BAB V KETENTUAN KESELAMATAN RADIASI

dokumen-dokumen yang mirip
Dasar Proteksi Radiasi

BAB V Ketentuan Proteksi Radiasi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

DAFTAR ISI. BAB I. PENDAHULUAN.. 01 A. Latar Belakang 01 Tujuan Instruksional Umum. 02 Tujuan Instruksional Khusus 02

PEMANTAUAN PAPARAN RADIASI DAN KONTAMINASI DI DALAM HOTCELL 101 INSTALASI RADIOMETALURGI

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 01/Ka-BAPETEN/V-99 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN KERJA TERHADAP RADIASI

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

Bab 2. Nilai Batas Dosis

Dokumen yang Perlu Dipahami 1 Label Peringatan 2 ALARA 2 Dosimeter 3 Risiko Radiasi 3 Prinsip Proteksi Radiasi 5 Aturan Keselamatan Umum 6

MAKALAH PROTEKSI RADIASI

PREDIKSI DOSIS PEMBATAS UNTUK PEKERJA RADIASI DI INSTALASI ELEMEN BAKAR EKSPERIMENTAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ANALISIS DOSIS RADIASI PEKERJA RADIASI IEBE BERDASARKAN KETENTUAN ICRP 60/1990 DAN PP NO.33/2007

PEMANTAUAN RADIOAKTIVITAS ALPHA PADA BAK PENAMPUNG AIR PENDINGIN ACCUTOM PASCA PEMOTONGAN LOGAM U-Zr

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA

RENCANA PROGRAM KEGIATAN. Prasyarat : 1. Deteksi Dan Pengukuran Radiasi 2. Fisika Atom Dan Inti

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

PENGUKURAN RADIASI. Dipresentasikan dalam Mata Kuliah Pengukuran Besaran Listrik Dosen Pengajar : Dr.-Ing Eko Adhi Setiawan S.T., M.T.

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

: Panduan Penyusunan Program Proteksi dan Keselamatan Radiasi Dalam Kegiatan Well Logging LEMBAR PENGESAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG NILAI BATAS RADIOAKTIVITAS LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2000 (63/2000) TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

PEMANTAUAN PENERIMAAN DOSIS EKSTERNA DAN INTERNA DI INSTALASI RADIOMETALURGI TAHUN 2012

PENGENDALIAN DAERAH RADIASI DAN KONTAMINASI IEBE DAN IRM TAHUN 2009

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r

FORMAT DAN ISI PROGRAM DEKOMISIONING INNR


PENELITIAN DAN NUKLIR ABSTRAK PEKERJA BKTPB 1,27. msv. BEM. merupakan. tahun. ABSTRACTT. for radiation. carried out. on radiation.

BAB II. DASAR PENGETAHUAN PROTEKSI RADIASI

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENGENDALIAN PERSONEL DI PUSAT PENELITIAN TENAGA NUKLIR SERPONG TAHUN 2005

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN RADIASI

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 05-P/Ka-BAPETEN/VII-00 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN UNTUK KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN ZAT RADIOAKTIF UNTUK WELL LOGGING

SISTEM MANAJEMEN DOSIS PADA PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF DENGAN KENDARAAN DARAT

PEMANTAUAN DOSIS INTERNA PEKERJA RADIASI DI PUSAT TEKNOLOGI BAHAN BAKAR NUKLIR TAHUN 2009

PENGUKURAN LAJU DOSIS PAPARAN RADIASI EKSTERNAL DI AREA RADIOTERAPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG. Diterima: 6 Juni 2016 Layak Terbit: 25 Juli 2016

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG TINGKAT KLIERENS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Congrat Roentgen tahun 1895 dan unsur Radium oleh Fierre dan Marie Curie, 3

PEMANTAUAN DOSIS RADIASI INTERNAL DENGAN WBC UNTUK PEKERJA PUSAT TEKNOLOGI LIMBAH RADIOAKTIF SERPONG TAHUN 2012

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 05-P/Ka-BAPETEN/VII-00 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN UNTUK KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM KEGIATAN IMPOR, EKSPOR, DAN PENGALIHAN BARANG KONSUMEN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1202, 2012 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Kedokteran Nuklir. Radiasi. Keselamatan.

