PENGARUH TEMPERATUR AUSTENISASI DAN HOLDING TIME PADA PROSES AUSTEMPERING TERHADAP STRUKTURMIKRO DAN SIFAT MEKANIK BESI TUANG NODULAR GRADE 500 Huda Istikha Lubis 1, Muchtar Karokaro 2 1, 2 Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri kampus ITS Keputih Sukolilo Surabaya 60111. Telp. 031-5943645 e-mail : material@its.ac.id Dalam merekayasa material tidak hanya berdasarkan sifat mekanik yang baik dan tahan korosi yang baik, melainkan sisi ekonomis dari material baru tersebut. Salah satu material baru tersebut adalah Austempered Ductile Iron (ADI). ADI merupakan besi tuang nodular yang telah mengalami perlakuan panas, yaitu austempering. Austempering dilakukan pada besi tuang nodular agar diperoleh sifat mekanik seperti keuletan, kekerasan dan ketangguhan yang tinggi sesuai dengan penggunaannya.. Pada penelitian ini material ADI (austempered ductile iron) menerima perlakuan panas, material ductile iron dipanaskan mencapaii temperatur austenisasi 850 0 C, 900 0 C dan 950 0 C dengan holding time divariasikan menjadi 30, 60 dan 90 menit, kemudian didinginkan (quenching) dengan campuran garam (salt bath). Pada kondisi ini temperatur salt mencapai temperatur austempering 350 0 C holding time 60 menit, kemudian didingin dengan udara. Untuk menunjang penelitian ini dilakukan beberapa pengujian meliputi strukturmikro, kekerasan dan kekuatan tarik. Dari hasil pengujian strukturmikro bahwa semakin tinggi temperatur austenit yang digunakan strukturmikro mengalami perubahan yaitu austenit sisa semakin banyak, butiran semakin besar dan bainit yang diperoleh semakin sedikit. Pada pengujian tarik didapatkan bahwa kekuatan tarik dan kekuatan luluh maksimum didapatkan pada temperatur austenisasi 950 0 C, waktu tahan 60 menit masingmasing spesimen sebesar 100,58 Kg.f/mm 2 dan 92,69 Kg.f/mm 2. Elongation yang tertinggi dimiliki Elengation tertinggi dimiliki oleh spesimen dengan temperatur austenisasi 850 0 C dengan waktu tahan 90 menit sebesar 8.57 persen dan pada kekerasan yang optimal di tunjukkan pada temperatur 900 0 C. Kata kunci : austempered ductile iron, austenisasi, holding time, salt bath ABSTRACT In change of material, isn t based on good mechanical properties and good resistance corrosion, but economics effect from new materials. One of new material are Austempered Ductile Iron (ADI). ADI is nodular cast iron who get heat treatment, that is austempering. Austempering will be done at nodular cast iron in order to gotten mechanical properties like ductility, hardness and high toughness as according to its use. In this research of ADI (austempered ductile iron) materials accept of heat treatment, cast iron heated of austenitizing temperature 850 0 C, 900 0 C and 950 0 C with holding time varied by 30,60 and 90 minutes, Then quenched with salt bath mixtured. In this condition salt bath temperature reach austempering temperature 350 0 C with holding time 60 minute, and then cooled by air. To support this research is done some test such as microstructure o, hardness and tensile. The result microstructure which is using higher austenitizing temperature, microstructure will change, its increasing retained austenite, bigger grain size and which is gotten descrease. In this tensile test get ultimate tensile and maxsimum yield point are gotten on austinitizing temperature 950C with holding time 60 minute each specimena as 100,58 Kg.f/mm 2 and 92,69 Kg.f/mm 2. The highest elongation is had by speciment with