I. PENDAHULUAN. tindak pidana lainnya di berbagai belahan dunia. Fenomena ini dapat dimaklumi

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUPTPK) disebutkan:

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. perkembangan zaman yang begitu pesat membuat manusia melakukan berbagai

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

I. PENDAHULUAN. perhatian dunia sejak perang dunia kedua berakhir. Di Indonesia sendiri fenomena

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

I. PENDAHULUAN. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D

I. PENDAHULUAN. berkaitan satu sama lainnya. Hukum merupakan wadah yang mengatur segala hal

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TINGGI TANJUNG KARANG PERKARA No. 3/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI DANA SERTIFIKASI PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

I. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat

I. PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu ditingkatkan usahausaha. yang mampu mengayomi masyarakat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

jenis kejahatan yang dapat menyentuh berbagai ranah kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari

I. PENDAHULUAN. Menurut ketentuan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

I. PENDAHULUAN. untuk menguntungkan diri sendiri atau korporasi, dengan cara menyalahgunakan. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara.

I. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di

I. PENDAHULUAN. pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

I. PENDAHULUAN. Sejarah korupsi di Indonesia terjadi sejak zaman Hindia Belanda, pada masa

I. PENDAHULUAN. untuk menguntungkan diri sendiri atau korporasi, dengan cara menyalahgunakan. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara.

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI

I. PENDAHULUAN. harus dilindungi. Anak tidak dapat melindungi diri sendiri hak-haknya, berkepentingan untuk mengusahakan perlindungan hak-hak anak.

BAB 1 PENDAHULUAN. secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum (Rechtstaat), tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. kepada Bishop Mabadell Creighton menulis sebuah ungkapan yang. menghubungkan antara korupsi dengan kekuasaan, yakni: power tends

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

I. PENDAHULUAN. dan sejahtera tersebut, perlu secara terus-menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang merugikan keuangan negara

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 003/PUU-IV/2006 Perbaikan 3 April 2006

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Korupsi merupakan tindakan yang dapat menimbulkan kerugian bagi keuangan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

kearah yang tidak baik atau buruk. Apabila arah perubahan bukan ke arah yang tidak

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil,

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

I. PENDAHULUAN. Amanat UUD 1945 Pasal 31 UUD 1945 mengamanatkan bahwa pendidikan merupakan hak bagi

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

I. PENDAHULUAN. harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA

I. PENDAHULUAN. tampak lebih nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyengsarakan dan menghancurkan suatu negara. Dampak korupsi bagi negara-negara dengan kasus korupsi berbeda-beda bentuk,

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Proses pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan masyarakat,

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. usahanya ia tidak mampu, maka orang cenderung melakukanya dengan jalan

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Selanjutnya disebut KUHP), dan secara

BAB III PENUTUP. Berdasarkan analisa kasus diatas dapat disimpulkan bahwa ada. keterkaitan antara jumlah kerugian negara dengan berat ringannya pidana

BAB I PENDAHULUAN. Era modernisasi saat ini, kejahatan sering melanda disekitar lingkungan

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini jumlah perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

I. PENDAHULUAN. formil. Hukum pidana materiil di Indonesia secara umum diatur di dalam Kitab

P U T U S A N Nomor : 21/PID.SUS.K/2014/PT-Mdn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengatasi atau mewaspadai segala bentuk perubahan sosial atau kebudayaan.

BAB I PENDAHULUAN. acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya

I. PENDAHULUAN. Penyelenggara pemerintahan mempunyai peran penting dalam tatanan (konstelasi)

PENGADILAN TINGGI MEDAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi

BAB I PENDAHULUAN. merugikan hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. masalah yang serius dan penegakannya tidak mudah.