*39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERIKSAAN KESEHATAN PEKERJA RADIASI DI PTKMR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

PEMANTAUAN RADIOAKTIVITAS UDARA BUANG INSTALASI RADIOMETALURGI TAHUN 2008

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM KEDOKTERAN NUKLIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR FORMULIR PERMOHONAN SURAT IZIN BEKERJA PETUGAS TERTENTU

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

KAJIAN KESELAMATAN PADA PROSES PRODUKSI ELEMEN BAKAR NUKLIR UNTUK REAKTOR RISET

2015, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang

PEMANTAUAN KONTAMINASI DAN DEKONTAMINASI ALAT POTONG ACCUTOM DI LABORATORIUM KENDALI KUALITAS HR-22 IEBE PTBN

TINJAUAN DOSIS RADIASI EKSTERNAL TERHADAP PEKERJA DALAM PERBAIKAN DETEKTOR NEUTRON JKT03 CX 821 DI RSG-GAS

2012, No Instalasi Nuklir, Reaktor Nuklir, dan Bahan Nuklir adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Keten

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN IRADIATOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 05-P/Ka-BAPETEN/I-03 TENTANG PEDOMAN RENCANA PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1975 TENTANG KESELAMATAN KERJA TERHADAP RADIASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 04-P/Ka-BAPETEN/I-03 TENTANG PEDOMAN PELATIHAN OPERATOR DAN SUPERVISOR REAKTOR NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR. TAHUN. TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PRODUKSI BARANG KONSUMEN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN PERALATAN RADIOGRAFI INDUSTRI

KAJIAN TERHADAP IMPLEMENTASI PROGRAM PROTEKSI RADIASI DI INSTALASI ELEMEN BAKAR EKSPERIMENTAL

PENENTUAN DOSIS RADIASI EKSTERNAL PADA PEKERJA RADIASI DI RUANG PENYINARAN UNIT RADIOTERAPI RUMAH SAKIT DR.KARIADI SEMARANG

EVALUASI ASPEK KESELAMATAN KEGIATAN METALOGRAFI DI INSTALASI ELEMEN BAKAR EKSPERIMENTAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAPETEN. Petugas Tertentu. Bekerja. Instalasi. Sumber Radiasi Pengion. Bekerja. Surat Izin. Pencabutan.

DEKONTAMINASI MIKROSKOP OPTIK HOTCELL 107 INSTALASI RADIOMETALURGI DENGAN CARA KERING

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR

KOMPARASI PERHITUNGAN DOSIS RADIASI INTERNA PEKERJA PPTN SERPONG BERDASARKAN ICRP 30 TERHADAP ICRP 68

FORMAT DAN ISI LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN DEKOMISIONING. A. Kerangka Format Laporan Pelaksanaan Kegiatan Dekomisioning URAIAN INSTALASI

Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2000 Tentang : Keselamatan Dan Kesehatan Terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion

Transkripsi:

BAB V KETENTUAN KESELAMATAN RADIASI Ketentuan Keselamatan Radiasi diatur dengan SK Kepala BAPETEN No. 01/Ka- BAPETEN/V-99 tentang Ketentuan Keselamatan kerja terhadap radiasi. Ketentuan keselamatan radiasi tersebut dimaksudkan sebagai persyaratan bagi mereka yang bekerja dengan sumber radiasi pengion di bidang kesehatan, industri, pendidikan, penelitian dan lain-lain. Keytentuan tersebut merupakan persyaratan minimal yang harus dipenuhi. Secara keseluruhan ketentuan keselamatan radiasi tersebut memuat etentuan tentang organisasi proteksi radiasi dan nilai batas dosis bagi pekerja radiasi, masyaralcat umum, dan lingkungan. A. Organisai Proteksi Radiasi Pengusaha instalasi radiasi mempunyai tanggung jawab tertinggi terhadap lamatan personil dan anggota masyarakat lain yang berada di dekat instalasi di pengawasannya. Oleh karena itu adanya organisai proteksi radiasi atau rang yang secara khusus diberi tugas memperhatikan masalah keselamatan radiasi, Bila mana perlu pengusaha radiasi dapat menunjuk dirinya sendiri untuk maksud tersebut. Tanggung jawab dan kewajiban serta wewenang nya harus dinyatakan dengan jelas. Bilamana perlu pengusaha instalasi radiasi dapat membentuk Komoisi Keselamatan radiasi. B. Nilai Batas Dosis Keselamatan radiasi dimaksudkan sebagai usaha untuk melindungi seseorang, ketrunannya, dan juga masyarakat secara keseluruhan terhadap Kemungkinan terjadinya akibat biologi yang merugikan dan radiasi. Akibat ini somatic jika dialami oleh dirinya sendisi, dan genetic jika dialami oleh keturunnanya. Jika terjadinya tidak memelukan dosis ambang maka akibat itu disebut dengan akibat stokastik, dan jika tingkat keparahan tergantung pada dosis radiasi disebut akibat non stokastik. Akibat genetic dianggab sebagai akibat stokastik sehingga tidak memerlukan dosis ambang. Sehubungan dengan hal tersebut tujuan keselamatan radiasi adalah: a. Membatasi peluang terjadinya akibat stokastik dan risiko akibat pemakaian radiasi yang dapat diterima masyarakat. b. Mencegah terjadinya akibat non-stokastik dan radiasi yang membahayaaakan seseorang Universitas Gadjah Mada 1

