BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suhu jaringan dalam tubuh (core temperature, suhu inti) tetap konstan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun

Para-aminofenol Asetanilida Parasetamol Gambar 1.1 Para-aminofenol, Asetanilida dan Parasetamol (ChemDraw Ultra, 2006).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh:

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS. goreng terbagi menjadi Minyak dengan asam lemak jenuh (saturated fatty acids)

PENGANTAR FARMAKOLOGI

I. PENDAHULUAN. Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Parasetamol atau asetaminofen atau N-asetil-p-aminofenol merupakan

PENGARUH PENGGUNAAN VITAMIN C PADA KHASIAT ANTIPIRETIK PARASETAMOL PADA MERPATI JANTAN (Columba livia) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADIA PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN SUHU TUBUH (HIPERTERMI)

Pengantar Farmakologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Dr.Or. Mansur, M.S. Dr.Or. Mansur, M.S

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masih terdapat dalam produk ruahan (Siregar,2010).

DiGregorio, 1990). Hal ini dapat terjadi ketika enzim hati yang mengkatalisis reaksi konjugasi normal mengalami kejenuhan dan menyebabkan senyawa

BAB I PENDAHULUAN. berkisar antara 36-37ºC. Jadi seseorang yang mengalami demam, suhu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

mengakibatkan reaksi radang yang ditandai dengan adanya kalor (panas), rubor (kemerahan), tumor (bengkak), dolor (nyeri) dan functio laesa (gangguan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. zat-zat asing (xenobiotic). Zat-zat ini dapat berasal dari alam (makanan, dibuang melalui urin atau asam empedu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang yang masing-masing

Sumber air tubuh: 1. Makanan 2. Air minum 3. Air metabolit

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PENGARUH Agen KIMIA Dan MEKANISME perubahan sel Serta penyakit Yang ditimbulkannya

Banyak penyakit yang dihadapi para klinisi disebabkan karena respons inflamasi yang tidak terkendali. Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid,

BIOTRANSFORMASI TOKSIKAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Manfaat Minum Air Putih

PENGARUH SEDUHAN TEH HIJAU ( Camellia sinensis ) TERHADAP FARMAKOKINETIKA PARASETAMOL YANG DIBERIKAN BERSAMA SECARA ORAL PADA KELINCI JANTAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tubuh manusia dapat bertahan selama berminggu-minggu tanpa

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB II KONSEP DASAR. normal sebagai akibat dari perubahan pada pusat termoregulasi yang terletak dalam

Farmakologi. Pengantar Farmakologi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM. Farmakodinamik. ., M.Med.Ed. normal tubuh. menghambat proses-proses

Pengantar Farmakologi

OBAT-OBATAN DI MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

Pengantar Farmakologi Keperawatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Hal ini disebabkan karena penambahan gugus-gugus pada struktur parasetamol tersebut menyebabkan perubahan sifat kimia fisika senyawa, yaitu sifat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam memproduksi daging. Mampu tumbuh cepat sehingga dapat menghasilkan

Fenasetin (anti piretik jaman dulu) banyak anak2 mati, Prodrug Hasil metabolismenya yg aktif

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAGIAN 1: MENGAPA PERLU DETOKS?

Gambar 1.1. Struktur asam asetilsalisilat (Departemen Kesehatan RI, 1995).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan cairan dalam tubuhnya (Suriawiria, U., 1996). Sekitar 70 % tubuh

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi, tetapi juga dari aktivitas atau latihan fisik yang dilakukan. Efek akut

BAB 5 HASIL PENELITIAN

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S)

MATA KULIAH FARMAKOLOGI DASAR

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

turunan oksikam adalah piroksikam (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Piroksikam mempunyai aktivitas analgesik, antirematik dan antiradang kuat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asetaminofen. Kandungan : tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0 %

Toksikokinetik racun

FARMAKOKINETIKA. Oleh Isnaini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PRINSIP KERJA OBAT. Pengertian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam proses memasak. Hal ini dapat dilihat dari sebagian besar

Suhu inti (core temperature) Suhu inti menggambarkan suhu organ-organ dalam (kepala, dada, abdomen) dan dipertahankan mendekati 37 C.

