II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah franchise dalam Bahasa Prancis memiliki arti kebebasan atau freedom.

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah waralaba atau dalam bahasa asing disebut dengan franchise asal katanya

I. PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis waralaba di Indonesia tergolong sangat prospektif karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Franchise berasal dari bahasa Prancis yang artinya kejujuran atau

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis di Indonesia telah memasuki era globalisasi,

PELAKSANAAN PERJANJIAN WARALABA (FRANCHISE AGREEMENT) DI BIDANG PENDIDIKAN (STUDI DI LEMBAGA BIMBINGAN BELAJAR

I. PENDAHULUAN. manajemen. Waralaba juga dikenal sebagai jalur distribusi yang sangat efektif

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA. (Studi Pada Perjanjian Waralaba Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo) S K R I P S I

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat serta kompleks melahirkan berbagai

Pedoman Pasal 50b Tentang Pengecualian Waralaba. Bab I: PENDAHULUAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. itu tidaklah mudah. Salah satu alternatif yang di ambil guna mencukupi

KEDUDUKAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang meliputi banyak variabel diantaranya jual beli, barter sampai kepada leasing,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia pada dewasa ini telah dikenal usaha franchise di berbagai bidang

I. PENDAHULUAN. adanya perjanjian franchise. Franchise, adalah pemberian hak oleh franchisor

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARALABA. waralaba dapat diartikan sebagai usaha yang memberikan untung lebih atau

I. PENDAHULUAN. Pepatah mengatakan buku adalah jendela dunia. Buku adalah media yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 12/M-Dag/Per/3/2006 tentang Ketentuan dan tata Cara Penerbitan. Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba.

BAB I PENDAHULUAN. bisnis internasional. Bentuk kerjasama bisnis ini ditandai dengan semakin

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

BAB I PENDAHULUAN. hidup masyarakat adalah melalui jalur wirausaha. Kemampuan teknologi dan. tersebut kepada pihak lain untuk menjalankan usahanya.

BAB I PENDAHULUAN. memulai usaha dari nol, karena telah ada sistem yang terpadu dalam. berminat untuk melakukan usaha waralaba.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat ukur kemakmuran dari suatu negara. 1 Untuk mencapainya diperlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lebih mudah bagi pemerintah untuk menjalankan pembangunan di bidang lainnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah waralaba atau yang dalam bahasa asing disebut dengan franchise asal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan UUDTLST yang menjadi payung hukum DTLST di Indonesia,

STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang saat ini sedang giat-giatnya melakukan. pembangunan disegala sektor pembangunan, berusaha untuk terus

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha yang terus berkembang di segala bidang. Usaha yang

PERSIAPAN LEGALISASI USAHA WARALABA

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi di Indonesia yang demikian pesat tidak terlepas dari

Franchise Bisnis dan Pengaturan Hukum Lintas Batas

Lex et Societatis, Vol. III/No. 6/Juli/2015

KARAKTERISTIK YURIDIS PERJANJIAN WARALABA. Oleh: Selamat Widodo

BAB I PENDAHULUAN. Setiap Perusahaan memiliki tujuan untuk memperoleh laba dan. mendatang. Menurut Asosiasi Franchise Indonesia (AFI), waralaba adalah

I. PENDAHULUAN. ekonomi di Indonesia. Kegiatan ekonomi yang banyak diminati oleh pelaku usaha

BAB I PENDAHULUAN. lapangan-lapangan pekerjaan baru, investasi-investasi yang dapat menjadi solusi

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN WARALABA. dimana masing-masing pihak berjanji akan menaati apa yang tersebut dalam perjanjian

PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA

AKIBAT HUKUM PERJANJIAN WARALABA YANG DILAKUKAN SAAT PROSES PENDAFTARAN MEREK. Djarot Pribadi, SH., MH. 1

memberi kebebasan kepada para pihak. Hakikat dari pengertian franchise adalah

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan yang sangat pesat, hal ini tidak terlepas dari pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat, dinamis dan sangat prospektif dan penuh dengan persaingan

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENERBITAN SURAT TANDA PENDAFTARAN USAHA WARALABA

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN Free Trade Agreement (AFTA) yang telah disepakati 22 tahun yang lalu