Dengan demikian, mekipun seseorang menerima penyinaran secara terus selama hidupnya atau usia kerjanya, dosis ambang tidak akan tercapai. Nilai batas yang ditetapkan hanya didasarkan pada penyinaran dalam keadaan normal. 1. Sistem Pembatasan Dosis. Untuk maksud pembatasan dosis ditetapkan suatu system pembatas dosis sebagai berikut: a. Setiap pemanfaatan zat radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya didasarkan pada azas manfaat dan lebih dulu memperoleh persetujuan dan BAPETEN b. Penyinaran yang berasal dan zat radioaktif dan atau sumber radiasi linnya harus diusahakan serendah-rendahnya, dengan mempertimbangkan factor ekonomi dan social. c. Dosis yang diterima oleh seseorang tidak boleh melampaui Nilai Batas Dosis yang yang telah ditetapkan. Nilai batas yang ditetapkan dalam ketentuan keselamatan radiasi bukan batas tertinggi ayang apabila terlampaui seseorang akan mengalami akibat yang nyata, meskipun demikian perlu upaya penenimaan dosis yang serendah mungkin, yang sering disebut ALARA( As Low As Reasonably Achievable). Dalam penerapan system pembatasan disis tersebut harus mempertimbangkan dosis terikat yang berasal dan kegiatan ini maupun yang akan datang. Yng dimaksud dengan dosis terikat adalah dosis terhadap organ atau jaringan tubuh yang akan diterima selama 50 tahun yang disebabkan oleh pemasukan satu m&am atau lebih radionuklida ke dalam organ atau jaringan dalam tubuh. 2. Pembatasan Dosis untuk pekerja radiasi. Umur minimal pekerja radiasi adalah 18 tahun, sehingga pekerja yang berumur kurang dan 18 tahun tidak diizinkan untuk ditugaskan sebagai pekerja radiasi, atau diberi tugas yang inemungkinkan memdapatkan penyinaran. Demikian pula dengan wanita usia subur perlu dilakuan pengaturan khusus. Nilai batas yang ditetapkan dimaksudkan sebagai dasar untuk merancang prosedur kerja, system proteksi radiasi, dan untuk menentukan efisiensi proteksi dan cara kerja, serta untuk menentukan luas dan sifat tindakan kesehatan yang perlu diberikan kepada seseorang. Pengusaha harus mengupayakan agar penyinaran untuk masyarakat umum serendah mungkin. Nilai batas dosis untuk masyarakat umum ditetapkan sama dengan 0,1 x NBD untuk pekerja radiasi. Universitas Gadjah Mada 2

