Dosen Program Studi Teknik Batik Politeknik Pusmanu Pekalongan 2) Program Studi D3 Teknik Batik Politeknik Pusmanu Pekalongan

dokumen-dokumen yang mirip
Bayu Wirawan D. S. 1, Hazbi As Siddiqi 2. Dosen Program Studi Teknik Batik, Politeknik Pusmanu

Titiek Pujilestari dan Irfa ina Rohana Salma Balai Besar Kerajinan dan Batik, Jl. Kusumanegara No.7 Yogyakarta

PENGARUH EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAM DAN FIKSASI TERHADAP KETAHANAN LUNTUR WARNA PADA KAIN BATIK KATUN

PENGARUH EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAM DAN FIKSASI TERHADAP KETAHANAN LUNTUR WARNA PADA KAIN BATIK KATUN

TEKNIK EKSPLORASI ZAT PEWARNA ALAM DARI TANAMAN DI SEKITAR KITA UNTUK PENCELUPAN BAHAN TEKSTIL Noor Fitrihana,ST Jurusan PKK FT UNY

Dian Ramadhania, Kasmudjo, Panji Probo S. Bagian Teknologi Hasil Hutan,Fakultas Kehutanan, UGM Jl. Agro No : 1 Bulaksumur Yogyakarta.

2014 EKSPERIMEN WARNA ALAM MANGGA ARUMANIS, MANGGA GEDONG GINCU DAN MANGGA SIMANALAGI SEBAGAI PEWARNA KAIN SUTERA

PENGARUH BAHAN FIKSASI TERHADAP KETAHANAN LUNTUR DAN INTENSITAS WARNA KAIN MORI BATIK HASIL PEWARNAAN DAUN ALPUKAT (PERSEA AMERICANA MILL

Pengaruh Bahan Fiksasi Terhadap Ketahanan Luntur dan Intensitas Warna Kain Mori Batik Hasil Pewarnaan Daun Alpukat (Persea americana Mill.

PENGARUH FIKSATOR PADA EKSTRAK AKAR MENGKUDU TERHADAP PEWARNAAN JUMPUTAN

PENGARUH KONSENTRASI TAWAS TERHADAP PEWARNAAN KAIN MENGGUNAKAN EKSTRAK KULIT BAWANG MERAH

Agus Haerudin, Dana Kurnia Syabana, Dwi Wiji Lestari Balai Besar Kerajinan dan Batik Jl. Kusumanegara No. 7 Yogyakarta

UJI COBA PENGGUNAAN DAUN SIRIH GADING SEBAGAI BAHAN PEWARNA ALAMI PADA KAIN KATUN

KEWIRAUSAHAAN (Kode : G-02)

PENCELUPAN PADA KAIN SUTERA MENGGUNAKAN ZAT WARNA URANG ARING (ECLIPTA ALBA) DENGAN FIKSATOR TAWAS, TUNJUNG DAN KAPUR TOHOR

Titiek Pujilestari Balai Besar Kerajinan dan Batik, Jl. Kusumanegara No.7 Yogyakarta

BAB IV KAJIAN KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA TEKSTIL

PEMANFAATAN LIMBAH DAUN MANGGA SEBAGAI PEWARNA ALAM PADA KAIN KATUN DAN SUTERA

PENGARUH BAHAN FIKSASI TERHADAP INTENSITAS WARNA DAN KETAHANAN LUNTUR PEWARNAAN KULIT CRUST IKAN PARI DENGAN PEWARNA SECANG (Caesalpinia sappan L)

Ahmad Kamil 1), Arfan Bakhtiar 2), Sriyanto 3)

Yudi Satria dan Dwi Suheryanto Balai Besar Kerajinan dan Batik, Jl. Kusumanegara no. 7, Indonesia,

LAPORAN TUGAS AKHIR PENGAMBILAN ZAT WARNA ALAMI DARI KULIT KAYU TINGI (Ceriops candolleana)

Pemanfaatan buah cengkeh untuk pewarna kain PEMANFAATAN BUAH CENGKEH UNTUK PEWARNA KAIN

LAPORAN TUGAS AKHIR. Disusun Oleh : 1. Lita Indriyani (I ) 2. Widak Asrianing (I )

PENDAHULUAN Batik merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang saat ini telah berkembang pesat, baik lokasi penyebaran, teknologi maupun desainnya.

