5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel

BAB I PENDAHULUAN. menyerang perempuan. Di Indonesia, data Global Burden Of Center pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

yang mengetahui penyakitnya (Arbabi, 2014). Sebuah penelitian di Arab Saudi menemukan bahwa hanya 16% pasien kanker yang memperoleh informasi

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB I PENDAHULUAN. Pengalaman positif maupun negatif tidak dapat dilepaskan dalam. kehidupan seseorang. Berdasarkan pengalaman-pengalaman tersebut

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN STRATEGI KOPING PADA PENDERITA PASCA STROKE

BAB I PENDAHULUAN. operasi/pembedahan (misalnya takut sakit waktu operasi, takut terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling banyak ditemui

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. Kanker payudara dapat tumbuh di dalam kelenjer susu, saluran susu dan jaringan ikat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pembangunan (UU Kesehatan No36 Tahun 2009 Pasal 138)

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. maupun Negara berkembang dengan cara membuat sistem layanan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan bidang keilmuan yang diambilnya. (Djarwanto, 1990)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat, serta mampu menangani tantangan hidup. Secara medis, kesehatan jiwa

PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Perawatan anak telah mengalami pergeseran yang sangat mendasar, anak sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satunya adalah masalah tentang kesehatan jiwa yang sering luput dari

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir adalah gangguan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera utara

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. di Jalan Wirosaban No. 1 Yogyakarta. Rumah Sakit Jogja mempunyai visi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini membahas aspek yang terkait dengan penelitian ini yaitu : 1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas

BAB I PENDAHULUAN. asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

STRATEGI COPING PERAWAT RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA ( Fenomena pada Perawat di RSJD Surakarta )

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Semua ini membuat masyarakat semakin sadar akan pentingnya kesehatan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal yang tidak pasti dari kematian adalah waktu datang dan proses menjelangnya.

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak setiap orang merupakan salah satu slogan yang

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi fisiologis dan psikososial secara bertahap. Setiap tahap psikososial

BAB III PENYAJIAN DATA. Dalam Proses Penyembuhan Kesehatan Mental Klien Rumah Sakit Jiwa Tampan

BAB I PENDAHULUAN. mendasar bagi manusia. World Health Organization (WHO) sejaterah seseorang secara fisik, mental maupun sosial.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Totok S. Wiryasaputra, Pendampingan Pastoral Orang Sakit, Seri Pastoral 245, Pusat Pastoral Yogyakarta,

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. biasanya disebabkan oleh usia yang semakin menua (Arking dalam Berk, 2011). Dari masa

Rita Eka Izzaty Staf Pengajar FIP-BK-UNY

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Harapan Pada..., Agita Pramita, F.PSI UI, 2008

Verbatim. Tujuan Khusus Tema Sub Tema Kategori Kata kunci P1 P2 P3. dapat. Saya hanya pasrah kepada. kanker payudara istri pasca

BAB I PENDAHULUAN. abnormal yang melibatkan kerusakan pada sel-sel DNA (Deoxyribonucleic Acid).

L A M P I R A N. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Hidup. individu mengenai posisi individu dalam hidup, konteks budaya dan

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA

BAB I PENDAHULUAN. Bermain adalah pekerjaan anak-anak semua usia dan. merupakan kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan, tanpa

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan sangat berpengaruh pada minat konsumen untuk memilih dan

BAB I PENDAHULUAN. Definisi sehat sendiri ada beberapa macam. Menurut World Health. produktif secara sosial dan ekonomis.

Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. (Stuard & Sundeen, 1995).

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kanker payudara seperti dapat melakukan sadari (periksa payudara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan

KEBAHAGIAAN SAUDARA KANDUNG ANAK AUTIS. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan

BAB I PENDAHULUAN. Statistik (2013), angka harapan hidup perempuan Indonesia dalam rentang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Sosialisasi Perlindungan Anak Terhadap Tindak Kekerasan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diri individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan.