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

I. PENDAHULUAN. Sebagaimana telah diketahui bahwa penegakkan hukum merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dapat terlihat dengan adanya pembangunan pada sektor ekonomi seperti

I. PENDAHULUAN. dengan aturan hukum yang berlaku, dengan demikian sudah seharusnya penegakan keadilan

BAB I PENDAHULUAN. hidup masyarakat Indonesia sejak dahulu hingga sekarang. banyaknya persoalan-persoalan yang mempengaruhinya. Salah satu persoalan

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

KADIS PENDIDIKAN MTB DAN PPTK RUGIKAN NEGARA Rp200 JUTA LEBIH.

I. PENDAHULUAN. mampu melakukan penyaringan terhadap kebudayaan asing yang bersifat liberal. Para remaja

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia baik pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat maupun dari para

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang 1945, diarahkan untuk meningkatkan hukum bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum, ketentuan ini tercantum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang melekat dan menyatu pada

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan dengan tindak pidana lainnya di berbagai belahan dunia. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingat dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindak pidana ini dapat membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, membahayakan pembangunan sosial ekonomi, dan juga politik, serta dapat merusak nilai-nilai demokrasi dan moralitas karena lambat laun perbuatan ini seakan menjadi sebuah budaya. Korupsi merupakan ancaman terhadap cita-cita menuju masyarakat adil dan makmur. Menyadari kompleksnya permasalahan korupsi ditengah-tengah krisis multi dimensional serta ancaman nyata yang pasti akan terjadi, maka tindak pidana korupsi dapat dikategorikan sebagai permasalahan nasional yang harus dihadapi secara sungguh-sungguh melalui keseimbangan langkah-langkah yang tegas dan jelas dengan melibatkan semua potensi yang ada dalam masyarakat khususnya pemerintah dan aparat penegak hukum.

2 Peningkatan korupsi di Indonesia dari tahun ke tahun terus membuat masyarakat resah. Tindak pidana korupsi sudah meluas dalam masyarakat, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian Negara, maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat. 1 Korupsi yang telah terjadi di Indonesia saat ini sudah dalam posisi yang memperhatikan, perkembangan praktek korupsi dari tahun ke tahun semakin meningkat. Meningkatnya tindak pidana korupsi ini akan membawa bencana tidak saja pada kehidupan perekonomian nasional, kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya serta dapat menghancurkan jaringan sosial, yang secara tidak langsung memperlemah ketahanan nasional serta eksistensi suatu bangsa. Reimon Aron seorang sosiolog berpendapat bahwa korupsi dapat mengundang gejolak revolusi, alat yang ampuh untuk mengkreditkan suatu bangsa. Bukanlah tidak mungkin penyaluran akan timbul apabila penguasa tidak secepatnya menyelesaikan masalah korupsi. 2 Indonesia telah memiliki peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur tentang tindak pidana korupsi. Pemerintah Indonesia sendiri telah mengubah undang-undang tentang tindak pidana korupsi sebanyak 3 (tiga) kali. Adapun peraturan perundang-undangan yang mengatur korupsi, yaitu: 1. Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; 1 Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Sinar Grafika, 2005, hlm. 2. 2 B. Simanjuntak, Pengantar Kriminologi dan Pantologi Sosial, Bandung, Tarsino, 1981, hlm. 310.

3 2. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; dan 3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; Istilah korupsi sesungguhnya sangat luas, mengikuti perkembangan kehidupan masyarakat yang semakin kompleks serta semakin canggihnya teknologi, sehingga mempengaruhi pola piker, tata nilai, aspirasi dan struktur masyarakat di mana bentuk-bentuk kejahatan yang semula terjadi secara tradisional berkembang kepada kejahatan inkonvensional yang semakin sulit untuk diikuti oleh norma hukum yang telah ada. Berdasarkan undang-undang bahwa korupsi diartikan: Pasal 2 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi: Barang siapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dan atau perekonomian negara atau diketahui patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahundan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi: Barang siapa dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan menyalah gunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan secara lngsung dapat merugikan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Barang siapa melakukan kejahatan yng tercantum dalam Pasal 209, Pasal 210, Pasal 387, Pasal 388, Pasal 415, Pasal 416, Pasal 417, Pasal 420, Pasal 425, Pasal 435 KUHP.

