Komposisi Aset Sektor Keuangan

dokumen-dokumen yang mirip
UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sistem keuangan merupakan salah satu hal yang krusial dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. keuntungan dari kenaikan harga saham atau pembayaran sejumlah dividen oleh

BAB I PENDAHULUAN. besar atau paling tidak sama dengan return (imbalan) yang dikehendaki

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian melalui fungsinya sebagai intermediary service, stabilitas ekonomi di lain pihak.

I. PENDAHULUAN. melakukan berbagai transaksi bisnis dan pembayaran-pembayaran tagihan.

BAB 1 PENDAHULUAN. memperbaiki perekonomian Indonesia. Tingginya laju inflasi yang terus

BAB I PENDAHULUAN. investasi yang produktif guna mengembangkan pertumbuhan jangka panjang.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan wahana yang mempertemukan pihak yang. kelebihan dana (investor) dan pihak yang membutuhkan dana (peminjam)

BAB I PENDAHULUAN. akuntansi. Pengukuran ini perlu diketahui pihak yang berkepentingan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting bagi pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan bank yang berupa penghimpunan dan penyaluran dana dapat

BAB I PENDAHULUAN. terdaftar di BEI sekitar 500 perusahaan, hal ini tidak lepas dari upaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. pertama kali yang berdiri di Indonesia yaitu Bank Muamalat dapat membuktikan

BAB I PENDAHULUAN. keuangan dalam pembiayaan pembangunan sangat diperlukan. Bank

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Keberadaan sektor perbankan sebagai subsistem dalam perekonomian suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk Indonesia. Sektor perbankan berfungsi sebagai perantara keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia perbankan yang sangat pesat disertai dengan tingkat

I. PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan terpenting dan sangat. bank bagi perkembangan dunia usaha juga dinilai cukup signifikan, dimana bank

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pembangunan nasional yang berfungsi sebagai financial. pihak-pihak yang memerlukan dana (Mahardian, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. perbankan, karena perbankan memegang peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup. besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara.

BAB 1 PENDAHULUAN. (Nopirin, 2009:34). Kelangkaan dana yang dimiliki dunia perbankan memicu

BAB 1 PENDAHULUAN. nilai-nilai normatif dan rambu-rambu Ilahi (Antonio, 2001).

BAB I PENDAHULUAN. konsumtif sehingga pertumbuhan ekonomi dapat terwujud.

BAB I PENDAHULUAN. efektif dalam menunjang pertumbuhan perusahaan, karena pasar modal

BAB I PENDAHULUAN. (saham), reksa dana, instrumen derivatif maupun instrumen lainnya. Pasar Modal

BAB I PENDAHULUAN. Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Himawan Hariyoga, dalam. 283,5 trilliun. Berikut data realisasi investasi hingga September 2012:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini telah

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan perusahaan yang secara sederhana adalah tingkat keuntungan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalankan kegiatan operasionalnya akan membutuhkan struktur. modal yang kuat untuk meningkatkan laba agar tetap mampu

BAB I PENDAHULUAN. penjualan saham di pasar modal (go public). Pasar modal mempertemukan calon

kemaslahatan, Keseimbangan, dan Universalisme.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masih terbayang dibenak kita aksi protes yang dilakukan salah satu nasabah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Terhadap Obyek Studi

BAB I PENDAHULUAN. diperjualbelikan, salah satunya dalam bentuk ekuitas (saham). Pasar

BAB 1 PENDAHULUAN. kembalian investasi (return) baik berupa pendapatan dividen (dividend yield)

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan kelembagaan perbankan syariah di Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi utama dari perbankan adalah intermediasi keuangan, yakni proses

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibiayai, perbankan lebih memilih mengucurkan dana untuk kredit ritel dan

BAB II PROSES BISNIS

BAB 1 PENDAHULUAN. sarana yang berguna untuk menggalang pengerahan dana jangka panjang dari

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengalami perbaikan. Hal tersebut dikarenakan perekonomian merupakan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, dengan

SEKTOR MONETER, PERBANKAN DAN PEMBIAYAAN BY : DIANA MA RIFAH

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini Indonesia memiliki dua jenis lembaga perbankan, yaitu perbankan