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN DAN APLIKASI ZAT WARNA ALAMI DARI BUAH MANGROVE JENIS Rhizophora stylosa

PENGARUH TAWAS PADA PENCELUPAN BAHAN KATUN MENGGUNAKAN ZAT WARNA ALAM EKSTRAK DAUN PETAI CINA (LEUCAENA LEUCOCEPHALA) YULIANTI

PENGARUH FIKSASI TERHADAP KETUAAN WARNA DENGAN MENGGUNAKAN PEWARNA ALAMI BATIK DARI LIMBAH MANGROVE

PEMANFAATAN EKSTRAK WARNA DAUN ALPUKAT SEBAGAI ZAT PEWARNA ALAM (ZPA) TEKSTIL PADA KAIN SUTERA

Diterima: 19 Oktober 2016, revisi akhir: 8 Desember 2016 dan disetujui untuk diterbitkan: 10 Desember 2016

Emy Budiastuti dan Kapti Asiatun ( Dosen Jurusan Pendidikan Teknik Boga dan Busana FT UNY)


PENGARUH JENIS FIKSATIF TERHADAP KETUAAN DAN KETAHANAN LUNTUR KAIN MORI BATIK HASIL PEWARNAAN LIMBAH TEH HIJAU

BAB II METODE PERANCANGAN. A. Analisis Permasalahan. harus diselesaikan dalam proyek perancangan karya tekstil dengan eksplorasi eco

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Tinjauan Pustaka. Nama daerah :tahi kotok (Sunda), kenikir (Jawa)

ALAT PENGERING BERKABUT UNTUK MENGHASILKAN ZAT WARNA ALAMI DARI KULIT KAYU MAHONI, JAMBAL, DAN TINGI GUNA MENGGANTIKAN SEBAGIAN WARNA SINTETIK BATIK

ZAT WARNA BEJANA/INDHANTHREN UNTUK PEWARNAAN BATIK

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Zat Warna Alami dari Buah Mangrove Spesies Rhizophora stylosa sebagai Pewarna Batik dalam Skala Pilot Plan

PEMANFAATAN DAUN INDIGOFERA SEBAGAI PEWARNA ALAMI BATIK

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan salah satu pusat industri batik yang dikenal sejak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH LARUTAN FIXER TERHADAP KUALITAS PEWARNAAN BIOPIGMEN RUMPUT LAUT Eucheuma sp. SEBAGAI PENGGANTI PEWARNA SINTETIS PADA TEKSTIL

SENI KERAJINAN BATIK TEKNIK/PROSES MEMBATIK. Oleh: ISMADI PEND. SENI KERAJINAN JUR. PEND. SENI RUPA FBS UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

Agus Haerudin dan Farida Balai Besar Kerajinan dan Batik, Jl. Kusumanegara No.7 Yogyakarta

PENGARUH PENGULANGAN PENCELUPAN TERHADAP HASIL WARNA BAHAN SUTERA DENGAN EKSTRAK BATANG PISANG KEPOK (Musa paradiasiaca L. cv kepok) YULIYA ZULMI

PEMANFAATAN LIMBAH SERBUK KAYU MAHONI SEBAGAI PEWARNA ALAMI BATIK

Jurusan Teknologi Industri Pertanian-Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Jl. Veteran-Malang *

Pengaruh Konsentrasi dan Jenis Bahan Fiksasi dalam Pemanfaatan Daun Jati (Tectona grandis Linn.f ) sebagai Bahan Pewarna Alami Batik

BAB I PENDAHULUAN. Warna memiliki peranan dan fungsi penting dalam kehidupan yang dapat

Kata kunci: Kulit buah siwalan, Zat warna alam, Pre-mordating, Kain katun. ISBN

KUALITAS PEWARNAN BATIK YANG DIHASILKAN DARI PERBEDAAN KONSENTRASI dan BAHAN FIKASI BAHAN PEWARNA DAUN MANGGA ARUM MANIS (Mangifera Indica LINN)

PEMANFAATAN ZAT WARNA ALAM DARI EKSTRAK KULIT AKAR MENGKUDU (Morinda citrifolia Linn) PADA KAIN KATUN

APLIKASI KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA KAIN KATUN SECARA PRE-MORDANTING.

TEKNIK PENGOLAHAN ZAT WARNA ALAM (ZPA) UNTUK PEWARNAAN BATIK

PENGEMBANGAN TEKNIK PEWARNAAN ALAMI PADA KERAJINAN SERAT ALAMI DI CV BHUMI CIPTA MANDIRI SENTOLO, KULON PROGO, YOGYAKARTA

SENI KERAJINAN BATIK. Oleh : Ismadi Pendidikan Seni Kerajinan Jur. Pend. Seni Rupa FBS UNY

BAB II METODE PERANCANGAN. A. Analisis Permasalahan. diperlukan analisis pada permasalahan tersebut ; analisa yang pertama diperoleh

PENGARUH PEWARNAAN TERHADAP KELUNTURAN WARNA RAMBUT MENGGUNAKAN PEWARNA ALAMI LIMBAH BIJI PEPAYA TERHADAP PENCUCIAN

PERBEDAAN JUMLAH MASSA MORDAN KAPUR TERHADAP PEWARNAAN KULIT KECAMBAH KACANG HIJAU PADA BAHAN SUTERA

PEMANFAATAN TANAMAN KEMBANG TELEKAN SEBAGAI PEWARNA ALAM BATIK PADA KAIN MORI PRIMA SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

PENGARUH VARIASI ph DAN FIKSASI PADA PEWARNAAN KAIN KAPAS DENGAN ZAT WARNA ALAM DARI KAYU NANGKA TERHADAP KUALITAS HASIL PEWARNAANNYA

e-journal. Volume 03 Nomor 02 Tahun 2014, Edisi Yudisium Periode Mei 2014, Hal 65-70

Ekstraksi Zat Warna dari Kulit Kayu Galam (Melaleuca leucadendron Linn) dan Evaluasi dalam Pewarnaan Kain Satin

Kata Kunci :Kulit, Daun, Mangrove (Rhizophoramucronata), Pewarna, Batik.