4 Tindak pidana korupsi dipandang sebagai tindak pidana yang merugikan negara. Definisi negara disini tidak hanya menyangkut negara dalam lingkup Pemerintah Pusat, tetapi juga menyangkut Pemerintah Daerah, hal ini terjadi karena memang tidak dapat dipungkiri, bahwa kekuasaan baik di pusat maupun daerah memang cendrung lebih mudah untuk korup ( Power tends to Corup). 3 Sebagai salah satu contoh korupsi pada tingkat daerah adalah di pemerintahan Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung, yaitu dengan terdakwa Berti Astuti, S.H., M.M. binti Ibrahim mantan Kepala Sub Bagian Keuangan Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung. Berti telah terbukti secara sah mengkorupsi dana sertifikasi pendidikan di Kabupaten Lampung Utara senilai Rp. 7.353.344.017,00 (tujuh milyar tiga ratus lima puluh tiga juta tiga ratus empat puluh empat ribu tujuh belas rupiah), Berti mengkorupsi dana tersebut dengan cara mengurangi dan tidak memberikan dana terseut kepada guru-guru yang berhak menerima. 4 Tertanggal 19 Juli 2013, Terdakwa Berti Astuti,S.H.,M.M. atas perintah dari Drs. Hi. Zulkarnain selaku mantan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Utara telah melakukan pencairan keseluruhan dana Tunjangan Profesi Guru (Sertifikasi) di PT. Bank Lampung Cabang Kotabumi menggunakan Cek Tarik Tunai di PT. Bank Lampung Cabang Kotabumi sebesar Rp. 77.974.626.731,00 (tujuh puluh tujuh milyar sembilan ratus tujuh puluh empat juta enam ratus dua puluh enam ribu tujuh ratus tiga puluh satu rupiah) yang tercampur menjadi satu 3 Romli Atmasasmita, Sekitar Masalah Korupsi, Aspek Nasional dan Aspek Internasional, Bandung, Mandar Maju, 2004, hlm. 75. 4 Safari, Kasus Korupsi Dana Sertifikasi Lampung Utara, http://www.saibumi.com/artikel-3372- terdakwa-kasus-dana-sertifikasi-guru-lampung-utara-dituntut-9-tahun-.html.. diakses sejak 2 Oktober 2012, pukul 12:44.

5 dengan dana kegiatan lainnya yang ada di Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Utara dengan total keseluruhan dana yang ada di Rekening Giro Dinas Pendidikan kabupaten Lampung Utara sebesar Rp. 360.163.007.144,31,00 (tiga ratus enam puluh milyar seratus enam puluh tiga juta tujuh ribu seratus empat puluh empat koma tiga puluh satu rupiah), keterangan Terdakwa tersebut diperkuat juga oleh 4 (empat) orang saksi Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) yang ada di Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Utara. yang ada di Rekening Giro Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Utara. 5 Dana Tunjangan Profesi (Sertifikasi) yang masuk ke Rekening Giro Dinas sebesar Rp. 77.974.626.731,00 (tujuh puluh tujuh milyar sembilan ratus tujuh puluh empat juta enam ratus dua puluh enam ribu tujuh ratus tiga puluh satu rupiah) tersebut, hanya dibayarkan terdakwa sebesar Rp. 70.621.282.715,00 (tujuh puluh milyar enam ratus dua puluh satu juta dua ratus delapan puluh dua ribu tujuh ratus lima belas rupiah), sehingga terdapat selisih sebesar Rp. 7.353.344.017,00 (tujuh milyar tiga ratus lima puluh tiga juta tiga ratus empat puluh empat ribu tujuh belas rupiah) yang tidak dibayarkan untuk triwulan ke IV bulan November 2012 dan Desember 2012, yang hal ini bertentangan dengan Ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 34/PMK.07/2012 tentang Pedoman Umum dan Alokasi Tunjangan Profesi Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah Propinsi, Kabaupaten dan Kota Tahun Anggaran 2012 pada Pasal 5 Ayat (1) menjelaskan: 5 Surat Putusan Nomor 3/PID.SUS-TPK/2014/PN.TK.