1 Universitas Kristen Maranatha

2/20/2012. Oleh: Joharman

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengaturan Suhu Suhu jaringan dalam tubuh (core temperature, suhu inti) tetap konstan dalam kisaran 1 o F ( 0,6 o C) meskipun suhu lingkungan berfluktuasi tajam. Suhu tubuh normal rerata diperkirakan antara 98 o F dan 98,6 o F jika diukur melalui mulut dan sekitar 1 o F lebih tinggi di rektum (Guyton dan Hall, 2009). Biasanya, nilai normal untuk suhu oral manusia adalah 37 C (98,6 o F), tetapi pada sebuah penelitian besar terhadap orang-orang muda normal, suhu oral pagi hari rerata adalah 36,7 C dengan simpang baku 0,2 C. Suhu rektum dapat mencerminkan suhu pusat tubuh (core temperature). Suhu oral pada keadaan normal 0,5 C lebih rendah daripada suhu rektum, tetapi suhu ini dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk makanan/minuman panas atau dingin, mengunyah permen karet, merokok, dan bernafas melalui mulut (Ganong, 2008). Dalam tubuh, panas dihasilkan oleh gerakan otot asimilasi makanan dan oleh semua proses vital yang berperan dalam tingkat metabolisme basal. Panas dikeluarkan tubuh melalui radiasi, konduksi (hantaran), dan penguapan air di saluran napas dan kulit. Sejumlah panas juga dikeluarkan melalui urine dan feses. Keseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran panas menentukan suhu tubuh (Ganong, 2008). Menurut Guyton dan Hall (2009), pengeluran panas terjadi melalui: a) Radiasi menyebabkan Pengeluran panas dalam bentuk berkas infra merah xix

b) Pengeluaran panas secara konduksi terjadi melalui kontak langsung dengan suatu benda c) Pengeluaran panas secara konveksi terjadi karena gerakan udara d) Penguapan adalah mekanisme penting pengeluaran panas ketika suhu sangat tinggi Area preoptik dari hipotalamus memiliki kemampuan yang berfungsi sebagai termostatik pusat pengaturan suhu tubuh. Walupun sinyal yang ditimbulkan oleh reseptor suhu di hipotalamus sangat kuat dalam mengatur suhu tubuh, reseptor suhu di bagian lain dari tubuh mempunyai peranan tambahan dalam pengaturan suhu. Hal ini terjadi pada reseptor suhu di kulit dan beberapa jaringan khusus di tubuh bagian dalam. Suhu inti tubuh, sekitar 37,1 o C atau 36,5 o C sampai 37,5 o C, disebut set-point (Guyton dan Hall, 2007). 2.2 Demam Demam adalah suhu tubuh di atas normal (Ganong 2008). Demam yang berarti suhu tubuh di atas batas normal biasa dapat disebabkan oleh kelainan dalam otak sendiri atau oleh zat toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-penakir bakteri, tumor otak, atau dehidrasi (Guyton dan Hall 2009). Walaupun demam biasanya berhubungan dengan infeksi, bukan berarti ada hubungan yang eksklusif. Demam dapat merupakan manisfestasi penyakit neoplastik, gangguan-gangguan peradangan noninfeksi atau katabolisme berlebihan pada keadaan-keadaan metabolik tertentu (Sodeman dan Sodeman, 1995). Peningkatan suhu tubuh dapat disebabkan oleh kelainan di batang otak itu sendiri atau akibat bahan toksik yang mempengaruhi pusat pengendalian suhu. xx

