terdiri dari 5 level meliputi K1 (24 jam), K2 (48 jam), K3 (72 jam), K4 (96 jam), dan K5 (120 jam). Variabel terikat yang dihitung pada penelitian ini adalah kadar bioetanol bagasse. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan anava dua jalur dan uji lanjut LSD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi inokulum Aspergillus niger dan lama hidrolisis berpengaruh terhadap kadar bioetanol bagasse, pada perlakuan konsentrasi inokulum 0,6 ml/g dan lama hidrolisis 72 jam menghasilkan bioetanol dengan kadar tertinggi yaitu 68%, sedangkan pada perlakuan konsentrasi inokulum 0 ml/g dan lama hidrolisis 24 jam menghasilkan bioetanol dengan kadar terendah yaitu 39%. Bioetanol, Bagasse, Hidrolisis, Aspergillus niger. 1. PENDAHULUAN Peningkatan jumlah penduduk secara berkelanjutan akan berdampak pada meningkatnya kebutuhan energi, dimana kebutuhan energi yang paling dominan adalah pada sektor sarana transportasi dan aktivitas industri yang mana kegiatan tersebut banyak membutuhkan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang berasal dari minyak bumi. Keberadaan minyak bumi berbasis bahan bakar fosil yang sifatnya tidak dapat diperbaharui (unrenewable) hingga saat ini menempati urutan yang pertama. Jika penggunaan yang terus meningkat seiring perkembangan zaman maka dapat diperkirakan minyak bumi yang ada tidak dapat mencukupi kebutuhan energi. Penggunaan bahan bakar fosil juga menyebabkan konsentrasi CO 2 dan gas rumah kaca yang lain di udara meningkat (Kurniasari, L., Hartati, I., Yulianto, M, E., 2008). Salah satu usaha untuk memperkecil permasalahan tersebut adalah dengan penggunaan bioetanol sebagai alternatif pengganti bahan bakar berbasis fosil. Indonesia merupakan negara yang sangat potensial sebagai penghasil bahan baku untuk bahan bakar alternatif selain minyak bumi. Keterbatasan persediaan cadangan minyak bumi dan isu lingkungan menyebabkan negara-negara di dunia mulai beralih pada produksi atau pemanfaatan bahan bakar nabati (Usmana, S, A., Rianda, S., Novia, 2012). Bioetanol yang diproduksi saat ini pada umumnya dibuat dari bahan-bahan yang mengandung karbohidrat tinggi misalnya: tebu, singkong, ubi, jagung, dll yang merupakan bahan pangan yang mempunyai nilai jual, selain bahan yang mengandung karbohidrat, bioetanol dapat diproduksi dari biomassa lignoselulosa. Salah satu biomassa lignoselulosa di Indonesia yang melimpah dan tidak dimanfaatkan secara maksimal adalah bagasse (ampas tebu). Indonesia merupakan negara penghasil gula. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya pabrik-pabrik gula berdiri di Indonesia, banyaknya gula yang dihasilkan memerlukan bahan baku tebu yang banyak pula. Limbah hasil penggilingan tebu yang biasa disebut bagasse (ampas tebu) akan melimpah seiring banyaknya tebu yang diolah menjadi gula. Bagasse (ampas tebu) merupakan hasil samping dari proses ekstraksi tebu. Bagasse biasanya sebagian kecil hanya digunakan sebagai bahan bakar dan sisanya ditimbun sebagai buangan yang memiliki nilai ekonomis rendah. Penimbunan bagasse akan menimbulkan permasalahan bagi pabrik maupun masyarakat di lingkungan sekitar pabrik gula diantaranya mengotori lingkungan pabrik, dan menyita lahan yang luas untuk penyimpanannya. Bagasse (ampas tebu) memiliki kandungan selulosa yang tinggi tinggi mencapai 40,59%, 15,91% hemiselulosa, dan kandungan lignin 17,50% (Gunam, I., Wartini, N., Anggraeni, A., Suparyana, P., 2011). Kandungan selulosa dalam bagasse yang tinggi inilah yang berpotensi menjadikannya menjadi bioetanol, dimana selulosa akan dihidrolisis menjadi glukosa dengan enzim selulosa yang dihasilkan oleh kapang Aspergilus niger kemudian difermentasi menjadi Seminar Nasional XIII Pendidikan Biologi FKIP UNS 827