6 Pembayaran Tunjangan Profesi Guru PNS D dilaksanakan sebanyak 12 (dua belas) bulan dalam 1 (satu) tahun dan tidak termasuk untuk bulan ke 13 (tiga belas). 6 Penuntut Umum telah mendakwa Berti Astuti dengan Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 4 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasaan Tindak Pidana Korupsi yang diubah UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) yang menyatakan terdakwa Berti Astuti telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebesar Rp. 7.353.344.017,00 (tujuh milyar tiga ratus lima puluh tiga juta tiga ratus empat puluh empat ribu tujuh belas rupiah) serta menjauhkan pidana penjara terhadap terdakwa Berti Astuti, S.H., M.M. binti Ibrahim selama 9 (sembilan) tahun dan membayar denda sebesar Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) Subsidair 3 (Tiga) bulan kurungan serta membayar uang pengganti sebesar Rp 5.717.333.275,00 (lima milyar tujuh ratus tujuh belas juta tiga ratus tiga puluh tiga ribu dua ratus tujuh puluh lima rupiah). 7 Putusan hakim terhadap terdakwa ternyata lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum, yakni berdasarkan Putusan No. 13/PID.SUS/TPK/2014/PN.TK, terdawa dijatuhkan pidana 8 (delapan) tahun penjara dan denda Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) Subsidair 3 (tiga) bulan kurungan serta membayar uang pengganti sebesar Rp 3.695.333.275,00 (tiga milyar enam ratus sembilan puluh lima juta tiga ratus tiga puluh tiga ribu dua ratus tujuh puluh lima rupiah). 8 6 Ibid. 7 Surat Tuntutan Nomor Register Perkara: PDS 01/K.Bumi/01/2014. 8 Surat Putusan Nomor: 13/PID.SUS/TPK/2014/PN.TK.

7 Sedangkan pada tingkat banding berdasarkan Putusan No. 3/PID.Sus-TPK/2014/ PT.TJK, terdakwa dijatuhkan pidana 6 (enam) tahun penjara dan denda Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) serta membayar uang pengganti sebesar Rp 1.242.833.275.00,00 (satu milyar dua ratus empat puluh dua juta delapan ratus tiga puluh tiga ribu dua ratus tujuh puluh lima rupiah). 9 Dana yang dikorupsi oleh terdakwa adalah dana sertifikasi pendidikan guru seharusnya di terima oleh ratusan guru di Kabupaten Lampung Utara. sebagaimana kita ketahui dana sertifikasi pendidikan guru adalah merupakan dana tunjangan profesi bagi guru guna meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia pada umumnya dan di Kabupaten Lampung Utara Provinsi Lampung pada khususnya, maka apabila dana tersebut tidak tersalurkan maka akan berpengaruh pula pada mutu pendidikan di Kabupaten Lampung Utara. Dikarenakan masih banyaknya kasus tindak pidana korupsi di Indonesia bahkan dana sertifikasi pendidikan yang seharusnya menjadi hak bagi guru pun masih ada celah untuk dijadikan objek tindak pidana korupsi. Serta putusan hakim Pengadilan Tinggi Tanjung Karang yang lebih rendah dari dakwaan jaksa penuntut umum dan putusan hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang atas kasus ini dirasa penulis ditakutkan tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan menulis skripsi dengan judul, Analisis Putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Perkara No. 3/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK tentang Tindak Pidana Korupsi Dana Sertifikasi Pendidikan 9 Surat Putusan Nomor 3/PID.SUS-TPK/2014/PN.TK.