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

I. PENDAHULUAN. Hak Kekayaan Intelektual (yang selanjutnya disingkat HKI) merupakan

PERLINDUNGAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN BISNIS FRANCHISE

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1997 TENTANG WARALABA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berkembangnya zaman, kehidupan manusia juga berkembang. memenuhi kebutuhannya. Produsen berusaha menjual produknya sebanyak

TINJAUAN HUKUM TERHADAP WANPRESTASI ROYALTY RAHASIA DAGANG DALAM PERJANJIAN WARALABA

SYARAT-SYARAT PEMBENTUKAN PERJANJIAN WARALABA BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA

Perlindungan Hukum terhadap Franchisee Sehubungan Dengan Tindakan Sepihak Franchisor

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Buku Panduan Permohonan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu bagi Sivitas Akademika IPB

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Perlindungan Dan Pengaturan Tentang Hak Merek Di Indonesia.

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53/M-DAG/PER/8/2012 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA

BAB I PENDAHULUAN. dengan tumbuh dan berkembangnya perusahan perusahan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan-pembangunan berkesinambungan. Pembangunan-pembangunan

KEPUTUSAN KOMISI NO. 57/2009. Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian yang Berkaitan dengan Waralaba

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 1997, TENTANG WARALABA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BISNIS WARALABA. STMIK-STIE Mikroskil. Maggee Senata

BAB 4 ANALISIS PERJANJIAN WARALABA. 4.1 Penerapan Syarat Sahnya Perjanjian dalam Perjanjian Waralaba

BAB I PENDAHULUAN. memberikan perlindungan hukum terhadap rahasia dagang sebagai bagian. perdagangan dari HKI (The TRIPs Agreement) tidak memberikan

MERINTIS USAHA MELALUI BISNIS FRANCHISE Retno Djohar Juliani Dosen Administrasi Niaga Universitas Pandanaran

Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

PERLINDUNGAN HUKUM HAKI DALAM PERJANJIAN WARALABA

2 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 199

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III PENERAPAN KLAUSULA BUYBACK DALAM PERJANJIAN WARALABA. 3.1 Alasan Penerapan Buyback dalam Perjanjian Waralaba

PENDAFTARAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

KATA PENGANTAR. Penulis. Irsyad Anshori

STRATEGI UNTUK BERWARALABA

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan-perusahaan yang bergerak di berbagai bidang bisnis. Perkembangan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DESAIN INDUSTRI DAN MEREK. Desain Industri merupakan salah satu bidang HKI yang dikelompokan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang sudah ada, dikenal istilah franchise yang sudah di Indonesiakan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

ASPEK HUKUM KONTRAK WARALABA PADA KEGIATAN USAHA JASA MAKANAN DAN MINUMAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara berkembang yang terus berproses untuk

PELAKSANAAN PERJANJIAN WARALABA BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA DI SURAKARTA

TANGGUNGJAWAB HUKUM TERHADAP PERJANJIAN WARALABA YANG BERLAKU DI ALFAMART. Naskah Publikasi Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. membayar royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu.

AKIBAT HUKUM HAK CIPTA ATAS LOGO YANG MENYERUPAI MEREK ORANG LAIN LEGAL MEMORANDUM

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian waralaba..., Elfiera Juwita Yahya, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi yang bergerak melaju sangat pesat, serta

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan semakin ketatnya persaingan antar tiap bidang bisnis di setiap negara

BAB I PENDAHULUAN. Pengelompokkan manusia yang seperti ini biasanya disebut dengan masyarakat,

Transkripsi:

10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Waralaba Istilah franchise dalam Bahasa Prancis memiliki arti kebebasan atau freedom. Namun dalam praktiknya, istilah franchise justru di populerkan di Amerika Serikat. Dalam Bahasa Indonesia, franchise diterjemahkan sebagai waralaba yang berarti lebih untung. Wara berarti lebih sedangkan Laba berarti untung. Istilah waralaba atau franchise berakar dari sejarah masa silam praktik bisnis di Eropa. Franchise di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan waralaba 1. Ketentuan pengertian waralaba yang diatur dalam PP No. 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba adalah: Pasal 1 Ayat (1) waralaba adalah hak khusus yang dimiliki dengan orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang atau/ jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba. Penjelasan Pasal 1 Ayat (1) Cukup jelas 1 Iswi Hariyani, Membangun Gurita Bisnis Franchise, 2011, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, hlm 37.