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan di ukur dan ditentukan oleh uang sehingga eksistensi dunia

I. PENDAHULUAN. Sektor perbankan merupakan salah satu sektor yang memegang. peranan penting dalam pelaksanaan pembangunan terutama dalam

PENGARUH RASIO KEUANGAN TERHADAP HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. Ulama Indonesia yang didukung oleh para pengusaha muslim dan cendekiawan

BAB I PENDAHULUAN. kepada pihak yang kekurangan dana pada waktu yang ditentukan (Dendawijaya,

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan bank, mencakup

BAB I PENDAHULUAN. Struktur pendanaan merupakan indikasi bagaimana perusahaan membiayai

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sahamadalah memperoleh keuntungan dari kenaikan harga saham. kerja, dengan sendirinya akan mengurangi jumlah pengangguran.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. bab sebelumnya, maka peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan dan struktur permodalan yang lemah dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. Peranan bank dalam kegiatan perekonomian sangat fundamental, setiap

BAB I PENDAHULUAN. lembaga keuangan bank dalam sebuah negara akan memberikan dukungan. ekonomi dan hingga kondisi perbankan pada saat sekarang ini..

BAB I PENDAHULUAN. di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kegiatan perekonomian suatu negara tidak lepas dari transaksi keuangan.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan uraian-uraian teori, hasil penelitian, dan analisis baik secara

I. PENDAHULUAN. Investasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan kesejahteraan di masa datang

ARTIKEL PASAR MODAL MEMBANTU PEREKONOMIAN Purbaya Yudhi Sadewa Senior Economist Danareksa Research Institute

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Aktvitas investasi yang dilakukan investor dihadapkan pada berbagai macam resiko

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan industri-industri manufaktur harus mencari sumber dana guna

BAB I PENDAHULUAN. 1) Pasar modal merupakan tempat diperjual belikanya berbagai instrument

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan adanya krisis ekonomi yang menimpa Indonesia sejak

I. PENDAHULUAN. Setiap orang dihadapkan pada berbagai pilihan dalam menentukan proporsi dana

I. PENDAHULUAN. Perbankan Indonesia telah memainkan berbagai peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. karena melibatkan pengelolaan uang masyarakat dan diputar dalam bentuk

Mengenal Otoritas Jasa Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam berbagai alternatif investasi.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Terminologi perbankan di Indonesia saat ini diatur dalam regulasi

BAB I PENDAHULUAN. Semakin ketatnya persaingan usaha di Indonesia mendorong perusahaan untuk terus

BAB I PENDAHULUAN. bertindak sebagai penyimpanan benda berharga, membiayai perusahaan, dll

BAB I Latar Belakang. Praktik perbankan di Indonesia saat ini yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan

BAB I PENDAHULUAN. keberlanjutan entitas bisnis dan untuk mengukur kemampuan bersaing dalam

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting di dalam

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan

BAB I PENDAHULUAN. investor atau calon investor menilai bahwa perusahaan berhasil dalam mengelola

BAB 1 PENDAHULUAN. modal dan menawarkan sahamnya di masyarakat/publik (go public). Perusahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nilai perusahaan didefinisikan sebagai persepsi investor terhadap tingkat

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. dengan menggunakan pendekatan CAMELS pada data penelitian yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat (investor) yang kemudian disalurkan kepada sektor-sektor yang

BAB I PENDAHULUAN. yang terdaftar di pasar modal sebanyak 573 emiten. Jumlah tersebut mengalami

BAB I PENDAHULUAN. saat ini untuk mendapatkan hasil yang lebih besar dimasa yang akan datang. Atau bisa juga

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan menerbitkan saham. Penerbitan saham ini dilakukan oleh berbagai jenis

BAB I PENDAHULUAN 1.8 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP PERUBAHAN HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga perantara keuangan ( Financial Intermediales )

Transkripsi:

Sistem Keuangan Indonesia : Membaca Statistik Sistem Keuangan Indonesia Oleh: Subagyo Artikel ini ditulis sebagai bahan diskusi dalam Mata Kuliah Pasar Keuangan (Financial Markets). Dalam Statistik Sistem Keuangan Indonesia, yang secara bulanan diterbitkan oleh Bank Indonesia, pada edisi Bulan Pebruari 2017 memberikan gambaran mengenai kondisi Sistem Keuangan Indonesia yang sebagian indikator akan digambarkan dalam artikel ini. Namun dalam edisi publikasi tersebut, meskipun terbitan berkala bulan Pebruari 2017, data terakhir yang termaktub adalah data bulan Desember 2016. Dalam pengantar publikasi ini, dikatakan bahwa diterbitkannya Statistik Sistem Keuangan Indonesia ini dalam rangka mendukung tugas-tugas terkait dengan kebijakan Makroprudensial / Stabilitas Sistem Keuangan (SSK). Statistik Sistem Keuangan Indonesia merupakan kumpulan indikator yang mengambarkan perkembangan berbagai elemen ekonomi terkait sistem keuangan yang menjadi fokus kebijakan makroprudensial (stabilitas sistem keuangan) di Indonesia. Komposisi Aset Sektor Keuangan Dalam Statistik Sistem Keuangan Indonesia, dengan data bulan Desember 2016, Komposisi Aset Sektor Keuangan Indonesia tergambarkan dalam gambar sebagai berikut: Komposisi Aset Sektor Keuangan Perbankan Asuransi Pers. Pembiayaan Dana Pensiun Modal Ventura Lembaga Penjaminan 8% 3% 6% 0% 0% 0% 83%

Dari gambar tersebut, aset industri Perbankan memiliki tingkat dominasi yang luar biasa tinggi, diikuti dengan industri Asuransi, Perusahaan Pembiayaan dan Dana Pensiun. Sedangkan industri keuangan lainnya memilki porsi kepemilikan aset yang relatif sangat kecil. Aset industri Asuransi yang menduduki posisi kedua, masih bernilai sepersepuluh jika dibandingkan dengan aset industri Perbankan. Dominannya aset industri Perbankan menjadikan sistem keuangan di Indonesia bertumpu dan begitu bergantung pada industri Perbankan. Hal ini membawa konsekuensi pada masih bergantungnya sumber pendanaan sebagai bagian dari kebijakan pendanaan (financing decision) pada sumber pendanaan perbankan dalam bentuk kredit. Demikian pula dari sisi alternatif investasi atau penempatan dana, industri Perbankan masih menjadi preferensi utama bagi sebagian besar masyarakat dan korporasi. Jika melihat data terkait dengan nilai Net Interest Margin (NIM), Bank Umum Konvensional memiliki nilai NIM yang relatif tinggi, yaitu 5,63%. Dengan nilai NIM sebesar itu, maka indikasi yang bisa ditangkap adalah industri Perbankan saat ini masih belum mampu memberikan tingkat bunga atas kredit yang kompetitif jika diperbandingkan dengan Perbankan di luar negari, yang rata-rata memiliki tingkat NIM relatif lebih rendah daripada Perbankan Indonesia. Atau dengan kalimat lain, pengguna dana Perbankan (debitur) menanggung biaya modal (cost of capital) yang relatif lebih tinggi daripada kompetitor mereka (pengguna dana) di luar negeri. Dengan nilai NIM yang relatif tinggi, itu pula yang menyebabkan investor asing menjadi tertarik untuk bermain dalam industri Perbankan di Indonesia. Kondisi dominasi aset industri Perbankan dibandingkan dengan industri keuangan lainnya perlu segara direduksi. Artinya industri keuangan lainnya perlu ditingkatkan peran ekonominya dalam sistem keuangan Indonesia. Dari sisi masyarakat masih diperlukan literasi keuangan (financial literacy) yang masif untuk mengenalkan industri keuangan lainnya (selain Perbankan) agar dominasi ini tidak semakin menjadi-jadi. Belum lagi, jika kita melihat struktur kepemilikan atas industri keuangan. Ada pengumpulan kepemilikan industri keuangan kepada beberapa pelaku ekonomi atau entitas bisnis tertentu. Bank sekaligus menjadi pemiliki perusahaan asuransi, perusahaan pembiayaan dan lain-lain. Penumpukan ini juga akan membawa konsekuensi risiko. Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat Jumlah Bank Umum, per Desember 2016 berjumlah 118 sedangkan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) berjumlah 1637. Namun dengan jumlah tersebut Bank Umum menguasai 98% aset Perbankan, dan BPR hanya memiliki aset sebesar 2%. Kondisi ini terlihat pada gambar berikut:

Bank Umum Jumlah 0 2000 Aset Bank Umum Bank Perkreditan Rakyat Bank Umum Bank Perkreditan Rakyat Jumlah 118 1637 2% 98% Apakah kondisi timpang seperti ini merupakan sebuah kewajaran dan konsekuensi atas kebebasan pasar? Adalah wajar jika Bank Umum memiliki aset yang jauh lebih besar dibandingkan dengan BPR, namun saat jarak tersebut begitu timpang seperti diatas, maka itupun juga perlu segera dicarikan solusi. Agar BPR juga mampu bersaing dengan Bank Umum dalam level yang diperkenankan oleh UU Perbankan. Dalam Perbankan, jika persaingan antar mereka dibiarkan sesuai dengan mekanisme pasar yang berlaku, maka dikhawatirkan tekanan persaingan itu akan menjadikan Perbankan mengabaikan prinsip kehati-hatian (prudential banking). BPR perlu dikuatkan dalam kegiatan Perbankan, biar tidak terpinggirkan oleh masif-nya Bank Umum dalam melakukan operasional sampai ke pelosok nusantara. Komposisi Kredit Perbankan Komposisi kredit Perbankan, posisi bulan Desember 2016, menunjukkan ketimpangan yang juga besar, yaitu Perbankan hanya mampu (baca: bersedia) menyalurkan kredit kepada UMKM hanya sebesar 19% dari keseluruhan kredit yang diberikan, sedangkan kepada Korporasi, Perbankan bersedia memberikan kredit sampai 81%. Padahal UMKM memiliki jumlah yang jauh lebih besar daripada korporasi besar. UMKM berjumlah sekitar 98% dari seluruh pelaku bisnis dengan penyerapan tenaga kerja yang juga jauh lebih besar jika dibandingkan dengan korporasi besar. Namun UMKM hanya mendapatkan kredit dan pembiayaan tidak lebih dari 19%. Hal ini dapat dilihat pada gambar berikut: Kredit Perbankan UMKM Korporasi 19% 81%

Mengapa UMKM hanya mendapatkan 19% dari total kredit Perbankan? Apakah UMKM relatif tidak membutuhkan tambahan pendanaan dalam bisnis-nya? Apakah UMKM memiliki alternatif sumber pendanaan yang lebih variatif daripada korporasi besar? Apakah UMKM memilki potensi risiko default yang lebih tinggi daripada korporasi besar? Pertanyaan-pertanyaan ini, jika dibuat suatu suatu generalisasi, pastilah jawabnya adalah tidak!. UMKM memerlukan tambahan pendanaan untuk pengembangan usaha, mereka tidak banyak memiliki alternatif pendanaan yang tersedia, mereka-pun secara umum memiliki tingkat risiko default yang lebih kecil (ingat fenomena yang terjadi saat krisis 1997/98). Namun mengapa UMKM masih mendapatkan porsi pendanaan yang relaif kecil? UMKM masih dihadapkan pada masalah klasik (yang entah kapan akan tuntas), yaitu masih dianggap sebagai non bankable entities. UMKM sebagain besar dihadapkan kendala ketidaktersediaan aset yang bisa dijadikan jaminan atas kredit, UMKM tidak memiliki legalitas usaha yang cukup kredibel bagi Perbankan, UMKM masih banyak pula yang tidak melakukan pembukuan, pencatatan apalagi memiliki laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi. Masalah ini mesti segera menemukan solusi. Jika tidak, maka UMKM tidak cukup memiliki kesempatan tumbuh yang cukup, karena kurangnya bahan bakar ekonomi (dana) dalam menangkap kesempatan atau peluang tersebut. Komposisi Penyaluran Dana Perbankan Dalam Statistik Sistem Keuangan tersebut, ternyata juga digambarkan bagaimana kebijakan investasi (investment decision) Perbankan. Secara umum, investasi Perbankan memiliki struktur seperti tergambar dalam gambar berikut: Komposisi Penyaluran Dana Perbankan Penempatan pada BI Surat Berharga Lainnya 6% 67% Penempatan pada Bank Lain Kredit 11% 3% 13% Sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediaries) adalah hal yang sangat wajar jika Perbankan menempatkan dananya sebesar 67% untuk pemberian kredit. Meskipun angka 67% tersebut bisa diperdebatkan terkait dengan kewajarannya. Apakah 67% merupakan angka yang ideal, ataukah angka yang masih perlu ditingkatkan lagi untuk memenuhi fungsi sebagai lembaga perantara keuangan? Tentunya memang banyak faktor yang bisa mempengaruhi besaran jumlah