Nilai batas dosis (NBD) untuk penyinaran seluruh tubuh ditetapkan 50 msv (5000 mrem) per tahun. Khusus untuk wanita usia subur, pada abdomen pekerja radiasi wanita usia subur ditetapkan tidak lebih dan 13 msv (1300 mrem) dalam jangka waktu 13 minggu, dan tidak melebihi NBD. Untuk wanita hamil, jumlah penerimaan dosis sejak dinyatakan hamil hingga melahirkan tidak boleh lebih dari 10 msv atau (1000 mrem). 3. NBD Penyinaran lokal. Penyinaran local adalah penyinaran yang hanya pada bagian tertentu dari tubuh.: a. Dosis rata-rata setiap organ atau bagian jaringan tidak melebihi 500 msv (50000 mrem) dalam setahun b. Disamping itu untuk lensa mata nilai batas dosisnya 150 msv (15000 mrem), untuk kulit 4. Nilai batas Dosis Untuk Magang Dalam rangka pendidikan dan latihan, maka siswa dalam melaksanankan kerja praktik terpaksa menggunakan sumber radiasi pengion. Untuk maksud tersebut, jika magang berumur lebih dan 18 tahun maka nilai batas dosis sama dengan NBD pekeia radiasi, tetapi jika magtng berumur 16 sampai dengan 18 tahun maka nilai batas dosis 0,3 x NBD untuk pekeetja radiasi. Jika magang berumur kurang dan 16 tahun maka nilai batas dosis diperlakuakn sama dengan nilai batas dosis untuk masyarakat umum yaitu 0,1 x NBD masyarakat umum = 0,5 msv (50 mrem) pertahun, dan setiap kali penyinaran tidak boleh lebih dan 0,1 dan NBD nya. 5. Pembatasan Dosis untuk Penyinaran kusus yang direncanakan Penyinaran khusus dapat dilakukan jika telah mendapat izin dan Pengusaha Insatalasi, dan dengan mempeertimbangkan kesehatan dan usia pekeerja radiasi. Dosis atau dosis terikat tidak boleh lebih dan 2 x NBD atau tdak boleh lebih dan 5 x NBD untuk seumur hidup. Penyinaran secana khusus tidak boleh ditugaskan kepada seorang pekerja radiasi yang: a. Duabelas bulan terakhir pemah menerima dosis radiasi melebihi NBD nya b. Pernah menerima dosis radiasi dalam keadaan darurat sehingga dosis keseluruhan 5 x NBD untuk seumur hidup. c. Masuk dalam kelompok wanita usia subur. Universitas Gadjah Mada 3

6. Nilai batas Dosis Turunan. Nilai Batas Dosis tersebut di atas adalah nilai batas dasar, sehingga untuk menjamin dipatuhinya NBD tersebut maka dapat ditentukan Nilai Batas Dosis Turunan, misalnya besaran yang berkaitan dengan lingkungan kerja. Batas turunan berupa laju dosis di tempat kerja, tingkat kontaminasi udara, kontaminasi permukaan atau permukaan benda yang ada di lingkungan. Pengusaha instalasi dapat menetapkan nilai batas dosis, yang disebut dengan batas setempat. Sebagai contoh dan NBD 50 msv maka pengusaha instalasi dapat menetapkan nilai batas niingguan atau hanian, misalnya penetapan didsarkan batas setempat 30 msv per tahun sehingga setara dengan 0,6 msv per minggu. Untuk penyinaran diakibatkan masuknya zat radioaktif ke dalam tubuh, maka didifisikan Batas Masukan Tahunan (BMT), sebagai jumlah aktivitas suata radionuklida yang masuk ke dalam tubuh yang akan memberikan dosis ekivalen terikat sama atau tidak lebih 50 msv, dan memberikan dosis ekivalen pada sembarang organ atau jaringan tidak melampaui 500 msv. P adalah jumlah masukan selama 1 tahun, dan BMT adalah nilai maksimum P tersebut. Untuk penyinaran luar dan dalam secara bersamaan, maka nilai batas dipersyaratkan Mengingat pemasukan radionuklida masuk melewat jalur pernafasan dan pencemakan maka a. Kadar aktivitas maksimum dalam udara Untuk keperluan praktis BMT sulit diterapkan karena besaran ini tidak dapat di ukur secara langsung, untuk ini didifinisikan batas turunan kadar aktivitas dalam udara (KMU). Dengan anggapan selama 1 tahun pekerja bekerja selama Universitas Gadjah Mada 4

2000 jam, dan laju pernafasan 20 liter per menit, sehingga selama 1 tahun kerja dihirup udara sebanyak 2.400.000 liter atau 2400 m3, maka b. Kadar Aktivitas maksimum dalam air Radionuklida yang masuk melalui jalur pencernaan baik melewai makanan maupun miniman, akan disebarkan keseluruh tubuh sesuai dengan mekanisme yang ada. Pengurangan tingkat aktivitas radionuklida dalam tubuh disebabkan oleh sfat radioaktifitas radionuklida, serat proses pengurangan biologi dalam tubuh. Untuk ini didifinisikan umur paro efektif, yaitu waktu yang diperlukan untuk menurunkan aktivitas radionuklida dalam system biologi menjadi separonya, sehingga Jika pemasukan secara kontinue (kronis) maka, berdasarkan persamaan di atas diperoleh hubungan Jika waktu yang cukup lama (dalam prakteknya, waktu> 6 x umur paro efektifnya), maka C. Ketentuan umum Proteksi radiasi bagi pekerja radiasi Dalam bekerja dengan radiasi perlu dilakukan beberapa hal, yaitu penyinaran, pemonitoran dan pencatatan dosis radiasi, dan pengawasan kerja. 1. Pembatasan Penyinaran Pembatasan penyinaran diterapkan dengan melakukan pembagian daerah klasifikasi pekerja radiasi, dan pemeriksaan dan pengujian perlengkapan proteksi radiasi termasuk alat ukur radiasi. Pembagian daerah kerja didasarkan pada kemungkinan penerimaan dosis pekerja radiasi di daerah tersebut, yang pembagiannya pada bagan berikut: Universitas Gadjah Mada 5