Hidayati et al. Pengaruh Konsentrasi Inokulum dan Lama Hidrolisis Bagasse Oleh Aspergillus Niger etanol. Aspergillus niger menghasilkan beberapa enzim antara lain: amilase, pektinase, amiloglukosidase, dan selulase, serta enzim fitase ekstraseluler Conneely (dalam Marlina, E., Balia, R dan Harlia, E, 2011), dimana enzim tersebut yang akan mendegadrasi selulosa menjadi glukosa. Setelah menjadi glukosa, selulosa ini difermentasi menjadi etanol (Gunam, I., Aryanta, W, R., Darma, B, N, S., 2011: 30). Bioetanol berasal dari dua kata yaitu "bio" dan "etanol" yang berarti sejenis alkohol yang terbuat dari bahan baku tanaman. Bioetanol bersumber dari gula sederhana, pati dan selulosa. Rumus kimia etanol adalah C nh 2n+OH. Proses pembuatan bioetanol berbahan dasar biomassa lignoselulosa melibatkan langkah dasar yaitu: a. Pretreatment (perlakuan pendahuluan) untuk delignifikasi yaitu membebaskan selulosa dan hemiselulosa sebelum hidrolisis. b. Hidrolisis selulosa dan hemiselulosa menghasilkan gula termasuk glukosa, xilosa, arabinosa, galaktosa, mannose, adapun proses hidrolisis oleh enzim selulosa dapat dilihat pada gambar dibawah ini: Gambar 1. Metabolisme selulosa Sumber : Purwoko, T., 2009 Degradasi selulosa menjadi glukosa memerlukan 3 enzim, yaitu endo β-1,4-glukanase yang memecah selulosa menjadi lebih pendek (oligosakarida), ekso β-1,4-glukanase memotong oligosakarida menjadi selobiosa (disakarida) dari ujung nonreduksi, dan β-glukosidase memecah selobiosa menjadi glukosa selanjutnya glukosa diglikolisis. c. Fermentasi gula reduksi menjadi etanol. Selama proses fermentasi selain menghasilkan alkohol dan karbondioksida, juga terdapat produk lain yang disebut asam asetat. Sebanyak 95,5% gula bila difermentasi akan menghasilkan 57,7% etanol, 33,3% karbondioksida, dan 2,5% asam asetat. Perubahan gula pereduksi menjadi etanol dilakukan oleh enzim intervase, yaitu enzim komplek yang terkandung dalam ragi. Reaksinya adalah sebagai berikut: C 6H 12O 6 invertase 2C 2H 5OH + 2CO 2 + 2 ATP d. Destilasi bioetanol, larutan fermentasi kemungkinan mengandung air, etanol, dan biomassa yang tersisa. Prinsip kerja destilasi adalah dengan mempertimbangkan titik didih masing-masing larutan. Titik didih etanol murni adalah 78 C sedangkan air adalah 100 C (kondisi standar). Pemanasan larutan pada suhu 78-80 C akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan melalui unit kondensasi akan bisa menghasilkan etanol dengan konsentrasi lebih tinggi. Selanjutnya untuk mengetahui kadar etanol yang dihasilkan dari proses destilasi, maka perlu dianalisa atau diukur kadarnya dengan metode menentukan berat jenis etanol yang dihasilkan. Berat jenis dihitung dengan rumus berikut: ρ= m v Keterangan: ρ : Berat Jenis Larutan Standar Etanol (g/ml) m: Massa (g) v : Volume Piknometer (ml) 2. METODOLOGI Penelitian ini dilakukan di laboratorium Biologi IKIP PGRI Madiun. Metode yang digunakan adalah eksperimen menggunakan rancangan acak lengkap. Parameter yang