Titiek Pujilestari, Farida, Endang Pristiwati, Vivin Atika, Agus Haerudin Balai Besar Kerajinan dan Batik

Fashion and Fashion Education Journal

DESAIN EKSPERIMEN PEWARNA ALAM BATIK PROPAGUL MANGROVE DENGAN TINGKAT KETAHANAN LUNTUR WARNA YANG BAIK DENGAN BANTUAN ZAT FIKSATIF TAWAS

PENGARUH FIKSATOR JERUK NIPIS TERHADAP PEWARNAAN ESKTRAK DAUN JAMBU BIJI DILIHAT DARI KETUAAN WARNA DAN KETAHANAN LUNTUR PENCELUPAN KAIN BATIK TULIS

FIKSASI GARAM SCARLET R PADA PEWARNAAN KAIN SONGKET PALEMBANG BERBASIS ZAT WARNA ALAM DAUN HENNA

APLIKASI ZAT WARNA ALAM PADA TENUNAN SERAT DOYO UNTUK PRODUK KERAJINAN Application Natural Dyestuff On Woven Fibers Doyo For Handicraft Product

PERBANDINGAN UJI KETAHANAN GOSOK ZAT WARNA ALAM KULIT AKASIA GUNUNG MERAPI (ACACIA DECURRENS)

Online di:

EKSTRAK BIJI BUAH PINANG SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA KAIN SASIRANGAN

PENGUJIAN KETAHANAN LUNTUR TERHADAP PENCUCIAN DAN GOSOKAN TEKSTIL HASIL PEWARNAAN DENGAN EKSTRAK CURCUMIN INDUK KUNYIT

STABILISASI LIMBAH CAIR HASIL PENGOLAHAN GAMBIR DAN APLIKASINYA SEBAGAI PEWARNA PADA KAIN SUTERA

PERBEDAAN TEKNIK MORDANTING TERHADAP HASIL PENCELUPAN ZAT WARNA ALAM EKSTRAK DAUN KELADI HIAS (Philodendron) DENGAN MORDAN AIR TAPAI PADA BAHAN SUTERA

PENGARUH FREKUENSI CELUPAN TERHADAP HASIL JADI PEWARNAAN BATIK DENGAN DAUN LAMTORO PADA KAIN KATUN

BAB I PENDAHULUAN. pemberian tekanan yang tinggi (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Di pasaran,

PEMANFAATAN LIMBAH SERBUK KAYU MERBAU (Instia spp.) SEBAGAI PEWARNA KAIN KATUN DENGAN PENAMBAHAN KAPUR SIRIH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENGARUH GARAM TERHADAP HASIL PENCELUPAN BAHAN SUTERA DENGAN EKSTRAK KULIT POHON MAHONI DERISA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adalah salah satu tekstil tradisi yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi

Disusun oleh Palupi C

BAB I PENDAHULUAN. tongkol jagung sebagai limbah tidak bermanfaat yang merugikan lingkungan jika tidak ditangani dengan benar.

STUDI EKSPERIMENTAL KETAHANAN LUNTUR WARNA KAIN ABSTRAK

BAB II METODE PERANCANGAN

LAPORAN TUGAS AKHIR. PENGAMBILAN ZAT WARNA ALAMI DARI KULIT KAYU POHON MANGGA (Mangifera indica L.)

KAJIAN KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA TEKSTIL SKRIPSI

Ekstraksi Tannin dari Daun Sirsak (Annona muricata L.) sebagai Pewarna Alami Tekstil

ANALISIS CITRA PEWARNA ALAMI DARI EKSTRAK KULIT BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus)

Penyerapan Zat Warna Tekstil BR Red HE 7B Oleh Jerami Padi +) Saepudin Suwarsa Jurusan Kimia FMIPA - ITB Jl. Ganesa 10 Bandung, 40132

OPTIMASI SERBUK PEWARNA ALAMI INSTANDAUN SIRSAK (AnnonamuricataL.)DITELAAH DARIWAKTU PEMANASAN DAN PENAMBAHAN MALTODEKSTRIN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN RAGAM HIAS PADA BAHAN TEKSTIL

Prosiding Seminar Nasional Jurusan PTBB FT UNY, Volume 4, Tahun 2009

Pemanfaatan Bagian Cabang dan Pucuk Cabang Dalbergia latifolia sebagai Pewarna Alami Kain Batik