8 B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: a. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana korupsi dana sertifikasi pendidikan dalam putusan No 3/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK? b. Apakah putusan hakim pengadilan tinggi tanjung karang No. 3/PID.SUS- TPK/2014/PT.TJK terhadap pelaku tindak pidana korupsi dana sertfikasi pendidikan sudah tepat dan memenuhi rasa keadilan? 2. Ruang Lingkup Ruang lingkup dari penelitian ini adalah kajian bidang Hukum Pidana pada umumnya dan khususnya mengenai dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara tindak pidana korupsi. Objek kajian dalam penelitian ini adalah Putusan No. 3/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK dengan terdakwa Berti Astuti, S.H., M.M. binti Ibrahim. Penelitian dilakukan pada Pengadilan Tinggi Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada Tahun 2014.

9 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk: a. Mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana korupsi dana sertifikasi pendidikan di Pengadilan Tinggi Tanjung Karang dalam Putusan No. 3/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK. b. Mengetahui putusan hakim pengadilan tinggi tanjung karang No. 3/PID.SUS- TPK/2014/PT.TJK terhadap pelaku tindak pidana korupsi dana sertfikasi pendidikan sudah tepat dan sesuai dengan rasa keadilan atau belum. 2. Kegunaan penelitian Adapun kegunaan dari penelitian ini mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, yaitu: a. Secara Teoritis Penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan landasan teori bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya, dan dapat memberikan informasi mengenai implementasi dasar pertimbangan hakimdalam menjatuhkan putusan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi dana sertifikasi pendidikan.

10 b. Secara Praktis Penulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi para pembaca pada umumnya termasuk masukan bagi pemerintah dan aparat penegak hukum dalam mengambil langkah-langkah atau kebijakan yang tepat dan efisien guna menanggulangi dan memberantas tindak pidana korupsi dana sertifikasi pendidikan. D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis Kerangka teoritis adalah konsep yang merupakan abstraksi dan hasil pemikiran atau kerangka acuan yang ada pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti. 10 Kerangka teoritis dapat disebut juga suatu model yang menerangkan bagaimana hubungna suatu teori dengan faktor-faktor penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Setiap penelitian itu aka nada suatu kerangka teoritis yang menjadi acuan dan bertujuan untuk mengidentifikasi terhadap dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti. 11 a. Teori Dasar Pertimbangan Hakim Hakim adalah salah satu aparat penegak hukum yang berwenang mengadili dan menjatuhkan hukuman yang dianggap tepat untuk para pelaku tindak pidana. Oleh 10 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1994, hlm. 125. 11 Ibid, hlm. 126.

11 karena itu, seorang hakim dalam menjatuhkan putusan akan mempertimbangkan hal-hal yang bersifat yuridis dan non yuridis 12, yaitu: 1. Pertimbangan Yuridis Pertimbangan hakim yang bersifat yuridis adalah pertimbangan hakim yang didasarkan pada faktor-faktor yang terungkap di dalam persidanan dan oleh undang-undang telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di dalam putusan. Pertimbangan yang bersifat yuridis di antaranya, yaitu: a. Dakwaan jaksa penuntut umum b. Keterangan saksi c. Keterangan terdakwa d. Barang bukti e. Pasal-Pasal dalam Undang-Undang tindak pidana 2. Pertimbanga Non Yuridis a. Motif dan tujuan dilakukannya suatu tindak pidana b. Cara melakukan tindak pidana c. Sikap batin pelaku tindak pidana d. Faktor agama dari terdakwa e. Riwayat hidup dan keadaan sosial dan ekonomi f. Sikap dan tindakan pelaku sesudah melakukan tindak pidana g. Pengaruh pemberian sanksi terhadap masa depan pelaku h. Keadaan pribadi pelaku 12 Lilik Mulyadi, Kekuasaan Kehakiman, Surabaya: Bina Ilmu, 2007, hlm. 63.