diteliti adalah kadar bioetanol bagasse. Variabel yang pertama adalah konsentrasi inokulum Aspergillus niger yaitu: P 1 (0 ml/g), P 2 (0,2 ml/g), P 3 (0,4 ml/g), dan P 4 (0,6 ml/g). Variabel yang kedua adalah lama hidrolisis yaitu: K 1 (24 jam), K 2 (48 jam), K 3 (72 jam), K 4 (96 jam), dan K 5 (120 jam). Data yang diperoleh dari masing-masing perlakuan dianalisis dengan anava dua jalur, apabila perlakuan berpengaruh nyata (signifikan) terhadap parameter yang diteliti maka dilanjutkan dengan uji LSD. Proses pembuatan bioetanol melalui tahap-tahap berikut: a. Pretreatment secara fisika yaitu pengeringan, pencacahan, kemudian pemanasan dengan suhu tinggi. b. Hidrolisis secara enzimatis menggunakan kapang Aspergillus niger. c. Fermentasi menggunakan yeast Saccaromyces cerevisiae. d. Destilasi e. Penetapan kadar bioetanol menggunakan picnometer. Alat dan bahan yang digunakan antara lain: Alat penelitian: Botol infus berukuran 500 ml, autoclave Merk All American model 25 X-2, cawan petri, mikropipet, erlenmeyer, beaker glass, pemanas spiritus, botol spray, neraca analitik, spatula, Rotari Orbital merk Wina type 109 A, destilator, labu alas bulat, gelas 828 Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajarannya

Proceeding Biology Education Conference (ISSN: 2528-5742), Vol 13(1) 2016: 827-831 ukur, erlenmeyer, pemanas, neraca analitik merk Meitler AE 200, piknometer. Bahan penelitian: Bagasse (ampas tebu) dalam keadaan kering, aquadest, kapang Aspergillus niger murni, glukosa, KH 2PO 4, MgSO 4, kapas, alumunium foil, yeast Saccharomyces cerevisiae merk fermipan, PDA (Potato Dextrose Agar), gula. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis dengan anava dua jalur diperoleh hasil bahwa konsentrasi inokulum Aspergillus niger dan lama hidrolisis memiliki nilai signifikansi 0,05 yang berarti ada pengaruh konsentrasi inokulum dan lama hidrolisis terhadap kadar bioetanol bagasse. Gambar 2. Histogram pengaruh konsentrasi inokulum Aspergillus niger dan lama hidrolisis terhadap kadar bioetanol bagasse Hasil rata-rata perhitungan kadar bioetanol menunjukkan kadar tertinggi yaitu 68% pada perlakuan P 3K 3 yaitu konsentrasi inokulum 0,6 ml/g dan lama hidrolisis 72 jam. Dan kadar terendah yaitu 39% terdapat pada perlakuan P 0K 1 yaitu konsentrasi 0 ml/g dan lama hidrolisis 24 jam. Adapaun histogram pengaruh konsentrasi inokulum dan lama hidrolisis Aspergillus niger terhadap kadar bioetanol bagasse dapat dilihat pada Gambar 2 dibawah ini: Pengaruh Konsentrasi Inokulum Aspergillus niger Terhadap Kadar Bioetanol Bagasse Berdasarkan hasil uji hipotesis menggunakan anava dua jalur menunjukkan konsentrasi inokulum Aspergillus niger berpengaruh terhadap kadar bioetanol bagasse dan rerata kadar bioetanol dapat dilihat pada histogram pada gambar 3 dibawah ini: Gambar 3. Histogram pengaruh kosentrasi inokulum Aspergillus niger terhadap kadar bioetanol bagasse Gambar 3. menunjukkan pada perlakuan P 0 (konsentrasi inokulum 0 ml/g) memiliki rata-rata kadar bioetanol 49,2%, kemudian perlakuan P 1 (konsentrasi inokulum 0,2 ml/g) rata-rata kadar bioetanol meningkat yaitu 53,2%, hal ini menunjukan bahwa dalam pertumbuhannya kapang Aspergillus niger mampu menghasilkan enzim selulase dan digunakan untuk mendegradasi selulosa menjadi glukosa yang akan difermentasi dengan bantuan yeast Saccharomyces cerevisiae