PEMANFAATAN LIMBAH KAYU NANGKA UNTUK BAHAN PEWARNA TEKSTIL

Dwi Wiji Lestari dan Yudi Satria Balai Besar Kerajinan dan Batik

bahwa ternyata zat warna sintetis banyak mengandung azodyes (aromatic

Transkripsi:

85 STUDI PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI ZAT FIKSASI TERHADAP KUALITAS WARNA KAIN BATIK DENGAN PEWARNA ALAM LIMBAH KULIT BUAH RAMBUTAN (Nephelium lappaceum) Study on Effect of Fixation Substance Types and Concentrations on The Quality of Batik Color with Natural Dyeing from Rambutan Skin Waste (Nephelium Lappaceum) Rizka Amalia 1) dan Iqbal Akhtamimi 2) 1) Dosen Program Studi Teknik Batik Politeknik Pusmanu Pekalongan 2) Program Studi D3 Teknik Batik Politeknik Pusmanu Pekalongan Jalan Jenderal Sudirman no. 29 Kota Pekalongan, Indonesia riz.chemicalia@gmail.com Tanggal Masuk Naskah: 8 Agustus 2016 Tanggal Revisi Naskah: 15 Desember 2016 Tanggal Disetujui: 16 Desember 2016 ABSTRAK Pewarnaan kain batik dapat dilakukan dengan menggunakan zat warna alami (ZWA) dan zat warna sintetis. Keunggulan zat warna alam antara lain lebih murah, ramah lingkungan, dan menghasilkan warna yang khas. Salah satu zat warna alam yang berasal dari limbah yang dapat dimanfaatkan adalah limbah kulit buah rambutan. Kelemahan dari penggunaan pewarna alam yaitu ketahanan luntur warna dan intensitas (ketuaan) warna yang relatif kurang baik.penggunaan zat fiksasi adalah salah alternatif untuk memecahkan masalah tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penggunaan konsentrasi dan jenis zat fiksasi kapur, tawas dan tunjung pada proses fiksasi terhadap daya tahan luntur dan penodaan warna kain batik katun yang dicelup dengan zwa ekstrak kulit buah rambutan. Bahan yang digunakan adalah kain batik katun yang dicelup dengan ekstrak zwa kulit buah rambutan, kemudian dilanjutkan pengerjaan fiksasi pada larutan kapur dengan variasi konsentrasi 5, 25 dan 45 g/l pada setiap zat fiksasi sebagai variabel bebas dan variabel terikat yaitu ketahanan luntur dan penodaan warna terhadap pencucian. Hasil uji ketahanan luntur dan penodaan warna menunjukkan bahwa penggunaan zat fiksasi tawas didapatkan nilai ketahanan luntur yang lebih baik dibandingkan dengan zat fiksasi kapur dan tunjung sedangkan pada konsentrasi zat fiksasi yang berbeda menunjukkan bahwa pada penggunaan konsentrasi bahan fiksasi yang lebih tinggi (25 dan 45%), nilai greyscale dan staining scale akan semakin baik. Kata kunci: rambutan, pewarna alam, kain, fiksasi ABSTRACT Dyeing of batik cotton fabric could be made using natural and synthetic dyes. The advantages of natural dyes are cheap, environmentally friendly, and soft colour produced. One of natural dyes that derived from waste is rambutan s rind. The lack of using natural dyes are poor of colour fastness. Fixation used as an alternative process to solve that problem. The aim of this study is to determine the effect of the concentration and fixation materials towards colour fastness and colour staining. Batik cotton fabric was dyed by rambutan s rind extract and followed by fixation process with a variety of fixation materials (lime, alum, and lotus) and concentration of its solution (5, 25 dan 45 g/l) as an independent variable. The independent variables are colour fastness and colour staining to washing. The results show that the using of alum solution as fixation materials provides better colourfastness value than lime and lotus. The higher concentration of fixation solution (25 and 45%), the better colour fastness and colour staining value. Keywords: rambutan, natural dyes, cotton, fixation