11 Waralaba adalah bagian dari kegiatan perdagangan bukan dari kegiatan pembiayaan usaha, sehingga pengaturan dan pengawasan bisnis waralaba menjadi kewenangan Menteri Perdagangan RI berserta jajarannya. Berdasarkan pengertian Pasal 1 di atas, dapat diperinci bahwa terdapat unsur-unsur pengertian waralaba yaitu hak khusus, para pihak pemberi waralaba dan penerima waralaba perseorangan atau badan hukum, sistem bisnis, ciri khas usaha, pemasaran barang dan/atau jasa serta perjanjian waralaba. Pengertian waralaba di Indonesia beragam, waralaba dapat dirumuskan sebagai suatu bentuk sinergi usaha yang ditawarkan oleh suatu perusahaan yang telah unggul dalam kinerja karena sumber daya berbasisi ilmu pengetahuan dan orientasi kewirausahaan yang cukup tinggi dengan tata kelola yang baik dan dapat dimanfaatkan oleh pihak lain dengan melakukan hubungan kontraktual untuk menjalankan bisnis dibawah format bisnisnya dengan imbalan yang telah disepakati 2. Pada tahap ini pengertian waralaba masih sederhana, waralaba hanya dikenal sebagai pemberian hak untuk mendistribusikan produk serta menjual produkproduk hasil manufaktur. Namun setelah bertahun-tahun mengalami perkembangan akhirnya pengertian waralaba dan kegiatannya tidak hanya pendistribusian dan penjualan produk-produk manufaktur, melainkan mencakup segala jenis produk, baik itu jasa pendidikan seperti Primagama, perhotelan, termasuk industri makanan dan minuman. Pada mulanya waralaba dipandang bukan sebagai bisnis, melainkan suatu konsep, metode, atau sistem pemasaran 2 Bambang N Rahmadi, Aspek Hukum dan Bisnis, 2007, PT. Nusantara Sakti, Bandung, hlm 7.

12 yang dapat digunakan oleh suatu perusahaan pemberi waralaba untuk mengembangkan pemasaranya tanpa melakukan investasi langsung pada tempat penjualan (otlet), melainkan dengan melibatkan kerja sama pihak lain sebagai pemilik otlet 3. Waralaba adalah suatu cara melakukan kerjasama di bidang bisnis antara 2 (dua) perusahaan atau lebih, dimana 1 (satu) pihak akan bertindak sebagai pemberi waralaba dan pihak lain sebagai penerima waralaba, dimana di dalamnya diatur bahwa pihak pemberi sebagai pemilik suatu merek terkenal, memberikan hak kepada penerima waralaba untuk melakukan kegiatan bisnis dari/atas suatu produk barang atau jasa berdasar dan sesuai dengan rencana komersil yang telah dipersiapkan, diuji keberhasilanya dan diperbaharui dari waktu kewaktu, baik atas dasar hubungan eksklusif maupun noneksklusif, dan sebaliknya suatu imbalan tertentu akan dibayarkan kepada pemberi waralaba sehubungan dengan hal tersebut 4. Unsur-unsur pengertian waralaba dapat disimpulkan sebagai berikut 5 : 1. Waralaba adalah kegiatan bisnis yang didasarkan perjanjian/perikatan antara pemberi waralaba dengan pihak penerima waralaba. Perjanjian/perikatan juga tunduk pada ketentuan tentang hukum perjanjian yang ada dalam KUHPdt seperti aturan tentang syarat sahnya perjanjian dan asas-asas perjanjian; 2. Hubungan bisnis antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba bersifat kemitraan usaha sehingga kedudukan keduanya adalah setara. Penerima waralaba bukanlah anak cabang perusahaan pemberi waralaba melainkan perusahaan terpisah yang juga memiliki kemandirian dalam berusaha; 3 Abdulkadir muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, 2006, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm 524. 4 Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), 2001, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm 339. 5 Iswi Hariyani, op.cit, hlm 40.