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. perpecahan antara pemikiran, emosi dan perilaku. Stuart, (2013) mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

BAB I PENDAHULUAN. Anwar Sutoyo, Bimbingan dan Konseling Islami (Teori dan Praktik), Pustaka Pelajar, Yogjakarta, 2013, hal

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB 1 PENDAHULUAN. dari Tuhan. Selain itu, orang tua juga menginginkan yang terbaik bagi anaknya,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

GAMBARAN COPING STRESS MAHASISWA BK DALAM MENGIKUTI PERKULIAHAN DI UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2014 D INAMIKA PSIKOLOGIS PENERIMAAN D IRI PASIEN KANKER PAYUD ARA PRIA

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh banyak faktor, baik faktor dari petugas (perawat, dokter dan tenaga

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya. Seseorang yang mengalami peristiwa membahagiakan seperti dapat

Disusun Oleh : SARI INDAH ASTUTI F

BAB I PENDAHULUAN. Data WHO (World Health Organization) menunjukkan bahwa 78%

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA

GAMBARAN FISIK DAN PSIKOLOGIS KLIEN DENGAN KANKER SERVIKS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan salah satu jenis penyakit tidak menular yang insidennya

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 5 KESIIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. penderita umumnya berusia belasan tahun (Hutagalung dalam Kompas, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. kegiatankegiatan tertentu dalam rangka mencapai tujuan optimal, baik komunikasi

Transkripsi:

109 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran harapan dan konsep Tuhan pada anak yang mengalami kanker, serta bagaimana mereka mengaplikasikan harapan dan konsep Tuhan yang dimilikinya ke dalam kehidupan sehari-hari, terutama saat menjalani pengobatan penyakitnya. Semua subyek memiliki harapan untuk sembuh dari penyakitnya dan memiliki konsep Tuhan sebagai penyembuh. Namun, ternyata ada perbedaan individual tentang gambaran harapan dan konsep Tuhan ini. Dua dari tiga subyek memiliki daya kehendak berupa keyakinan untuk sembuh dan semangat untuk terus menjalani pengobatan penyakitnya. Selain itu kedua subyek tersebut juga memiliki strategi untuk mencapai kesembuhan dari penyakitnya, yaitu dengan menghindari hal-hal yang menjadi penyebab penyakit atau memperparah penyakit mereka, serta melakukan hal-hal yang membuat tubuh mereka semakin sehat. Satu subyek lainnya tidak memiliki daya kehendak dan strategi yang memadai untuk mennghadapi penyakit seperti kedua subyek lainnya. Di samping itu konsep Tuhan pada setiap subyek sangat dipengaruhi oleh pengalaman mereka dengan penyakitnya, sehingga mereka menganggap Tuhan sebagai penyembuh. Konsep Tuhan yang positif, seperti penyembuh, penyayang, atau maha mendengar membantu subyek bertahan menghadapi penyakitnya. Selain itu doa kepada Tuhan turut menjadi strategi untuk meningkatkan harapan subyek. Misalnya subyek kedua semakin yakin dirinya akan sembuh bila ia rajin berdoa kepada Tuhan. Terdapat beberapa hal yang berhubungan dengan konsep Tuhan yang dimiliki subyek, yaitu pemahaman akan ajaran agama, relasi dengan orang tua, dan jender subyek. 5.2 Diskusi Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari tiga subyek, dua subyek memiliki daya kehendak dan strategi yang berbeda dengan seorang subyek lainnya, meskipun mereka sama-sama memiliki sasaran untuk sembuh. Subyek ketiga memiliki daya kehendak dan strategi yang kurang memadai untuk