menjadi etanol dan karbondioksida, selanjutnya pada perlakuan P 2 (konsentrasi inokulum 0,4 ml/g) dan P 3 (konsentrasi inokulum 0,6 ml/g) menghasikan bioetanol dengan kadar yang cenderung meningkat secara berturut-turut yaitu 58% dan 60,6%, sehingga pada perlakuan P 3 (konsentrasi inokulum 0,6 ml/g) menghasilkan ratarata kadar bioetanol tertinggi dibandingkan dengan perlakuan konsentrasi inokulum 0 ml/g, 0,2 ml/g, dan 0,4 ml/g Rata-rata kadar bioetanol tertingi yaitu pada perlakuan P 3 yang dihidrolisis oleh Aspergillus niger dengan konsentrasi inokulum yang tinggi (0,6 ml/g) menunjukkan bahwa enzim selulase yang dihasilkan oleh Aspergillus niger untuk memecah selulosa menjadi gula yang lebih sederhana (glukosa) lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian inokulum dengan konsentrasi yang rendah dan kadar glukosa meningkat, sehingga dalam proses fermentasi glukosa menjadi etanol oleh yeast Saccharomyces cerevisiae mencapai kadar yang lebih tinggi. Penelitian Usmana, S.A, Rianda, S dan Novia (2012) menuturkan bahwa semakin banyak jumlah enzim selulase yang dihasilkan kapang Aspergillus niger dalam pembuatan etanol berbahan baku tandan kosong kelapa sawit maka kadar etanol yang dihasilkan juga semakin meningkat. Aspergillus niger dalam metabolismenya menghasilkan beberapa enzim selulase dan amilo glukosidase (Hermiati, Mangunwidjaja, Sunarti, Suparno, Prasetyo, 2010). Enzim-enzim yang dihasilkan oleh Aspergillus niger akan digunakan untuk mendegradasi selulosa yang terkandung dalam bagasse menjadi gula sederhana (glukosa). Enzim tersebut antara lain endo β-1,4-glukanase yang memecah selulosa menjadi lebih pendek (oligosakarida), ekso β-1,4-glukanase memotong oligosakarida menjadi selobiosa (disakarida) dari Seminar Nasional XIII Pendidikan Biologi FKIP UNS 829

Hidayati et al. Pengaruh Konsentrasi Inokulum dan Lama Hidrolisis Bagasse Oleh Aspergillus Niger ujung nonreduksi, dan β-glukosidase memecah selobiosa menjadi glukosa (Purwoko, 2009: 121). Selanjutnya glukosa difermentasi dengan bantuan Saccharomyces cerevisiae akan menghasilkan etanol dan karbondioksida dengan persamaan reaksi sebagai berikut (Lud Waluyo, 2011: 150) : C 6H 12O 6 2 CH 3CH 2OH + 2 CO 2 + 31,2 kkal Glukosa etanol karbondioksida Saccharomyces cerevisiae biasa digunakan dalam produksi etanol karena mampu menghasilkan enzim zymase yang dapat mengkonversi gula menjadi alkohol (Azizah, N, Mulyani, 2012). Pengaruh Lama Hidrolisis Terhadap Kadar Bioetanol Bagasse Berdasarkan hasil uji hipotesis menggunakan anava dua jalur menunjukkan lama hidrolisis berpengaruh terhadap kadar bioetanol bagasse dan rerata kadar bioetanol dapat dilihat pada histogram pada gambar 5 dibawah ini: Gambar 5. Histogram pengaruh lama hidrolisis terhadap kadar bioetanol bagasse Gambar 5. menunjukkan pada perlakuan K 1 (lama hidrolisis 24 jam) memiliki rata-rata kadar bioetanol 51,25 %, hal ini menunjukkan pada saat 24 jam kapang Aspergillus niger berada pada fase lag dimana pada fase ini kapang masih menyesuaikan diri dengan substrat dan kondisi lingkungan, sehingga belum terjadi pembelahan sel karena beberapa enzim mungkin belum disintesis (Lud Waluyo, 2007: 103), kemudian pada waktu hidrolisis 48 jam (K 2), dan 72 jam (K 3) rata-rata kadar bioetanol meningkat secara berturut-turut yaitu 54,5% dan 59,75%. Pada waktu hidrolisis 96 jam (K 4) menunjukkan