13 3. Pemberi waralaba memberikan izin (lisensi) kepada penerima waralaba untuk menggunakan dan memanfaatkan HKI milik pemberi waralaba. Atas dasar inilah maka perjanjian waralaba dapat digunakan sebagai bukti dokumen si pemberi waralaba pada saat melakukan pendaftaran lisensi HKI kepada Instansi berwenang Ditjen HKI; 4. Perjanjian waralaba, meskipun mengandung perjanjian lisensi HKI, juga mengandung perjanjian tentang izin penggunaan sistem bisnis milik pemberi waralaba yang meliputi sistem manajemen, keuangan, dan pemasaran. penerima waralaba harus menggunakan sistem bisnis tersebut agar kegiatan usahanya benar-benar sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pemberi waralaba; 5. Pemberi waralaba berkewajiban memberikan dukungan teknis, manajemen, keuangan, dan promosi pemasaran agar dapat membantu kelancaran usaha gerai (otlet) yang dikelola oleh penerima waralaba; 6. Pemberi waralaba menetapkan besarnya biaya (fee) yang harus dibayar oleh penerima warlaba; 7. Waralaba adalah tergolong dalam bidang bisnis/perdagangan sehingga pengaturan dan pengawasannya menjadi kewenangan Menteri Perdagangan. Berdasarkan dari uraian dan beberapa pendapat ahli tersebut, maka menurut penulis yang dimaksud dengan waralaba adalah suatu hak yang diberikan oleh pemberi waralaba kepada penerima waralaba untuk dijalankan sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu PP No. 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba. B. Pihak-Pihak dalam Waralaba Pemberi waralaba berdasarkan Pasal 1 Ayat (2) PP No. 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba yang dimaksud dengan pemberi waralaba (franchisor) adalah orang perseorangan atau badan usaha yang memberikan hak untuk memanfaatkan atau menggunakan waralaba yang dimilikinya kepada penerima waralaba. Penerima waralaba lanjutan utama (master franchisee) adalah orang perseorangan atau badan hukum yang ditunjuk oleh pemberi waralaba utama untuk menunjuk calon penerima waralaba selanjutnya didaerah lain. Adanya master franchisee ini memberikan kemudahan franchisor dalam mengembangkan usahanya di daerah

14 lain. Penerima waralaba (franchisee) adalah orang perseorangan atau badan usaha yang diberikan hak oleh pemberi waralaba untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan waralaba yang dimiliki pemberi waralaba. C. Kriteria Pendirian Waralaba Waralaba harus memiliki syarat dan kriteria yang benar agar dapat digolongkan sebagai waralaba yang layak dan sesuai koridor hukum. Aturan tentang kriteria kelayakan waralaba baru diatur secara jelas dalam Pasal 3 PP No. 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba. Pasal 3 a. Waralaba harus memiliki ciri khas usaha; b. Waralaba harus terbukti memiliki sudah memberikan keuntungan; c. Waralaba harus memiliki standar pelayanan dan standar produk yang dibuat secara tertulis; d. Sistem bisnis waralaba harus mudah diajarkan dan diaplikasikan; e. Adanya dukungan secara berkesinambungan; f. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang telah terdaftar. Kriteria tersebut meliputi: 1. Waralaba harus memiliki ciri khas usaha Maksud dari harus memiliki ciri khas usaha adalah suatu usaha yang memiliki keunggulan atau perbedaan yang tidak mudah ditiru atau dibandingkan dengan usaha lain sejenis, dan yang membuat konsumen selalu mencari ciri khas tersebut; 2. Waralaba harus terbukti memiliki sudah memberikan keuntungan Maksud dari terbukti sudah memberikan keuntungan adalah menunjuk kepada pengalaman pemberi waralaba yang telah dimiliki kurang lebih 5 (lima) tahun dan telah mempunyai kiat-kiat bisnis untuk mengatasi masalah-