austenitizing temperature 850 0 C with holding time 90 menutes as 8.57 percent and optimal hardness showed at temperature 900 0 C. Key word : austempered ductile iron, austenitizing tempereture, holding time, salt bath 1. PENDAHULUAN Perkembangan teknologi yang semakin maju sekarang ini menyebabkan perlu adanya inovasi dalam hal rekayasa material. Pertimbangan dalam merekayasa material tidak hanya berdasarkan properties, seperti sifat mekanik yang baik dan tahan korosi yang baik, melainkan sisi ekonomis dari material baru tersebut. Salah satu material baru tersebut
adalah Austempered Ductile Iron (ADI). ADI merupakan besi tuang nodular atau yang biasa disebut besi tuang ulet yang telah mengalami perlakuan panas, yaitu austempering. Besi tuang nodular merupakan material yang mempunyai biayai produksi murah dan memiliki sifat mekanik yang baik pada keuletannya. Austempering dilakukan pada besi tuang nodular agar diperoleh sifat mekanik seperti keuletan, kekerasan dan ketangguhan yang tinggi sesuai dengan penggunannya. ADI memiliki sifat mekanik yang memadai, seperti ketangguhan dan kekerasan yang tinggi serta biaya produksi ADI lebih ekonomis dibandingkan dengan material yang memiliki kekuatan, kekerasan dan ketangguhan yang setara dengan ADI. Namun dalam kondisi riil yang terjadi, proses pembuatan material ADI tidak sesuai dengan teori pada umumnya. Hal ini disebabkan karena banyaknya parameter dan variasi dalam austenisasi pada proses austempering besi tuang nodular. Salah satu parameter yang harus dipahami adalah seberapa besar temperatur austenisasi dan waktu penahanan yang diperlukan dalam melakukan austenisasi pada proses austempering. Temperatur austenisasi dan waktu penahanan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam hal pembentukan strukturmikro akhir. Apabila dilakukan pada temperatur austenisasi terlalu tinggi dan waktu penahanan yang panjang, maka strukturmikro yang terbentuk mengandung bainit lebih sedikit dan austenit sisa cenderung lebih banyak. Dimana sifat mekanik yang dimiliki bainit adalah tangguh dan kuat dan sifat mekanik yang dimiliki oleh austenit sisa menurunkan kekerasan, sehingga merugikan dalam aplikasi produk yang membutuhkan kekuatan tarik dan ketangguhan tinggi. Besi tuang (Cast Iron) adalah paduan besi dan karbon dengan kadar karbon antara 2,1 %C sampai dengan 4 %C. Besi tuang memiliki keuletan yang rendah, sehingga dalam proses pembentukanya tidak dapat dilakukan dengan cara: tempa, rolling ataupun drawing, satusatunya cara pembentukannya adalah dengan penuangan, karena itu dinamakan besi tuang. Walaupun keuletan dan kekuatannya lebih rendah dari pada baja, karena mudah dituang dan memiliki sifat khusus yang berguna, maka penggunaannya cukup luas. Dengan penambahan unsur paduan dan perlakuan panas yang tepat, maka bisa diperoleh sifat yang dibutuhkan.(avner, 1988) Sifat mekanik yang dimiliki oleh ductile iron tergantung dari jenis matriks-nya. Dengan mengubah matriks penyusunnya, maka di dapatkan hasil yang bervariasi dan ditingkatkan sifat mekanik dari cast iron tersebut, sesuai dengan yang dikehendaki. Perubahan dari matriks tersebut dapat dicapai melalui perlakuan panas (heat treatment) pada material ductile iron. Salah satu proses perlakuan panas adalah austempering. Perlakuan panas ini dilakukan pada range temperatur antara 250 450 0 C. Temperatur ini merupakan temperatur transformasi bainit, akan didapatkan matriks bainit yang memiliki keuletan lebih