110 menghadapi penyakitnya. Peneliti mengaitkan hal ini dengan kondisi subyek ketiga yang tidak mendapat pemahaman tentang penyakitnya dari orang tuanya. Menurut Snyder (1994), kemampuan seseorang untuk menemukan beberapa cara yang efektif untuk mencapai sasaran bergantung kepada informasi yang orang itu miliki tentang sasarannya. Apalagi subyek sudah berada dalam usia sekolah, di mana ia akan berusaha membangun pengertian tentang penyakitnya yang akan mereka gunakan untuk mengembangkan berbagai kompetensi dan strategi dalam penyelesaian masalah dan pengaturan emosional ketika mereka menghadapi tantangan dari penyakitnya (Sourkes & Proulx, 2000). Saat subyek tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang penyakitnya, kemampuannya untuk merancang strategi penyelesaian masalah menjadi terbatas, dan hal ini merupakan indikator dari strategi yang rendah. Keterbatasan strategi kemudian turut mempengaruhi keyakinan dan semangatnya untuk sembuh sehingga membuatnya memiliki daya kehendak yang rendah. Di samping membatasi strategi subyek, pengetahuan yang tidak cukup tentang penyakit juga dapat membuat kecemasan anak meningkat, selain merasa terisolasi, kesepian, serta tidak yakin siapa yang harus dipercaya (Sourkes & Proulx, 2000). Kondisi ini turut mempengaruhi daya kehendak dari harapan subyek tersebut. Bila anak tidak memiliki energi mental yang cukup untuk mendorongnya mencapai sasaran, maka bisa dikatakan bahwa daya kehendaknya rendah (Snyder, 1994). Sourkes & Proulx (2000) menyatakan memang terdapat perbedaan individual mengenai banyaknya informasi yang diberikan kepada pasien anak. Ada anak yang menginginkan informasi yang mendetil tentang penyakitnya, sementara ada juga yang lebih memilih informasi yang hanya berkaitan dengan pengobatan penyakitnya, atau lebih senang hanya sedikit membahas penyakitnya. Tetapi yang pasti anak sebaiknya mengetahui bahwa dirinya mengalami kanker. Sourkes & Proulx (2000) menyatakan bahwa komunikasi kepada anak tentang penyakitnya bisa dilakukan secara bertahap. Untuk itu, orang tua bisa berdiskusi dengan staf medis dan konselor untuk mencari tahu cara terbaik memberitahu anak tentang penyakitnya dengan mempertimbangkan usia anak, kematangan kognisi dan emosi, struktur dan fungsi keluarga, latar belakang budaya, dan

111 sejarah kehilangan atau kematian dalam keluarga. Orang tua subyek ketiga berencana memberitahukan subyek bahwa ia terkena kanker setelah proses pengobatan selesai. Menurut mereka, bila saat ini subyek diberitahu bahwa ia mengalami kanker, ia bisa mengalami stres. Orang tua sengaja menunggu subyek selesai menjalani semua perawatan baru memberitahunya. Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian Fallowfield, Jenkins, & Beveridge (2002). Menurut penelitian tersebut, pasien menginginkan informasi yang lengkap dan akurat mengenai penyakit mereka. Pasien secara nyata menyaksikan tubuh mereka semakin lemah, kelelahan, dan menurun secara fungsional akibat penyakitnya. Kalaupun keluarga berusaha menutupi kebenaran dari pasien, hal itu sangat jarang bisa terjadi, karena umumnya sulit bagi anggota keluarga lainnya, saudara, teman, dan bahkan staf medis untuk tidak memberikan petunjuk verbal atau non-verbal mengenai penyakit atau beratnya dampak dari penyakit tersebut kepada pasien. Hal ini juga sebenarnya dialami oleh subyek ketiga; ketika ia berkunjung ke sekolah sepulang dari rawat inap di rumah sakit, ia mendengar teman-temannya berkata bahwa ia mengalami kanker otak. Peneliti juga mengamati faktor lain yang menyebabkan subyek ketiga tidak memiliki harapan seperti kedua subyek lainnya. Subyek ketiga mengalami dampak fisik yang lebih parah akibat penyakitnya, yaitu kanker otak. Menurut Dixon-Woods dkk (2005), penderita kanker otak menghadapi tantangan yang besar dalam proses pengobatannya karena melibatkan otak, organ yang sangat sensitif terhadap efek setelah perawatan, termasuk juga kemungkinan terjadi kerusakan otak yang menyebabkan keterbatasan fisik. Subyek tersebut memang tidak bisa berjalan sejak operasi untuk mengangkat sel-sel kanker di otaknya. Bentuk paha, betis, dan kakinya turut mengecil karena tidak digunakan dengan baik selama sakit. Keterbatasan fisik ini dapat menambah resiko depresi dan stres pada subyek (Drell & White, 2000). Stres yang subyek alami akan mempengaruhi harapannya, terutama dalam aspek daya kehendak. Selain itu menurut Drell dan White (2000), anak usia sekolah saat menghadapi penyakit akan berusaha mengatasi ketakutan akan kehilangan kendali atas dirinya. Mungkin subyek belum berhasil mengatasi ketakutan menghadapi kenyataan bahwa dirinya kini mengalami keterbatasan untuk berjalan dan bergerak. Bila kondisi harapan yang