Demam terjadi karena penyesuaian (resetting) set point untuk kontrol suhu, penyesuaian ini dapat disebabkan oleh protein, produk penguraian protein, atau toksin bakteri (lipopolisakarida), yang secara kolektif dinamai pirogen. Sebagian pirogen bekerja secara langsung pada pusat pengaturan, tetapi sebagian besar bekerja tidak lansung (Guyton dan Hall 2009). Sebagian besar protein, hasil pemecahan protein dan beberapa zat tertentu lainnya, terutama toksin liposakarida yang dilepaskan dari membran sel bakteri, dapat menyebabkan peningkatan set-point pada thermostat hipotalamus (Guyton dan Hall, 2007). Ketika partikel virus atau bakteri muncul di tubuh, partikel tersebut difagositosis leukosit, makrofag jaringan, dan limfosit pembunuh granular besar. Sel ini melepaskan interleukin-1 sebagai respon terhadap partikel fagosit. Interlekuin-1 menginduksi pembentukan prostaglandin E 2 yang bekerja pada hipotalamus untuk mencetuskan reaksi demam. Ketika pembentukan prostaglandin dihambat oleh obat-obatan, demam sepenuhnya menghilang atau setidaknya berkurang. Ini diduga pada aspirin dan antipiretik lainnya untuk menurunkan tingkat demam, dan hal ini menjelaskan mengapa senyawa ini tidak menurunkan suhu tubuh pada orang normal dan sehat (yang tidak mengalami peningkatan kadar interleukin-1) (Guyton dan Hall 2009). NSAID menekan respon demam dengan cara menghambat sintesis PGE 2 ( Goodman dan Gilman, 2007). Ketika mekanisme interleukuin-1 menset ulang set point kendali suhu, suhu tubuh dipertahankan pada tingkat yang lebih tinggi. Peningkatan set point suhu tubuh memicu perasaan dingin dan terjadi pengaktifan saraf yang menyebabkan menggigil dan piloereksi. Jika suhu tubuh telah mencapai set point xxi

yang baru tersebut, yang bersangkutan tidak lagi merasa kedinginan, dan suhu tubuh meningkat diatas normal. Jika pirogen telah dibersihkan dari tubuh, set point untuk kontrol suhu kembali ke normal. Pada tahap ini, suhu tubuh menjadi terlalu hangat dan timbul perasaan gerah sehingga mekanisme saraf terpicu untuk menyebabkan vasolidasi pembulu darah kulit dan berkeringat. (Guyton dan Hall, 2009) 2.3 Dehidrasi Tubuh harus mendapat cukup air untuk menjalankan fungsinya dengan tepat untuk menyaring racun-racun keluar melalui ginjal, dan untuk memelihara jumlah mineral (elektrolit) secara normal. Dehidrasi terjadi ketika tubuh kehilangan cairan lebih cepat daripada ketika akan digantikan. Seseorang harus meminum cairan dengan cukup untuk menggantikan cairan yang keluar dari tubuhnya (Elsevier, 2007). Dehidrasi dihasilkan dari kehilangan air dan elektrolit penting dalam tubuh termasuk kalium, natrium, klorida dan banyak mineral lainnya. Organ-organ esensial yang sangat berperan seperti otak, ginjal, jantung dan sistem saraf tidak dapat berfungsi tanpa air atau mineral yang cukup. Menurut Elete 1990 Penyebab dehidrasi didasarkan pada 4 dasar, yaitu : a) Berkeringat : demam, latihan (gerakan), pembuangan panas berlebihan b) Muntah : ulser, keracunan makanan, flu c) Diare : flu, keracunan makanan, gastroenteritis d) Pemasukan kalori yang tidak cukup, dapat terjadi karena tidak mengkonsumsi mineral dan air yang cukup Ada beberapa hal untuk menghindari gejala dehidrasi : xxii

a) Minum cairan yang cukup, mengkonsumsi 8 gelas air sehari b) Membatasi atau menghindari minuman berkafein dan beralkohol karena kandungan keduanya meningkatkan dehidrasi c) Menghindari minuman berkarbonat yang dapat membengkak dan memberi sensasi penuh pada tubuh karena membatasi pemasukan cairan d) Menggunakan penangkal cahaya matahari, menjaga diri tetap dingin dan mencari perlindungan/naungan dimanapun berada (Elete, 1990). Dehidrasi dapat terjadi sebagai komplikasi dari beberapa penyakit dimana tubuh mengeluarkan atau kehilangan air dalam jumlah yang berlebihan seperti : a) Diare b) Muntah c) Demam tinggi yang menyebabkan tubuh kehilangan lebih banyak air sehingga dehidrasi dapat terjadi lebih mudah d) Penyakit yang menyebabkan pengeluaran urin secara berlebihan seperti diabetes juga dapat menyebabkan dehidrasi Adapun pencegahan dehidrasi adalah memberikan asupan cairan sebanyak yang dikeluarkan tubuh. Meskipun pasien mengeluarkan kembali semua cairan yang diberikan kepadanya, tetaplah memberikan asupan cairan. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian sejumlah kecil cairan secara berkala. Direkomendasikan juga untuk memberikan pedialit, dan minuman berion. Setelah itu berikan makanan untuk asupan kalori yang lengkap (Elsevier, 2007). xxiii