12 Terdapat pula beberapa teori pendekatan yang dapat digunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan suatu perkara yaitu: 1. Teori keseimbangan Teori keseimbangan adalah keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang bersangkutan dan berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti adanya keseimbangan yang berkaitan dengan masyarakat, kepentingan terdakwa dan kepentingan korban. 2. Teori Pendekatan Intuisi Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi, dalam menjatuhkan putusan hakim menyesuaikan dengan keadaan dan pidana yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana, hakim akan melihat keadaan pihak terdakwa atau penuntut umum dalam perkara pidana. 3. Teori Pendekatan Keilmuan Titik tolak dari teori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana harus dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian khususnya dalam kaitannya dengan putusan-putusan terdahulu dalam rangka menjamin konsistensi dari putusan hakim. Pendekatan kailmuan ini merupakan semacam peringatan bahwa dalam memutus suatu perkara,hakim tidak boleh semata-mata atas dasar intuisi atau insting semata, tetapi harus dilengkapi dengan ilmu pengetahuan hukum dan juga wawasan keilmuan hakim dalam menghadapi suatu perkara yang harus di putusnya.

13 4. Teori Pendekatan pengalaman Pengalaman dari seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam menghadapi perkara-perkara yang di hadapinya setiap hari, dengan pengalaman yang dimilikinya, seorang hakim dapat mengetahui bagai mana dampak dari putusan yang dijatuhkan dalam suatu perkara pidana yang berkaitan dengan pelaku, korban, maupun masyarakat. 5. Teori Ratio Decidendi Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang disengketakan, kemudian mencari peraturan perundang-undangan yang lebih relevan dengan pokok perkara yang di sengketaka sebagai dasar hukum dalam penjatuhan putusan, serta pertimbangan hakim harus didasarkan pada motivasi yang jelas untuk menegakkan hukum dan memberikan keadilan. 13 b. Teori Konsep Keadilan Keadilan pada dasarnya sifatnya adalah abstrak, dan hanya bisa dirasakan dengan akal dan pikiran serta rasionalitas dari setiap individu atau masyarakat. Keadilan tidak berbentuk dan tidak dapat dilihat namun pelaksanaannya dapat kita lihat dalam perspektif pencarian keadilan. Berikut pandangan ahli tentang keadilan : 14 13 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif, Jakarta: Sinar Grafika, 2011, hlm. 105-112. 14 http://hadisiti.blogspot.com/2012/11/teori-keadilan-menurut-para-ahli.html Diakses pada tanggal 14 November 2014 Pukul 19.05 WIB.

14 1. Hans Kelsen, menurutnya keadilan tentu saja digunakan dalam hukum, dari segi kecocokan dengan hukum positif terutama kecocokan dengan undang-undang. Ia menggangap sesuatu yang adil hanya mengungkapkan nilai kecocokan relative dengan sebuah norma 'adil' hanya kata lain dari 'benar'. 2. Aristoteles, mengatakan bahwa keadilan adalah memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya. Selanjutnya, membagi keadilan menjadi dua bentuk yaitu; pertama, keadilan distributif, adalah keadilan yang ditentukan oleh pembuat undang-undang. Kedua, keadilan korektif, yaitu keadilan yang menjamin, mengawasi dan memelihara distribusi ini melawan seranganserangan ilegal. Fungsi korektif keadilan pada prinsipnya diatur oleh hakim dan menstabilkan kembali dengan cara mengembalikan milik korban yang bersangkutan atau dengan cara mengganti rugi atas miliknya yang hilang. Keadilan mencerminkan bagaimana seseorang melihat tentang hakikat manusia dan bagaimana seseorang memperlakukan manusia. Begitu pula hakim mempunyai kebebasan sepenuhnya untuk menentukan jenis pidana dan tinggi rendahnya suatu pidana, hakim mempunyai kebebasan untuk bergerak pada batas minimum dan maksimum, pidana yang diatur dalam Undang-undang untuk tiaptiap tindak pidana. 15 Dalam memberikan putusan terhadap suatu perkara pidana, seharusnya putusan hakim tersebut berisi alasan-alasan dan pertimbangan-pertimbangan yang bisa memberikan rasa keadilan bagi terdakwa. Dimana dalam pertimbangan-pertimbangan itu dapat dibaca motivasi yang jelas dari tujuan putusan diambil, yaitu untuk menegakkan hukum (kepastian hukum) dan memberikan keadilan. 16 15 Soedarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 1986, hlm. 78. 16 Nanda Agung Dewantara, Masalah Kebebasan Hakim dalam Menangani Suatu Masalah Perkara Pidana, Jakarta: Aksara Persada Indonesia, 1987, hlm. 50.