kadar bioetanol menurun yaitu 47,25%, namun pada waktu hidrolisis 120 jam (K 5) rata-rata bioetanol meningkat mencapai kadar tertinggi yaitu 63,5%. Meningkatnya kadar bioetanol hingga waktu hidrolisis 72 jam menunjukkan bahwa kapang berada pada fase pertumbuhan, dimana pada fase ini metabolisme kapang menghasilkan enzim selulase yang optimal. Hal ini sesuai dengan penelitian Rofik, S dan Riwayati, I (2013) yang menyatakan bahwa waktu optimum yang dibutuhkan untuk reaksi hidrolisa enzimatis adalah 72 jam dengan kadar glukosa yaitu 22,04%. Pada waktu hidrolisis 96 jam 830 Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajarannya rata-rata kadar bioetanol mengalami penurunan dan menghasilkan kadar bioetanol terendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu 47,25%, hal ini dapat disebabkan nutrisi yang berkurang dan sudah tidak menunjang kapang Aspergillus niger untuk berkembang, sehingga kapang banyak yang mati, selain itu menurut Kusumaningtyas et, al, 2005 dalam (Pujiati, 2014) kadar air yang tinggi akan mempercepat pertumbuhan kapang sehingga nutrisi dalam ampas tebu (bagasse) akan cepat habis dan menyebabkan kapang lebih cepat mati, tetapi kondisi tersebut juga dapat menyebabkan spora pada Aspergillus niger menjadi dorman. Jadi kadar air juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Aspergillus niger. Pada waktu hidrolisis 120 jam kadar bioetanol mengalami kenaikan dan menghasilkan bioetanol dengan kadar tertinggi, hal ini dapat dikarenakan spora pada Aspergillus niger setelah mengalami masa dorman yang disebabkan oleh kadar air yang tinggi, kemudian spora tumbuh kembali hingga waktu optimum pertumbuhannya menghasikan enzim selulase, dimana menurut penelitian Devi, M. C and Kumar, M.S (2012) menyatakan semakin lama waktu inkubasi kapang maka enzim selulase yang dihasilkan semakin tinggi hingga mencapai waktu optimum 7 hari dan setelah itu produksi enzim selulase akan mengalami penurunan. Enzim selulase yang dihasilkan oleh metabolisme kapang akan digunakan untuk mendegradasi selulosa yang terdapat dalam substrat bagasse menjadi glukosa yang kemudian difermentasi oleh yeast Saccharomyces cerevisiae menjadi etanol dan karbondioksida. Pertumbuhan mikroba untuk menghasilkan enzim selulase yang akan menghidrolisa selulosa menjadi gula sederhana (glukosa) selain dipengaruhi oleh konsentrasi inokulum mikroba dan lama hidrolisis juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lain diantaranya: kondisi media, ph, serta suhu pada saat inkubasi (Rofik, S, dkk, 2013), sehingga jika ph dalam larutan, kondisi media maupun suhu pada saat inkubasi mikroba tidak sesuai, maka pertumbuhan mikroba untuk menghasilkan enzim selulase kurang maksimal dan kadar glukosa yang dihasilkan cenderung rendah, disamping itu proses pretreatmen yang tidak sempurna dapat menyebabkan lignin belum hilang sepenuhnya. 4. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Perbedaan konsentrasi inokulum dan lama hidrolisis bagasse oleh Aspergillus niger pada proses produksi bioetanol berpengaruh terhadap kadar bioetanol bagasse. Kadar bioetanol bagasse tertinggi terdapat pada perlakuan konsentrasi inolulum 0,6 ml/g dan lama hidrolisis 72 jam (P 3K 3) yaitu 68%, sedangkan kadar bioetanol terendah terdapat pada perlakuan konsentrasi inokulum 0 ml/g dan lama hidrolisis 24 jam (P 0K 1) yaitu 39%.