86 D i n a m i k a K e r a j i n a n d a n B a t i k, Vol. 33, No. 2, Desember 2016, 85-92 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang kaya akan warisan budaya dan sejarah. Salah satu bentuk kekayaan tak benda adalah batik. Batik merupakan kekayaan Indonesia yang sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Dalam proses pewarnaannya dikenal 2 (dua) macam zat warna antara lain zat warna sintetis dan zat warna alami. Zat warna alam yaitu zat warna yang berasal dari bahanbahan alam dan pada umumnya berasal dari hewan ataupun tumbuhan (akar, batang, daun, kulit, bunga, dll). Sedangkan zat warna sintestis adalah zat warna yang dihasilkan melalui reaksi kimia dengan bahan dasar ter arang batu bara atau minyak bumi yang merupakan hasil senyawa turunan hidrokarbon aromatik seperti benzena, naftalena, dan antrasena (Isminingsih, 1978). Pada awal mula kemunculan batik, para pengrajin batik mewarnai batik dengan bahan pewarna alami dari berbagai macam kulit tumbuhan, buah, atau daun (Suarsa, Suarya, & Kurniawati, 2011). Keunggulan dari proses pewarnaan alami adalah sifatnya yang ramah lingkungan (Yernisa, Gumbira- Sa id, & Syamsu, 2013). Pada masa ini, proses pewarnaan batik yang banyak digunakan adalah pewarnaan menggunakan pewarna sintetis. Kekurangan proses pewarnaan dengan pewarna sintetis adalah harga zat warna sintetis yang cenderung lebih mahal serta limbah yang dihasilkan tidak ramah lingkungan, karena mengandung logam-logam berat dan azodyes tertentu. Pemanfaatan zat pewarna alami batik menjadi salah satu alternatif pengganti zat warna sintetis. Indonesia yang kaya akan keanekaragaman tanaman, sangat potensial untuk pengembangan zat warna alami. Salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan baku pewarna alami dan banyak ditemukan di Indonesia adalah kulit buah rambutan (Nephelium lappaceum). Kulit buah rambutan memiliki kandungan flavonoida yang merupakan pigmen alam. Pemanfaatan kulit buah rambutan pada penelitian ini diharapkan mampu mengolah limbah kulit rambutan menjadi zat warna alami batik yang ramah lingkungan, mendapatkan variasi warna baru dan memiliki ketahanan luntur warna kain yang baik terhadap pencucian. Ketahanan luntur warna merupakan unsur yang sangat menentukan mutu suatu pakaian batik atau bahan berwarna. Pada proses batik dibutuhkan suhu air yang panas untuk proses pelunturan/pelorodan lilin batik. Banyak zat warna alam yang dapat mewarnai batik, tetapi dalam proses pelorodan lilin batik, warna tersebut berkurang banyak bahkan luntur. Untuk memperoleh zat warna dengan ketahanan luntur yang baik maka perlu dilakukan proses fiksasi. Fiksasi merupakan proses pencelupan yang bertujuan untuk mengunci zat warna yang masuk ke dalam serat agar warna yang dihasilkan tidak mudah pudar atau luntur. Fiksasi dilakukan dengan menambahkan bahan yang mengandung kompleks logam. Bahan fiksasi yang biasa digunakan antara lain kapur, tawas, dan tunjung. Pewarnaan menggunakan kulit buah rambutan dengan fiksasi kapur, tawas, dan tunjung ini perlu diteliti lebih lanjut secara empiris. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan jenis dan konsentrasi zat fiksasi kapur, tawas, dan tunjung (dengan konsentrasi larutan sebesar 5, 25, dan 45%) terhadap ketahanan luntur warna kain batik hasil pewarnaan ekstrak kulit buah rambutan ditinjau dari perubahan warna dan penodaan warna.

S t u d i P e n g a r u h J e n i s d a n K o n s e n t r a s i Z a t..., A m a l i a 87 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1) mendorong pemanfaatan zat warna yang berasal dari alam; 2) memberikan informasi penggunaan ekstrak kulit buah rambutan sebagai bahan alternatif pewarna alam; 3) upaya pemanfaatan limbah pasar, dan 4) sebagai upaya pengurangan pencemaran lingkungan oleh zat warna sintetis. METODOLOGI Penelitian eksperimen dilakukan dengan mencelupkan kain katun ke dalam ekstrak kulit buah rambutan dilanjutkan dengan fiksasi menggunakan larutan kapur, tawas, dan tunjung. Obyek Penelitian Obyek penelitian meliputi: 1) Ekstrak kulit buah rambutan; 2) Kain katun; 3) Zat Fiksasi yang meliputi kapur, tawas, dan tunjung. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah jenis zat fiksasi (kapur, tawas, dan tunjung), dan konsentrasi larutan fiksasi (5, 25, dan 45%) dari larutan induk 50 g/l. 2. Variabel Terikat Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kualitas warna (ketahanan luntur dan penodaan warna) dari kain hasil celupan ekstrak kulit buah rambutan. 3. Variabel Kontrol Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah rasio ekstrak (kulit buah rambutan:air) sebesar 1:6 (kg/l), frekuensi pencelupan yaitu tiga kali pencelupan, dan durasi pencelupan selama 10 menit sebanyak 3 kali. Langkah Eksperimen Fiksasi Kapur CaCO3 Persiapan Pembatikan Ekstraksi Zat Warna Alam Pencelupan I Mordanting Pencelupan II dst Fiksasi Tawas Al2(SO4)3 Pelorodan Uji Greyscale dan Uji Staining scale Kain Pencucian kain dengan deterjen Canting Cap Canting Tulis 1 kg kulit buah rambutan 6 liter air Atau sama dengan 1: 6 Ditambah gula dan dipanaskan, hingga menyusut menjadi 2/3 bagian Pendinginan Fiksasi Tunjung FeSO4 Ekstrak kulit buah rambutan yang sudah dingin Gula Merah + Air Ekstrak kulit buah rambutan yang sudah dingin Gambar 1. Langkah eksperimen Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah uji laboratorium ketahanan luntur warna kain batik hasil pewarnaan ekstrak kulit buah rambutan terhadap pencucian ditinjau dari perubahan warna dan penodaan warna.