tinggi. Juga untuk ketahanan terhadap keausannya. Hasil dari proses austempering yang dilakukan terhadap material ductile iron disebut ADI (austempered ductile iron), dan memiliki kekuatan dua kali lebih besar dari pada nodular cast iron, dengan tingkat keuletan dan ketangguhan yang sama. ADI juga memiliki keunggulan pada sifat mekaniknya jika dibandingkan dengan baja atau besi tuang yang lain. Temperatur austenisasi dan waktu merupakan hal utama yang mempengaruhi sifat mekanik pada ADI. Dengan mengontrol kandungan karbon pada temperatur austenisasi, dapat mempengaruhi strukturmikro dan propertis dalam austempering. Waktu austenisasi seharusnya cukup untuk memastikan, bahwa casting telah lengkap diubah ke austenit karbon jenuh. Pada Temperatur austenisasi yang tinggi, matrik austenit mungkin didapatkan dalam 1 jam. Di samping itu temperatur rendah memastikan kualitas lebih tinggi melalui reduksi microsegregation dalam elemen-elemen paduan sehingga waktu austenisasi dibutuhkan diatas 3 jam. (ÖZCAN, Alper, June 2003) Austempering ini adalah proses perlakuan panas yang di kembangkan dari isothermal transformation diagram untuk mendapatkan struktur yaitu 100 persen bainit. Austempering disempurnakan dengan pemanasan awal dengan temperatur austenisasi yang diikuti dengan Pendinginan cepat dalam salt bath, Adapun jenis salt-bath yang digunakan adalah yang memiliki kandungan sodium (NaNo 3 ), barium ataupun potassium nitrate (KNO 3 ) dibentuk dengan range bainit (antara 400 0 F dan 800 0 F) dan ditahan pada temperatur ini selama selang waktu antara 30 menit hingga 3 jam, kemudian dilanjutkan dengan proses pendinginan pada temperatur kamar. (Avner, 1988)
2. METODOLOGI PENELITIAN 200 Start Persiapan alat dan bahan Proses Austenisasi : - Temperatur austenisasi : 850 o C,900 o C dan 950 o C - Holding Time : 30, 60 dan 90 menit Gambar 3.2 Dimensi spesimen awal Nodular Cast Iron. Austempered Temperatur : 350 o C Holding time : 60 menit Komposisi salt-bath : Potassium Nitrat (KNO 3 ) 6Kg, Sodium Nitrat (NaNO 3 ) 9Kg Pengamatan strukturmikro Uji kekerasan Z 2243 Uji Tarik Z 2241 Analisa data dan pembahasan Gambar 3.3 Dimensi spesimen uji tarik JIS Z2201 no 4 Kesimpulan end Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian Dalam penelitian ini, komposisi material yang digunakan adalah Nodular Cast Iron FCD 50 dengan spesifikasi pada tabel 1. Tabel 1 kandungan komposisi kimia material ADI dalam persen C Si Mn Cr S P Cu Mg Gambar 3.4 Lokasi pengambilan data pengujian kekerasan 3.0 4,0 3.0-4,0 0,2-0,6 0,3 0,02 0,1 0,046 min Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Y block Austempered Ductile Iron dengan spesifikasi JIS G 2204 untuk uji tarik dan uji kekerasan seperti pada gambar 2, 3 dan 4
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1.1 Struktur Mikro Spesimen Awal Ferritte Pearlite Gambar 3.1 Strukturmikro material awal menunjukkan adanya ferit, pearlit dan grafit nodular (a) Pembesaran 1000x (b) Pembesaran 500x etsa 2% nital 4.1.2 Specimen Hasil Austenisasi Pada Proses Austempering Gambar 3.4 Hasil struktur mikro FCD 50 setelah di austenisasi 850 0 C selama 90 menit dan austempering Gambar 3.2 Hasil struktur mikro FCD 50 setelah di austenisasi 850 0 C selama 30 menit dan austempering Gambar 3.5 Hasil struktur mikro FCD 50 setelah di austenisasi 900 0 C selama 30 menit dan austempering Gambar 3.3 Hasil struktur mikro FCD 50 setelah di austenisasi 850 0 C selama 60 menit dan austempering Gambar 3.6 Hasil struktur mikro FCD 50 setelah di austenisasi 900 0 C selama 60 menit dan austempering