2.4 Parasetamol Rumus bangun : NHCOCH 3 OH Gambar : Parasetamol Sinonim : Acetaminophen, p-acetaminophenol, n-acetyl-p-amino- phenol. Rumus melekul : C 8 H 9 NO 2 Berat molekul : 151,16 Titik leleh : 169-172 o C (Connors, dkk., 1986) Pemerian : Serbuk hablur, putih ; tidak berbau; rasa sedikit pahit (Ditjen POM, 1995). Kelarutan : Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N; mudah larut dalam etanol (Ditjen POM, 1995). 1 g dapat larut dalam kirakira 70 ml air suhu 25 o C, 1 g larut dalam 20 ml air mendidih, dalam 7 ml alkohol, dalam 13 ml aseton, dalam 50 ml kloroform, dalam 40 ml gliserin dan dalam 9 ml propilen glikol. Tidak larut dalam benzene dan eter (Connors, dkk., 1986). Parasetamol merupakan senyawa yang sangat stabil dalam larutan air dan pka = 9,51 (Connors, dkk., 1986 ), dan absorpsi obat dalam saluran cerna cepat xxiv

dan hampir sempurna (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Asetaminofen adalah salah satu obat yang terpenting untuk pengobatan nyeri ringan sampai sedang, bila efek anti-inflamasi tidak diperlukan. Asetaminofen merupakan metabolik fenasetin yang bertanggung jawab atas efek analgesiknya. Obat ini adalah penghambat prostaglandin yang lemah pada jaringan perifer dan tidak memiliki efek anti-inflamasi yang bermakna (Katzung, 1998). Parasetamol merupakan obat lain pengganti aspirin yang efektif sebagai obat analgesik-antipiretik; namun, tidak seperti aspirin, aktivitas antiradangnya lemah sehingga bukan merupakan oabt yang berguna untuk menangani kondisi radang. Ketidak mampuan parasetamol memberikan efek antiradang mungkin berkaitan dengan fakta bahwa parasetamol hanya merupakan inhibitor siklooksigenase yang lemah dengan adanya peroksida konsentrasi tinggi yang ditemukan pada lesi radang. Sebaliknya, efek antipiretiknya dapat dijelaskan dengan kemampuannya menghambat siklooksigenase di otak, yang tonus peroksidanya rendah. Selain itu, parasetamol tidak menghambat aktivitas neutrofil, sedangkan NSAID lain menghambat aktivitas tersebut. Parasetamol merupakan antiradang yang sangat lemah dan inhibitor siklooksigenase yang lemah. Selain itu parasetamol tampak menghambat enzim tersebut hanya di lingkungan yang kadar peroksidanya rendah, yang sebagian dapat menjelaskan lemahnya aktivitas antiradang parasetamol karena pada tempat peradangan biasanya terjadi peningkatan konsentrasi peroksida yang dibentuk oleh leukosit (Goodman dan Gilman, 2007). Asetaminofen diberikan peroral. Absorpsi tergantung pada kecepatan pengosongan lambung, dan kadar puncak dalam darah biasanya tercapai dalam waktu 30-60 menit. Asetaminofen sedikit terikat dengan protein plasma dan sebagian dimetabolisme oleh enzim xxv