15 masalah dalam perjalanan suatu usahanya, dan ini terbukti dengan masih bertahan dan berkembangnya usaha tersebut dengan menguntungkan; 2. Waralaba harus memiliki standar pelayanan dan standar produk yang dibuat secara tertulis, atau dikenal sebagai Standar Operational Prosedure ( SOP) Standar Operational Prosedure (SOP) ini adalah standar yang dibuat secara tertulis oleh pemberi waralaba dengan maksud supaya penerima waralaba dapat melaksanakan usaha dalam kerangka kerja yang jelas dan sama standarnya; 3. Mudah diajarkan dan diaplikasikan Maksud dari mudah diajarkan dan diaplikasikan adalah mudah dilaksanakan sehingga penerima waralaba yang belum memiliki pengalaman dan pengetahuan mengenai usaha sejenis dapat melaksanakanya dengan baik sesuai bimbingan operasional dan manajemen yang berkesinambungan yang diberikan oleh pemberi waralaba; 4. Pemberi waralaba harus berkomitmen untuk memberikan dukungan secara berkesinambungan pada penerima waralaba Maksud dari memberikan dukungan yang berkesinambungan adalah dukungan dari pemberi waralaba kepada penerima waralaba secara terusmenerus seperti bimbingan operasional, pelatihan dan promosi. Tanpa adanya dukungan yang berkesinambungan, maka usaha yang dikembangkan oleh penerima waralaba akan sulit untuk berkembang; 5. Pemberi waralaba harus memiliki Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang telah terdaftar

16 Bisnis waralaba sangat berkaitan dengan HKI. Bisnis waralaba berkaitan dengan lisensi HKI, dari pemberi waralaba (pemilik HKI) kepada penerima waralaba, yang kemudian diikuti dengan pembayaran royalti oleh penerima waralaba. HKI tersebut dapat berupa Hak Cipta, Merek, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (DTLST), Rahasia Dagang dan Perlindungan Varietas Tanaman (PVT). Namun demikian, dalam praktiknya, jenis HKI yang banyak dilisensikan dalam bisnis waralaba saat ini adalah Hak Cipta, Merek, Paten, Desain Industri dan Rahasia dagang. D. Jenis-jenis Waralaba Bisnis usaha waralaba terbagi menjadi tiga jenis yaitu 6 : 1. Waralaba Pekerjaan Pada bentuk ini penerima waralaba menjalankan usaha waralaba pekerjaan sebenarnya membeli dukungan untuk usahanya sendiri. Dalam hal ini usaha yang ditawarkan adalah usaha di bidang jasa; 2. Waralaba Usaha Bentuk usaha waralaba ini adalah berupa toko eceran yang menyediakan barang dan jasa, atau restoran fast food. Waralaba ini memerlukan modal yang besar karena memerlukan tempat dan perlengkapan; 3. Waralaba Investasi Pembeda waralaba investasi dengan yang lain adalah besarnya usaha, khususnya besarnya investasi yang dibutuhkan. Bentuk separti ini biasanya adalah waralaba yang bergerak di bidang perhotelan. 6 Lindaty P Sewu, Franchise Pola Bisnis Spektakuler dalam Perspektif Hukum dan Indonesia, 2004, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 16.

17 Di Indonesia terdapat beragam jenis waralaba yang dilihat dari sektor usaha. Jenis-jenis tersebut antara lain: a. Makanan dan minuman; b. Ritel (non food & food); c. Di bidang jasa; d. Salon rambut dan kecantikan; e. Binatu / jasa perbaikan; f. Jasa konsultasi; g. Fitnes dan perawatan jasmani; h. Photo furnitur/printing; i. Rental mobil. E. Perjanjian Waralaba Perjanjian waralaba (franchisee agreement) adalah perjanjian kerja sama bisnis waralaba yang dibuat secara tertulis antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba, yang dalam perjanjian tersebut juga terkandung perjanjian lisensi HKI dan ketentuan-ketentuan lain yang terkait dengan penyelenggaraan bisnis waralaba secara keseluruhan 7. Sebelum membuat perjanjian waralaba pertama yang harus dilakukan oleh pemberi waralaba adalah mendaftarkan prospektus penawaran waralaba, ketentuan yang mengatur tentang pendaftaran prospektus penawaran waralaba diatur dalam PP No. 42 Tahun 2007 yaitu: 7 Iswi Hariyani, op.cit, hlm. 66.