Gambar 3.7 Hasil struktur mikro FCD 50 setelah di austenisasi 900 0 C selama 90 menit dan austempering Gambar 3.8 Struktur mikro FCD 50 setelah di austenisasi 950 0 C selama 30 menit dan austempering Gambar 3.10 Struktur mikro FCD 50 setelah di austenisasi 950 0 C selama 90 menit dan austempering 3.1.3 Hasil Pengujian Tarik Tabel 3.1 Pengaruh temperatur austenisasi pada proses austempering terhadap kekuatan tarik untuk tiap-tiap waktu penahanan austenisasi. No Temperatur Austenisasi derajat Holding Time menit UTS (Kg.f/mm 2 ) Yield Strenght (Kg.f/mm 2 ) Elongation (%) 1 0 0 46,095 36,075 10,6 2 850 30 83,535 77,03 7,67 3 850 60 94,64 87,2 8,38 4 850 90 93,865 88,76 8,57 5 900 30 95,195 90,2 5,21 6 900 60 98,475 92,97 5,89 Austenit e 7 900 90 96,195 92,455 7,16 8 950 30 93,81 89,46 7,35 Gambar 3.9 Struktur mikro FCD 50 setelah di austenisasi 950 0 C selama 60 menit dan austempering 9 950 60 100,58 92,69 7,58 10 950 90 87,67 85,43 7,02
3.1.4 Hasil Pengujian Kekerasan Temperatur Austenisasi 850 900 950 Holding time Kekerasan Brinell Titik posisi indentasi I II III IV V 30 324 320 314 310 303 60 334 326 322 317 308 90 339 331 327 321 305 30 369 352 344 339 335 60 366 363 341 336 324 90 371 368 353 344 336 30 346 343 337 334 329 60 352 347 340 337 334 90 356 354 343 341 337 mikro bainit lebih sedikit dan austenit sisa lebih banyak dibanding dengan gambar 4.8. Pada austenit sisa pola yang terbentuk lebih besar dan tersebar merata. Pada gambar 4.10 jumlah bainit yang dihasilkan Sangat sedikit dan austenit sisa Sangat banyak dan pola yang terbentuk lebih besar dari pada gambar 4.8 dan 4.9. Berdasarkan gambar 4.2 sampai 4.10 didapatkan struktur mikro grafit nodular, bainit dan austenit sisa. Oleh karena itu perubahan mencakup jumlah bainit dan austenit sisa dan pola dari austenit sisa, dipengaruhi oleh temperatur austenisasi dan variasi holding time. Makin tinggi temperatur austenisasi jumlah austenit sisa semakin banyak. 3.2.2 Hasil Percobaan Pengujian Tarik 3.2 Pembahasan 3.2.1 Hasil Percobaan Pengamatan Mikro UTS 110 100 90 80 70 850 900 950 Pada temperatur austenisasi 850 0 C dengan variasi penahanan waktu 30,60 dan 90 menit struktur mikro bainit makin lama waktu penahanannya bainit makin menyebar dan memiliki pola kecil-kecil seperti jerami, begitu juga pada austenit sisa makin lama waktu penahanan makin menyebar, Sehingga dengan diberi perlakuan panas austempering dengan waktu tahan 60 menit struktur mikro bainit dapat tercapai. Pada gambar 4.5, 4.6 dan 4.7 merupakan hasil austenisasi pada temperatur 900 0 C dengan holding time 30, 60 dan 90 menit dengan temperatur austempering 350 0 C dengan holding time 60 menit. Pada gambar 4.6 (a) dan 4.6 (b) dapat dilihat struktur mikro berbentuk nodular dan bainit dan austenit sisa, struktur mikro bainit dan austenit memberikan informasi pada jumlah bainit yang terbentuk lebih sedikit dan austenit sisa lebih banyak. Pada gambar 4.5, 4.6 dan 4.7 merupakan hasil austenisasi pada temperatur 950 0 C dengan holding time 30, 60 dan 90 menit dengan temperatur austempering 350 0 C dengan holding time 60 menit. Pada gambar 4.9 terlihat struktur Elongation % 60 0 20 40 60 80 100 10 8 6 4 Holding Time (Menit) Gambar 3.11 Kurva pengaruh waktu tahan terhadap kekuatan tarik maksimum (UTS) Yield Strenght 100 90 80 70 60 0 20 40 60 80 100 Holding Time (Menit) Gambar 3.12 Kurva pengaruh waktu tahan terhadap Yield strenght 20 40 60 80 Holding Time (mnt) Gambar 3.13 Kurva pengaruh waktu tahan terhadap Elongation 850 900 950 850 900 950