penyaluran kredit Perbankan. Karena Perbankan juga harus berhati-hati dalam menempatkan dananya dalam bentuk kredit. Posisi kedua sebagai alternatif penempatan dana Perbankan adalah surat berharga. Perbankan banyak menempatkan dananya pada instrumen keuangan (financial instrument) yang diemisi oleh pemerintah. Kemungkinan ini sebagai strategi Perbankan untuk tetap menjaga likuiditas dan secara bersamaan ada potensi untuk memperoleh imbal hasil yang cukup. Hal ini sebagai penopang finansial sebelum dana tersebut dilemparkan dalam bentuk kredit. Sekali lagi yang menjadi masalah, bukanlah alternatif atas penempatan dana atau investasi yang dilakukan. Namun yang perlu diperhatikan adalah prioritas dan jumlah atas penempatan dana tersebut. Maksudnya, prioritas yang utama bagi Perbankan adalah penempatan dana dalam bentuk kredit dalam jumlah (saat ideal) mesti mengalami peningkatan. Kinerja Pasar Modal Beberapa indikator untuk menilai kinerja pasar modal, tampak dalam gambar berikut: IHSG Jumlah Emiten 5297 Kapitalisasi Pasar 537 PER 5753613 16,05 Di Bursa Efek Indonesia, saat ini memilki emiten berjumlah 537 perusahaan dengan kapitalisasi pasar sebesar Rp. 5.7 Triliyun lebih. IHSG pada bulan Desember 2016 pada titik 5.297 dengan tingkat Price Earning Ratio (PER) sebesar 16.05x. Jumlah emiten memang perlu selalu ditingkatkan, dengan memberikan insentif berupa deregulasi peraturan yang memungkinkan perusahaan kecil dan menengah untuk bisa mengakses sumber permodalan melalui pasar modal. Tentunya peningkatan jumlah emiten ini perlu pula disertai dengan peningkatan jumlah investor dipasar modal, khususnya investor individual atau investor ritel.

Dengan meningkatkan jumlah emiten dan jumlah investor, diharapkan pasar modal semakin kredibel. Dalam arti tidak mudah bagi kelompok investor melakukan gerakan price maker dengan perbuatan tertentu. Emiten dan investor yang meningkatkan akan meningkatkan kapitalisasi pasar modal, sehingga tidak mudah atau menutup peluang price maker oleh investor tertentu. Untuk itu, deregulasi bagi emiten baru serta peningkatkan perlindungan bagi investor kecil mutlak diperlukan, dan tidak kalah penting adalah memberikan literasi keuangan yang cukup bagi masyarakat. Saat melihat nilai PER sesungguhnya kita melihat kepantasan dari harga suatu saham. Dengan PER 16x itu bermakna bahwa saham tersebut dijual dengan harga 16x lebih besar daripada keuntungan per lembar saham/earning per share (EPS). Karena data dalam Statistik Sistem Keuangan tersebut adalah data umum atau rata-rata, maka pemaknaan dari PER tersebut adalah secara rata-rata, harga saham pada bulan Desember 2016 ditransaksikan dengan harga 16.05x lebih besar daripada EPSnya. Nilai EPS yang kecil merupakan insentif bagi investor untuk masuk ke pasar modal. Namun dalam analisa investasi tentunya tidak bisa dilakukan generalisasi terkait dengan nilai PER. Melihat PER masing-masing saham menjadi penting. Daftar Pustaka Bank Indonesia, Statistik Sistem Keuangan Indonesia, Bulanan, Pebruari 2017, diakses di www.bi.go.id pada tanggal 8 Maret 2017.