18 Pasal 10 (1) Pemberi waralaba wajib mendaftarkan prospektus penawaran waralaba sebelum membuat perjanjian waralaba dengan penerima waralaba. (2) Pendaftaran prospektus penawaran waralaba sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dapat dilakukan oleh pihak yang diberi kuasa. Penjelasan Pasal 10 Cukup jelas Prospektus penawaran waralaba ini harus diberikan oleh pemberi waralaba kepada calon penerima waralaba paling singkat dua minggu sebelum penandatanganan perjanjian waralaba. Prospektus penawaran waralaba meliputi keterangan tertulis dari pemberi waralaba yang sedikitnya menjelaskan tentang identitas, legalitas, sejarah, kegiatan, struktur organisasi, keuangan, jumlah tempat usaha, daftar penerima waralaba, hak dan kewajiban pemberi dan penerima waralaba. Pendaftaran prospektus penawaran waralaba dapat dilimpahkan oleh pihak lain yang di tunjuk atau diberi kuasa oleh pemberi waralaba. Setelah proses prospektus penawaran waralaba selesai dan penerima waralaba telah membuat perjanjian dengan pemberi waralaba maka selanjutnya pihak penerima waralaba diwajibkan untuk mendaftarkan perjanjian kepada Instansi yang berwenang. Penerima waralaba diwajibkan untuk mendaftarkan perjanjian waralaba didasari pertimbangan untuk membagi beban kewajiban di antara kedua pihak secara adil karena kedua belah pihak adalah mitra usaha yang mempunyai kedudukan hukum yang setara. Perjanjian waralaba merupakan perbuatan hukum antara pemberi waralaba dan penerima waralaba yang menimbulkan kewajiban dan hak timbal balik antara kedua pihak. Kewajiban pemberi waralaba adalah memberikan hak kepada penerima waralaba, sedangkan penerima waralaba adalah mendistribusikan

19 barang dan jasa dalam lingkup area geografis dan periode waktu tertentu dengan mempergunakan merek, logo dan sistem operasi yang dimiliki dan dikembangkan oleh pemberi waralaba. Pemberian hak itu dituangkan dalam bentuk perjanjian waralaba 8. Sebagaimana perjanjian pada umumnya, untuk sahnya perjanjian waralaba harus memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian yang tercantum dalam Pasal 1320 KUHPdt. Pasal 1320 Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal. Maksud dari pasal 1320 KUHPdt Ayat (1) adalah adanya suatu kesepakatan bagi mereka yang mengikatkan dirinya, jika dihubungkan dengan unsur-unsur di atas maka dalam perjanjian waralaba harus ada persetujuan antara pemberi waralaba dan penerima waralaba, tanpa ada paksaan, tipuan dan kekeliruan. Maksud dari Pasal 1320 KUHPdt Ayat (2) ini erat kaitannya dengan subjek hukum. Apabila dihubungkan dengan unsur-unsur perjanjian di atas maka dalam suatu perjanjian harus ada subjek hukum atau pihak-pihak yang terdiri dari sedikitnya dua orang. Pihak-pihak dalam perjanjian waralaba harus masuk dalam kriteria cakap melakukan perbuatan hukum, sudah dewasa atau mencakup umur 21 tahun atau sudah menikah walaupun belum mencapai umur 21 tahun. 8 Amir Karamoy, Waralaba Jalur Bebas Hambatan Menjadi Pengusaha Sukses, 2011, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm 56.

20 Pasal 1320 KUHPdt yang disebutkan dalam Ayat (3) yaitu suatu hal tertentu jika dihubungan dengan unsur-unsur perjanjian di atas maka suatu hal tertentu artinya ada prestasi yang akan dilaksanakan dan tujuan yang akan dicapai penerima waralaba adalah mempergunakan merek yang dimiliki oleh pemberi waralaba. Pasal 1320 KUHPdt yang disebutkan dalam Ayat (4) yaitu suatu sebab yang halal artinya perjanjian waralaba yang dibuat oleh pemberi dan penerima waralaba harus tertuang dalam bentuk tertulis, lisan atau tulisan dan ada syarat tertentu sebagai isi pelaksanaan perjanjian. Isi perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Perjanjian waralaba antara pemberi dan penerima waralaba Primagama Kota Metro Provinsi Lampung jika telah memenuhi empat syarat yang telah diuraikan di atas maka suatu perjanjian tersebut sah menurut hukum. Berdasarkan Pasal 5 PP No. 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba perjanjian waralaba harus memuat beberapa klausula, yaitu: 1. Nama dan alamat para pihak; 2. Jenis Hak Kekayaan Intelektual; 3. Kegiatan usaha; 4. Hak dan kewajiban para pihak; 5. Bantuan, fasilitas bimbingan operasional, dan pemasaran yang diberikan pemberi waralaba dan penerima waralaba; 6. Wilayah usaha; 7. Jangka waktu perjanjian; 8. Tata cara bayaran imbalan; 9. Kepemilikian, perubahan kepemilikan, dan ahli waris; 10. Penyelesaian sengketa; dan 11. Tata cara perpanjangan, pengakhiran, dan pemutusan perjanjian. Penjelasan Pasal 5 Cukup jelas