Pada Gambar 4.11 terlihat bahwa spesimen yang memiliki kekuatan tarik maksimum (UTS) adalah besi tuang nodular 500 dengan temperatur austenisasi 950 O C dan waktu tahan 60 menit yaitu sebesar 100,58 Kg.f/mm 2 dan terendah adalah dengan temperatur austenisasi 850 O C dan waktu tahan 30 menit yaitu sebesar 83.535 Kg.f/mm 2. Pada gambar 4.11 terlihat hal yang menarik dari grafik tersebut adalah terjadi sedikit penurunan yang cukup besar pada kekuatan tarik maksimum pada besi tuang nodular 500 pada temperatur austenisasi 900 0 C dari waktu tahan 30 menit ke waktu 60 menit yaitu 95,195 Kg.f/mm 2 menjadi 98,475 Kg.f/mm 2. kemudian ada penurunan dari waktu tahan 60 menit ke 90 menit yaitu 98,475 Kg.f/mm 2 ke 96,195 Kg.f/mm 2 Begitu juga pada temperatur austenisasi 950 0 C terjadi beberapa perbedaan kekuatan tarik maksimum, pada waktu tahan 30 menit ke 60 menit terjadi kenaikan kekuatan tarik maksimum yang besar yaitu sebesar 93,81 Kg.f/mm 2 menjadi 100,58 Kg.f/mm 2, kemudian terjadi penurunan yang Sangat besar dari temperatur 60 menit ke 90 menit sebesar 100,58 Kg.f/mm 2 ke 87,67 Kg.f/mm 2. Hal ini disebabkan butir austenit tumbuh terlalu kasar ini didinginkan cepat, ferrit proeutektoid akan dapat berbentuk Widmanstaten structure. Struktur ini berupa pelat-pelat ferrit yang sejajar, yang tumbuh dalm butir kristal austenit yang terlalu besar. Gambar 4.12 memperlihatkan bahwa kekuatan luluh tertinggi dimiliki spesimen dengan temperatur austenisasi 950 O C dan waktu penahanan 60 menit atau sama dengan Gambar 4.11 yaitu sebesar 92,69 Kg.f/mm 2. Kekuatan yield terendah sebesar 87,03 Kg.f/mm 2 yang dimiliki pada spesimen 850 0 C dengan waktu penahanan 30menit Pada Gambar 4.13 terlihat dengan semakin bertambahnya waktu penahanan dari 30 menit ke 90 menit maka elongation dari setiap spesimen akan meningkat. Elongation terbesar dimiliki oleh spesimen dengan temperatur austenisasi 850 O C dan waktu penahanan 90 menit yaitu sebesar 8.57 %. Sedangkan elongation terendah dimiliki oleh spesimen dengan temperatur austenisasi 900 O C dan waktu penahanan 30 menit sebesar 5.21 % 3.2.3 Hasil Percobaan Pengujian Kekerasan Nilai Kekerasan 350 300 250 200 0 1 2 3 4 5 6 Titik Posisi Indentasi Temperatur 850 Derajat dengan Holding Time 30 menit Temperatur 850 derajat Holding Time 60 menit Temperatur 850 derajat Holding Time 90 menit Gambar 3.14 Kurva distribusi kekerasan pada temperatur 850 0 C Nilai Kekerasan 400 350 300 250 0 1 2 3 4 5 6 Titik Posisi Indentasi Temperatur 900 Derajat dengan Holding Time 30 menit Temperatur 900 Derajat dengan Holding Time 60 menit Temperatur 900 Derajat dengan Holding Time 90 menit Gambar 3.15 Kurva distribusi kekerasan pada temperatur 900 0 C Titik Posisi Indentasi 400 350 300 250 0 1 2 3 4 5 6 Nilai Kekerasan Temperatur 950 Derajat Dengan Holding Time 30 Menit Temperatur 950 Derajat Dengan Holding Time 60 Menit Temperatur 950 Derajat Dengan Holding Time 90 Menit Gambar 3.16 Kurva distribusi kekerasan pada temperatur 950 0 C Terdapat hal-hal yang menarik pada temperatur 850 0 C, 900 0 C dan 950 0 C, ditinjau dari posisi permukaan masing-masing spesimen secara umum bahwa pada temperatur 850 0 C ke 900 0 C nilai kekerasan meningkat dengan significant dan temperatur 950 0 C kekerasan menurun, sehingga kekerasan yang optimum di peroleh pada temperatur 900 0 C.