mikrosom hati dan diubah menjadi asetaminofen sulfat dan glukuronida, secara farmakologi tidak aktif. Kurang dari 5 % diekskrasikan dalam bentuk tidak berubah. Suatu metabolik minor tetapi sangat aktif (N-asetil-p-benzo-kuinon), penting pada dosis besar, karena toksisitasnya terhadap hati dan ginjal. Waktu paruh asetaminofen 2-3 jam dan relatif tidak dipengaruhi oleh fungsi ginjal. Pada jumlah toksis atau adanya penyakit hati, waktu paruhnya bisa meningkat 2 kali lipat atau lebih (Katzung, 1998). 2.5 Metabolisme Parasetamol Obat, zat kimia, dan toksin semuanya merupakan benda asing untuk tubuh kita. Tubuh kita berusaha menyingkirkan sendiri zat-zat kimia asing tersebut tanpa memperhatikan apakah bersifat terapeutik atau berbahaya. Kebanyakan obat-obatan harus melalui biotransformasi atau dimetabolisme, sebelum dapat di ekskresikan (Olson, 2003). Meskipun setiap jaringan mempunyai kemampuan untuk memetabolisme obat-obat, hati adalah organ utama dari metabolisme obat. Jaringan-jaringan lain menunjukkan aktivitas yang besar juga termasuk saluran cerna, paru, kulit dan ginjal. Setelah pemberian obat secara oral, banyak obat diserap secara utuh dari usus kecil dan dibawa lebih dahulu melalui sistem porta ke hati, dimana obat-obat mengalami metabolisme. Proses ini dikenal dengan efek lintas-pertama. Obat-obat yang diberikan secara oral banyak dimetabolisme di dalam usus. Jadi, metabolisme intestinal mungkin menambah efek lintas-pertama. Efek-efek lintas-pertama kemungkinan sangat membatasi bioavailabilitas obatobat yang diberikan secara oral (Katzung, 2002). Menurut Neal (2005), ada dua tipe umum reaksi metabolisme obat: xxvi

1. Reaksi fase 1 Reaksi ini meliputi biotransformasi suatu obat menjadi yang lebih polar melalui pemasukan atau pembukaan suatu gugus fungsional. Metabolisme fase 1 meliputi reaksi oksidasi, reduksi, hidrolisis dan hidrasi, juga isomerisasi dan reaksi-reaksi lain yang lebih jarang (Gibson dan Skett, 1991). Oksidasi merupakan reaksi yang paling umum dan reaksi ini dikatalisis suatu kelas enzim yang penting yang disebut oksidase dengan fungsi campuran (sitokrom P-450). 2. Reaksi fase 2 Yang sangat menarik dalam antar hubungan dari berbagai rute metabolik adalah reaksi kompetisi dari substrat untuk enzim-enzim fase 2. Banyak bukti mengungkapkan bahwa reaksi-reaksi fase 1 menciptakan gugus fungsional reaksi pada molekul sehingga dapat diserang oleh enzim-enzim fase 2. Jadi reaksi fase 2 merupakan jalur detoksifikasi yang sebenarnya dan memberikan produk-produk yang berarti terhadap curah dari produk tidak aktif yang dieskresikan dari suatu obat (Gibson dan Skett, 1991). Banyak produk-produk fase 1 tidak segera dieliminasi dan mengalami reaksi berikutnya dimana suatu substrat endogen seperti glucuronic acid, sulfuric acid, acetic acid, atau amino acid bergabung dengan gugus fungsional yang baru terjadi membentuk konjugat yang sangat polar. Reaksi-reaksi konjugasi atau reaksi-reaksi sintesis yang demikian adalah tanda-tanda metabolisme fase 2 (Katzung, 2002). Enzim sitokrom P-450 adalah kelompok besar protein hemetiolat yang terdistribusi luas di semua mahluk hidup. Di tingkat mikrosomal, elektron dipasok xxvii

dari NADPH melalui sitokrom P-450 reduktase ada membran lipid retikulum endoplasma halus. Sitokrom P-450 mempunyai tiga famili yang terdiri dari CYP1, CYP2 dan CYP3 dan yang paling berperan adalah CYP1A2, CYP2A6, CYP2B6, CYP2C9, CYP2C19, CYP2D6, CYP2E1, dan CYP3A4 dalam metabolisme obat (Uetrecht and Trager, 2007). Parasetamol dimetabolisme oleh enzim CYP2E1 (Nadendla, 2005). Sitokrom P-450 mengkatalisis banyak reaksi, termasuk hidroksilasi cincin aromatik dan rantai samping; N-, O-, dan S-dealkilasi; N- Oksidasi; N-hidroksilasi; sulfoksidasi; deaminasi; dehalogenasi; dan sulfurasi. Sedangkan parasetamol tersebut merupakan reaksi N-Oksidasi (Goodman dan Gilman, 2007). Suatu ciri menarik dari beberapa substrat-substrat obat tertentu untuk menginduksi sitokrom P-450 dengan menaikkan laju sintesisnya atau mengurangi laju degradasinya. Induksi ini berakibat pada suatu akselerasi metabolisme dan biasanya penurunan dalam kerja farmakologi obat-obat yang diberikan bersamaan (Katzung, 2002). xxviii