Daerah Pengawasan Daerah radiasi Sangat rendah 1-5 msv Rendah (100-500 mrem) 5-15 msv (500-1500 mrem) Daerah Pengendalian Sedang 15-50mSv Daerah kontaminasi Tinggi Rendah (1500-5000 mrem) >50 msv (>5000 mrern) α >50mSv β >5000 mrern) Sedang α <3,7Bq/cm 2 β<37 Bq/cm 2 udara <0,1 BTKZR Tinggi α >3,7 Bq/cm 2 β >37 Bq/cm 2 2. Klasifikasi pekerja radiasi Pekerja radiasi diklasifikasikan menjadi 2, yaitu Pekerja radiasi Katagori A, dan Pekerja radiasi Katagosi B. a. Pekerja radiasi katagori A adalah pekerja radiasi yang mungkin menerima dosis radiasisama atau lebih besar dan 15 msv (1500 mrem) per tahun. b. Pekerja radiasi katagori B adalah pekerja radiasi yang mungkin menerima dosis radiasi lebih kecil dan 15 msv (1500 mrem) per tahun. Magang dan siswa yang berumur 16-18 tahun termasuk dalam katagori 3. Pemeriksaan dan pengujian perlengkapan Proteksi radiasi. Perlengkapan proteksi radiasi dan alat ukur radiasi harus mempunyai unyuk kerja yang baik yang dinyatakan dengan pengujian oleh tenaga ahli atau iunstansi yang berwenang. Pengujian tersebut meliputi: a. Rencana pemasangan perlengkapan proteksi radiasi. b. Kebenaran pemasangan baru dan segi proteksi radiasi c. Keefektifan Teknik dan perlengkapan proteksi radiasi. Pengujian dikiakukan secara berkala. d. Kesesuaian dan kebenaran pemakaian alat ukur radiasi. Pengujian dikiakukan secara berkala. Universitas Gadjah Mada 6

D. Pemonitoran dosis radiasi Pemonitoran dibedakan menjadi 2 yaitu Pemonitoran daerah kerja dan pemonitoran perorangan. Pemonitoran daerah kerja meliputi pengukuran laju dosis, laju fluens, kontaminasi udara, kontaminasi di permukaan, dengan memperhatikan keadaan fisik kimia zat radioaktif tersebut. Pemonitoran perorangan meliputi pemonitoran penyinaran interna dan eksterna. Hasil pemonitoran harus dilaporkan secara berkala kepada BAPETEN. E. Pencatatan Dosis Hasil pemonitoran baik pemonitoran daerah kerja maupun perorangan harus Larsip untuk jangka waktu minimal 30 tahun. Disamping data pemonitoran tersebut, perlu diarsip seterti data di atas, data kecelakaan atau keadaan darurat, serta yang diambil F. Pengawasan kesehatan. Pengawasan kesehatan terhadap pekerja radiasi didasarkan pada prinsip pemeriksaan kesehatan pada umumnya. Pengawasan kesehatan meliputi pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja, masa bekerja, dan pada waktu pemutusan hubungan kerja. Pemeriksaan pada masa kerja dilakukan secara berkala. Pemeriksaan khusus dilakukan jika terjadi kontaminasi intema, atau melampaui nilai batas dosis yang telah ditentukan. Setiap pekerja radiasi memiliki katu kesehatan yang selalu di mutakhirkan selama masa kerja. Kaartu kesehata memuat keterangan tentang sifat pekerjaan, pemerikasaan sebelum bekerja, pemeriksaan selama bekerja, dan pemeriksaan khusus. Kartu kesehatan ini diarsip sampai dengan 30 tahun setelah terjadi pemutusan hubungan kerja. Universitas Gadjah Mada 7