Proceeding Biology Education Conference (ISSN: 2528-5742), Vol 13(1) 2016: 827-831 5. SARAN Peneliti selanjutnya dapat meneliti kadar bioetanol dengan menggunakan metode hidrolisis kapang yang berbeda, sehingga dapat mengetahui karakteristik dan potensi mikroba pada proses hidrolisis secara enzimatis dalam memproduksi bioetanol. 6. DAFTAR PUSTAKA Azizah, N., Mulyani, S. (2012). Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol, ph, Dan Produksi Gas Pada Proses Fermentasi Bioetanol Dari Whey Dengan Substitusi Kulit Nanas. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 1 (2): 72-77. Devi, M, C and Kumar, M, S. (2012). Production Optimization and Partial Purification of Cellulase by Aspergillus niger Fermented With Paper and Timber Sawmill Industrial Wates. Journal of Microbiology and Biotechnology Research. 2 (1): 120-128. Gunam, I., Aryanta, W, R., Darma, B, N, S. (2011). Produksi Selulase Kasar Dari Kapang Trichoderma viride Dengan Perlakuan Konsentrasi Substrat Ampas Tebu Dan Lama Fermentasi. Jurnal Biologi, 15 (2): 29-33. Gunam, I., Wartini, N., Anggraeni, A., Suparyana, P. (2011). Delignifikasi Ampas Tebu Dengan Larutan Natrium Hidroksida Sebelum Proses Sakarifikasi Secara Enzimatis Menggunakan Enzim Selulase Kasar Dari Aspergillus niger FNU 6018. Jurnal Teknologi Indonesia. 34 (3): 24-32. Hermiati, E., Mangunwidjaja, D., Sunarti, T., Suparno, O., Prasetyo, B. (2010). Pemanfaatan Biomassa Lignoselulosa Ampas Tebu Untuk Produksi Bioetanol. Jurnal Litbang Pertanian. 29 (4): 121-130. Kurniasari, L., Hartati, I., Yulianto, M, E. (2008). Kajian Hidrolisa Enzymatis Jerami Padi Untuk Produksi Bioetanol. Momentum, 4 (1): 56-64. Lud, Waluyo. 2011. Mikrobiologi Umum. Malang: UMM Press. Marlina, E., T., Balia, R., L., dan Harlia, E. 2011. Pengaruh Imbangan Lumpur Susu dan Tepung Onggok Terhadap Pertumbuhan Aspergillus niger dan Ph Produk Fermentasi. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Bandung. Pujiati. 2014. Biodegradasi Bagasse Oleh Kapang Aspergillus niger. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains UNESA. Jurusan Pendidikan Biologi IKIP PGRI Madiun. Purwoko, T. 2009. Fisiologi Mikroba. Jakarta: Bumi Aksara. Rofik, S dan Riwayati, I. (2013). Pengaruh Waktu Terhadap Kandungan Glukosa Pada Reaksi Hidrolisa Enzimatis Daun Api-api (Avecennia alba) dengan Menggunakan Selulase. Prosiding SNST ke-4 Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang. (A.1): 1-5 Usmana, S, A., Rianda, S., Novia. (2012). Pengaruh Volume Enzim Dan Waktu Fermentasi Terhadap Kadar Etanol (Bahan Baku Tandan Kosong Kelapa Sawit Dengan Pretreatment Alkali). Jurnal Teknik Kimia. 18 (2): 17-25. Seminar Nasional XIII Pendidikan Biologi FKIP UNS 831