88 D i n a m i k a K e r a j i n a n d a n B a t i k, Vol. 33, No. 2, Desember 2016, 85-92 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Jenis Zat fiksasi terhadap Kualitas Warna Dari Tabel 1. dapat dilihat bahwa perbedaan zat fiksasi yang digunakan menghasilkan arah warna yang berbeda, kapur menghasilkan warna coklat muda pudar, tawas menghasilkan warna coklat muda yang lebih terang dan tajam, dan tunjung menghasilkan warna coklat hitam. Hal ini sesuai dengan penelitian Mukhis (2011) mengenai pewarnaan dengan ekstrak kulit batang jamblang bahwa pada penambahan tawas, serat terwarnai dengan baik dan tidak mempengaruhi warna yang dihasilkan, sedangkan dengan penambahan FeSO4 (tunjung) dan kalium bikromat yang dapat mengubah warna hasil celup. Tawas (Al2SO4) merupakan senyawa kimia yang tidak berwarna sehingga hanya akan menguatkan warna (Rosyida & W, 2014). Hasil pengujian pada Tabel 1. ketahanan luntur warna terhadap pencucian pada kain batik dengan perlakuan fiksasi menggunakan kapur menunjukkan nilai 4 (baik) untuk konsentrasi zat fiksasi 5 dan 25%, nilai 5 (sangat baik) untuk konsentrasi zat fiksasi 45%. Sedangkan ketahanan luntur warna dengan menggunakan fiksasi larutan tawas memberikan hasil 4 (baik) untuk konsentrasi zat fiksasi 5%, nilai 5 (sangat baik) untuk konsentrasi zat fiksasi 25 dan 45%.Selanjutnya dengan zat fiksasi tunjung nilai ketahanan luntur yang diperoleh sebesar 3 sampai 4 (cukup baik) untuk konsentrasi zat fiksasi 5, 25, 45%. Dari hasil pengujian terlihat bahwa ketahanan luntur warna terhadap pencucian pada ketiga jenis zat fiksasi menunjukkan nilai rata-rata 4 (baik).ini membuktikan bahwa kandungan yang terdapat pada kulit buah rambutan dapat digunakan sebagai zat warna alami. Menurut Ratyaningrum & Giari (2005), zat warna mordan (alam) merupakan zat warna alam yang dalam proses pewarnaannya harus melalui penggabungan dengan kompleks logam, sehingga zat warna ini akan lebih tahan daya lunturnya. Tawas, tunjung dan kapur tohor merupakan kelompok kompleks logam yang berguna untuk pewarna mordan (alam). Dalam penelitian ini penggunaan zat fiksasi tawas memberikan nilai ketahanan luntur yang lebih baik dibandingkan dengan zat fiksasi kapur dan tunjung. Hal ini sesuai dengan penelitian Rosyida (2014) yang menguraikan tentang cara memperbaiki ketahanan luntur pada pewarnaan kain menggunakan zat warna daun jati muda yaitu bahwa penggunaan ferro sulfat (tunjung) untuk fiksasi memberikan nilai ketahanan luntur 3 (cukup) yang lebih rendah dari fiksasi menggunakan tawas dengan nilai tahan luntur 3-4 (cukup baik). Kulit buah rambutan merah mengandung pigmen antosianin yang merupakan sub-tipe senyawa organik dari keluarga flavonoid.antosianin lebih stabil dalam suasana asam dibandingkan dalam suasana alkalis ataupun netral (Hambali, Mayasari, & F Normansyah, 2014). Oleh karena itu, ketahanan luntur pada penambahan zat fiksasi tawas yang bersifat asam lebih baik jika dibandingkan dengan zat fiksasi kapur (basa). Selain itu, ketahanan luntur yang lebih kuat pada kain dengan bahan fiksasi tunjung dan tawas terhadap pencucian berkaitan dengan terjadinya ikatan zat warna yang mampu masuk ke dalam serat kain secara maksimum dan berikatan kuat dengan serat kain (Sulasminingsih, 2006). Sebaliknya untuk bahan fiksasi kapur, menurut Atikasari (2005) zat warna tidak mampu masuk ke dalam serat secara maksimum dikarenakan putusnya ikatan antara serat kain dengan auksokrom sehingga daya serap