112 rendah pada subyek ketiga tidak segera ditangani, dan ia terus-menerus tidak bersemangat menjalani proses pengobatan serta tidak mengembangkan strategi yang efektif untuk mencapai sasarannya, kondisi kesehatannya bisa menurun. Selanjutnya, jika subyek terus-menerus tidak memiliki semangat untuk terapi, maka kemajuan latihan selama ini bisa mundur kembali. Snyder (1994) menyatakan bahwa pengalaman sebelumnya ketika mencapai harapan tertentu, akan turut mempengaruhi daya kehendak dan strategi individu dalam mencapai sasarannya saat ini. Peneliti menemukan dukungan terhadap pernyataan Snyder ini. Peneliti juga menemukan bahwa pengalaman sebelumnya pada subyek penelitian ini ternyata berkisar di sekitar keberhasilan masing-masing di sekolah. Semua subyek dalam penelitian ini merujuk pada pengalamannya mencapai keberhasilannya di sekolah sebagai bagian dari daya kehendak dan strategi untuk mencapai sasaran saat ini. Misalnya keyakinan subyek pertama bahwa dirinya bisa sembuh asal mengikuti aturan tertentu, didasarkan pada pengalamannya bisa naik kelas di sekolah yang baru karena belajar dengan rajin. Hal ini juga tampak dari pemahaman subyek kedua bahwa sasaran bisa dicapai melalui tahapan tertentu. Ia merujuk pada pengalamannya ketika mainan atau baju baru, ia tidak langsung memintanya kepada orang tua karena belum pasti akan langsung diberikan. Jadi ia belajar dengan baik agar memperoleh nilai rapor yang baik dan peringkat di kelas, sehingga orang tuanya memberikan uang yang bisa ia belanjakan untuk membeli barang-barang yang diinginkannya. Subyek ketiga juga menceritakan pengalamannya memperoleh nilai matematika yang tinggi dengan terus belajar dan mengikuti les. Keberadaan orang tua turut mempengaruhi harapan pada pasien kanker anak. Selain mengusahakan pengobatan untuk kesembuhan anak, orang tua dari setiap subyek dalam penelitian ini juga memberi semangat dan keyakinan bagi anak dalam menghadapi penyakitnya. Menurut Snyder (1994), anak mempelajari harapan dari orang tuanya melalui tiga macam proses. Proses pertama adalah melalui attachment. Sejak anak lahir, attachment antara anak dan orang tua secara bertahap terbentuk melalui kedekatan dan respon orang tua untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak. Melalui attachment itulah orang tua mengajarkan

113 anak untuk membuat sasaran, mendorong anak mencapai sasaran tersebut, serta menyediakan jalan agar anak dapat mencapai sasarannya. Proses kedua adalah disiplin, di mana orang tua secara konsisten menerapkan aturan bagi anak dalam pencapaian sasarannya. Proses ketiga adalah modeling. Bagaimana cara orang tua berharap menjadi model bagaimana anak akan berharap. Anak mempelajari strategi pencapaian sasaran dan bagaimana mendorong diri mencapai sasaran dari orang tuanya, sehingga tinggi-rendahnya harapan anak berhubungan dengan tinggi-rendahnya harapan orang tuanya. Hal ini terlihat dari hasil penelitian ini yang menunjukkan Orang tua turut mempengaruhi aspek-aspek harapan dari ketiga subyek penelitian ini. Sasaran untuk sembuh memang berasal dari diri subyek sendiri, namun hal ini juga dipengaruhi oleh orang tua mereka. Hal inilah yang dapat diamati pada pengakuan subyek pertama dan kedua. Mereka samasama ingin sembuh agar tidak lagi mengeluarkan biaya yang besar untuk pengobatan di rumah sakit. Mereka sama-sama menyaksikan bagaimana kondisi keuangan orang tuanya menjadi semakin minim sejak mereka sakit. Lalu daya kehendak setiap subyek juga turut dipengaruhi oleh semangat yang diberikan orang tua untuk mendorong mereka tetap menjalani proses pengobatan. Selain itu orang tua setiap subyek juga menjaga agar makanan mereka tidak mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi penderita kanker, salah satu bentuk strategi untuk mencapai kesembuhan. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dua dari tiga subyek memiliki daya kehendak dan strategi yang memadai untuk menghadapi penyakit mereka. Kondisi ini dapat memberikan manfaat bagi mereka, terutama dalam menjalani proses pengobatan kanker. Mereka dapat menggunakan informasi tentang penyakitnya untuk melakukan hal-hal yang membuat penyakitnya membaik dan mencegahnya menjadi semakin parah (Snyder dkk, 2002). Ketika sakit, individu dengan harapan tetap bersemangat dan fokus untuk melakukan apa yang perlu agar keadaan mereka membaik (Snyder dkk, 2002). Hal inilah yang dapat dilihat pada subyek pertama dan kedua yang merancang cara-cara tertentu untuk mencapai kesembuhan serta terus bersemangat menjalani proses pengobatan. Harapan juga dapat membantu subyek ketiga untuk menghadapi penyakitnya dengan lebih baik. Menurut Snyder dkk (2002), dalam kondisi sakitpun harapan