15 2.Konseptual Konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan dalam melaksanakan penelitian.kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang mempunyai artiarti yang berkaitan dengan istilah yang diteliti atau diketahui. 17 Berdasarkan definisi tersebut, maka konseptualisasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Analisis adalah kajian yang dilaksanakan terhadap sebuah bahasa guna meneliti struktur bahasa tersebut secara mendalam. 18 b. Putusan hakim adalah suatu pernyataan yang dikeluarkan oleh hakim, sebagai Pejabat Negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan dipersidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak. 19 c. Pengadilan tinggi adalah sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Umum yang berkedudukan di ibu kota Provinsi sebagai Pengadilan tingkat Banding terhadap perkara-perkara yang diputus oleh Pengadilan Negeri. 20 d. Pelaku menurut Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP adalah mereka yang melakukan, yang menyuruh lakukan dan turut serta melakukan perbuatan. e. Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana. 21 17 Soerjono Soekanto, Op.Cit, hlm. 32. 18 http://id.wikipedia.org/wiki/analisis, diakses sejak 1 November 2014, pukul 09:22. 19 Soedikno Mertokusumo, Hukum Acara Pidana Indonesia, Yogyakarta: Leberty, 1999, hlm. 175. 20 http://id.wikipedia.org/wiki/pengadilan_tinggi, diakses sejak 1 November 2014, pukul 14:03. 21 Wirjono Prodjodikoro, Asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: Rafika Aditama, 2002, hlm. 55.

16 f. korupsi menurut Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan meperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dengan menyalahgunakan wewenang, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian negara. g. Dana sertifikasi pendidikan adalah dana tunjangan profesi yang diberikan kepada guru yang telah mendapatkan sertifikat pendidik. 22 E. Sistematika Penulisan Peneliti dalam melakukan penulisan skripsi ini, menggunakan sistematika berikut: I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang latar belakang permasalahan, ruang lingkup dan perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual serta sistematika penulisan. II. TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan tentang landasan teori yang mencakup teori-teori hukum mengenai tindak pidana, unsur-unsur tindak pidana, pertanggungjawaban pidana, tindak pidana korupsi dan kewenangan hakim dalam memutus perkara pidana. III. METODE PENELITIAN 22 Undang-Undang No. 15 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

17 Bab ini diuraikan metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini, yaitu tentang langkah-langkah atau cara yang dipakai dalam penelitian yang memuat tentang pendekatan masalah, sumber dan jenis data, penentuan nara sumber, prosedur pengummpulan dan pengolahan data, serta analisis data. IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini menguraikan analisis data dan pembahasan atas hasil pengolahan data. Pembahasan tersebut mengenai penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi dana sertifikasi pendidikan dalam putusan No. 3/PID.SUS- TPK/2014/PT.TJK. V. PENUTUP Bab ini berisikan kesimpulan dari penelitian yang dilakukan dan saran yang dianggap perlu sebagai masukan bagi pihak-pihak yang terkait.