S t u d i P e n g a r u h J e n i s d a n K o n s e n t r a s i Z a t..., A m a l i a 89 kain hilang dan menyebabkan sisa zat warna hanya melekat pada permukaan serat saja. Hasil pengujian pada (Tabel 1) menunjukkan bahwa penodaan warna terhadap pencucian pada kain batik dengan perlakuan fiksasi menggunakan kapur menunjukkan nilai 3 (cukup) untuk konsentrasi zat fiksasi 5 dan 25%, nilai 3-4 (cukup baik) untuk konsentrasi zat fiksasi 45%. Sedangkan penodaan warna dengan menggunakan fiksasi larutan tawas memberikan hasil nilai 3 (cukup) konsentrasi zat fiksasi untuk 5%, nilai 3-4 (cukup baik) untuk konsentrasi zat fiksasi 25 dan 45%.Selanjutnya dengan zat fiksasi tunjung nilai penodaan yang diperoleh sebesar 3-4 (cukup baik) untuk konsentrasi zat fiksasi 5 dan 25%, nilai 4 (baik) untuk konsentrasi zat fiksasi 45%.Penodaan warna terhadap pencucian pada jenis zat fiksasi yang berbeda tidak menunjukkan perbedaan yang berarti yaitu nilai rata-rata 3-4 yang artinya cukup baik.hal ini sesuai dengan penelitian Herlina (2007) yang menyatakan bahwa hasil penguncian warna (fiksasi) penodaan warna minimal cukup dengan nilai Staining scale sebesar 3.00.Hal ini diduga karena molekul zat warna masih terikat kuat di dalam serat kain. Pengaruh Konsentrasi Zat Fiksasi Terhadap Kualitas Warna Tujuan dilakukannya fiksasi yaitu untuk mengunci zat warna alam golongan mordan serta berfungsi memberikan efek warna (arah warna) yang berbeda-beda sesuai dengan zat fiksasi yang digunakan (Sardjono, 2010). Hasil pengujian pada (Tabel 1) menunjukkan bahwa ketahanan luntur warna terhadap pencucian pada kain batik dengan perlakuan fiksasi menggunakan konsentrasi zat fiksasi 5% diperoleh nilai 4 (baik) untuk kapur dan tawas, nilai 3-4 (cukup baik) untuk konsentrasi zat fiksasi tunjung. Sedangkan ketahanan luntur warna terhadap pencucian pada konsentrasi zat fiksasi 25% menunjukkan nilai 4 (baik) untuk kapur, nilai 5 (sangat baik) untuk tawas dan nilai 3-4 (cukup baik) untuk tunjung. Selanjutnya dengan konsentrasi zat fiksasi 45% nilai ketahanan luntur yang diperoleh sebesar 4-5 (baik) untuk kapur, nilai 5 (sangat baik) untuk tawas, dan nilai 3-4 (cukup baik) untuk tunjung. Dari hasil pengujian terlihat bahwa ketahanan luntur warna terhadap pencucian dengan perbedaan konsentrasi zat fiksasi menunjukkan nilai rata-rata 4 (baik). Hasil uji ini menunjukan bahwa pada penggunaan konsentrasi bahan fiksasi 45%, nilai greyscale akan semakin baik. Hal ini sesuai dengan penelitian Suheryanto (2010) mengenai pewarnaan dengan ekstrak daun mangga bahwa kain batik katun yang difiksasi dengan larutan kapur 60 g/l menghasilkan ketuaan warna lebih optimal atau tua, bila dibandingkan dengan kain batik katun yang difiksasi dengan larutan kapur 40 dan 50 g/l. Tabel 1. Hasil ketahanan luntur warna kain batik dengan zat fiksasi kapur, tawas, dan tunjung pada berbagai konsentrasi No Jenis Zat Konsentrasi zat fiksasi fiksasi 5% 25% 45% 1 Kapur 4 4 4-5 2 Tawas 4 5 5 3 Tunjung 3-4 3-4 3-4 Keterangan : Nilai 1 = buruk, 1-2 = buruk, 2 = kurang, 2-3 = kurang baik, 3 = cukup, = cukup baik, 4 = baik, 4-5 = baik, 5 = sangat baik Hasil pengujian yang dituangkan pada Tabel 1 memperlihatkan bahwa penodaan warna terhadap pencucian pada kain batik