114 masih memiliki peranan, yaitu menghindari penyakit semakin parah, membantu pasien mengatasi kesakitan, kecacatan akibat penyakit, dan efek negatif lainnya dari penyakit. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa setiap subyek memiliki konsep Tuhan sebagai penyembuh. Menurut Lang (1983), konsep Tuhan seseorang terbentuk dari kombinasi pemahamannya akan ajaran agamanya dan pengalamannya. Misalnya bisa saja agama seseorang mengajarkan bahwa Tuhan maha kasih, maha mulia, dan maha adil. Namun di sisi lain bila individu tersebut memiliki pengalaman dengan ibunya yang penuh kasih sayang, maka ia cenderung membentuk konsep Tuhan sebagai pengasih daripada karakteristik lainnya. Bila hal ini diterapkan dalam kondisi ketiga subyek dalam penelitian ini, konsep Tuhan sebagai penyembuh mungkin saja adalah hasil dari kombinasi pemahaman ajaran agama mereka dan pengalaman mereka dengan kanker. Ketiga subyek juga menyertakan karakteristik lain dalam konsepsi mereka tentang Tuhan, namun mereka sama-sama menganggap Tuhan sebagai penyembuh. Hal ini turut didukung oleh Slater (1994) yang mengatakan bahwa konsep Tuhan yang dimiliki anak turut dipengaruhi oleh pengalaman hidup mereka. Pengalaman dengan penyakit juga nampaknya memiliki hubungan dengan persepsi subyek tentang kedekatan mereka dengan Tuhan. Hal ini terlihat pada pengakuan subyek kedua bahwa ia merasa semakin dekat pada Tuhan sejak sakit dan pernyataan subyek ketiga bahwa ia menjadi lebih sering berdoa kepada Tuhan sejak sakit. Hal ini mendukung hasil penelitian Eshleman dkk (1999). Penelitian tersebut menunjukkan bahwa anak usia kanak-kanak akhir menganggap Tuhan lebih dekat dengan diri mereka dibandingkan dengan kelompok anak usia lainnya. Selain itu anak usia tersebut juga menganggap Tuhan terlibat dalam kehidupan sehari-hari, terutama pada situasi-situasi sulit di mana dibutuhkan figur yang mengayomi daripada yang menghakimi atau menghukum, misalnya ketika anak mengalami kecelakaan atau berada di rumah sakit. Keberadaan konsep Tuhan yang positif seperti penyembuh, pelindung, atau maha mendengar turut membantu subyek dalam menghadapi penyakitnya. Keyakinan bahwa Tuhan akan menolong mereka nampaknya menjadi modal subyek untuk bertahan dalam menjalani proses pengobatan yang menyakitkan.