21 Suatu paket usaha waralaba pada dasarnya merupakan suatu paket yang terdiri dari beberapa jenis perjanjian. Perjanjian yang dimaksud biasanya terdapat perjanjian lisensi, perjanjian merek, perjanjian paten, perjanjian bantuan teknis dan mengenai perjanjian yang menyangkut kerahasiaan. Setelah syarat-syarat perjanjian terpenuhi oleh pihak penerima waralaba dan pemberi waralaba, para pihak telah bersepakat maka perjanjian waralaba dapat segera dilaksanakan. F. Kaitan Waralaba dengan Hak Kekayaan Intelektual Kegiatan bisnis waralaba berkaitan erat dengan pemanfaatan HKI atau Intellectual Property Right. Keterkaitan waralaba dengan HKI telah dinyatakan oleh Pasal 3 PP No. 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba yang antara lain mengharuskan waralaba memiliki enam kriteria yang termasuk kriteria ke 6 yaitu mempunyai HKI yang telah terdaftar di Instansi yang berwenang. Pendaftaran HKI tersebut meliputi dua hal: 1. Pendaftaran HKI untuk memperoleh sertifikat HKI dan; 2. Pendaftaran perjanjian Lisensi HKI. Pendaftaran HKI dan pendaftaran perjanjian lisensi HKI di bidang Hak Cipta, Merek, Paten, Desain Industri dan Tata Letak Sirkuit Terpadu (DTLS) diajukan kepada Ditjen HKI di bawah kementerian Hukum dan HAM. Pendaftaran perjanjian lisensi dagang juga harus diajukan juga kepada Ditjen HKI, dengan catatan atas rahasia dagang tidak diperlukan. Di sisi lain, khusus untuk

22 pendaftaran hak Perlindungan Varietas Tanaman (PVT), dan perjanjian lisensi PVT harus diajukan kepada kantor pusat PVT di bawah Kementerian Pertanian 9. Pendaftaran HKI, yang meliputi Hak Merek, Paten, Desain Industri dan yang lainya, wajib dilakukan agar kepemilikan atas hak tersebut diakui dan dilindungi negara. Namun demikian, khusus hak Cipta tidak wajib didaftarkan, sebab pengakuan negara terhadap suatu karya cipta bersifat otomatis tersebut muncul ke dunia nyata. 10 Lisensi HKI dan waralaba saling berkaitan, sehingga kita perlu memahami dengan benar persamaan dan perbedaan keduanya. Lisensi adalah suatu bentuk pemberian izin pemanfaatan atau penggunaan HKI, yang bukan merupakan pengalihan hak, yang dimilki oleh pemilik lisensi kepada penerima lisensi, dengan berupa royalti. Dalam pengertian ini tersirat bahwa seseorang penerima lisensi adalah independen terhadap lisensi, dalam pengertian bahwa penerima lisensi menjalankan sendiri usahanya, meskipun dalam menjalankam usahanya tersebut ia memanfaatkan HKI milik pemberi lisensi, yang untuk hal ini penerima lisensi membayar royalti kepada pemberi lisensi 11. 9 Iswi Hariyani, op.cit, hlm. 24 10 Ibid, Hlm. 26 11 Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis: Lisensi Atau Waralaba Suatu Panduan Praktis, 2004, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, Hlm. 14

23 Waralaba juga mengandung unsur-unsur yang sama dengan lisensi, hanya saja waralaba lebih menekankan kepada pemberian hak untuk menjual produk berupa barang atau jasa dengan memanfaatkan merek dagang milik franchisor dengan kewajiban kepada pihak franchisee utuk mengikuti metode dan tata cara atau prosedur yang telah ditetapkan oleh pemberi waralaba. dalam kaitan pemberian izin dan kewajiban pemenuhan standar, promosi maupun bantuan teknis lainya agar penerima waralaba dapat menjalankan usahanya dengan baik 12. 12 Ibid, Hlm. 15