90 D i n a m i k a K e r a j i n a n d a n B a t i k, Vol. 33, No. 2, Desember 2016, 85-92 5% 25% 45% Gambar 2. Kain hasil pelorodan dengan fiksasi larutan kapur 5% 25% 45% Gambar 3. Kain hasil pelorodan dengan fiksasi larutan tawas 5% 25% 45% Gambar 4. Kain hasil pelorodan dengan fiksasi larutan tunjung dengan perlakuan fiksasi menggunakan konsentrasi zat fiksasi 5% diperoleh nilai 3 (cukup) untuk kapur dan tawas, nilai 3-4 (cukup baik) untuk tunjung. Sedangkan hasil penodaan warna terhadap pencucian pada konsentrasi zat fiksasi 25% menunjukkan nilai 3 (cukup) untuk kapur, nilai 3-4 (cukup baik) untuk tawas dan tunjung. Selanjutnya dengan konsentrasi zat fiksasi 45% nilai penodaan warna yang diperoleh sebesar 3-4 (cukup baik) untuk kapur dan tawas, dan nilai 4 (baik) untuk tunjung. Hasil uji ini menunjukan bahwa pada penggunaan konsentrasi bahan fiksasi 45%, nilai staining scale semakin baik. Tabel 2. Hasil penodaan warna kain batik dengan zat fiksasi kapur, tawas, dan tunjung pada berbagai konsentrasi No Jenis Zat Konsentrasi zat fiksasi fiksasi 5% 25% 45% 1 Kapur 3 3 3-4 2 Tawas 3 3-4 3-4 3 Tunjung 3-4 3-4 4 Keterangan : Nilai 1 = buruk, 1-2 = buruk, 2 = kurang, 2-3 = kurang baik, 3 = cukup, 3-4 = cukup baik, 4 = baik, 4-5 = baik, 5 = sangat baik.

S t u d i P e n g a r u h J e n i s d a n K o n s e n t r a s i Z a t..., A m a l i a 91 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil uji ketahanan luntur dan penodaan warna menunjukkan bahwa penggunaan zat fiksasi tawas memberikan nilai ketahanan luntur yang lebih baik dibandingkan dengan zat fiksasi kapur dan tunjung sedangkan pada konsentrasi zat fiksasi yang berbeda menunjukkan bahwa pada penggunaan konsentrasi bahan fiksasi yang lebih tinggi (25% dan 45%), nilai greyscale dan stainingscale akan semakin baik. Saran Perlu penelitian lebih lanjut mengenai ketahanan luntur warna terhadap penggosokan dan keringat terhadap kain katun hasil pewarnaan menggunakan zat warna dari ekstrak kulit buah rambutan. DAFTAR PUSTAKA Atikasari, A. (2005). Kualitas Tahan Luntur Warna Batik Cap di Griya Batik Larissa Pekalongan. Skripsi. Program Studi PKK Konsentrasi Tata Busana S-1 Jurusan Teknologi Jasa dan Produksi Fakultas Teknik UNNES, Semarang. Hambali, M., Mayasari, F., & F Normansyah. (2014). Ekstraksi Antosianin dari Ubi Jalar dengan Variasi Konsentrasi Solven, dan Lama Waktu Ekstraksi. Jurnal Teknik Kimia, 20 (2), 25 35. Herlina, S. (2007). Fiksasi Bahan Alami Buah Markisa dan Jeruk Nipis dalam Proses Pewarnaan Batik dengan Zat Warna Indigosol. Yogyakarta: Seni dan Budaya Yogyakarta. Isminingsih. (1978). Pengantar Kimia Zat Warna. Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil Bandung. Mukhis. (2011). Ekstraksi Zat Warna Alami dari Kulit Batang Jamblang (Syzygium cumini) sebagai Bahan Dasar Pewarna Tekstil. Jurnal Biologi Edukasi, 3 (11), 7. Ratyaningrum, F., & Giari, N. (2005). Kriya Tekstil. Surabaya: Unesa University Press. Rosyida, A., & W, A. (2014). Pemanfaatan Daun Jati Muda untuk Pewarnaan Kain Kapas pada Suhu Kamar. Jurnal Arena Tekstil, 29 (2), 115 124. Sardjono. (2010). Teknologi Pewarnaan Batik Zat Warna Alam. Yogyakarta: Balai Besar Kerajinan dan Batik. Suarsa, I. W., Suarya, P., & Kurniawati, I. (2011). Optimasi Jenis Pelarut dalam Ekstraksi Zat Warna Alam dari Batang Pisang Kepok (Musa paradiasiaca L. Cv Kepok) dan Batang Pisang Susu (Musa Paradiasiaca L.). Jurnal Kimia, 5 (1), 72 80. Suheryanto, D. (2010). Optimalisasi Celupan Ekstrak Daun Mangga pada Kain Batik Katun dengan Iring Kapur. Makalah disajikan dalam Seminar Rekayasa Kimia dan Proses Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Sulasminingsih. (2006). Studi Komparasi Kualitas Kain Kapas Pada Pencelupan Ekstrak Kulit Kayu Pohon Mahoni Dengan Mordan Tawas Dan Garam Diazo. Skripsi. Fakultas Teknik UNNES. Yernisa, Gumbira-Sa id, E., & Syamsu, K. (2013). Aplikasi Pewarna Bubuk Alami dari Ekstrak Biji Pinang (Areca catechu L.) pada Pewarnaan Sabun Transparan. Jurnal Teknologi Industri Pertanian, 23 (3), 190 198.

92 D i n a m i k a K e r a j i n a n d a n B a t i k, Vol. 33, No. 2, Desember 2016, 85-92