115 Sayangnya, peneliti belum berhasil menemukan literatur tentang bagaimana sesungguhnya pemahaman tentang keberadaan konsep Tuhan ini pada pasien kanker anak dan remaja dapat menjadi bentuk coping yang bersifat spiritual. Untuk pasien berusia dewasa yang berpenyakit kronis, Glover-Graf, Marini, Baker, dan Buck (2007) menemukan bahwa mayoritas responden menganggap Tuhan menolong mereka mengatasi rasa sakit dan memberi makna pada penyakit mereka. Contoh tentang hal ini dapat dilihat jelas dari pendapat subyek kedua tentang karakteristik Tuhan. Menurutnya, selain memberi kesembuhan, Tuhanlah yang juga memberinya penyakit. Namun ia memaknai hal tersebut secara positif dengan mengatakan bahwa Tuhan memberi pencobaan di luar kemampuan manusia. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa doa kepada Tuhan turut menjadi strategi untuk meningkatkan harapan subyek. Snyder (1994) menyatakan bahwa doa mempengaruhi komponen daya kehendak dari harapan, karena doa dapat meningkatkan energi mental atau daya kehendak seseorang. Doa juga merupakan mental rest setelah seseorang berhadapan dengan berbagai stressor. Tentang hal ini, peneliti menemukan hal baru tentang kaitan antara harapan dan konsep Tuhan subyek. Bila sebelumnya Snyder (1994) menyatakan bahwa doa hanya mempengaruhi komponen daya kehendak dari harapan, pada ketiga subyek dalam penelitian ini doa kepada Tuhan ternyata juga dapat digolongkan sebagai komponen strategi dalam harapan mereka. Dalam hal ini, berdoa menjadi semacam strategi agar anak terus mengingat sasarannya untuk sembuh, di samping memberikan daya kehendak bahwa ia bisa sembuh karena Tuhan. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Scarlett & Periello (dalam Scarlett, 2006) bahwa doa adalah self-conscious imaginative act, yang berarti ketika berdoa individu mengungkapkan kesadaran dirinya akan apa yang ia inginkan dan membayangkan Tuhan (sesuai dengan konsep Tuhan yang dimiliki individu tersebut) akan mengabulkan sasarannya. 5.3 Saran Pada bagian ini peneliti akan memberi saran berkaitan dengan tiga hal. Pertama, saran-saran untuk memperbaiki penelitian ini. Kedua, saran-saran untuk

116 penelitian selanjutnya. Terakhir, dari hasil penelitian ini peneliti juga memberi saran praktis bagi penanganan pasien kanker anak. Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan terhadap lima orang subyek, namun data yang lebih lengkap hanya didapatkan dari dua subyek. Hal ini diakibatkan dua subyek meninggal sebelum wawancara selesai dan satu subyek lainnya tidak mau menceritakan tentang penyakitnya. Oleh karena itu peneliti menyarankan untuk diadakan penelitian dengan menambah jumlah sampel. Hal ini dilakukan agar didapatkan lebih banyak pemahaman mengenai apa saja bentuk-bentuk sasaran, daya kehendak, strategi, dan konsep Tuhan pada anak yang mengalami kanker. Mungkin dapat ditemukan pemahaman harapan dan konsep Tuhan yang berkaitan dengan jenis kanker atau stadium kanker tertentu. Selain itu juga ditemukan perbedaan antara konsep Tuhan pada anak laki-laki dan perempuan, sehingga sebaiknya komposisi jenis kelamin subyek diseimbangkan. Penelitian selanjutnya juga dapat menyeimbangkan variasi agama subyek sesuai agama-agama yang ada di Indonesia agar didapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai konsep Tuhan pada sampel anak Indonesia. Di samping jumlah dan kualitas subyek, peneliti menyarankan agar pengambilan data dalam penelitian selanjutnya dilakukan dalam durasi waktu yang lebih panjang. Harapan dan konsep Tuhan adalah konstruk yang kompleks sehingga diperlukan waktu untuk mengumpulkan data yang komprehensif untuk memahaminya dengan baik. Dengan waktu yang lebih panjang, kedekatan dengan subyek dapat lebih terjalin didapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang kondisi subyek. Selain itu, dapat diperoleh gambaran tentang turun-naiknya harapan atau perubahan konsep Tuhan seiring dengan berjalannya proses pengobatan subyek. Waktu penelitian yang lebih panjang juga memungkinkan didapatkan pemahaman konteks keluarga dan kehidupan anak yang lebih lengkap. Peneliti juga menyarankan agar penelitian berikutnya memakai berbagai metode selain wawancara dan observasi. Salah satunya adalah dengan menggunakan metode proyektif, misalnya dengan menggambar. Menurut Slater (1994), anak-anak sangatlah akrab dengan kegiatan menggambar. Melalui kegiatan menggambar, anak dapat mengekspresikan ide yang kompleks seperti harapan dan konsep Tuhan, yang mungkin sulit untuk mereka ungkapkan dengan