4. Kesimpulan 4.1 Kesimpulan Berdasarkan dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. Kekuatan tarik maksimum (UTS) dan kekuatan luluh(yield strenght) tertinggi dimiliki spesimen dengan temperatur austenisasi 950 0 C, waktu tahan 60 menit masing-masing 100,58 Kg.f/mm 2 dan 92,69 Kg.f/mm 2, kemudian terendah adalah spesimen dengan temperatur austenisasi 850 0 C, dengan waktu tahan 30 menit masing-masing 77,03 Kg.f/mm 2 dan 83,53 Kg.f/mm 2. 2. Elengation tertinggi dimiliki oleh spesimen dengantemperatur austenisasi 850 0 C dengan waktu tahan 90 menit sebesar 8.57 persen. Dan terendah adalah spesimen dengan temperatur austenisasi 900 0 C dengan waktu tahan 30 menit sebesar 5,21 persen. 3. Pada Struktur mikro hasil austenisasi dari proses austempering berupa dan austenit sisa dimana dengan makin tinggi temperatur austenit dan waktu tahan yang diberikan austenit sisa semakin banyak dan butiran semakin besar. 4. Pada pengujian kekerasan di dapatkan dengan masing-masing temperatur dan holding time peningkatan kekerasan dari tepi ke dalam nilai kekerasan penguruhnya sedikit, serta holding time juga mempengaruhi kekerasan yang mana menunjukkan peningkatan. Dimana pada kekerasan yang optimal di tunjukkan pada temperatur 900 0 C. 4.2 Saran 1. Jumlah spesimen, temperatur austenisasi dan waktu tahan sebaiknya ditambah untuk lebih mengetahui trend persebaran sifat mekanik. 2. Perlu dilakukan percobaan dengan menggunakan variasi waktu austenit dengan range pendek, sehingga bisa mengetahui dan austenit yang terbentuk dengan bertahap. 3. Perlu pengembangan penelitian sebelum diaustenisasi terdapat preheat. 5. DAFTAR PUSTAKA 1. Avner, Sidney H. 1982. Introduction to Physical Metallurgy. Second Edition McGraw-Hill International Book Company. Tokyo 2. aumoru, L.E., bali, J.A. and aafonja, A.A. (2007) Evaluation of the Influence of Bainitic Transformation on some Mechanical Properties of Calcium Treated Cast iron Nigeria : Department of Metallurgical and Materials Engineering, Obefemi Awolowo University. 3. Bonsjak, Branka. 1997. Effect Of Austempering Temperature On Microstructure And Mechanical Properties Of Unalloyed Ductile Iron. University of Montenegro. Yugoslavia 4. Branka Bosnjak, Branko Radulivic (2004), Effect Of Austenitising Temperature On Austempering Kinetics Of Ni-Mo Alloyed Dustile Iron. Serbia and Montenegro: University of Montenegro, Department odf Metallurgy and Technology. 5. J. Achary (Submitted 1 June 1999; in revised form 27 August 1999) Tensile Properties of Austempered Ductile Iron under Thermomechanical Treatment 6. ÖZCAN, Alper, June 2003 7. Poolthong, Nuchthana (1995), Influences of Austempering Temperatures and Composition on Structures and Properties of Austempered Ductile Iron. Materials Technology 8. Thelning, Karl-Erik. 1984. Steel and Its Heat Treatment: Second Edition. UK: British Library Cataloque In. 9...., JIS Handbook G 5502. 2001. Spheroidal Graphite Cast iron 10...., JIS Handbook Z 2201. 1998. Test Pieces For Tensile Test For Metallic Materials 11...., JIS Handbook Z 2241. 1998. Method of Tensile Test For Metallic Materials 12...., JIS Handbook Z 2243. 1998. Brinell Hardness Test-Test Method 13. www.msm.cam.ac.uk/phasetrans/2001/chapter1.pdf