117 kata-kata. Hanya saja peneliti yang menggunakan metode ini juga membutuhkan bekal kemampuan untuk menginterpretasi gambar anak. Selanjutnya, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa harapan dan konsep Tuhan anak terkait dengan hal-hal lain dalam kehidupan mereka. Oleh sebab itu peneliti menyarankan beberapa topik untuk melengkapi pemahaman tentang harapan dan konsep Tuhan. Peneliti juga memberi saran topik-topik yang membantu memberikan pemahaman lebih luas tentang keberadaan anak yang mengalami kanker. Saran pertama adalah penelitian pada keluarga. Penelitian berikutnya dapat dilakukan pada orang tua dari pasien anak yang mengalami kanker. Keberadaan harapan pada anak berhubungan dengan harapan orang tuanya melalui proses attachment, disiplin, dan modeling (Snyder, 1994), oleh karena itu orang tua yang memiliki harapan yang tinggi turut mendorong anaknya untuk memiliki harapan yang tinggi. Padahal sebagaimana pasien kanker anak, orang tuanya juga menghadapi tantangan dan tekanan yang besar dari proses pengobatan. Penelitian berikutnya dapat mencoba melihat hubungan antara harapan anak dengan harapan orang tua ketika menghadapi penyakit kanker, serta faktor apa saja yang mempengaruhi tinggi-rendahnya harapan pada orang tua. Di samping itu juga bisa dilakukan penelitian pada kakak atau adik (sibling) dari pasien kanker anak. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa adik-adik subyek turut menjadi sumber pengharapan bagi mereka dalam menghadapi kanker. Padahal menurut Sourkes & Proulx (2000) saudara kandung pasien juga mengalami tekanan tertentu. Umumnya, secara emosional mereka mengalami kecemasan akan kematian saudara mereka, keprihatinan, dan ketakutan bahwa mereka mungkin akan terkena kanker juga. Dengan memahami harapan pada kakak atau adik pasien, dapat dilihat hubungan antara harapan mereka dengan harapan pada pasien itu sendiri. Dengan meneliti seluruh anggota keluarga pasien kanker anak, dapat diperoleh gambaran yang utuh tentang kondisi keluarga yang memiliki anak dengan kanker dan bagaimana keluarga mendukung proses pengobatan anak. Saran kedua adalah meneliti dukungan sosial yang diterima anak dari luar keluarganya. Dua orang subyek dalam penelitian ini menyebutkan bahwa

118 dukungan dan perhatian dari teman-teman sekolah turut membuat mereka semangat dalam menjalani pengobatan. Selain itu hasil penelitian juga menunjukkan bahwa keluarga besar, bahkan rekan kerja orang tua ikut mendukung kesembuhan anak dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan bantuan finansial untuk biaya pengobatan. Dari penelitian tentang dukungan sosial tersebut dapat dilihat bentuk-bentuk dukungan seperti apa saja yang berperan terhadap harapan anak dan seberapa besar pengaruh dukungan sosial di luar keluarga terhadap pasien kanker anak. Saran ketiga adalah melakukan penelitian tentang makna kanker pada pasien anak. Frankl (dalam Greenstein & Breitbart, 2000) menyatakan bahwa kebutuhan akan makna sangatlah penting dan merupakan kekuatan motivasi utama bagi individu. Hal ini berarti pemaknaan subyek akan penyakitnya turut mempengaruhi motivasi yang selanjutnya turut mempengaruhi harapannya. Selain itu Reker & Wong (dalam Greenstein & Breitbart, 2000) mendefinisikan makna sebagai pengetahuan akan keteraturan, koherensi, dan tujuan dalam eksistensi seseorang, pencarian dan pencapaian sasaran yang berharga. Salah satu bagian dari definisi tersebut mirip dengan sebagian pengertian tentang harapan, yaitu pencapaian sasaran yang berharga (Snyder, 1994). Di samping itu konsep Tuhan juga terkait dengan makna hidup subyek. Penelitian Glover-Graf, Marini, Baker, & Buck (2007) menunjukkan bahwa mayoritas responden penelitian menganggap Tuhan membantu mereka mengatasi rasa sakit dan sebagai sumber kebahagiaan, hubungan (connection) dan makna dalam hidup. Oleh karena itu dengan mengetahui pemaknaan subyek akan penyakitnya, bisa didapatkan gambaran tentang kaitan antara pemaknaan penyakit dengan harapan dan konsep Tuhan pada subyek. Saran keempat adalah meneliti tentang coping secara spiritual pada pasien kanker. Penelitian kali ini hanya membahas konsep Tuhan dan tidak secara mendetil memaparkan bagaimana subyek menggunakan konsep Tuhan yang dimilikinya untuk menghadapi kanker. Secara lebih lengkap, proses coping meliputi tiga hal, yaitu peninjauan (appraisal) primer dan sekunder terhadap sumber stres, strategi kognitif atau behavioral yang digunakan untuk mengatasi sumber stres, dan hasil coping yang ingin dicapai (Lazarus & Folkman, dalam

119 Mahoney, Pendleton, & Ihrke, 2006). Penelitian berikutnya dapat mengeksplorasi bagaimana anak menggunakan konsep Tuhan yang dimilikinya dalam proses coping, serta bagaimana coping secara spritual tersebut mempengaruhi proses pengobatannya. Saran penelitian kelima berkaitan dengan pemahaman tentang waktu, terutama persepsi tentang masa depan pada pasien kanker anak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komponen sasaran pada harapan subyek didasarkan pada keadaannya saat ini dan pengalamannya di masa lalu. Padahal pencapaian sasaran tersebut dijalankan dan terealisasi di masa depan. Pengobatan kanker juga memakan waktu bertahun-tahun sehingga penting bagi pasien anak untuk dapat membayangkan bagaimana menjalani proses pengobatannya di masa depan. Terakhir, peneliti juga memberi saran praktis bagi penanganan pasien kanker anak berdasarkan hasil penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa harapan membantu pasien kanker anak menghadapi tantangan dalam proses pengobatannya dengan lebih baik. Oleh karena itu untuk mendukung proses pengobatan, diperlukan identifikasi komponen-komponen dari harapan: apa sasaran, bagaimana strategi, dan daya kehendak yang dimiliki anak. Setelah identifikasi dilakukan, orang tua, konselor, dan staf medis dapat bekerja sama untuk membantu meningkatkan harapan anak, terutama aspek daya kehendak dan strategi. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa salah satu hal yang penting untuk mengusahakan harapan yang tinggi pada anak usia sekolah yang mengalami kanker adalah pemahaman anak itu sendiri tentang penyakitnya. Anak dapat diberi pengertian apa yang dimaksud dengan kanker, mengapa ia terkena penyakit ini, apa saja dampak yang mungkin ia alami, dan bagaimana cara-cara yang benar untuk mencegah kanker di tubuhnya semakin parah. Pemahaman ini memang harus disesuaikan dengan kapasitas dan kesiapan psikis anak. Maka dari itu diperlukan kerjasama dari orang tua yang lebih mengenal dan memahami keberadaan anak dengan konselor yang mengetahui berbagai metode intervensi psikologis untuk memberikan pemahaman itu kepada anak. Hal ini juga harus dilakukan dengan dukungan dari dokter, perawat, atau terapis yang menangani aspek medis dalam pengobatan kanker pada anak.

120 Selanjutnya hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada anak yang memiliki keyakinan agama, apapun agamanya, konsep Tuhan turut mempengaruhi harapannya dan bagaimana ia menghadapi penyakitnya. Konsep yang positif tentang Tuhan membantu anak untuk bertahan menghadapi proses pengobatan yang menyakitkan. Oleh karena itu demi mendukung proses pengobatan, diperlukan identifikasi dan intervensi kerohanian kepada anak sesuai agama masing-masing. Misalnya bila ada pasien anak yang memiliki harapan yang rendah untuk sembuh karena menganggap Tuhan marah kepadanya sehingga ia mengalami kanker, orang tua atau konselor dapat membantu memberi pemahaman kepada anak sesuai ajaran agamanya. Meskipun begitu, yang peneliti ketahui sub bagian kerohanian di bagian rehabilitasi medik umumnya hanya memberi penanganan kerohanian kepada pasien dewasa. Konselor dari bagian kerohanian biasanya hanya memberi konseling kepada orang tua pasien kanker anak. Memang orang tua memiliki peranan dalam kehidupan rohani anak, namun sebaiknya konselor juga memberikan penanganan langsung kepada anak yang disesuaikan dengan perkembangan pemahamannya tentang konsep-konsep agama.